PERTUKARAN RUJUKAN
SijariEMAS
Perbaikan sistem rujukan untuk kegawatdaruratan
ibu dan bayi di Indonesia
LAPORAN TEKNIS
JULI 2015
DAFTAR ISI
LATAR BELAKANG......................................................................................................................................... 1
STRATEGI RUJUKAN..................................................................................................................................... 3
SijariEMAS......................................................................................................................................................... 4
PELAKSANAAN......................................................................................................................... 11
HASIL.......................................................................................................................................... 17
PELAJARAN............................................................................................................................... 23
LAMPIRAN................................................................................................................................. 25
a. LAMPIRAN A: Persyaratan Perlengkapan SijariEMAS berdasarkan Model
b. LAMPIRAN B: Biaya Implementasi Perlengkapan dan Infrastruktur Sampel
c. LAMPIRAN C: Catatan akhir
LATAR BELAKANG
Walau Indonesia telah membuat perbaikan yang tersebar luas dalam keselamatan ibu dan bayi baru
lahir selama beberapa dekade terakhir, kematian ibu dan bayi baru lahir masih tinggi [1,2] Banyak dari
kematian ini dapat dicegah dengan akses terhadap perawatan kegawatdaruratan medis yang berkualitas
[3]. Rujukan yang efisien dan efektif untuk fasilitas kesehatan yang layak selama kegawatdaruratan –
serta perbaikan kualitas perawatan selama kegawatdaruratan – merupakan kunci untuk mengurangi
kematian ibu dan bayi.
Sebagai negara yang secara geografis sangat luas dan banyak jumlah penduduknya, Indonesia memiliki
sistem kesehatan yang mapan, terdesentralisasi dengan jejaring komunitas bidan, puskesmas dan
rumah sakit yang luas. Pada tahun 1990-an, Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan masyarakat
untuk mengatasi keterlambatan dalam mengenali kegawatdaruratan obstetri dan mengupayakan
perawatan. Berbagai prakarsa ini telah diangkat ke tingkat nasional untuk meningkatkan kesadaran
secara nasional tentang persiapan kelahiran dan kesiapan komplikasi (terkenal sebagai Program
Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi atau P4K) serta untuk memobilisasi desa-desa
dalam merespon kasus kegawatdaruratan secara cepat, dengan cara memberitahukan penyedia
layanan kesehatan dan mengatur transportasi, donasi darah, dan dana medis (dikenal sebagai desa
siaga) [4].
Namun, rujukan antara klinik kebidanan, puskesmas dan rumah sakit seringkali dikoordinasikan
dan dikomunikasikan dengan buruk. Akibatnya, keterlambatan yang kritis terjadi selama rujukan
kegawatdaruratan dan dalam penerimaan serta tindakan pasien rujukan [5]. Sejumlah isu yang
membatasi efektivitas sistem rujukan telah ditemukan [5,6]:
rujukan dibuat ke fasilitas kesehatan yang tidak siap, tidak memiliki perlengkapan atau staf untuk
menangani kegawatdaruratan;
bidan tidak merujuk pasien dengan tepat, yang mungkin dikarenakan kurangnya pengetahuan
kapan dan kemana membuat rujukan;
fasilitas kesehatan kekurangan protokol yang baku untuk menangani kegawatdaruratan dan
membuat rujukan; serta
rumah sakit dan puskesmas kekurangan koordinasi yang efektif dalam mengalokasikan dan
mengerahkan berbagai sumber daya untuk menangani kegawatdaruratan ibu dan bayi baru lahir
serta rujukan, juga melaksanakan berbagai kebijakan dan program untuk kegawatdaruratan.
Pada tahun 2011, program EMAS (Expanding Maternal and Neonatal Survival) yang didanai USAID [7]
diluncurkan bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia untuk mengurangi kematian ibu dan bayi baru
lahir. Selain memperbaiki kualitas perawatan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal di rumah sakit
Tujuan dari dokumen ini adalah untuk menggambarkan bagaimana EMAS telah mengimplementasikan
SijariEMAS, kemajuan yang dibuat hingga saat ini, dan pelajaran terkait penggunaan SijariEMAS untuk
memperbaiki rujukan kegawatdaruratan ibu dan anak.
EMAS berupaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem rujukan kegawatdaruratan melalui
sejumlah intervensi yang saling terkait. Hal ini meliputi:
memperkuat keterkaitan dan memformalisasikan jejaring rujukan antara puskesmas dan rumah
sakit melalui Perjanjian Kerjasama [8];
memperbaiki komunikasi dan koordinasi rujukan antara penyedia layanan dan fasilitas melalui
sebuah sistem pertukaran rujukan;
memperkenalkan Alat Pemantauan Kinerja Rujukan di kantor dinas kesehatan daerah dan fasilitas
kesehatan untuk menilai, memantau dan memperbaiki proses rujukan [9]; dan
1)
daerah untuk menangani
kegawatdaruratan diperkuat 2) sistem rujukan
diperbaiki 3) bukti akuntabilitas
daerah
PROSES
RUJUKAN
EMAS menyusun sebuah sistem pertukaran rujukan yang inovatif, terkomputerisasi, - Sistem Informasi
Jejaring Rujukan Maternal & Neonatal (SijariEMAS), untuk memperbaiki komunikasi antara puskesmas
dan rumah sakit serta membantu mengurangi keterlambatan dalam mencari perawatan, merujuk
pasien dan menyediakan layanan. SijariEMAS mengotomatisasikan proses rujukan ini; sistem ini
menghubungkan antara berbagai fasilitas kesehatan dalam rangka memperbaiki komunikasi dan
tingkat respon terkait rujukan dalam sebuah daerah.
SijariEMAS memperbaiki rujukan kegawatdaruratan ibu atau bayi baru lahir, umumnya dari bidan di
dalam komunitas atau di puskesmas yang mendapati kasus komplikasi yang memerlukan perawatan
yang lebih khusus (lihat Gambar 2 untuk gambaran sederhana prosesnya). Dulu SijariEMAS berbasis
SMS [11], mengingat penggunaan telepon genggam dan pesan singkat yang umum, cakupan
jaringan yang baik, serta perkembangan yang relatif mudah di Indonesia. Sistem pertukaran rujukan
didukung oleh pemetaaan yang rinci tentang berbagai fasilitas kesehatan umum dan swasta [12] serta
perkembangan jalur rujukan yang disepakati untuk sebuah daerah. Hal ini dikukuhkan di dalam sebuah
Perjanjian Kerjasamadan diprogramkan ke dalam SijariEMAS untuk mengotomatisasikan jalur rujukan.
Sistem ini memungkinkan rumah sakit untuk merespon rujukan secara lebih efisien (idealnya dalam
sepuluh menit), sehingga para bidan dapat memberitahukan keluarga (pasien)secara cepat kemana
harus pergi.
memperbaiki komunikasi dan koordinasi antara berbagai fasilitas kesehatan selama proses
rujukan;
memperbaiki kesiapan rumah sakit (yang berada di dalam jejaring rujukan) untuk menangani
rujukan kegawatdaruratan ibu dan bayi baru lahir yang masuk;
menjamin bahwa rujukan ditujukan ke sebuah rumah sakit dengan cara yang efisien untuk
mencegah pasien dirujuk ke beberapa rumah sakit sebelum menerima tindakan; dan
SijariEMAS juga menyediakan data untuk Dinas Kesehatan Kabupaten dan rumah sakit untuk membantu
mereka memahami proses rujukan dan memperbaiki kualitas layanan yang diberikan. Informasi ini
disajikan dan dibahas di rapat Pokja [13]. Data kunci yang dikumpulkan melalui sistem ini termasuk:
data kasus rujukan, termasuk ciri-ciri penting pasien, diagnosis, dan skema asuransi;
ringkasan tindakan yang diberikan kepada pasien pra dan pasca rujukan;
komunikasi di antara berbagai fasilitas kesehatan mengenai kasus rujukan, termasuk advis
tindakan dari rumah sakit pada puskesmas; dan
“Rumah sakit saya sekarang lebih siap untuk menerima pasien kegawatdaruratan ibu
dan bayi, karena sekarang kita mengetahui status dan kondisi pasien sebelumnya.
Kami juga dapat memberikan nasihat kepada bidan untuk memberikan sebelum
mengangkut pasien. Akibatnya, pasien tiba di rumah sakit dalam kondisiyang
stabilisasi yang diperlukan lebih baik.”
Kepala SMF Obgyn, RSUD Karawang
PERKEMBANGAN SijariEMAS
Pada awal 2012, EMAS melaksanakan penilaian sistem rujukan di 10 wilayah (lihatKotak 1) untuk
menginformasikan rancangan dan fitur SijariEMAS [14]. EMAS bekerjasama dengan Kementerian
Kesehatan untuk memastikan SijariEMAS selaras dengan berbagai kebijakan yang relevan dan sistem
informasi kesehatan yang ada. Dengan menggunakan umpan balik dari penilaian ini, SijariEMAS
dirancang untuk mengatasi celah (gap) kunci dalam sistem rujukan yang ada,sehingga menjadi mudah
untuk digunakan dan mudah diakses oleh semua fasilitas dan penyedia layanan kesehatan. Perangkat
lunak SijariEMAS dikembangkan menjadi ‘tangkas’ [15], sehingga sistem dapat ditinjau dan disetujui
berdasarkan umpan balik para pengguna secara terus menerus.
- Tidak adanya kriteria yang disepakati untuk rujukan, termasuk ketika kasus yang seharusnya dirujuk—
menyebabkan penolakan kasus rujukan dimana staf rumah sakit percaya seharusnya dilakukan
tindakan di tempat lain
- Tidak adanya layanan hotline di rumah sakit, atau sistem rujukan yang kurang digunakan (underused)
dan salah kelola (mismanaged) disertai komunikasi dan konsultasi yang terbatas di antara para
penyedia layanan kesehatan
- Kurangnya kebijakan tingkat daerah yang memadai tentang pencatatan dan pelaporan kasus rujukan
untuk puskesmas dan rumah sakit
- Sebagian besar (90%) bidan memiliki telepon genggam dan bersedia menggunakannya untuk
merujuk pasien (lewat SMS)
- Tidak ada metode yang sistematisdalam pelaporan/pencatatan kematian ibu dan bayi
FITUR SijariEMAS
Walaupun fungsi yang utama dan paling banyak digunakan adalah fasilitasi rujukan kegawatdaruratan,
sistem SijariEMAS dirancang dengan sejumlah fitur lainnya (lihat Gambar 3), berdasarkan umpan balik
dari pengguna selama tahap rancangan [16].
- Para bidan dapat menggunakan SijariEMAS untuk melaporkan kematian ibu dan bayi
Pengawasan Kematian (dengan data lapangan yang baku), yang disimpan di dalam sebuah database. Dinkes
Ibu dan Bayi daerah dan para penyedia layanan kesehatan kemudian dapat mengakses database ini
untuk menganalisis kematian ibu dan bayi.
- Setelah pasien keluar dari RS, bidan dan rumah sakit dapat menggunakan SijariEMAS
Umpan Balik Rujukan
memberikan ringkasan pulang (discharge notes) dan aksi yang diperlukan untuk tindak
lanjut.
Secara keseluruhan, para penyedia layanan kesehatan dan dinas kesehatan daerah telah memberikan
umpan balik positif mengenai fitur SijariEMAS. Secara khusus, dinas kesehatan daerah telah mencatat
bahwa alat komunikasi berguna untuk berbagi informasi kesehatan. Namun, beberapa fitur SijariEMAS
tidak digunakan dengan baik, seperti:
Pengawasan kematian ibu dan bayi: Sedikit bidan yang melaporkan kematian ibu dan bayi melalui
sistem SijariEMAS. Jika Dinkes bermaksud menggunakan SijariEMAS untuk mengumpulkan data
tentang kematian ibu dan anak, diperlukan lebih banyak aksi untuk mendorong penggunaan
fitur ini.
Umpan balik rujukan: Sedikit rumah sakit yang memberikan umpan balik rujukan kepada bidan
melalui SijariEMAS, yang mungkin disebabkan kurangnya kejelasan siapa yang bertanggung
jawab memberikan umpan balik ini. Para penyedia layanan kesehatan dari ruang gawat
darurat, bangsal ibu dan anak seringkali perlu mengkoordinasikan ringkasan pulang dan
merekomendasikan tindak lanjut. Berbagai peran dan tanggung jawab dalam pemberian umpan
balik kepada bidan yang dirujuk mungkin perlu diklarifikasi untuk meningkatkan penggunaan
fitur ini.
Informasi kesiapan rumah sakit: Sedikit RS yang memberikan informasi ketersediaan ranjang
ruangan kegawatdaruratan melalui SijariEMAS. Mungkin mereka lebih memilih menyimpan
ranjang gawat darurat terbuka bagi kegawatdaruratan yang memiliki biaya medis lebih tinggi
daripada kegawatdaruratan ibu dan bayi. Untuk menjamin rumah sakit transparan mengenai
kesiapan mereka untuk menerima rujukan yang akan datang, dinas kesehatan daerah mungkin
perlu mengambil tindakan untuk mendorong penggunaan fitur ini.
PLATFORM KOMUNIKASI
Untuk menjamin sistem SijariEMAS sedapat mungkin diakses para penyedia layanan kesehatan, EMAS
telah mengembangkan empat platform komunikasi yang berbeda secara terus menerus yang dapat
digunakan untuk pertukaran informasi: SMS, aplikasi telepon genggam, aplikasi web dankomunikasi
telepon/suara. Kotak 2 menjelaskan setiap platform komunikasi.
EMAS sedang
merevitalisasi dan
menghubungkan
call centerke dalam
SijariEMAS
Secara keseluruhan, diperkirakan 70–80 persen rujukan dibuat menggunakan SMS, diikuti oleh panggilan
telepon. Perbaikan sistem digambarkan di dalam bagian, “IMPLEMENTASI DAN PERKEMBANGAN
SijariEMAS MENURUT FASE”.
SijariEMAS digunakan dalam berbagai konteks – daerah besar dan kecil, lokasi pedesaan dan perkotaan,
dan di wilayah dengan konektivitas kuat atau lemah. Dengan demikian, EMAS mengembangkan tiga
model SijariEMAS yang berbeda – Model Minimum, Standar, dan Optimal – agarmemungkinkan
kebutuhan yang beragam dengan sumber daya yang tersedia dari beberapa daerah yang berbeda.
Seluruh model memperbolehkan para bidan memulai rujukan melalui SijariEMAS menggunakan
empat platform komunikasi, namun cara bagaimana rujukan diterima dan dikelola oleh setiap rumah
sakit yang berbeda. Tabel 1 meringkas berbagai persyaratan dasar dan fitur masing-masing model.
Jumlah fasilitas 1 rumah sakit, 10-15 5 rumah sakit 10 rumah sakit atau lebih
puskesmas
Fitur: Ruang gawat darurat Hotline khusus Call center 24 jam terpadu
Hotline (ER),saluran telepon untuk rujukan di dinkes daerah atau RS
Alarm rujukan (bergerak atautetap, kegawatdaruratan di Hotline telepon bergerak
idealnya khusus) RS (tetap ataubergerak khusus di RS sebagai
Alarm rujukan di satu – dibawa oleh kepala cadangan Alarm rujukan
lokasi di rumah sakit bidan) di lima lokasi di RS [19]
(dimana pasien gawat Alarm rujukan di Alarm rujukan di dinkes
darurat masuk) tigalokasi di RS, alarm daerah
rujukan di dinkes daerah Alarm rujukan di
[18] puskesmas
Persyaratan sumber Sumber daya minimal Komputer yang Sumber daya yang
daya diperlukan; sistem khusus dibutuhkan di signifikan diperlukan:
dapat dilaksanakan dinkes daerah untuk staff call center; koneksi
menggunakan pemantauan, dengan 3 internet; dan pembelian
infrastruktur yang ada monitor di RS perlengkapan untuk call
Telepon bergerak khusus center dan pemantauan
dibutuhkan di RS untuk dinkes daerah
menjawab rujukan yang (lihatLampiran
masuk A)
Persyaratan Rendah Rendah Menengah
Administratif
Kepemilikan sistem RS RS dan dinkes daerah RS dan dinkes daerah
Keterlibatan Dinkes Minimal Menengah Tinggi
Pemeliharaan Rendah: memastikan Rendah: memastikan Rendah: memastikan
perangkat keras perangkat keras perangkat keras
dipelihara dan akses dipelihara dan akses dipelihara dan akses
internet tersedia internet tersedia di RS internet tersedia di RS,
dan Dinkes Dinkes dan call center
Di seluruh model, ketika rumah sakit menerima permintaan rujukan, sebuah alarm berbunyi, tetapi
jumlah dan lokasi alarm berbeda. Staf rumah sakit menilai informasi kasus rujukan yang diberikan
(misalnya data pasien, ciri-ciri penting, diagnosis, dan asuransi kesehatan) melalui SijariEMAS dan
menentukan apakah mereka dapat menerima rujukan. Respon rumah sakit dikirim pada bidan yang
mengirimkan permintaan rujukan melalui SijariEMAS.
Faktor kunci untuk menentukan model mana yang paling cocok di daerah tertentu adalah jumlah
rumah sakit di daerah tersebut, namun keputusannya biasanya berdasarkan komitmen daerah/Dinkes
(dan ditentukan selama pembuatan PK. Sebagai contoh, model optimal paling baik untuk sebuah
daerah dengan lebih dari sepuluh rumah sakit [21], sementara model lainnya tidak akan memberikan
cakupan atau koordinasi yang memadai di antara berbagai fasilitas kesehatan. Sementara di daerah
dengan hanya satu rumah sakit (atau sebuah titik rujukan tunggal) tingkat koordinasi seperti model
optimal tidak dibutuhkan dan jauh lebih mudah bagi dinkes untuk mengawasi rujukan di dalam satu
daerah tersebut. Daerah yang lebih kecil memiliki keleluasaan lebih untuk meningkat (‘upgrade’) ke
model yang lebih kompleks jika mereka memiliki sumber daya yang mencukupi untuk mendukungnya.
Sebagai contoh, Kabupaten Pinrang yang didukung EMAS memilih menggunakan Model Standar
SijariEMAS dengan sebuah saluran telepon yang khusus, walaupun daerah ini relatif kecil dengan
jumlah fasilitas kesehatan yang lebih sedikit [22].
Kelebihan Model Minimum adalah membutuhkan sedikit atau tidak membutuhkan sumber daya
tambahan atau perlengkapan untuk membuatnya. Ini juga berarti lebih cepat mengerahkannya. Namun
Model Minimum tidak memperbolehkan koordinasi antara dua atau lebih rumah sakit, sehingga kurang
sesuai bagi daerah dengan jumlah rumah sakit yang banyak. Sistem ini juga membatasi keterlibatan
dinkes, karena mereka tidak dapat memantau rujukan dan respon pada waktu yang sebenarnya
(real time). Model minimum juga mengandalkan satu alarm dan saluran telpon di rumah sakit yang
menuntut staf ruang gawat darurat untuk memulai komunikasi dengan unit persalinan.
Kelebihan Model Standar dan Optimal dibandingkan dengan Model Minimum adalah:
lebih banyak wilayah rumah sakit yang waspada terhadap permintaan rujukan kegawatdaruratan;
alarm di dinkes memungkinkan mereka untuk mengintervensi ketika terlihat bahwa rumah sakit
menolak kasus rujukan terlalu banyak atau tidak merespon kasus rujukan pada waktu yang
tepat. ‘Alarm’ dinkes adalah lampu yang menjadi berwarna merah jika rujukan tidak diterima
dalam 10 menit. Dinkes dapat mengintervensi dengan menelepon rumah sakit untuk memeriksa
apa yang terjadi; dan
Dinkes memiliki pengawasan dan informasi yang lebih baik mengenai bagaimana rujukan
dikelola dan membantu mengidentifikasi serta mendukung perbaikan sebagaimana diperlukan.
Penting untuk diperhatikan bahwa SijariEMAS dapat menambah banyak manfaat ketika dikoordinasikan
dengan prakarsa lainnya untuk memperkuat sistem rujukan. Contohnya, Perjanjian Kerjasama yang
sudah disetujui seharusnya sudah ada sebelum SijariEMAS dapat dilaksanakan.
Implementasi SijariEMAS serupa untuk ketiga model dan fase. Langkah-langkah implementasi kunci
dapat diringkas di dalam gambar 4 di bawah ini.
EMAS telah mempromosikan penggunaan SijariEMAS melalui tim provinsi. Lokakarya, seminar, pameran
dan pemasaran viral telah diadakan di tingkat daerah untuk mempromosikan dan mendemonstrasikan
SijariEMAS kepada para pemangku kepentingan yang relevan [23]. Pejuang SijariEMAS (lihat di bawah),
Pokjas, dan Motivator Kesehatan Ibu dan Anak (MKIA [24]) juga mempromosikan SijariEMAS.
Instalasi dan konfigurasi Orientasi para operator Orientasi Tim Teknis Lokakarya evaluasi untuk
SijariEMAS di server dan pengguna (bidan di (TI di RS dan Dinkes) membahas hasil dan
nasional puskesmas, desa dan RS, agar mereka tantangan
TI di RS dan Dinkes) dapat menginstal, implementasi (rutin,
Lokakarya daerah untuk mengoperasikan, setiap 3 bulan)
mempromosikan dan Mendampingi memelihara
mendemonstrasikan dan memperkuat membangun, dan Pendampingan
SijariEMAS pada dinkes penggunaan mendampingi daerah bidan/pengguna (rutin,
dan fasilitas SijariEMAS dengan lain setiap bulan)
merujuk
Lokakarya untuk bidan Lokakarya pemantauan Pemantauan dan
mengidentifikasi kesiapan dan evaluasi: evaluasi (rutin,
fasilitas, infrastruktur Uji coba sistem (untuk evaluasi proses untuk setiap bulan)
pendukung, menyepakati memastikan semua memastikan sistem
jalur rujukan, SOP Implementasi: menginstal digunakan dengan
perangkat keras dan benar dan maksimal
Pembelian dan instalasi meluncurkan Promosi serta
perangkat keras / jaringan dan data online dan
( jika diperlukan) sosialisasi SijariEMAS kunjungan fasilitas
bidan, perawat dan dokter dari dinkes, rumah sakit dan puskesmas; Pengguna SijariEMAS di rumah
sakit [25] dan puskesmas; ditambah perwakilan teknologi informasi (TI) dari dinkes dan rumah sakit.
‘Pejuang SijariEMAS’ ini kemudian ditugaskan dengan para penyedia layanan kesehatan lainnya, seperti
bidan desa dan staf rumah sakit yang lain, mengenai bagaimana mengoperasikan dan mengelola
SijariEMAS. Orientasi bagi daerah yang baru juga dilaksanakan oleh para pejuang/mentor.
Orientasi memberikan demostrasi hidup SijariEMAS, memberi kesempatan kepada para peserta
untuk menceritakan pengalaman mereka dan tantangan yang dihadapi dalam merujuk pasien, serta
memberikan informasi tentang bagaimana SijariEMAS dapat digunakan untuk mengatasi berbagai
tantangan ini. Selama orientasi, staf rumah sakit belajar bagaimana menggunakan aplikasi web
SijariEMAS, bagaimana memproses rujukan SMS, dan bagaimana menggunakan call center. Para
bidan dan staf puskesmas belajar bagaimana mengirim rujukan menggunakan SMS dan bagaimana
menggunakan call centeruntuk rujukan.
Pada saat penulisan brief ini, EMAS telah meluncurkan SijariEMAS di 23 daerah selama lebih dari
duafase: sepuluh daerahdi Fase 1 (Mei 2012 –September 2013) [26] dan 13 daerah di Fase 2 (Oktober
2013– September 2014). Sistem ini sedang dalam proses pengembangan menjadi 7 daerah Fase 3
(Januari 2015–September 2016) [27]. Mayoritas daerah menggunakan Model Standar, sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 2 di bawah. EMAS terus mendukung daerah Fase 1 dan 2 untuk meningkatkan
dan memperluas penggunaan SijariEMAS.
Tabel 2: Daerah Fase 1 dan 2 yang menggunakan SijariEMAS menurut jenis modal
Jumlah Daerah Daerah Fase 1 Daerah Fase 2
FASE 1
Antara bulan September dan Desember 2012, EMAS memperkenalkan dan menguji coba SijariEMAS
di beberapa daerah Fase 1. Pada bulan Desember 2012, SijariEMAS diluncurkan secara nasional
oleh Kepala Pusat Data Kementerian Kesehatan, dengan partisipasi virtual dari pejabat provinsi dan
kabupaten/kota. Setelah peluncuran ini, EMAS diperkenalkan dan dibentuk sistemnya untuk para
pemangku kepentingan daerah di seluruh daerah Fase 1.
Dalam Fase 1, Model Minimum pada awalnya diimplementasikan di sepuluh daerah (untuk kecepatan
pengerahan), dengan opsi meningkat menjadi Model Standar atau Optimal ketika daerah menambah
atau mengalokasikan dana yang memadai untuk mengimplementasikan model yang lebih maju. Pada
kenyataannya, hanya dua dari sepuluh daerah Fase 1 yang mengimplementasikan model Minimum,
sementara delapan lainnya mengerahkan sumber daya mereka sendiri untuk mengimplementasikan
Model Standar (lihat Tabel 2 di atas).
Spesialis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) EMAS memimpin peluncuran SijariEMAS
berkoordinasi dengan tim dari setiap daerah. Untuk mendorong pengerahan yang lebih cepat,
dalam Fase 1 EMAS membantu daerah menginstalkomponen perangkat keras dan lunak. Beberapa
daerah yang telah memiliki komponen perangkat keras (contohnya, serverdan komputer) wajib
mengoperasikan sistemnya; untuk daerah dengan sumber daya yang terbatas, EMAS menyediakan
perangkat keras yang diperlukan agar daerah dapat meluncurkan SijariEMAS dengan tepat waktu.
Walaupun semua fitur SijariEmas diujicoba, EMAS memfokuskan terutama untuk mendukung para
penyedia layanan kesehatan agar dapat menggunakan fitur rujukan kegawatdarutan secara efektif.
Perbaikan dilakukan terhadap SijariEmas berdasarkan umpan balik pengguna. Dalam Fase 1, beberapa
daerah belum menyusun jalur rujukan. Selama SijariEmas dibuat di daerah-daerah ini, EMAS bekerja
bersama mereka menyusun jalur rujukan dan membuat PK untuk rujukan.
FASE 2
Dalam Fase 2 SijariEMAS diluncurkan di 13 daerah tambahan [29], menggunakan proses yang serupa
dengan Fase 1. Daerah Fase 2 didampingi oleh tim dari daerah Fase 1 yang berhasil. Kriteria tim
SijariEMAS dapat mulai mendampingi dijelaskan di Gambar 5. EMAS membantu Model Standar dan
Optimal di daerah Fase 2 dengan sumber dayanya untuk mendukung model-model tersebut. Hanya 3
Pada Januari 2014, Pemerintah Indonesia meluncurkan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) [30]. JKN
mengamanatkan satu set pola rujukanyang telah ditentukan. Dalam beberapa kasus, pola rujukan
yang baru ini tidak konsisten dengan apa yang telah disepakati para pemangku kepentingan
sebagai bagian dari PK dan diprogramkan menjadi SijariEMAS sebelum peluncuran sistem. Hal ini
mempengaruhi pelaksanaan dan penggunaan SijariEMAS dan menyebabkan kebingungan di bulan-
bulan awal peluncuran JKN. Akibatnya, jalur rujukan yang baru untuk setiap daerah harus dipetakan
ulang dan diprogramkan ulang ke dalam SijariEMAS. Namun, jalur rujukan JKN tidak dirancang secara
khusus untuk situasi gawat darurat, dan tidak selalu cocok dengan rujukan untuk ibu dan bayi. Untuk
mengatasi hal ini, EMAS menambahkan sebuah fitur baru ke dalam SijariEMAS yang memungkinkan
para bidan untuk menolak jalur yang diprogramkan sebelumnya dan memilih rumah sakit pilihannya
secara langsung. Setelah peluncuran JKN, jumlah rujukan yang menggunakan SijariEMAS sedikit
menurun karena tidak semua rumah sakit (seperti rumah sakit swasta) menerima JKN. Pemetaan
kembali hal tersebut adalah sebuah pekerjaan yang signifikan dan menunda peluncuran SijariEMAS di
beberapa daerah Fase 2.
Di beberapa daerah, sambungan internet yang tidak dapat diandalkan hingga menyebabkan beberapa
fasilitas kesehatan sulit untuk mengakses sistem SijariEMAS menggunakan komputer. Untuk mengatasi
hal ini, EMAS menguji coba penggunaan tablet di beberapa fasilitas. Tablet ini dapat beroperasi
dengan jaringan telepon bergerak (mobile networks), sehingga memungkinkan para penyedia layanan
kesehatan untuk mengakses SijariEMAS walaupun tanpa koneksi internet. Namun, hal ini tidak
bekerja sebagaimana yang diharapkan, dan tablet-tablet tersebut sekarang lebih digunakan untuk
pemantauan. Dalam fase 2, EMAS juga mulai merevitalisasi dan menghubungkan call center gawat
darurat ke SijariEMAS, menambahkan kapasitas komunikasi suara ke platform.
Dalam fase 2, EMAS mengidentifikasi bahwa penggunaan SijariEMAS terhambat karena faktanya hanya
puskesmas yang didukung EMAS di setiap daerah yang dihubungkan ke dalam sistem. Akibatnya,
EMAS memfokuskan diri pada perluasan penggunaan SijariEMAS di dalam daerah Fase 1 dan 2 dengan
memasukkan beberapa fasilitas tambahan (umum dan swasta) dan para penyedia layanan ke dalam PK
jejaring rujukan daerah yang lebih komprehensif serta sistem SijariEMAS.
Dalam Fase 2, pejuang SijariEMAS diidentifikasi dan disorot untuk mempromosikan SijariEMAS ke
fasilitas lainnya dalam daerah yang didukung EMAS, baik di tingkat provinsi dan nasional. Petugas TIK
EMAS terus mendukung Mentor SijariEMAS dalam daerah Fase 1 dan 2 untuk meningkatkan kapasitas
mereka menangani sistem dan mengatasi kesulitan yang muncul.
Tujuh daerah yang lain akan melaksanakan SijariEMAS dalam Fase 3 EMAS. Seperti Fase 2, SijariEMAS
akan diperkenalkan setelah pembuatan PK jejaring rujukan, dan mengikuti proses yang serupa dengan
fase sebelumnya. Daerah Fase 3 akan didampingi oleh mentor baik dari daerah Fase 1 maupun Fase 2.
Model Standar dan Optimal dipromosikan ke daerah Fase 3, dan EMAS akan terus merevitalisasi dan
menghubungkan berbagai call center ke SijariEMAS.
Untuk Fase 3, daerah-daerah yang lebih kecil akan menyertakan semua puskesmas di dalam PK dan
SijariEMAS dari permulaan. Di daerah-daerah yang besar, puskesmas dan fasilitas kesehatan lainnya
akan ditambahkan secara bertahap, karena diperlukan waktu untuk memprogramkan jumlah jalur
rujukan yang banyak ke dalam SijariEMAS.
Di samping itu, Sistem Pemantauan dan Pengendalian SijariEMAS akan dibangun di tingkat nasional,
menggunakan sistem berbasis cloud. Sistem ini dapat memantau jejaring SijariEMAS secara terus
menerus pada waktu yang sebenarnya (real time), dan dapat mendeteksi berbagai masalah teknis
pada tahap awal sehingga bantuan teknis dapat diberikan. Sistem ini juga dapat melacak semua
rujukan yang masuk melalui jaringan dan menyediakan pemantauan tingkat lanjut untuk membantu
memastikan bahwa semua rujukan kegawatdaruratan direspon dengan tepat waktu. Dasbor nasional
menyediakan data yang dapat digunakan untuk memeriksa dan menetapkan validitas (triangulate) data
M&E EMAS, dan untuk menganalisis dan memberikan data ini untuk dialog kebijakan sebagaimana
mestinya. Terakhir, EMAS akan bekerja dengan Kemenkes untuk mengidentifikasi dan merencanakan
integrasi strategis dan harmonisasi berbagai fungsi dan data SijariEMAS ke sistem informasi yang
sudah ada atau yang potensial.
Mulai Maret 2015, 16.795 bidan dan dokter sudah terdaftar dalam SijariEMAS, dan sistem ini diinstal
152 rumah sakit dan 661 puskesmas yang didukung EMAS. Para penyedia layanan kesehatan ini telah
menggunakan SijariEMAS untuk memfasilitasi sejumlah 39.937 rujukan kegawatdaruratan ibu dan bayi.
Tabel 3 meringkas hasil fase program EMAS mulai Maret 2015 [31]. Pada Tahun Tiga, sebanyak 14.774
kasus rujukan difasilitasi melalui SijariEMAS. Jumlah ini kurang lebih mewakili 30 persen dari semua
kasus rujukan di seluruh 23 daerah dimana sistem diluncurkan. Data terbaru yang tersedia (Jan-Mar
2015), menunjukkan peningkatan persentase kasus yang ditangani melalui SijariEMAS di rumah sakit
Fase 1 dan 2, ketika dibandingkan dengan data Tahun 3 (lihat Gambar 5). Sebuah tinjauan penggunaan
daerah per daerah menunjukkan variasi dalam penggunaan dengan tren keseluruhan menunjukkan
kenaikan proporsi kasus yang dirujuk melalui sistem.
Tiga daerah (Karawang, Cirebon, dan Bogor) juga menangani jumlah rujukan menggunakan
SijariEMAS tertinggi, dengan jumlah berkisar 1277-1863 dalam Tahun 4, Triwulan 2 – rata-rata 16
rujukan kegawatdaruratan per hari. Namun, data dari daerah lain menunjukkan penggunaan yang
lebih rendah dan tidak sama antar triwulannya.
Gambar 5: Persentase kasus yang ditangani menggunakan SijariEMAS, rumah sakit Fase 1 & 2,
menurut model [32]
FASE 1
14% 58%
OPT.
Tegal
59%
64%
Cirebon 82%
83%
Bandung 18%
96%
71%
36% 54%
Pinrang
STANDARD
68%
37% 56%
Serang
55%
5%
Deli Serdang 57%
45%
16%
Banyumas 21%
36%
24%
Asahan 34%
6%
MINIMAL
Malang 2% 98%
7%
Sidoarjo 3% 10%
56%
Cilacap 6% 28% 50%
Gowa 4% 22%
16%
Kota Semarang 7% 15%
8%
Brebes 3%
2% 6%
Pasuruan 8%
8% 22%
MINIMAL
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5, daerah-daerah yang menggunakan model Optimal atau
Standar SijariEMAS cenderung memiliki tingkat penggunaan SijariEMAS yang lebih tinggi untuk
menangani rujukan kegawatdaruratan. Namun, Malang, sebuah daerah Fase 1, telah menunjukkan
penggunaan SijariEMAS antara Tahun 4 Triwulan 1 dan Tahun 4 Triwulan 2 yang signifikan hanya
menggunakan model Minimal. Kabupaten Karawang dan Bogor, yang menggunakan Model Optimal,
telah menunjukkan tingkat penggunaan SijariEMAS yang sangat banyak. Pada saat penulisan
laporan ini, Data Tahun 4 Triwulan 2 untuk Karawang dan Bogor masih sedang diverifikasi, tetapi
dapat diantisipasi bahwa kedua daerah ini akan menunjukkan tingkat penggunaan mendekati 100%
untuk triwulan tersebut. EMAS akan menyelidiki alasan mengapa daerah yang menggunakan model
Optimal atau Standar cenderung memiliki tingkat penggunaan SijariEMAS yang lebih tinggi. EMAS
juga akan menggunakan kabupaten Malang sebagai studi kasus mengenai bagaimana keberhasilan
implementasi SijariEMAS dapat dilakukan menggunkan model Minimal, dan menyajikan pelajaran ini
kepada daerah lainnya yang tidak memiliki kapasitas untuk mengimplementasikan model Optimal
atau Standar.
EMAS secara rutin mengumpulkan data tentang seberapa cepat rumah sakit merespon sebuah rujukan
yang baru masuk, untuk mengukur fungsionalitas secara keseluruhan dan penerimaan rumah sakit
terhadap sistem ini. Data juga menunjukkan tingkat respon awal. Selama Tahun 4 Triwulan 2, rumah
sakit Fase 1 yang merespon notifikasi yang masuk dalam 10 menit setelah penerimaan berjumlah 70
persen dari seluruh kasus. Dalam rumah sakit Fase 2, 69 persen kasus direspon dalam ambang batas
Gambar 6 dan 7 menunjukkan rata-rata jumlah dan persentasi kasus kegawatdaruratan menggunakan
SijariEMAS. Gambar-gambar ini juga menunjukkan proporsi kasus rumah sakit yang merespon dalam
waktu sepuluh menit, menurut jenis model. Secara keseluruhan, lima daerah yang menggunakan model
minimal menangani lebih sedikit jumlah dan persentase kasus yang menggunakan SijariEMAS. Para
bidan di daerah-daerah ini mungkin lebih memilih berkomunikasi lewat telepon daripada lewat SMS.
Daerah-daerah ini juga menunjukkan proporsi yang lebih kecil kasus SijariEMAS yang direspon dalam
sepuluh menit. Bagi sebagian besar daerah yang menggunakan Model Standar, jumlah dan persentase
kasus yang dirujuk dan direspon dalam sepuluh menit lebih besar, walaupun ada perbedaan yang
cukup lebar antar daerah. Empat daerah yang menggunakan Model Optimal menangani lebih banyak
jumlah dan persentase kasus yang menggunakan SijariEMAS. Lebih jauh, lebih banyak rujukan ini yang
direspon dalam waktu sepuluh menit.
Gambar 6: Rata-rata jumlah angka dan persentase kasus kegawatdaruratan yang dirujuk
menggunakan SijariEMAS, menurut model
200
7% 10%
T4Tw2 rata-rata % rujukan
3%
0 0%
Minimum Standar Optimal
1200 90%
83%
80% 80%
76%
1000 74% 72% 77%
T3 rata-rata % rujukan per
71% 70%
69% triwulan (dirata-ratakan)
0 0%
Minimum Standar Optimal
Sebuah faktor kunci keberhasilan SijariEMAS di Karawang adalah dukungan yang kuat dari Dinkes.
Selain membangun Model Optimal SijariEMAS, semua rumah sakit di daerah ini sekarang telah memiliki
nomer gawat darurat yang terintegrasi dengan call center Dinkes yang dapat dihubungi selama 7 hari
24 jam (24/7). Dinkes Karawang juga memperluas cakupan call center dengan memasukkan juga kasus
kegawatdaruratan umum bersama kegawatdaruratan ibu dan bayi. Karawang sekarang berfungsi sebagai
model call center kegawatdaruratan. Setelah mengunjungi call center Karawang, Tangerang telah maju
dengan rencana untuk membeli perlengkapan dan mengidentifikasi/merekrut staff untuk call center.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi telah memilih Karawang
sebagai satu dari Top 50 Penghargaan Inovasi Publik karena penggunaan SijariEMAS dalam
membantu mengurangi kematian ibu dan bayi baru lahir.
Penggunaan SijariEMAS lebih tinggi di daerah yang para bidannya dapat mengirimkan SMS
atau menelepon sebuah nomor gawat darurat /hotline dengan anggota staf yang tersedia setiap
saat untuk merespon. Hal ini dapat diadakan di rumah sakit atau sebuah call center, misalnya Model
Standar atau Optimal. Contoh terbaik adalah Kabupaten Karawang (lihat Kotak 5).
Kombinasi SMS dan opsi berbasis telepon terus diterima secara luas dan menarik bagi daerah-
daerah, yang banyak mencatat bahwa kombinasi tersebut sangat berguna memfasilitasi rujukan.
Sebaliknya, Dinkes dan fasilitas yang telah memberikan umpan balik tanpa saluran telepon yang khusus
untuk rujukan kegawatdaruratan, menyulitkan para bidan untuk menghubungi ruang gawat darurat
rumah sakit. Akibatnya, EMAS sekarang mendorong semua daerah untuk meningkatkan model mereka
menjadi Model Standar atau Optimal (tergantung konteks mereka). Call center yang telah di-upgrade
dirancang untuk memperbaiki SijariEMAS
“Dengan SijariEMAS, bidan, puskesmas dan dengan mengadakan komunikasi suara,
rumah sakit menjalin koordinasi dan komunikasi kemampuan melacak dan memperbaiki
yang lebih baik selama rujukan kegawatdaruratan pemantauan. Daerah-daerah yang pindah
ibu dan bayi. Sekarang Dinkes memiliki data dan ke Model Standar sedang dalam proses
informasi akurat untuk setiap rujukan gawat darurat.”
membuat hotline untuk rumah sakit atau
-Dinkes, Karawang membeli telepon genggam dimana rumah
sakit dapat mendedikasikannya untuk
panggilan rujukan. Hotline dan telepon genggam rujukan yang khusus ini akan mendukung lebih
lanjut proses rujukan dengan menyediakan lebih banyak opsi komunikasi antara bidan dan rumah
sakit. Jika seorang bidan menghubungi rumah sakit lewat telepon, informasi akan dimasukkan secara
manual ke dalam SijariEMAS oleh operator di rumah sakit.
Komitmen dan rasa memiliki Dinkes dapat menghasilkan perluasan SijariEMAS. Kabupaten
Bogor (Jawa Barat) adalah sebuah contoh yang baik dari dampak rasa memiliki Dinkes yang kuat.
Dinkes Bogor membangun call center yang mencakup kabupaten yang khusus di Dinkes. Bogor mulai
mengimplementasikan model Optimal di Fase 2, awalnya dengan 2 rumah sakit dan 10 puskesmas.
Sistem ini telah berkembang hingga mencakup tambahan 91 puskesmas dan 3 rumah sakit. Hal ini
berarti mayoritas fasilitas kesehatan daerah akan terhubung ke sistem.
Kepeloporan yang kuat dan cakupan jaringan yang baik dalam sebuah daerah juga
mempengaruhi penggunaan SijariEMAS. Sebagai contoh, Kabupaten Cirebon (Jawa Barat) secara
konsisten dilaporkan salah satu darijumlah kasus kegawatdaruratan yang dirujuk menggunakan
SijariEMAS tertinggi. Keberhasilan Cirebon disebabkan oleh dukungan yang kuat dari rumah sakit yang
berpartisipasi: khususnya, seorang pelopor/pejuang di Ruangan Gawat Darurat yang menyarankan
kepada para bidan untuk menggunakan SijariEMAS untuk merujuk kasus kegawatdaruratan. Rumah
sakit juga menyerahkan stafnya untuk membantu mengelola SijariEMAS (menerima telepon dan
memasukkan informasi ke dalam sistem). Ketika fasilitas Fase 3 terhubung dengan SijariEMAS, daerah
tersebut akan memiliki cakupan penuh terhadap sistem. Selain itu, jejaring SijariEMAS di Cirebon
telah meluas melampaui fasilitas EMAS dan juga mencakup hampir semua fasilitas di daerah tersebut.
Jejaring juga berkembang luas lintas batas provinsi termasuk fasilitas dari daerah tetangga di Jawa
Tengah.
Secara keseluruhan, berbagai aktivitas saat ini telah berfokus pada menciptakan landasan bagi
penggunaan sistem SijariEMAS yang berkelangsungan dan berkembang luas. Untuk mendorong
implementasi dan keberlangsungan SijariEMAS, EMAS telah melibatkan para pemangku kepentingan
lokal dengan berbagai cara. Dinkes Provinsi, Dinkes Kabupaten/Kota dan Kemenkes terlibat di dalam
rancangan dan penyusunan sistem untuk meningkatkan rasa memiliki lokal (local ownership). EMAS
juga bekerjasama dengan para pemangku kepentingan, termasuk sektor swasta, untuk membangkitkan
infrastruktur SijariEMAS. Tim teknis lokal dan mentor telah berkembang mengelola dan memelihara
sistem di daerah. Dinkes telah didorong
dan diberdayakan untuk memantau “SijariEMAS telah menjadi bagian sistem informasi dan
rujukan pada waktu yang sebenarnya komunikasi RS sehari-hari. Dibandingkan dengan sebelum
(real time), dan berbagai rapat daerah pelaksanaan SijariEMAS, komunikasi selama
rujukan menjadi lebih efektif – contohnya kasus pasien
(contohnya di dalam dan di luar daerah
dengan pre-eklampsia sekarang ditangani
yang didukung.Bupati (kepala daerah dengan MgSO4. “
kabupaten) telah seringkali terlibat
– Kepala of SMF, Ob/Gyn, RSUD Serang
dalam peluncuran sistem di kabupaten.
Sementara penggunaan SijariEMAS bervariasi antar daerah, beberapa Dinkes suportif dan melaporkan
bahwa SijariEMAS telah memperbaiki proses rujukan mereka.
Beberapa daerah telah mengalokasikan dana untuk menginstal SijariEMAS pada tambahan fasilitas
(yang tidak didukung EMAS) pada tahun-tahun mendatang agar dapat menyediakan cakupan penuh di
semua fasilitas di daerah mereka. Daerah yang lain memberikan dananya untuk membeli computer dan
perangkat keras untuk mendukung sistem SijariEMAS. Tambahan dana ini membantu mengembangkan
SijariEMAS mencakup lebih banyak rumah sakit, puskesmas, dan bidan. Contohnya:
Jawa Barat telah memberikan dukungan dana penuh untuk melaksanakan pendekatan EMAS,
termasuk SijariEMAS, di lima daerah tambahan. Kepala daerah provinsi telah menyatakan
keinginannya mengembangkan SijariEMAS ke daerah lainnya melintasi provinsi.
Setelah mengunjungi Jawa Barat untuk melihat aksi SijariEMAS, Dinkes Provinsi Sumatera Barat
mengalokasikan dana untuk memperkuat sistem rujukan mereka berdasarkan pendekatan EMAS,
dan telah mulai meluncurkannya di beberapa daerah.
Kota Makassar meluncurkan SijariEMAS pada Agustus 2014 menggunakan dana daerah mereka sendiri
(contohnya untuk mengorientasi staf di rumah sakit rujukan utama dan menginstal perangkat keras).
Kota Makassar berencana untuk mengimplementasikan SijariEMAS ke dua rumah sakit tambahan dan
Dinkes Makassar DHO telah memasukkan biaya SijariEMAS ke dalam rencana lima tahun mereka untuk
mempertahankan kelangsungan program tersebut. Perluasan SijariEMAS ini secara langsung terhubung
dengan daerah-daerah yang didukung EMAS di daerah lain di Sulawesi Selatan, dengan perjanjian
antar daerah mengenai rujukan. Dinas Kesehatan Provinsi Jakarta juga telah menyatakan minatnya
terhadap SijariEMAS.
Penggunaan SijariEMAS bervariasi antar triwulan dan tetap rendah di beberapa daerah. Sejumlah
perubahan telah dibuat di dalam sistem untuk menjawab umpan balik pengguna, seperti dijelaskan di
atas. Berbagai tantangan dan hambat berbeda antar daerah, tetapi terdapat sejumlah kesamaan tema
yaitu:
Tantangan teknologi: Hambatan seperti sambungan internet yang buruk, masalah stabilitas
sistem, dan masalah dengan perangkat keras yang mengakibatkan penggunaan sistem yang
terbatas atau tidak merata di beberapa daerah. Dalam beberapa kasus, berbagai masalah ini
telah diselesaikan oleh daerah bersangkutan dengan membeli dan menginstal sistem internet
yang lebih baik.
Kendala sumber daya manusia: beberapa Dinkes dan/atau rumah sakit merasa mereka tidak
mampu menyediakan staf yang diperuntukkan khusus untuk mendukung call center SijariEMAS.
PELAJARAN
Melibatkan pengguna akhir dalam rancangan dan secara sistematis menggunakan umpan balik
mereka untuk merevisi sistem dan memperbaiki pengalaman pengguna merupakan hal yang
bermanfaat untuk menjamin bahwa fitur dari sistem tersebut menjawab kebutuhan mereka.
Penggunaan pendekatan sistem yang tangkas berhasil karena memungkinkan fokus yang terus
menerus pada perbaikan fungsi dan stabilitas sistem. Karena SijariEMAS diimplementasikan di
daerah Fase 1 dan 2, bidang dimana sistem dapat diperkuat diindentifikasi dan ditindak. Sebagai
contoh, beberapa bidan menemukan format kode SMS rumit untuk dimasukkan, sehingga
EMAS menyederhanakan kode tersebut. EMAS juga membuat aplikasi telepon genggam untuk
menyediakan alternatif yang lebih mudah dibandingkan SMS pada telepon genggam.
Merancang sistem sehingga dapat diakses melalui platform komunikasi ganda (multiple) dan
menggunakan berbagai perangkat yang membantu mengatasi beberapa kendala teknis. Karena
SijariEmas berbasis komputer, kendala dan tantangan teknis berdampak signifikan terhadap
keberhasilan penggunaan sistem. Sejumlah daerah menghadapi masalah dengan sambungan
internet dan listrik, dimana beberapa daerah mengalami listrik padam beberapa jam sekali.
EMAS mendorong daerah untuk menyusun Standard Operating Procedures sehingga pengguna
mengetahui apa yang harus dilakukan ketika terjadi gangguan teknis.
SijariEMAS paling banyak digunakan jika ada kombinasi antara SMS dan call center. Dengan
alasan ini, Model Standar atau Optimal Model direkomendasikan. Dengan membangun sistem
ini, EMAS juga mempertimbangkan platform komunikasi yang digunakan secara luas oleh para
bidan (misalnya SMS) untuk memastikan bahwa sistem dapat lebih mudah dipakai.
Setiap model memiliki pro dan kontra, namun keputusan mengenai model SijariEMAS yang
digunakan ditentukan oleh setiap daerah melalui proses PK. Walaupun pada permulaan EMAS,
model minimum awalnya dipromosikan, pengalaman membuktikan bahwa kombinasi SMS dan
telepon menghasilkan penggunaan yang lebih tinggi. Waktu respon rumah sakit paling cepat di
daerah yang menggunakan model Optimal. Dengan menggunakan keberhasilan SijariEMAS dan
call centers daerah di Jawa Barat, EMAS akan terus mendukung rumah sakit atau Dinkes yang
berupaya membangun atau memperluas call center mereka.
Komitmen dari Dinkes dan kepemimpinan fasilitas kesehatan daerah sangat penting untuk
implementasi dan adopsi sistem SijariEMAS. Komitmen ini dapat membantu memastikan bahwa
daerah mengalokasikan berbagai sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan model
SijariEmas yang cocok, (sebagai contoh alokasi dana, pembelian tambahan TIK, mengalokasikan
pegawai yang dikhususkan untuk mengoperasikan call center, dll.) dan melanjutkan penggunaan
serta perluasannya. Komitmen dari kepemimpinan daerah juga membuat fasilitas kesehatan
merasa didukung dalam penggunaan SijariEMAS.
Mendorong perubahan perilaku di antara para penyedia layanan kesehatan sangat penting
bagi keberhasilan SijariEMAS. Para penyedia layanan kesehatan harus mengubah cara mereka
menangani proses rujukan dan mengadopsi sistem rujukan yang baru. Orientasi untuk
membangun efektivitas dan mendemonstrasikan manfaat sistem SijariEMAS merupakan kunci
untuk mendorong penggunaannya. Penggunaan para pejuang/pelopor untuk mempromosikan
SijariEMAS telah berhasil (contohnya Cirebon).
Berbagai peran dan tanggung jawab dapat diperjelas agar penggunaan semua fitur SijariEMAS
lebih baik dan memastikan sistem dikelola sebagaimana mestinya. Staf di Dinkes dan rumah
sakit juga sering dirotasi; untuk memastikan bahwa sistem dikelola sebagaimana mestinya,
pelimpahan wewenang yang lebih jelas untuk tim SijariEMAS mungkin diperlukan.
Hubungan dan keterkaitan dengan sistem Kemenkes yang relevant seharusnya meningkatkan
skala dan keberlangsungan. Keberlangsungan juga meningkat ketika daerah mendanai/membeli
sendiri perlengkapan yang diperlukan, daripada mengandalkan EMAS untuk menyediakan
perlengkapan.
PERLENGKAPAN
MODEL MODEL
MODEL YANG MODEL STANDAR
MINIMUM OPTIMAL
DIPERLUKAN
Lokasi server Nasional Daerah Rumah Nasional Dinkes/
(berbasis Sakit (Berbasis rumah sakit
cloud) cloud)
DINKES
Pemantauan PC klien 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit
Monitor LED 40” 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit
Koneksi internet 1 paket 1 paket 1 paket 1 paket 1 paket
SijariEMAS Server 1 akun 1 unit 1 unit
pengguna
IP publik 1 paket 1 paket
Modem 1 unit 1 unit
SIM card 1 unit 1 unit
Ruangan Rak server 1 unit 1 unit
Pendingin ruangan 1 unit 1 unit
(Air Conditioner)
Sambungan listrik 1 paket 1 paket
Call center Server call center 1 unit
Kartu telepon 1 unit
Sambungan 4
telepon sambungan
telepon
Pulsa dan 1 paket
langganan telepon
PC/tablet 4 unit
Headset 4 unit
Modem
1 unit
SIM card
1 paket
Pulsa SMS
4 unit
Koneksi internet
4 titik
Dinkes
Biaya Server Spesifikasi Medium 1 unit Tidak ada Bertempat di
IBM/HP EMAS Jakarta
hingga daerah
siap
Monitor Komputer di 1 unit Rp. 6.000.000 ($429)
Dinkes
Monitor 1 unit Rp. 7.000.000 ($500)
LEDuntukpemantauan di
Dinkes
Koneksi internet dengan IP 1 paket Rp. 6.000.000 ($429) Jika tidak ada
publik (1 tahun) koneksi internet
sebelumnya
Biaya SMS untuk 1 paket Rp. 6.000.000 ($429)
kegawatdaruratan (1 tahun)
Biaya SMS untuk 1 paket Rp. 15.000.000 ($1,073)
menginformasikan ibu
hamil dengan risiko tinggi
(1 tahun)
Modem untuk mengirim 2 unit Rp. 6.000.000 ($429)
SMS dannomor akses
Pendingin Ruangan (Air 1 unit Tidak ada Bertempat di
conditioner) EMAS Jakarta
hingga daerah
siap
Rak untuk server 1 unit Tidak ada Bertempat di
EMAS Jakarta
hingga daerah
siap
Bahan publikasi (poster, Paket Masih akan ditentukan
selebaran, kartu nama)
[1] World Health Organization, UNICEF, UNFPA, and the World Bank. Trends in Maternal Mortality: 1990
to 2013.
[2] United Nations Children’s Fund. Levels and Trends in Child Mortality: Report 2014. New York:
UNICEF; 2014 LAMPIRAN C
[3] US Global Health Initiative. Indonesia Global Health Initiative Country Strategy 2011: Improved
Health Impact Through Collaboration. Diambil8 Desember , 2014, dari http://www.ghi.gov/
whereWeWork/docs/IndonesiaStrategy.pdf
[4] Konsep Desa Siaga diperkenalkan pada pertengahan tahun 1990-an dibawah program Maternal and
Newborn Health (MNH) yang didanai USAID untuk membantu masyarakat menyiapkan lebih dulu
kasus kegawatdaruratan di tingkat desa.
[5] Mize, L., Pambudi, E., Koblinsky, M, et al.....And then she died: Indonesia Maternal Health Assessment.
World Bank, 2010
[6] Baseline Assessment of Referral Systems in EMAS Program Districts Report, EMAS 2012
[7] EMAS program lima tahun (2011-2016) untuk mendukung Pemerintah Indonesia menurunkan
tingkat kematian ibu dan bayi baru lahir. EMAS bekerja sama dengan pemerintah (nasional,
provinsidan kabupaten), organisasi masyarakat madani, fasilitas kesehatan (umum dan swasta),
asosiasi rumah sakit, organisasi profesi dan sektor swasta, di 30 daerah di Indonesia. EMAS
merupakan sebuah kemitraan lima organisasi termasuk Jhpiego (mitra utrama), Lembaga Kesehatan
Budi Kemuliaan (LKBK), Muhammadiyah, Save the Children, dan RTI International.
[8] PK secara formal menetapkan berbagai peran, tanggung jawab dan ekspektasi terhadap fasilitas
kesehatan. PK mengatur jejaring rujukan dan memperbaiki kerjasama serta koordinasi di antara
fasilitas dan secara formal mengintegrasikan fasilitas kesehatan ke dalam jejaring rujukan daerah.
[9] Alat Standar Kinerja Rujukan menilai berbagai aspek seperti: langkah-langkah yang diambil dalam
sebuah rujukan (misalnya, apakah pasien telah distabilisasi), faktor-faktor seperti ketersediaan
ambulans dan saluran komunikasi di antara fasilitas kesehatan, dan kesiapan tim kegawatdaruratan.
Disusun bersama Kemenkes, indikator kinerja yang disepakati memungkinkan fasilitas kesehatan
dan Dinkes untuk memantau sistem rujukan dan mengidentifikasi celah (kekurangan) dalam kinerja
rujukan.
[10] Pasien yang menggunakan skema asuransi kesehatan nasional tidak selalu diterima oleh fasilitas
kesehatan atau mendapatkan perawatan yang sama standarnya dengan perawatan pasien swasta/
mereka yang membayar biaya sendiri. EMAS bekerja sama dengan fasilitas untuk menangani
berbagai tantangan seputar penerimaan asuransi kesehatan nasional, seperti memperjelas peranan,
tanggung jawab dan proses pembayaran kembali (reimbursement).
[13] Pokja merupakan kelompok kerja yang dibentuk di tingkat daerah yang terdiri dari individu
berpengaruh yang mampu menyelesaikan berbagai masalah dari masyarakat dan menemukan
solusi untuk hambatan sisi suplai dari penyediaan layanan (kebijakan, anggaran, dll). Pokja bekerja
sama dengan forum masyarakat madani.
[16] Sistem ini dirancang agar mampu mengakomodasi semua fungsi yang terdaftar. Fungsi terkait
rujukan kegawatdaruratan telah diprioritaskan di bawah EMAS. Penggunaan aktual fungsi yang lain
bervariasi.
[17] Kode secara otomatis dikirim ke bagian rumah sakit yang paling relevan, misalnya UGD/IGD,unit
persalinan (maternity), atau bangsal anak (perinatal ward) [18] UGD/IGD, unit persalinan (maternity),
and bangsal anak (perinatal wards)
[19] UGD/IGD, unit persalinan (maternity), bangsal anak (perinatal), poliklinik dan administrasi
[20] Contohnya bidan dan staf call center
[21] Contohnya Bogor mulai dengan model optimal karena ukuran daerahnya.Bogor memiliki populasi 5
juta, 40 rumah sakit dan 101 puskesmas.
[22] Walaupun dua rumah sakit Pinrang terhubung dengan SijariEmas, dalam kenyataannya hanya satu
yang menerima rujukan kegawatdaruratan ibu dan anak, sementara rumah sakit yang lain fokus
pada persalinan normal. Sepuluh puskesmas terhubung dengan rumah sakit melalui SijariEMAS.
Enam puskesmas tambahan baru-baru ini dimasukan ke dalam PK dan sistem SijariEMAS.
[23] Misalnya Kelompok Kerja TIK, Dinkes, Rumah Sakit, Puskesmas&Organisasi Profesi (IBI). [24]
Motivator Kesehatan Ibu dan Anak - MKIA adalah anggota Muhammadiyah/AISYAH di tingkat desa
yang bekerja untuk ibu hamil untuk meningkatkan kinerja kesehatan.
[25] Ruang gawat darurat, unit persalinan (maternal), dan bangsal anak (perinatal wards)
[26] SijariEMAS diuji coba pada September 2012 dan secara resmi diluncurkan pada Desember 2012 [27]
Mulai awal tahun 2015, daerah Fase 3 sedang menyusun PK, yang mendukung SijariEMAS, tetapi
belum mulai melaksanakan sistem SijariEMAS.
[28] KabupatenTegal pada awalnya melaksanakan Model Standar, tetapi pindah ke Model Optimal
dengan sebuah call centre pada tahun 2014. Pada Tahun 3, Dinkes dan RSUD Soesilo sepakat
mendirikan call centre yang beroperasi 7 hari 24 jam (24/7).
[29] Sepuluh pada Tahun 3 dan sisanya pada Triwulan pertama Tahun 4
[30] Jaminan Kesehatan Nasional, dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial/BPJS Kesehatan).
[31] Dengan data ini menjadi penting untuk diperhatikan bahwa pembilang adalah jumlah persentase
kasus yang ditangani dengan SijariEMAS, sementara penyebut mencerminkan semua rujukan ibu
dan bayi baru lahir (gawat darurat dan non-gawat darurat) di seluruh wilayah intervensi, tanpa
memandang apakah rujukan berasal dari puskesmas yang didukung oleh EMAS atau pun tidak.
Data untuk Kabupaten Asahan, Bogor, dan Karawang masih sedang divalidasi pada saat laporan ini dibuat.