Anda di halaman 1dari 50

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin
dan uri) yang dapat hidup kedunia luar, dari rahim melalui jalan lahir atau
dengan jalan lain. Persalinan dapat dibagi dalam tiga kala yaitu, kalla 1
persalinan dimulai ketika telah tercapai kontraksi uterus dengan frekuensi,
intensitas dan durasi yang cukup untuk menghasilkan pendataran dan
dilatasi serviks yang progresif, kala 1 persalinan selesai ketika serviks
sudah membuka lengkap (sekitar 10 cm) sehingga memungkinkan kepala
janin lewat (Gant, 2006).
Dalam proses persalinan yang menjadi pusat perhatian adalah nyeri
persalinan yang menempati skor 30 – 40 dari 50 skor yang ditetapkan
(Wall & Melzack, 2004). Nyeri memang bersifat suyektif bagi setiap
individu, tetapi jika tidak teratasi dengan baik maka akan menimbulkan
angka kesakitan ibu, dimana dari angka kesakitan tersebut juga akan
meningkatkan angka kematian ibu (Ade Hasman, 2008).
Nyeri merupakan kodisi perasaan yang tidak menyenangkan,
sifatnya sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang
dalam hal skala atau tingkatnya. Nyeri sangat mengganggu dan
menyulitkan lebih banyak orang dibanding suatu penyakit manapun. Nyeri
adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau beresiko (Smeltzer 2002).
Intensitas nyeri selama persalinan mempengaruhi kondisi
psikologis ibu, proses persalinan dan kesejahteraan janin. Apabila nyeri
tidak teratasi akan menyebabkan kesulitan dalam menghadapi persalinan
bahkan menyebabkan kematian pada ibu dan bayi, karena rasa nyeri akan
menyebabkan pernafasan dan denyut jantung ibu akan meningkat yang
menyebabkan aliran darah dan oksigen ke plasenta terganggu (Payne dan
Martin, 2002).
2

Nyeri persalinan kala 1 adalah nyeri oleh stimulus yang


dihantarkan melalui saraf pada serviks dan uterus bagian bawah. Nyeri ini
merupakan nyeri viseral yang berasal dari kontraksi uterus dan aneks.
Nyeri akan bertambah dengan adanya kontraksi isometrik pada uterus
yang melawan hambatan oleh serviks dan perineum. Kontraksi uterus yang
kuat merupakan sumber nyeri yang kuat (Sulistyo, 2013).
Pada zaman yang sudah modern ini terdapat beberapa cara yang
tersedia agar dapat membantu ibu menjalani proses persalinan, selain
menggunakan proses persalinan normal yang telah ada sejauh ini.
Kebanyakan dari metode tersebut menggunakan dugaan bahwa rasa nyeri
yang terjadi selama kehamilan tersebut disebabkan karena perasaan takut
yang berlebihan. Untuk meningkatkan kenyamanan pasien dapat dipicu
oleh mekanisme stimulus pendengaran musik, dengan mengesampingkan
sinyal rasa sakit yang dibawa oleh serabut saraf yang lebih kecil. Selain itu
musik yang dirasakan oleh otak kanan dapat merangsang kelenjar hipofisis
di otak untuk melepaskan endorfin untuk mengurangi nyeri (Boso et sl.
2006).
Musik mengubah rasa sakit persepsi melalui afek afektif (yaitu
suasana hati membaik, meningkatkan relaksasi dan mengurangi
kecemasan) dan efek kognitif (kontrol meningkat dan gangguan) pada
nyeri persepsi untuk nyeri modulasi (Trout 2004, Menon & Levitin 2005).
Terapi musik juga memenuhi syarat penting sabagai salah satu
teknik, yaitu mudah, aman, dan tidak mengganggu homeostatis janin.
Musik yang digunakan sebagai terapi hendaklah sederhana, menenangkan,
tempo yang teratur dan mempunyai alunan yang lembut (Potter & Perry,
2006).
Organisasi Kesehatan Dunia World Health Organizing (WHO,
2013) memperkirakan didunia lebih dari 585.000 ibu meninggal tiap tahun
saat hamil atau bersalin. Artinya, setiap menit ada satu perempuan yang
meninggal. Sebuah kematian yang seharusnya tidak perlu terjadi dan
sesungguhnya dapat dihindari.
3

Sedangkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia


(SDKI 2013) angka kematian ibu (AKI) di Indonesia 359/100.000
kelahiran hidup.
Hasil penelitian Eko M (2010) dalam jurnalnya pengaruh terapi
musik terhadap respon nyeri bersalin kala 1 Fase aktif di RS
Muhammadiyah Lamongan, dengan jumlah sample 32 orang menunjukan
bahwa ada pengaruh pemberian terapi musik dengan respon nyeri (p 0.04).
Hasil penelitian Arikhman N (2013) dalam jurnalnya penurunan
intensitas nyeri persalinan fase aktif kala 1 melalui terapi musik , dengan
jumlah sample sebanyak 18 ibu multipara menunjukan berpengaruh
signifikan terhadap penurunan intensitas nyeri (p=0,017, α= 0,05).
Penelitian Fetrisia W (2011) tentang terapi musik terhadap nyeri
persalinan, dengan jumlah sample 32 orang diketahui intensitas nyeri
responden sebelum dilakukan intervensi rata – ratanya adalah 2,59 dengan
standar deviasi 0,499. Sedangkan rata – rata intensitas nyeri responden
setelah dilakukan intervensi adalah 1,97 dengan standar deviasi 0,595.
Dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara intensitas
nyeri sebelum dilakukan intervensi dan setelah dilakukan intervensi (nilai
P< 0,05).
Hasil penelitian Kiswanti C, Andayani A, Diah L (2010) dalam
jurnalnya efektifitas musik klasik terhadap penurunan nyeri persalinan
kala 1 di bidan desa Gogodalem, dengan minimal sample 10 responden
menunjukan penurunan tingkat nyeri ibu bersalin kala 1 sebesar 10,8%,
dengan kelompok intervensi pre – test sebesar 7.40 dan post – test 6.60,
dengan P – value sebesar 0,016 < α (0,05). Ini menunjukan ada perbedaan
yang signifikan intensitas nyeri persalinan sesudah diberikan terapi musik
klasik.
Dalam skripsi keperawatan maternitas Husna U (2010) dengan
judul pengaruh terapi musik terhadap perbedaan intensitas nyeri persalinan
fase aktif kala 1 pada primigravida di puskesmas Dangung – dangung,
dengan 24 responden (12 respondenkelompok perlakuan, 12 responden
kelompok kontrol) didapatkan rata – rata intensitas nyeri yang diberikan
4

terapi musik adalah pada skala 6,00 dan rata – rata intensitas nyeri yang
tidak diberikan terapi musik adalah pada skala 7,92. Ada pengaruh terapi
musik intrumental terhadap penurunan intensitas nyeri persalinan kala 1
fase aktif pada ibu primigravida.
Hasil penelitian Phumdoung S, Good M (2003) yang berjudul
“Music reduces sensation and distress of labor pain” dengan jumlah 110
sampel, 55 kelompok intervensi dan 55 kelompok kontrol. Ibu hamil yang
sudah memasuki faes aktif diberikan intervensi terapi musik lembut
selama 3 jam dan diukur setiap satu jam sekali. Alat ukur yang digunakan
adalah Dual Visual Analog Scales. Digunakan untuk mengukur sensasi
rasa nyeri pada pretest dan pada tiga posttests per jam . Analisis kovarians
menunjukkan bahwa pada kelompok intervensi terdapat perubahan nyeri
secara signifikan dari pada kelompok kontrol ( F ( 1.107 ) = 18,69 , p
<.001 , ukuran efek = .15 , dan , F ( 1.107 ) = 14,87 , p <.001 , efek ukuran
= .12 ), perubahan nyeri terjadi secara signifikan selama 3 jam pengukuran
( p < .001 ) ,Terapi musik terbukti dapat menurunkan rasa nyeri secara
bertahap selama fase aktif.
Hasil penelitian Yulianti L (2009) dalam jurnalnya perbandingan
pengaruh musik relaksasi dan musik yang disukai terhadap persepsi nyeri
dengan jumlah sample 31 orang terbukti bahwa musik yang disukai efektif
untuk mengatasi nyeri dengan hasil waktu toleransi nyeri sebesar 220,23
detik, sementara waktu toleransi nyeri pada musik relaksasi sebesar 105,29
detik secara sangat signifikan.
Hasil penelitian Heny P.N, Rustina Y, Sabri L, dalam
jurnalnyayang berjudul penurunan tingkat nyeri anak prasekolah yang
menjalani penusukan intravena untuk pemasangan infus melalui terapi
musik, dengan jumlah sample 64 anak prasekolah yang diberikan terapi
musik selama 5 menit sebelum pemasangan infus sampai dengan 5 menit
setelah pemasangan infus, terdapat perbedaan tingkat nyeri yang signifkan
terhadap kelompok intervensi dan kelompok kontrol dengan hasil (p=
0,00, α= 0,05).
5

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rasyid A (2013) dalam


jurnalnya yang berjudul pengaruh terapi distraksi mendengarkan musik
klasik mozart terhadap penurunan skala nyeri pada pasien kanker di RS.
Darmais, dengan sampel yang digunakan adalah pasien kanker rawat inap
sebanyak 25 orang responden dengan teknik non probability sampling dan
jenis purposive sampling, rata-rata skala nyeri sebelum pemberian terapi
berada pada skala 7.64 dan sesudah terapi 5.60. Hasil uji statistik
menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0.05). Ada pengaruh terapi
distraksi mendengarkan musik klasik mozart terhadap nyeri pada pasien
kanker yang dirawat di RS. Darmais.
Hasil penelitian Kwon IS, Kim J, Park KM (2006) yang berjudul “
Effects of music therapy on pain, and depression for patients with leg
fractures” dengan jumlah sample 40 pasien, 20 pasien kelompok
intervensi dan 20 pasien kelompok kontrol, dan menggunakan alat ukur
numeric pain score. Penelitian dilakukan selama 3 hari berturut – turut,
terapi musik diberikan selama 30 – 60 menit / hari. Hasil uji statistik
( p<0,001) menunjukan terapi musik sangat efektif terhadap penurunan
nyeri pada pasien dengan fraktur kaki.
Dari beberapa hasil penelitian dan jurnal yang telah terpaparkan,
terbukti bahwa terapi musik dapat menurunkan intensitas skala nyeri, dan
dapat dianjurkan sebagai terapi untuk menurunkan intensitas skala nyeri
persalinan. Apakah ada perbedaan intensitas skala nyeri persalinan kala 1
fase aktif sebelum dan sesudah diberikan terapi musik klasik di
PUSKESMAS. X.

1.2 Rumusan Masalah


Organisasi Kesehatan Dunia World Health Organizing (WHO,
2013) memperkirakan didunia lebih dari 585.000 ibu meninggal tiap tahun
saat hamil atau bersalin. Artinya, setiap menit ada satu perempuan yang
meninggal. Sebuah kematian yang seharusnya tidak perlu terjadi dan
sesungguhnya dapat dihindari.
6

Menurut data yang diperoleh dari WHO (tahun 2012), angka


kematian ibu di Indonesia mencapai 9.900 orang dari 4,5 juta keseluruhan
kelahiran pada tahun 2012. Indonesia berada di peringkat ketiga tertinggi
untuk angka kematian ibu di negara ASEAN. Peringkat pertama ditempati
oleh Laos dengan 470 kematian ibu per 100.000 kelahiran, sementara
angka kematian paling kecil dimiliki oleh Singapura dengan 3 kematian
per 100.000 kelahiran.
Sedangkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI 2013) angka kematian ibu (AKI) di Indonesia 359/100.000
kelahiran hidup. Diketehui pula di wilayah Nusa Tenggara Timur jumlah
AKI 306/100.000 kelahiran hidup, diwilayah Kalimantan Barat jumlah
AKI 16/100ribu kelahiran hidup, wilayah Jawa Timur jumlah AKI
106/100.000 kelahiran hidup.
Data dari profil kesehatan provinsi DKI Jakarta, diketahui jumlah
kematian ibu di provinsi DKI Jakarta tahun 2012 sebanyak 97 jiwa, jumlah
kematian ibu tertinggi yaitu di daerah jakarta timur sebanyak 34 kematian
ibu, dan Jakarta Utara dengan 23 kematian ibu.
Data dari profil kesehatan kabupaten tangerang 2010 diketahui
Angka Kematian Ibu adalah sebanyak 33 orang dengan estimasi angka
kematian ibu (AKI) sebesar 197/100.000 kelahiran hidup. Data
menunjukan dari 29 puskesmas yang terdapat di Kabupaten Tangerang
AKI teringgi terjadi di Puskesmas Mauk dengan jumlah kematian 5 orang
ibu bersalin.
Dari jumlah AKI yang telah terpaparkan dapat diprediksikan di ibu
kota Jakarta cukup tinggi jumlah ibu yang telah mengalami proses
persalinan, yang pada umumnya proses persalinan tersebut mengalami
nyeri fisiologis yang dirasakan ibu. Nyeri persalinan tidak dapat dihindari
tetapi ibu dapat meminimalkan sensasi nyeri tersebut dengan terapi –
terapi yang dapat menglihkan persepsi ibu terhadap nyeri.
Berdasarkan beberapa penelitian yang terdapat dalam jurnal –
jurnal telah terbukti terapi musik dapat menurunkan intensitas skala nyeri,
peneliti merasa perlu melakukan penelitian lebih lanjut memberikan
7

intervensi terapi musik klasik untuk mengetahui sejauh mana pengaruhnya


terhadap intensitas skala nyeri pada ibu bersalin. Uraian – uraian diatas
mendorong peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul “Perbedaan
intensitas skala nyeri persalinan kala 1 fase aktif sebelum dan sesudah
diberikan terapi musik klasik di Puskesmas X, tahun 2014.

1.3 Pertanyaan Penelitian


1.3.1 Bagaimana intensitas skala nyeri persalinan kala 1 fase aktif
sebelum dilakukan intervensi terapi musik klasik ?
1.3.2 Bagaimana intensitas skala nyeri persalinan kala 1 fase aktif
sesudah diberikan intervensi terapi musik klasik selama 30 menit?
1.3.3 Apakah ada perbedaan intensitas skala nyeri persalinan kala 1 fase
aktif sebelum dan sesudah diberikan intervensi terapi musik klasik
selama 30 menit ?

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui perbedaan intensitas skala nyeri persalinan
kala 1 fase aktif sebelum dan sesudah dilakukan intervensi terapi
musik klasik selama 30 menit.

1.4.2 Tujuan khusus


a. Mengetahui intensitas skala nyeri persalinan kala 1 fase aktif saat
pengkajian awal.
b. Mengetahui intensitas skala nyeri persalinan kala 1 fase aktif
setelah dilakukan intervensi terapi musik klasik selama 30 menit.
c. Mengetahui perbedaan intensitas skala nyeri persalinan kala 1
fase aktif sebelum dan sesudah diberikan terapi musik klasik.

1.5 Manfaat Penelitian


8

1.5.1 Bagi Ilmu Pengetahuan


Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
mengenai terapi musik dalam peranannya dan juga menambah
wawasan dalam perkembangan praktik mandiri keperawatan
maternitas terhadap perubahan intensitas skala nyeri persalinan kala
1 fase aktif.

1.5.2 Bagi Profesi


Penelitian ini diharapkan dapat menambah wacana baru atau
menjadikan acuan dalam salah satu penatalaksaan tindakan
mengatasi nyeri dalam persalinan normal.

1.5.3 Bagi Institusi PUSKESMAS


Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi institusi dan
dapat memberi masukan dalam upaya mengembangkan praktek
keperawatan, sebagai bahan untuk mengambil kebijakan mengenai
terapi musik pada ibu yang akan menjalani persalinan normal
sehingga dapat dibuat Satuan Oprasional Prosedur (SOP).

1.5.4 Bagi Penelitian Selanjutnya


Penelitian ini dilakukan sebagai pembuktian kefektifitasan
dan untuk menambah wawasan serta dapat dijadikan sebagai
inspiratif peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian yang lebih
inovatif.
9

BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Persalinan


Pada akhir kehamilan ibu dan janin mempersiapkan diri untuk
menghadapi proses persalinan. Ibu menjalani berbagai adaptasi fisiologis
selama masa hamil sebagai persiapan menghadapi proses persalinan dan
untuk berperan sebagai ibu. Kelahiran adalah akhir kehamilan dan titik
mulainya kehidupan diluar rahim bagi bayi baru lahir. Persalinan adalah
proses pergerakan keluar janin, plasenta, dan membran dari dalam rahim
melalui jalan lahir. Berbagai perubahan terjadi pada sistem reproduksi
wanita dalam hitungan hari dan minggu sebelum persalinan dimulai.
Persalinan dianggap normal jika wanita berada pada atau dekat masa
aterm, tidak terjadi komplikasi, terdapat satu janin dengan presentasi
puncak kepala, dan persalinan selesai dalam 24 jam. Persalinan adalah
proses pergerakan keluar janin, plasenta, dan membran dari dalam rahim
melalui jalan lahir (Bobak, 2005).
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan
uteri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui
jalan lahir atau melalui jalan lahir lain, dengan atau tanpa bantuan
(Manuaba, 1998).
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi, yang mampu
hidup, dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar (Wiknjosastro,
2008).

2.2 Klasifikasi dan Jenis Persalinan


Ada 2 klasifikasi persalinan berdasarkan cara dan usia kehamilan
(Bobak, 2005)
2.2.1 Jenis persalinan berdasarkan cara persalinan
a. Persalinan Normal (spontan)
10

Adalah proses lahirnya bayi pada letak belakang kepala (LBK)


dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat – alat serta tidak
melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari
24 jam.
b. Persalinan Buatan
Adalah proses persalinan dengan bantuan dari tenaga luar
c. Persalinan anjuran
Adalah apabila kekuatan yang diperlukan untuk peralinan
ditimbulkan dari luar dengan jalan rangsangan.

2.2.2 Menurut usia kehamilan dan berat janin yang dilahirkan


a. Abortus (keguguran)
Adalah berakhirnya suatu kehamilan pada atau sebelum
kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan
belum mampu untuk hidup diluar kandungan.
b. Persalinan Prematur
Adalah persalinan dengan usia kehamilan 28 – 36 minggu
dengan berat janin kurang dari 2499 gram.
c. Persalinan Mature (aterm)
Adalah persalinan dengan usia kehamilan 37 – 42 minggu dan
berat janin diatas 2500 gram.
d. Persalinan serotinus
Adalah persalinan dengan usia kehamilan lebih dari 42 minggu
atau 2 minggu lebih dari waktu partus yang ditaksir.

2.3 Teori – teori Persalinan


2.3.1 Teori Keregangan
Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas
tertentu. Setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga
persalinan dimulai.
2.3.2 Teori penurunan progesteron
11

Progesteron menurun menjadikan otot rahim sensitif sehingga


menimbulkan his atau kontraksi.
2.3.3 Teori pengaruh oksitosin
Pada akhir kehamilan kadar oksitosin bertambah sehingga dapat
mengakibatkan his.
2.3.4 Teori pengaruh prostaglandin
Konsentrasi prostaglandin meningkat pada usia kehamilan 15
minggu yang dikeluarkan oleh desidua. Pemberian prostaglandin
saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil
konsepsi dikeluarkan.
2.3.5 Teori plasenta menjadi tua
Dengan bertambahnya usia kehamilan, plasenta menjadi tua dan
menyebabkan villi corialis mengalami perubahan sehingga kadar
estrogen dan progesteron turun. Hal ini menimbulkan kekejangan
pembuluh darah dan menyebabkan kontraksi rahim.
2.3.6 Teori distensi rahim
Keadaan uterus yang terus membesar dan menjadi tegang
mengakibatkan iskemia otot – otot uterus sehingga mengganggu
sirkulasi berkurang, maka hasil konsepsi akan segera dikeluarkan.
2.3.7 Teori berkurangnya nutrisi
Teori ini ditemukan pertama kali oleh Hipokrates. Bila nutrisi pada
janin berkurang, maka hasil konsepsi akan segera dikeluarkan.

2.4 Perubahan Pada Sistem Reproduksi


Pada kehamilan pertama, rahim akan turun dan terdorong kedepan,
yakni sekitar dua minggu sebelum aterm, saat bagian prsentasi janin
(biasanya kepala) turun kedalam panggul sejati. Proses penyesuaian ini
disebut lightening atau penurunan dan biasanya terjadi bertahap. Setelah
lightening, wanita merasa lebih lega (perasaan sesak berkurang) dan lebih
mudah bernafas. Akan tetapi, akibat pergeseran ini biasanya terjadi
peningkatan tekanan pada kandung kemih, sehingga wanita akan lebih
sering berkemih. Pada kehamilan multipara, lightening mungkin tidak
12

terjadi sampai setelah rahim berkontraksi dan proses persalinan yang


sesungguhnya berlangsung.
Wanita mungkin mengeluh merasa nyeri yang menetap pada
punggung bagian bawah dan tekanan pada sakroiliaka akibat relaksasi
sendi panggul. Kadang – kadang wanita dapat mengalami kontraksi yang
kuat, sering, tetapi tidak teratur (Braxton Hicks).
Peristiwa – peristiwa yang terjadi pada persalinan prodromal adalah
tanda dan gejala yang dialami sebelum awitan persalinan yang sebenarnya.
Lendir vagina yang keluar semakin banyak akibat besarnya kongesti
selaput lendir vagina. Lendir serviks berwarna kecoklatan atau bercak
darah (bloody show) keluar. Serviks menjadi lunak (matang) sebagian
menipis dan mulai berdilatasi. Ketuban pecah dengan spontan.
Perubahan pada uterus, serviks, dan hipofisis anterior wanita.
Hormon – hormon yang dihasilkan hipotalamus, hipofisis dan korteks
adrenal janin yang normal turut mempengaruhi awitan persalinan. Distensi
uterus yang progresif, peningkatan tekanan intrauterin, dan penuaan
plasenta tampaknya berkaitan dengan iritabilitas miometrium. Hal ini
merupakan akibat peningkatan konsentrasi estrogen dan prostaglandin
serta penurunan kadar progesteron. Semua faktor ini bekerjasama sehingga
dihasilkan kontraksi uterus yang kuat, teratur, ritmik, yang biasanya
berakhir dengan dilahirkannya janin dan plasenta.
Implus saraf aferen dan eferen ke dan dari uterus mempengaruhi
kontraktilitas uterus. Meskipun implus saraf ke uterus akan menstimulasi
kontraksi, uterus yang merupakan organ tidak bersaraf ini masih
berkontraksi dengan baik selama persalinan karena oksitosin yang
terkandung dalam darah yang bersirkulasi merupakan pengantar
persalinan. Oleh karena itu wanita yang lumpuh masih dapat melahirkan
pervaginam (Bobak, 2005. 245-246)
13

2.5 Tahapan Persalinan


2.5.1 Menurut (Bobak, 2005)
Persalinan dianggap “normal”, jika wanita berada pada atau
dekat masa aterm, tidak terjadi komplikasi, terdapat satu janin
dengan presentasi puncak kepala, dan persalinan selesai dalam 24
jam. Proses persalinan normal yang berlangsung sangat konstan
terdiri dari (1) kemajuan teratur kontraksi uterus, (2) penipisan dan
dilatasi serviks yang progresif, dan (3) kemajuan penurunan bagian
presentasi. Ada empat tahap persalinan yang dikenal .
Tahap pertama persalinan ditetapkan sebagai tahap yang
berlangsung sejak terjadi kontraksi uterus yang teratur sampai
dilatasi serviks lengkap. Tahap pertama biasanya berlangsung jauh
lebih lama daripada waktu yang dibutuhkan untuk tahap kedua dan
ketiga. Dilatasi lengkap dapat berlangsung kurang dari satu jam
pada sebagian kehamilan multipara. Pada kehamilan pertama,
dilatasi serviks jarang terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam.
Tahap pertama persalinan dibagi dalam tiga bagian, fase
laten, fase aktif, dan fase transisi. Selama fase laten effacement
lebih banyak mengalami kemajuan daripada penurunan janin.
Selama fase aktif dan fase transisi, dilatasi serviks dan penurunan
bagian presentasi berlangsung lebih cepat. Tidak ada batasan
mutlak untuk lama tahap pertama persalinan hingga dapat
dikatakan normal (Willson, Carrington, 1991). Variasi durasi pada
tahap pertama mencerminkan perbedaan dalam hal populasi klien
dan praktik klinis. Rata – rata durasi total tahap pertama persalinan
pada kehamilan pertama berkisar dari 3,3 jam sampai 19,7 jam.
Pada kehamilan berikutnya ialah 0,1 sampai 14,3 jam.
Tahap kedua persalinan berlangsung sejak dilatasi serviks
lengkap sampai janin lahir. Friedman (1978) memberi batas atas
statistik untuk tahap pertama dan tahap kedua persalinan.
Tahap pertama Nulipara Multipara
Fase laten 20 jam 14 jam
14

Fase aktif 1,2 cm/jam 1,5 cm/jam


Tahap kedua 2 jam 1,5 jam

Tahap ketiga persalinan berlangsung sejak janin lahir sampai


plasenta lahir. Plasenta biasanya lepas setelah tiga atau empat
kontraksi uterus yang kuat, yakni setelah bayi lahir. Plasenta harus
dilahirkan pada kontraksi uterus berikutnya. Namun, kelahiran
plasenta setelah 45 – 60 menit masih dianggap normal.
Tahap keempat persalinan ditetapkan berlangsung kira – kira
dua jam setelah plasenta lahir. Periode ini merupakan masa
pemulihan yang terjadi segera jika homeostasis berlangsung
dengan baik. Masa ini merupakan periode yang penting untuk
memantau adanya komplikasi, misalnya perdarahan abnormal
(Bobak, 2005.246)

2.5.2 Menurut (Sulistyo A, 2013)


a. Kala 1 (satu) Persalinan
Kala 1 persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus
yang teratur dan meningkat (frekuensi dan kekuatannya),
hingga serviks membuka lengkap (10cm). Kala 1 (satu)
persalinan terdiri atas dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif.
1). Fase laten
a) Dimulai sejak awal kotraksi, yang menyebabkan
penipisan, dan pembukaan serviks secara bertahap.
b) Berlangsung hingga serviks membuka 3 cm.
c) Pada umumnya, fase laten berlangsung hampir atau
hingga 8 jam
2). Fase aktif, dibagi dalam 3 fase yakni
a) Fase Akselerasi
Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm.
b) Fase Dilatasi Maksimal
15

Dalam waktu 2 jam pembukaan serviks berlangsung


sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.
c) Fase Deselerasi
Pembukaan serviks menjadi lambat, dalam waktu 2 jam
pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap atau 10 cm.

Pada primi, berlangsung selama 12 jam dan pada


multigravida sekitar 8 jam. Kecepatan pembukaan serviks 1
cm per jam (nulipara atau primigravida) atau lebih dari 1 cm
hingga 2 cm (multipara).

b. Kala 2 (dua) persalinan


Persalinan kala 2 (dua) dimulai ketika pembukaan
serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya
bayi. Kala dua ini disebut sebagai kala pengeluaran bayi.
Tanda pasti kala dua ditentukan melalui pemeriksaan dalam
yang hasilnya adalah
1). Pembukaan serviks telah lengkap (10 cm), atau
2). Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina.

c. Kala 3 (tiga) persalinan


Kala tiga dimulai segera setelah bayi lahir dan berakhir
dengan lahirnya plasenta serta selaput ketuban yang
berlangsung tidak lebih dari 30 menit.

d. Kala 4 (empat) persalinan


Kala empat persalinan dimulai setelah lahirnya plasenta
sampai 2 jam post partum.
16

2.6 Tanda – tanda Persalinan


2.6.1 Tanda – tanda persalinan sudah dekat
a. Lightening
Pada minggu ke – 36 pada primigravida terjadi penurunan
fundus uteri karena kepala bayi sudah masuk pintu atas panggul
yang disebabkan oleh
1). Kontraksi Braxton Hicks
2). Ketegangan otot perut
3). Ketegangan ligamentum rotundum
4). Gaya berat janin kepala kearah bawah

b. Terjadinya His Permulaan


Dengan makin tua pada usia kehamila, pengeluaran estrogen dan
progesteron semakin berkurang sehingga oksitosin dapat
menimbulkan kontraksi, yaitu lebih sering sebagai his palsu.
Sifat His Palsu
1). Rasa nyeri ringan dibagian bawah
2). Datangnya tidak teratur
3). Tidak ada perubahan pada serviks atau pembawa tanda
4). Durasinya pendek
5). Tidak bertambah jika beraktivitas

2.6.2 Tanda pasti persalinan


a. Terjadinya His Persalinan
His persalinan mempunyai sifat
1). Pinggang teras sakit, yang menjalar kedepan
2). Sifatnya teratur, intervalnya makin pendek dan kekuatannya
makin besar
3). Kontraksi uterus mengakibatkan perubahan uterus
4). Makin beraktifitas (jalan), kekuatan makin bertambah
17

b. Bloody Show (pengeluaran lendir disertai darah melalui vagina)


Dengan his permulaan, terjadi perubahan pada serviks yang
menimbulkan pendataran dan pembukaan, lendir yang terdapat pada
kanalis servikalis lepas, kapiler pembuluh darah pecah, yang
menjadikan perdarahan sakit.

c. Pengeluaran Cairan
Keluar banyak cairan dari jalan lahir. Ini terjadi akibat pecahnya
ketuban atau selaput ketuban robek. Sebagian besar ketuban baru
pecah menjelang pembukaan lengkap tetapi kadang – kadang
ketuban pecah pada pembukaan kecil. Dengan pecahnya ketuban
diharapkan persalinan berlangsung dalam waktu 24 jam.

2.7 Proses Persalinan


Persalinan adalah proses pergerakan keluar janin, plasenta, dan
membran dari dalam rahim melalui jalan lahir. Berbagai perubahan terjadi
pada sistem reproduksi wanita dalam hitungan hari dan minggu sebelum
persalinan dimulai (Bobak, 2005.245). Proses persalinan terjadi karena
adanya, (Prawirohardjo. 2005)
a. Penurunan kadar estrogen dan progesteron, dimana progesteron
merupakan penenang otot – otot rahim dan estrogen meningkatkan
kontraksi otot. Selama kehamilan kadar progesteron dan estrogen
seimbang didalam darah tetapi diakhir kehamilan kadar progesteron
menurun sehingga timbul his, menurunnya kadar kedua hormon ini
terjadi kira – kira 1 – 2 minggu sebelum persalinan dimulai.
b. Oksitosin meningkat sehingga timbul kontraksi rahim
c. Dengan majunya kehamilan maka otot – otot rahim semakin menegang
dan timbul kontraksi untuk mengeluarkan janin.
d. Hipofise dan kadar suprarenal janin memegang peranan penting
sehingga pada ancephalus kelahiran sering lebih lama.
e. Kadar prostaglandin dalam kehamilan dari minggu ke – 15 hingga
aterm terutama saat persalinan menyebabkan kontraksi miometrium.
18

2.8 Deskripsi Nyeri


Manusia hidup perlu adanya suatu kenyamanan karena hal ini
merupakan aspek mendasar dalam kehidupan manusia. Dalam ilmu
kesehatan terutama keperawatan kenyamanan adalah konsep sentral dan
sebagai kebutuhan dasar dalam pemberian asuhan keperawatan (Sulistyo,
2013).
Kenyamanan sebagai suatu keadaan telah terpenuhi kebutuhan
dasar manusia, meliputi kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan
yang meningkatkan penampilan sehari – hari), kelegaan (kebutuhan telah
terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi
masalah atau nyeri) (Potter & Perry, 2006 ).
Nyeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan yang sering
kali dialami oleh individu. Kebutuhan terebas dari rasa nyeri adalah salah
satu kebutuhan dasar yang merupakan tujuan diberikannya asuhan
keperawatan kepada seorang pasien (Sulistyo, 2013).

2.9 Pengertian Nyeri


Asosiasi international untuk penelitian nyeri (International
Association for The Study of pain, IASP, 1979) sebagai mana dikutip dalam
Suzanne C. Smeltzer, (2002) mendefinisikan nyeri sebagai suatu sensori
subjektif dam pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan
dengan kerusakan jaringan yang aktual,potensial, atau yang dirasakan
dalam kejadian – kejadian saat terjadi kerusakan.
Arthur C. Curton (1983) dalam Prasetyo (2010) mengatakan bahwa
nyeri merupakan suatu mekanisme proteksi bagi tubuh, timbul ketika
jaringan sedang rusak, dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk
menghilangkan rasa nyeri.
Melzack dan Wall (1998) dalam Judha dkk. (2012) mengatakan
bahwa nyeri adalah pengalaman pribadi, subjektif yang dipengaruhi oleh
budaya, persepsi seseorang, perhatian, dan variabel – variabel psikologis
19

lain, yang mengganggu perilaku berkelanjutan dan memotivasi setiap


orang untuk menghentikan rasa tersebut.
Tournaire & Theau-Yonneau (2007) dalam Judha dkk. (2012),
mendefinisikan nyeri sebagai pengalaman yang tidak menyenangkan, baik
sensori maupun emosional yang berhubungan dengan risiko atau aktualnya
kerusakan jaringan tubuh.
Dari beberapa pengertian diatas akan sangat membantu perawat
untuk memahami lebih jauh mengenai nyeri yang dirasakan sebagai dasar
dalam melakukan pengkajian keperawatan. Dari beberapa pengertian
diatas juga dapat dibuat suatu konsep nilai yang berkaitan dengan nyeri
sebgai berikut (Sulistyo, 2013).
a. Nyeri hanya dapat dirasakan dan dapat digambarkan secara akurat oleh
individu yang mengalami nyeri itu sendiri.
b. Apabila seseorang mengatakan nyeri, dia benar – benar secara nyata
merasakan nyeri walau mungkin perawat tidak menemukan adanya
kerusakan pada tubuhnya.
c. Nyeri menyangkut multi dimensional, baik fisik, psikis, emosional,
kognitif sosiokultural, maupun spiritual.
d. Nyeri sebagai peringatan terhadap adanya ancaman yang bersifat aktual
maupun potensial.

2.10 Teori – teori Nyeri


Tidak ada satupun teori yang menjelaskan secara sempurna
bagaimana nyeri ditransmisikan atau diserap, tidak juga menjelaskan
kompleksitas dari jaras yang memengaruhi transmisi implus nyeri, sensasi
nyeri, dan perbedaan individual dalam sensasi nyeri (Smeltzer & Bare,
2002). Beberapa teori yang terkait dengan nyeri.
2.10.1 Teori Spesivitas (Specivicity Theory)
Teori spesivitas nyeri ini diperkenalkan oleh Descartes. Teori ini
menjelaskan bahwa nyeri berjalan dari reseptor – reseptor nyeri
yang spesifik melalui jalur neuroanatomik tertentu ke pusat nyeri di
otak, antara stimulus dan respon nyeri yang bersifat langsung dan
20

invariabel. Prinsip teori ini adalah (1) reseptor somatosensorik


adalah rseptor yang mengalami spesialisasi untuk berespon secara
optimal terhadap satu atau lebih tipe stimulus tertentu, dan (2)
tujuan perjalanan neuron aferen primer dan jalur ascendens
merupakan faktor kritis dalam membedakan sifat stimulus di
perifer (Price & Wilson, 2002).

2.10.2 Teori Pola (Pattern Theory)


Diperkenalkan oleh Goldscheider pada 1989. Teori pola ini
menjelaskan bahwa nyeri disebabkan oleh berbagai reseptor sensori
yang dirangsang oleh pola tertentu. Nyeri merupakan akibat
stimulasi reseptor yang menghasilkan pola tertentu dari implus
saraf. Pada sejumlah causalgia, nyeri pantom, dan neuralgia teori
pola ini bertujuan bahwa rangsang yang kuat mengakibatkan
berkembangnya gaung terus – menerus pada spinal cord sehingga
saraf transmisi nyeri bersifat hipersensitif yang mana rangsangan
dengan intensitas rendah dapat menghasilkan transmisi nyeri
(Lewis,1983).

2.10.3 Teori Pengontrolan Nyeri (Theory Gate Control)


Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) mengusulkan
bahwa implus nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme
pertahanan disepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan
bahwa implus nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan
implus dihambat saat sebuah pertahanan ditutup. Upaya menutup
pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilanghkan nyeri.
Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut
kontrol desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron
delta- A dan C melepaskan substansi P untuk mentransmisi implus
melalui mekanisme pertahanan. Selain itu terdapat mekanoreseptor,
neuron beta –A yang lebih tebal, yang lebih cepat yang melepaskan
neurotransmiter penghambat. Apabila masukan yang dominan
21

berasal dari serabut beta- A, akan menutup mekanisme pertahanan.


Mekanisme penutupan ini diyakini dapat terlihat saat seorang
perawat menggosok punggung klien dengan lembut. Pesan yang
dihasilkan akan menstimulasi mekanoreseptor, apabila masukan
yang dominan berasal dari serabut delta A dan serabut C maka akan
membuka pertahanan tersebut dan klien mempersepsikan sensasi
nyeri. Bahkan jika implus nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat
kortek yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi nyeri. Alur
saraf desenden melepaskan opiat endogen. Seperti endorphine dan
dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh.
Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan
menghambat pelepasan substansi P. Teknik distraksi, konseling dan
pemberian plasebo merupakan upaya untuk melepaskan
endorphine (Potter & Perry, 2006).

2.10.4 Endogenous Opiat Theory


Teori ini pereda nyeri yang relatif baru dikembangkan oleh Avon
Goldstein (1970-an), dimana ia menemukan bahwa terdapat
substansi seperti opiate yang terjadi secara alami didalam tubuh.
Substansi ini disebut endorphine. Endorfin merupakan sistem
penekan nyeri yang dapat diaktifkan dengan merangsang daerah
reseptor endorphin di zat kelabu periaqueduktus otak tengah
(deGroot, 1997). Jadi adanya endorphine pada sinaps sel – sel saraf
menyebabkan status penurunan dalam sensasi nyeri. Kegagalan
melepaskan endorphine memungkinkan terjadinya nyeri terjadi.
Opiate seperti morphine atau endorphine, kemungkinan
menghambat transmisi pesan nyeri dengan mengaitkan tempat
reseptor opiate pada saraf – saraf otak dan tulang belakang.
22

2.11 Klasifikasi Nyeri


2.11.1 Nyeri Berdasarkan Durasi

Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis


a. Tujuan/  Memperingatkan adanya
 Tidak ada
keuntungan cedera atau masalah
 Terus-menerus/
b. Awitan  Mendadak
intermiten
c. Intensitas  Ringan sampai berat  Ringan sampai berat
 Durasi singkat (dari  Durasi singkat (dari
d. Durasi beberapa detik sampai 6 beberapa detik
bulan) sampai 6 bulan)
 Konsisten dengan
respons stres simpatis
 Frekuensi jantung
meningkat
 Volume sekuncup
meningkat
e. Respon  Tidak terdapat
 Tekanan darah
otonom respons otonom
meningkat
 Dilatasi pupil meningkat
 Motilitas gastrointestial
menurun
 Aliran saliva menurun
(mulut kering)
 Depresi
 Mudah marah
f. Komponen  Menarik diri dan
 Ansietas
psikologis minat dunia luar
 Menarik diri dari
persahabatan
 Tidur terganggu
g. Respon
 Libido menurun
jenis
lainnya  Nafsu makan
menurun
 Nyeri kanker, artritis,
h. Contoh  Nyeri bedah, trauma
neuralgia trigeminal
( Dikutip dari Porth CM. Pathopysiologi, concepts of Altered Health State,
Philadelphia, JBLippincott, 1995 dalam Smeltzer, 2002 ).

2.11.2 Nyeri Berdasarkan Asal ( Sulistyo, 2013)


a. Nyeri Nosiseptif (nociceptive pain)
Merupakan nyeri yang diakibatkan oleh aktivasi atau sensitisasi
nosiseptor perifer yang merupakan reseptor khusus yang
23

mengantarkan stimulus noxious. Nyeri nosiseptif perifer dapat


terjadi karena adanya stimulus yang mengenai tulang, kulit,
sendi, otot, jaringan ikat, dan lain – lain. Hal ini dapat terjadi
pada nyeri post operatif dan nyeri kanker. Nyeri nosiseptif
merupakan nyeri akut yang mengenai daerah perifer dan
letaknya lebih terlokalisir.
b. Nyeri Neuropatik
Merupakan hasil suatu cedera atau abnormalitas yang didapat
pada struktur saraf perifer maupun sentral. Nyeri neuropatik
bertahan lebih lama dan merupakan proses input saraf sensorik
yang abnormal oleh sistem saraf perifer. Pasien akan
mengalami nyeri seperti rasa terbakar, tingling, shooting, shock
like, hypergesia, atau allodynia. Dari sifatnya merupakan nyeri
kronis.

2.11.3 Nyeri Berdasarkan Lokasi (Potter dan Perry, 2006)


a. Superficial atau Kutaneus
Nyeri superficial adalah nyeri yang disebabkan stimulasi kulit.
Karakteristik dari nyeri berlangsung sebentar dan terlokalisir.
Nyeri biasanya terasa sebagai sensasi yang tajam. Contohnya
tertusuk jarum suntik dan luka potong kecil atau laserasi.
b. Viseral Dalam
Adalah nyeri yang terjadi akibat stimulasi organ – organ
internal. Nyeri bersifat difus dan dapat menyebar kebeberapa
arah. Nyeri ini menimbulkan rasa yang tidak menyenangkan ,
berkaitan dengan mual dan gejala – gejala otonom. Nyeri dapat
terasa tajam, tumpul, atau unik tergantung organ yang terlibat.
Contoh sensasi pukul (crushing) seperti angina pectoris dan
sensasi terbakar seperti pada ulkus lambung.
c. Nyeri Alih (Referred Pain)
Merupakan fenomena umum dalam nyeri viseral karena banyak
organ tidak memiliki reseptor nyeri. Jalan masuk neuron
24

sensori dari organ yang terkena kedalam segmen medulla


spinalis sebagai neuron dari tempat asal nyeri dirasakan,
persepsi nyeri pada daerah yang tidak terkena. Karakteristik
nyeri dapat terasa dibagian tubuh yang terpisah dari sumber
nyeri dan dapat terasa dengan berbagai karakteristik. Contoh
nyeri yang terjadi pada infark miokard, yang menyebabkan
nyeri alih ke rahang, lengan kiri, batu empedu, yang dapat
mengalihkan nyeri keselangkangan.
d. Radiasi
Merupakan sensasi nyeri yang meluas dari tempat awal yang
cedera kebagian tubuh yang lain. Karakteristik nyeri terasa
seakan menyebar kebagian tubuh bawah atau sepanjang bagian
tubuh. Nyeri dapat menjadi intermiten atau konstan. Contoh
nyeri punggung bagian bawah akibat diskus intravertebral yang
ruptur disertai nyeri yang meradiasi sepanjang tungkai dari
iritasi saraf skiatik.

2.12 Fisiologi Nyeri


2.12.1 Stimulasi
Persepsi nyeri dihantarkan oleh neuron khusus yang bertindak
sebagai reseptor, pendeteksi stimulus, penguat, dan penghantar
menuju sistem saraf pusat. Reseptor khusus tersebut dinamakan
nociceptor. Mereka tersebar luas dalam lapisan superfisial kulit dan
juga dalam jaringan dalam tertentu, seperti periosteum, dinding
arteri, permukaan sendi, serta falks dan tentorium serebri (Guyton
A.C, dalam Suharti, 2013). Nociceptor (ujung – ujung saraf bebas
pada kulit yang merespons terhadap stimulus) berhubungan dengan
saraf aferen primer dan berujung di spinal cord (SSP). Bila ada
suatu stimulasi yang berasal dari bahan kimia, mekanik,listrik, atau
panas, stimulasi itu diubah menjadi implus saraf pada saraf aferen
primer. Selanjutnya, akan ditransmisikan sepanjang saraf aferen ke
spinal cord. Stimulus tersebut dapat berupa protopatik (noxius) dan
25

epikritik (nonnoxius). Stimulasi epikritik (sentuhan ringan,


tekanan, propiosepsi, dan perbedaan temperatur) ditandai dengan
reseptor ambang rendah yang secara umum dihantarkan oleh
serabut saraf besar bermielin. Sebaliknya stimulus protopatik
(nyeri) ditandai dengan reseptor ambang tinggi yang dihantarkan
oleh serabut saraf bermielin lebih kecil (A Delta) serta serabut saraf
tak bermielin (serabut C).
Tipe
Sumber Proses Patofisiologi
Stimulus
 Distensi odema pada
jaringan tubuh
Gangguan dalam cairan
 Regangan duktus lumen
tubuh distensi duktus
sempit (mis. Saluran batu
Mekanik
ginjal melalui ureter)
Lesi yang mengisi
ruangan (tumor)  Iritasi saraf perifer oleh
pertumbuhan lesi di
dalam ruangan lesi
Iritasi kimiawi oleh sekresi
pada ujung – ujung saraf
Kimia Perforasi organ viseral yang sensitif (ruptur
apendiks, ulkus di
duodenum)
Inflamasi atau hilangnya
lapisan supervisial atau
Terbakar (akibat panas
epidermis, yang
Termal atau dingin yang
menyebabkan peningkatan
ekstrem)
sensitivitas ujung – ujung
saraf.
Lapisan kulit terbakar
disertai cedera jaringan
Listrik Terbakar subkutan dan cedera bagian
otot, menyebabkan cedera
pada ujung – ujung saraf.
Sumber , Perry & Potter, 2006

2.12.2 Transduksi
Merupakan proses ketika suatu stimuli nyeri (noxius stimuli)
diubah menjadi suatu aktivitas listrik yang akan diterima ujung –
ujung saraf. Stimuli ini dapat berupa simuli fisik (tertekan), suhu
(panas), atau kimia (substansi nyeri). Terjadi perubahan
patofisiologis karena mediator – mediator kimia seperti
26

prostaglandin dari sel rusak, bradikinin dari plasma, histamin dari


sel mast, serotonin dari trombosit, dan substansi P dari ujung saraf
nyeri memengaruhi juga nosiseptor diluar daerah trauma sehingga
lingkaran nyeri meluas. Selanutnya, terjadi proses sensitisasi
perifer, yaitu menurunnya nilai ambang rangsang nosiseptor karena
pengaruh mediator – mediator tersebut diatas dan penurunan Ph
jaringan. Akibatnya, nyeri dapat timbul karena rangsangan yang
sebelumnya tidak menimbulkan nyeri, misalnya rabaan. Sensitisasi
perifer ini mengakibatkan pula terjadinya sensitisasi sentral, yaitu
hipereksibilitas neuron pada spinalis, terpengaruhnya neuron
simpatis, dan perubahan intraseluler yang menyebabkan nyeri
dirasakan lebih lama. Rangsangan nyeri dirubah menjadi
depolarisasi membrene reseptor yang kemudian menjadi implus
syaraf.

2.12.3 Transmisi
Merupakan proses penerusan implus nyeri dari nociceptor saraf
perifer melewati cornu dorsalis dan corda spinalis menuju korteks
serebri. Transmisi nyeri terjadi melalui serabut saraf aferen (serabut
nociceptor) yang terdiri dari 2 macam, yaitu serabut A (A delta)
yang peka terhadap nyeri tajam, panas disebut juga dengan first
pain/fast pain, dan serabut C (C fiber) yang peka terhadap nyeri
tumpul dan lama yang disebut second pain/slow pain. Contoh
transmisi nyeri yang melalui serabut saraf C adalah nyeri cedera
dan nyeri inflamasi. Pada kondisi inflamasi, akan meningkatkan
pengeluaran mediator inflamasi seperti sitokin proinflamasi,
kemokin, yang dapat meningkatkan sensitivitas nociceptor
sehingga akan menurunkan ambang rasa nyeri sehingga terjadilah
nyeri. Contoh mediator inflamasi yang terstimulasi akibat proses
infeksi diantaranya prostaglandin, leukotrien, bradikinin yang
terstimulasi pada nyeri inflamasi sedangkan substansi P, CGRP
(Colcitonin Gene-related Peptide) terstimulasi pada nyeri neurogenik.
27

Serabut A-Delta Serabut C


Bermielinasi Tidak bermielinasi
Diameter 2-5 mikrometer Diameter 0,4-12,2 mikrometer
Kecepatan hantar 12-30m/detik Kecepatan hantar 0,5-2 m/detik
Menyalurkan implus nyeri Menyalurkan implus nyeri
yang bersifat tajam, menusuk, yang bersifat tidak terlokalisasi
terlokalisasi, dan jelas dan terus menerus
Sumber , Prasetyo, 2010

2.12.4 Modulasi
Medulasi adalah proses pengendalian internal oleh sistem saraf,
dapat meningkatkan atau mengurangi penerusan implus nyeri.
Hambatan terjadi melalui sistem analgesia endogen yang
melibatkan bermacam – macam neurotransmiter antara lain
endorphin yang dikeluarkan oleh sel otak dan neuron di spinalis.
Implus ini bermula dari area periaquaductuagrey (PAG) dan
menghambat transmisi implus pre maupun pasca – sinaps ditingkat
spinalis. Modulasi nyeri dapat timbul di nosiseptor perifer medula
spinalis atau supraspinalis.

2.12.5 Persepsi
Persepsi adalah hasil rekontruksi susunan saraf pusat tentang
implus nyeri yang diterima. Rekonstruksi merupakan hasil interaksi
sistem saraf sensoris, informasi kognitif (korteks serebri), dan
pengalaman emosional (hipokampus dan amigdala). Persepsi
menentukan berat ringannya nyeri yang dirasakan. Setelah sampai
ke otak, nyeri dirasakan secara sadar dan menimbulkan respons
berupa perilaku dan ucapan yang merespons adanya nyeri. Perilaku
yang ditunjukan, seperti mrnghindari stimulus nyeri, atau ucapan
akibat respons seperti “aduh”,auw”,”ah”.

2.13 Penilaian Respon Intensitas Nyeri (gambar)


Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parahnya nyeri
dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan
individual. Selain itu, kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama
28

dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri
dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adlah menggunakan
respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran
dengan teknik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang
nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).
Penilaian intensitas nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan
skala sebagai berikut.
a. Skala Deskriptif
Merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih
objektif. Skala pendeskripsian verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS)
merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata
pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama disepanjang garis.
Pendeskripsi ini dirangking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang
tidak tertahankan”. Perawat/bidan menunjukan kepada klien skala
tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang
ia rasakan. Perawat/bidan juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa
paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak
menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah
katagori untuk mendeskripsikan nyeri.

b. Skala Numerik
Skala penilaian numerik (Numerical Rating Scale, NRS) lebih
digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini klien
menilai nyeri dengan menggunakan skala 0 – 10. Skala paling efektif
digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi
terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, akan
direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR,1992 dalam Perry dan
Potter, 2006). Contohnya pasien post – section cessarea hari pertama
menunjukan skala nyerinya 9, setelah dilakukan intervensi, hari ketiga
perawatan pasien menunjukan skala nyerinya 4.

c. Skala Analog Visual


29

Skala analog visual (Visual Analog Scale, VAS) adalah suatu garis
lurus/horizontal sepanjang 10 cm, yang mewakili intensitas nyeri yang
terus – menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Pasien
diminta untuk menunjukan tititk pada garis yang menunjukan letak
nyeri terjadi di sepanjang garis tersebut. Ujung kiri biasanya
menandakan “tidak ada” atau “tidak nyeri”, sedangkan ujung kanan
biasanya menandakan “berat”, atau “nyeri paling buruk”. Untuk menilai
hasil, sebuah penggaris diletakkan sepanjang garis dan jarak yang
dibuat pasien pada garis dari “tidak ada nyeri” diukur dan ditulis dalam
sentimeter (Smeltzer, Suzanne C, 2002). Skala ini memberi klien
kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. Vas dapat
merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien
dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian daripada dipaksa
memilih satu kata atau satu angka (McGuire, 1884 dalam Perry &
Potter, 2006).

2.14 Deskripsi Nyeri Persalinan


Rasa nyeri pada persalinan adalah manifestasi dari adanya
kontraksi (pemendekan) otot rahim. Kontraksi inilah yang menimbulkan
rasa sakit pada pinggang, daerah perut dan menjalar kearah paha.
Kontraksi ini menyebabkan adanya pembukaan mulut rahim (serviks).
Dengan adanya pembukaan serviks inilah, akan terjadi persalinan. Rasa
nyeri yang dialami selama persalinan bersifat unik pada setiap ibu, yang
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain budaya, takut, cemas,
pengalaman persalinan sebelumnya, dan dukungan( Perry & Bobak, 2004).
Nyeri persalinan disebabkan adanya regangan segmen bawah rahim
dan serviks serta adanya iskhemia otot rahim (Farer, 2001). Intensitas nyeri
sebanding dengan kekuatan kontraksi dan tekanan yang terjadi. Nyeri
bertambah ketika mulut rahim dalam dilatasi penuh akibat tekanan bayi
terhadap struktur panggul diikuti regangan dan perobekan jalan lahir.

2.15 Penyebab Nyeri Persalinan (Khasanah, 2005)


30

2.15.1 Faktor Fisiologis


Faktor fisiologis yang dimaksud adalah kontraksi. Gerakan otot ini
menimbulkan rasa nyeri karena saat itu otot – otot rahim
memanjang dan kemudian memendek. Serviks juga akan melunak,
menipis, dan mendatar, kemudian tertarik. Saat itulah kepala janin
menekan mulut rahim dan kemudian membukannya. Jadi, kontraksi
merupakan upaya membuka jalan lahir. Intensitas rasa nyeri dari
pembukaan sampai pembukaan sepuluh (10) akan bertambah tinggi
dan semakin sering sebanding dengan kekuatan kontraksi dan
tertekan bayi terhadap struktur panggul, diikuti regangan bahkan
perobekan jalan lahir bagian bawah. Dari tidak ada pembukaan
sampai pembukaan 2 cm, rasa sakit/nyeri yang muncul rata – rata
dua kali dalam sepuluh menit. Proses ini bisa berlangsung sekitar
delapan jam. Rasa sakit pada pembukaan 3 cm sampai selanjutnya
rata – rata 0,5 – 1 cm per jam. Makin lama, intensitas dan frekuensi
nyeri makin sering dan makin bertambah kuat mendekati proses
persalinan.

2.15.2 Faktor Psikologis


Rasa takut dan cemas yang berlebihan akan memengaruhi rasa
nyeri ini. Setiap ibu mempunyai versi sendiri – sendiri tentang
nyeri persalinan dan melahirkan. Hal ini karena ambang batas
rangsang nyeri setiap orang berlainan dan subjektif sekali. Ada
yang merasa tidak sakit hanya perutnya yang terasa kencang. Ada
pula yang merasa tidak tahan mengalami rasa nyeri. Beragamnya
respons tersebut merupakan suatu mekanisme proteksi dari rasa
nyeri yang dirasakan.

2.16 Fisiologis Nyeri Persalinan (Mahdi A.2009, dalam Maryunami,


2010)
2.16.1 Persalinan kala satu ( I )
31

Nyeri pada kala I terutama ditimbulkan oleh stimulus yang


dihantarkan melalui saraf pada leher rahim (serviks) dan uterus
bagian bawah. Nyeri ini merupakan nyeri viseral yang berasal dari
kontraksi uterus dan aneksa. Intensitas nyeri berhubungan dengan
kekuatan kontraksi dan tekanan yang ditimbulkan. Nyeri akan
bertambah dengan adanya kontraksi isometrik pada uterus yang
melawan hambatan oleh uterus dan perineum. Selama persalinan
bilamana serviks dilatasi sangat lambat atau bilamana posisi janin
abnormal menimbulkan distorsi mekanik, kontraksi kuat disertai
nyeri hebat. Hal ini karena uterus berkontraksi isometrik melawan
obstruksi. Kontraksi uterus yang kuat merupakan sumber nyeri
yang kuat.

2.16.2 Persalinan kala dua ( II )


Selama persalinan kala II, pada saat serviks dilatasi penuh,
stimulasi berlangsung terus dari kontraksi badan rahim (corpus
uteri) dan disertai segmen bawah rahim. Terjadi peningkatan secara
progresif tekanan oleh janin terhadap struktur di pelvis, dan
menimbulkan peningkatan nyeri somatik, dengan regangan dan
robekan facscia (jaringan pembungkus otot) dan jaringan subkutan
jalan lahir bagian bawah, distensi perineum, dan tekanan pada otot
lurik perineum. Nyeri ini ditransmisikan melalui serabut saraf
pudendal, yaitu suatu saraf somatik yang keluar melalui S2, S3,
dan S4 segmen sakral. Nyeri pada kala II ini sangat berbeda
dengan nyeri viseral kala I, nyeri somatik dirasakan selama
persalinan ini adalah intensitas nyerinya terasa lebih nyeri dan
lokasi jelas.

2.17 Mekanisme nyeri persalinan (Muhiman, 1996, dalam Suharti 2013)


2.17.1 Membukanya mulut rahim
32

Nyeri pada kala pembukaan terutama disebabkan oleh


membukannya mulut rahim, misalnya peregangan otot polos
merupakan rangsangan yang cukup menimbulkan nyeri. Terdapat
hubungan erat antara besar pembukaan mulut rahim dengan
intensitas nyeri (makin membuka makin nyeri), dan antara
timbulnya rasa nyeri dengan timbulnya kontraksi rahim (rasa nyeri
terasa ± 15 – 30 detik setelah mulainya kontraksi).
2.17.1 Kontraksi dan peregangan rahim
Rangsangan nyeri disebabkan oleh tertekannya ujung saraf sewaktu
rahim berkontraksi dan teregangnya rahim bagian bawah.
2.17.2 Kontraksi mulut rahim
Teori ini kurang dapat diterima, oleh karenanya jarang mulut rahim
hanya sedikit mengandung jaringan otot.
2.17.3 Peregangan jalan lahir bagian bawah
Peregangan jalan lahir oleh kepala janin pada akhir kala
pembukaan dan selama kala pengeluaran menimbulkan rasa nyeri
paling hebat dalam proses persalinan.

2.18 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri Persalinan


2.18.1 Faktor Internal
a. Pengalaman dan pengetahuan tentang nyeri
Pengalaman sebelumnya seperti persalinan terdahulu akan
membantu mengatasi nyeri, karena ibu telah memiliki koping
terhadap nyeri. Ibu primipara dan multipara kemungkinan akan
merespon secara berbeda terhadap nyeri walaupun menghadapi
kondisi yang sama, yaitu persalinan. Hal ini disebabkan ibu
multipara telah memiliki pengalaman pada persalinan
sebelumnya.
b. Usia
Usia muda cenderung dikaitkan dengan kondisi psikologis yang
masih labil, yang memicu terjadinya kecemasan sehingga nyeri
yang dirasakan menjadi lebih berat. Usia juga dipakai sebagai
33

salah satu faktor dalam menentukan toleransi terhadap nyeri.


Toleransi akan meningkat seiring bertambahnya usia dan
pemahaman terhadap nyeri.
c. Aktivitas fisik
Aktivitas ringan bermanfaat mengalihkan perhatian dan
megurangi rasa sakit menjelang persalinan, selama ibu tidak
melakukan latihan – latihan yang terlalu keras dan berat, serta
menimbulkan keletihan pada wanita karena hal ini justru akan
memicu nyeri yang lebih berat.
d. Kondisi psikologis
Situasi dan kondisi psikoligis yang labil memegang peranan
penting dalam memunculkan nyeri persalinan yang lebih berat.
Salah satu mekanisme pertahanan jiwa terhadap stres adalah
konversi, yaitu memunculkan gangguan secara psikis menjadi
gangguan fisik.

2.18.2 Faktor eksternal


a. Agama
Semakin kuat kualitas keimanan seseorang, mekanisme
petahanan tubuh terhadap nyeri semakin baik karena berkaitan
dengan kondisi psikologis yang relatif stabil.
b. Lingkungan fisik
Lingkungan yang terlalu ekstrem, seperti perubahan cuaca,
panas, dingin, ramai, bising, memberikan stimulus terhadap
tubuh yang memicu terjadinya nyeri.
c. Budaya
Budaya tertentu akan memengaruhi respons seseorang terhadap
nyeri. Ada budaya yang mengekspresikan rasa nyeri secara
bebas, tetapi ada pula yang menganggap nyeri adalah sesuatu
yang tidak perlu diekspresikan secara berlebihan.
d. Support system
34

Tersedianya sarana dan support system yang baik dari


lingkungan dalam mengatasi nyeri, dukungan dari keluarga dan
orang terdekat sangat membantu mengurangi rangsang nyeri
yang dialami oleh seseorang saat menghadapi persalinan.
e. Sosial ekonomi
Tersedianya sarana dan lingkungan yang baik dapat membantu
mengatasi rangsang nyeri yang dialami. Sering status ekonmi
mengikuti keadaan nyeri persalinan. Keadaan ekonomi yang
kurang, pendidikan yang rendah, informasi yang minimal, dan
kurang sarana kesehatan yang memadai akan menimbulkan ibu
kurang mengetahui bagaimana mengatasi nyeri yang dialami
dan masalah ekonomi berkaitan dengan biaya dan persiapan
persalinan sering menimbulkan kecemasan tersendiri dalam
menghadapi persalinan.
f. Komunikasi
Komunikasi tentang penyampaian informasi yang berkaitan
dengan hal – hal seputar nyeri persalinan, bagaimana
mekanismenya, apa penyebabnya, cara mengatasi, dan apakah
hal ini wajar akan memberikan dampak yang positif terhadap
manajemen nyeri. Komunikasi yang kurang akan menyebabkan
ibu dan keluarga tidak tahu bagaimana yang harus dilakukan
jika mengalami nyeri saat persalinan.

2.19 Neuroanatomi Nyeri Persalinan


2.19.1 Unit Struktur Dasar Nyeri
Sel saraf atau neuron terdiri dari badan sel dan dua set tonjolan
yang terutama bertanggung jawab untuk transmisi implus saraf,
termasuk implus nyeri. Menonjol dari badan sel adalah tonjolan
pendek bercabang yang disebut dendrit, yang menerima rangsang
sensorik dari lingkungan luar sel dan menstransmisikan menuju
badan sel. Tonjolan ini disebut neuron atau serat aferen (sensorik)
35

dan merupakan reseptor untuk semua stimuli, termasuk implus


yang tidak menyenangkan (nyeri).
Setiap sel juga memiliki tonjolan tunggal disebut akson yang
panjangnya bervariasi. Pada sepanjang akson itulah implus saraf
dikonduksikan menjauhi badan sel neuron menuju dendrit neuron
lain atau struktur eferen, misalnya otot atau kelenjar. Serat saraf ini
disebut neuron eferen (mototrik), terdapat dua jenis serat saraf
perifer spesifik yang menstrasmisikan dan memproses sensasi
secara terpisah, serat A-Delta dan C.
Serat A – delta kecil, bermielin tipis yang mempersarafi kulit
dan jaringan subkutan serta visera, otot, dan struktur dalam lain.
Serat A menstransmisikan implus secara cepat, dan implus terkait
nyeri mudah dilokalisasi dan secara umum disebut sebagai nyeri
yang bersifat “menusuk dan tajam”. Sementara serat C juga kecil,
tetapi tidak bermielin dan menyusun dua pertiga dari serat saraf
dalam sistem perifer. Serat C mentransmisikan informasi lebih
lambat daripada serat A – delta dan bertanggung jawab untuk
konduksi lambat, nyeri terbakar, dan secara umum mempunyai sifat
sebagai suatu nyeri yang “dalam, tumpul, lama, dan sulit
dilokalisasi”.
Sebagai serat nosiseptif (nyeri) ini diaktivasi oleh stimulasi
mekanis yang kuat dan disebut nosiseptor mekanis. Sebagian
dirangsang oleh suhu yang sangat dingin atau panas dan dikenal
sebagai nosiseptor thermal. Sejumlah nosiseptor juga diaktivasi
oleh rangsang mekanis thermal serta oleh bahan kimia sensitif –
nyeri dan disebut nosiseptor polimodal. Kurang lebih seperempat
serat A – delta merespons rangsang mekanis dan thermal sangat
kuat. (Perl, 1971, Burgess, 1974, Bonica & Albe_Fessard, 1976)
dan serat ini tidak hanya mempersarafi kulit dan jaringan subkutan,
tetapi juga viseral termasuk uterus. Selain itu, 10 – 20% serat-C
menyuplai nosiseptor mekanis dan kurang lenih 30 – 40%
menyuplai nosiseptor polimodal (Mander, 2003)
36

Peranan kedua saraf ini dalam transmisi rangsang nyeri


berdasarkan konsep nyeri ganda. Pertama, nyeri tajam
dikonduksikan oleh serat A – delta bermielin, sedangkan yang
kedua, nyeri tumpul yang lama diperantarai oleh serat C yang
berkonduksi lambat (Bonica, 1980 dalam Mander, 2003).

2.19.2 Sistem Saraf Otonom


Sistem saraf otonom mengontrol aktivitas otot polos dan viseral,
misalnya uterus dan dapat dikenal sebagai sistem saraf involunter,
karena organ ini berfungsi tanpa kontrol kesadaran. Terdapat dua
komponen yang berbeda yakni sistem simpatis dan parasimpatis.
Sistem ini bekerja secara sinergis ketika mempersarafi organ yang
sama, tetapi juga bekerja sendiri – sendiri.
Neuron aferen mentransmisikan informasi dari rangsang nyeri
dari sistem saraf otonom menuju sistem saraf pusat dari visera
terutama melalui serat saraf simpatis. Neuron aferen somatik dan
otonom bersinaps dalam regio kornu dorsalis dan diduga bahwa
keduanya saling memengaruhi, menyebabkan fenomena yang
disebut “nyeri alih”. Nyeri ini adalah nyeri yang paling dominan
dirasakan selama bersalin terutama setelah kala 1 (Brownridge,
1995 dalam Mander,2003).
Neuron aferen otonom berjalan keatas melalui medulla spinalis
dan batang otak berdampingan dengan neron aferen somatik.
Walaupun sebagian besar serat aferen somatik akhirnya terus
menuju ke thalamus, banyak aferen otonom berjalan menuju
hipotalamus sebelum menyebar ke thalamus dan kemudian
berakhir pada korteks serebri. Di korteks serebri, implus nyeri dan
komponen emosinya berintegrasi dan diintrepetasikan sebelum
sebuah respons ditransmisikan melalui jeras nyeri desenden.
Gambaran yang berbeda lebih lanjut dari sitem saraf otonom
adalah fakta bahwa neuron aferen yang keluar dari sistem saraf
pusat hanya melalui tiga regio.
37

a. Dalam otak (Nervus kranialis III, VII, IX, dan X).


b. Dalam regio torasika (T1 sampai T12, L1 dan L2).
c. Segmen sakralis kedua dan ketiga medulla spinalis.
Regio torasika membentuk aliran keluar sistem simpatis yang
menyuplai organ viseral, misalnya uterus.

2.19.3 Jaras Perifer Nyeri Persalinan


Secara anatomis, otot polos uterus disuplai sebagian besar oleh
serat – C yang tidak bermielin dan sebagian oleh serat A – delta
kecil yang bermielin. Selama kala 1 persalinan, nyeri diakibatkan
oleh dilatasi serviks dan segmen bawah uterus dan distensi korpus
uteri (Bonica & Chadwick, 1989). Intensitas nyeri selama kala ini
diakibatkan oleh kekuatan kontraksi dan tekanan yang
dibangkitkan. Pernyataan ini didasarkan pada hasil temuan bahwa
tekanan cairan amnion lebih dari 15 mmHg diatas tonus yang
dibutuhkan untuk meregangkan segmen bawah uterus dan serviks
dengan demikian akan menghasilkan nyeri (Caldeyro – Barcia &
Poseiro, 1960). Oleh sebab itu, sangat beralasan bahwa makin
tinggi tekanan cairan amnion, makin besar distensi sehingga
menyebabkan nyeri lebih berat (Mander, 2003).
Nyeri ini dialihkan ke dermatom yang disuplai oleh segmen
medulla spinalis yang sama dengan segmen yang menerima input
nosiseptif dari uterus dan serviks. Dermatom adalah daerah tubuh
yang dipersarafi oleh saraf spinalis khusus, misalnya dermatom 12
mengacu pada dermatom thorasikus ke 12 (T12). Nyeri dirasakan
sebagai nyeri tumpul yang lama pada awal kala 1 dan terbatas pada
dermatom thorasikus 11 (T11) dan ke – 12 (T12). Kemudian, pada
kala I persalinan, nyeri pada dermatom (T11) dan (T12) menjadi
lebih berat, tajam, dan kram, dan menyebar ke dermatom (T10) dan
Lumbal 1(L1).
Penurunan kepala janin memasuki pelvis pada akhir kala I
menyebabkan distensi struktur pelvis dan tekanan pada radiks
38

pleksus lumbosakralis, yang menyebabkan nyeri alih pada


perjalanan segmen (L2) ke bawah. Akibatnya, nyeri dirasakan pada
regio (L2), bagian bawah panggul dan juga pada paha dan tungkai.
Pada kala II persalinan, nyeri tambahan disebabkan oleh
regangan dan robekan jaringan, misalnya pada perineum dan
tekana pada otot skelet perineum. Di sini, nyeri diakibatkan oleh
rangsangan struktur somatik superfisial dan digambarkan sebagai
nyeri yang tajam dan terlokalisasi, terutama pada daerah yang
disuplai oleh saraf pudendus. Beberapa wanita dapat mengalami
nyeri pada paha dan tungkai mereka, digambarkan sebagai nyeri
tumpul yang lama, terbakar atau kram. Hal ini dapat diakibatkan
oleh rangsangan struktur pada pelvis yang sensitif nyeri dan yang
menyebabkan nyeri ringan yang dialihkan pada segmen lumbalis
dan sakralis bagian bawah (Mander, 2003).

2.20 Pengkajian Nyeri Persalinan


2.20.1 Faktor – Faktor yang Menyebabkan Nyeri
Nyeri yang terjadi pada saat persalinan merupakan sesuatu yang
kompleks yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor – faktor
yang memengaruhi nyeri persalinan terbagi menjadi faktor internal
dan eksternal. Faktor internal meliputi pengalaman dan
pengetahuan mengenai nyeri, usia, aktivitas fisik, dan kondisi
psikologis. Sementara faktor eksternal meliputi agama, lingkungan
fisik, budaya, support system, sosial ekonomi, dan komunikasi.

2.20.2 Karakteristik Nyeri


39

P Q R S T
Propokatif atau Kualitas atau Regional/ area Skala Timing/
paliatif kuantitas terpapar/ keparahan waktu
radiasi
Apakah yang Bagaimana Dimana gejala Seberapa Kapan gejala
menyebabkan gejala (nyeri) terasa? Apakah keparahan mulai
gejala? Apa saja dirasakan? menyebar? dirasakan timbul?
yang dapat Sejauhmana ? (skala 1- Seberapa
mengurangi dan anda 10) sering gejala
memperberatnya? merasakannya terasa?
sekarang? Apakah tiba
– tiba atau
bertahap?
1. Kejadian 1. Kualitas, 1. Area. 1. Nyeri 1. Onset,
awal apakah bagaimana Dimana yang Tanggal
yang anda gejala (nyeri) dirasaka dan jam
lakukan (nyeri) dirasakan? n pada gejala
sewaktu dirasakan? skala terjadi.
gejala (nyeri) 2. Radiasi/ berapa?
pertama kali 2. Kuantitas, area Apakah 2. Jenis, tiba-
dirasakan? sejauhmana terpapar. ringan, tiba atau
Apakah yang gejala Apakah sedang, bertahap
menyebabkan (nyeri) nyeri berat,
nyeri? Posisi? dirasakan merambat atau tak 3. Frekuensi,
Aktivitas sekarang? pada tertahan setiap jam,
tertentu? Sangat punggung kan hari,
Apakah yang dirasakan atau (skala minggu,
menghilangk hingga tidak lengan? 1-10) bulan,
an gejala dapat Merambat sepanjang
(nyeri)? melakukan pada leher hari, pagi,
aktivitas? atau siang,
2. Apakah yang Lebih parah merambat malam,
memperburu atau lebih pada kaki? menggangg
k gejala ringan dari u istirahat
(nyeri)? yang tidur?
dirasakan Terjafi
sebelumnya kekambuha
n?

4. Durasi,
seberapa
lama gejala
dirasakan?
Sumber. Patricia Morton, Health Assesment in Nursing, Springhouse Corporation,
Springhouse, Pennsylvania, 1991 (dalam Priharjo, R 1996).

2.20.3 Respon Nyeri


40

a. Respon Fisiologis
Respon ini bisa meliputi respons stimulasi simpatik, seperti
dilatasi saluran bronkeolus dan peningkatan pernafasan,
peningkatan frekuensi denyut jantung, vasokontriksi perifer
(pucat, peningkatan tekanan darah) peningkatan kadar glukosa
darah, diaphoresis, peningkatan ketegangan otot, dilatasi pupil,
dan penurunan motilitas usus. Semenara respon stimulasi
parasimpatik meliputi pucat, ketegangan otot, penurunan denyut
jantung dan tekanan darah,pernafasan yang cepat dan tidak
teratur, mual dan muntah, dan kelemahan atau kelelahan.
b. Respon Perilaku
Perilaku efek nyeri pada klien meliputi ,,
1). Vokalisasi ,, mengaduh, menangis, sesak nafas, dan
mendengkur.
2). Ekspresi wajah,, meringis, menggeletukkan gigi,
mengernyitkan dahi, menutup mata/mulut dengan rapat,
membuka mata/mulut dengan lebar, dan menggigit bibir.
3). Gerakan tubuh,, gelisah imobilisasi, ketegangan otot,
peningkatan gerakan jari dan tangan, aktivitas melangkah
tanggal ketika berlari atau berjalan, gerakan ritmik atau
gerakan menggosok, gerakan melindungi bagian tubuh.
4). Interaksi sosial,, menghindari percakapan, fokus pada
aktifitas untuk menghilangkan nyeri, menghindari kontraksi
sosial, dan penurunan rentang perhatian.

c. Efek Terhadap Aktvitas Sehari – hari


Dalam hal ini perawat perlu menanyakan,,
1). Bagaimana kemampuan klien dalam berpartisipasi dalam
aktivitas sehari – hari, apakah bisa dijalankan secara
mandiri atau perlu bantuan ?
2). Bagaimana kemampuan klien dengan melakukan hygiene
normal, seperti mandi, berpakaian, mencuci rambut ?
41

3). Bagaimana kemampuan untuk mempertahankan hubungan


seksual yang normal (apabila memungkinkan) ?
4). Bagaimana kemampuan individu dalam melakukan
pekerjaan?

2.21 Manajemen Nonfarmakologis Nyeri Persalinan


1.22.1 Modulasi Psikologis Nyeri Persalinan
a. Relaksasi
Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan
mental dan fisik dari ketegangan dan stres sehingga dapat
meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Teori yang menyokong
penggunaan relaksasi selama persalinan terletak pada fisiologi
sistem saraf otonom (ANS ., Schrock, 1988 dalam Mander,
2003). Sistem Saraf Otonom SSO adalah bagian dari sistem
saraf perifer yang mempertahankan homeostasis dalam
lingkungan internal individu sehingga fungsi ini jarang
mencapai tingkat kesadaran dan bila pun ada hanya sedikit
kontrol volunter (Sherwood, 1995 dalam Sulistyo, 2013).
Dengan demikian wanita dapat mengurangi nyerinya dengan
cara mengurangi sensasi nyeri dan dengan mengontrol intensitas
reaksi terhadap nyeri (Edgar & Smith-Hanrahan, 1992 dalam
Mander 2003).
Menurut Simkin & Ancheta, (2005) bahwa pemberi
perawatan dalam persalinan dapat mengajarkan duapola nafas,,
lambat dan dangkal.
1) Pola nafas lambat hendaknya dimulai pada persalinan ketika
wanita tidak dapat berjalan atau berbicara saat kontraksi
tanpa menahan nafas selama puncak kontraksi. Ajarkan klien
untuk menghembuskan nafas secar total, perlahan, dan dapat
didengar selama kotraksi , yang dapat atau tidak dapat
diiringi oleh suara rintihan. Gabungkan bernafas dengan
perumpamaan,, “setiap mengeluarkan napas adalah napas
42

yang membuat santai. “ setiap menarik napas kirimkan


kedaerah yang tegang dan benapas menyingkirkan
ketegangan dari daerah tersebut”. “Bayangkan bahwa setiap
mengambil nafas adalah langkah untuk mendaki gunung,
yaitu kontraksi anda. Jika anada mencapai puncak anda
dapat bernapas dengan cara anada sendiri”. “Mari kita hitung
napas anda ketika anda melewati kontraksi.”Lalu, (dengan
perkiraan kontraksi mengikuti pola yang konsisten) perawat
akan mengatakan kapan anda mencapai separo jalan. Ini
akan membuat kontraksi klien menjadi lebih singkat.
2) Pola napas dangkal digunakan dalam persalinan aktif ketika
bernapas lambat tidak lagi banyak membantu. Ajarkan untuk
bernapas lebih dangkal dan cepat, tetapi tetap dalam
kecepatan yang merasa nyaman dalam kontraksi. Perawat
dapat mengatur napas dengan gerakan tangan yang berirama
dan bicara yang menenangkan sesuai irama napas ,, “
Bagus..... begitulah caranya.... ya seperti itu...... benar
begitu,..... ya....”. Hiperventilasi tidak mungkin terjadi jika
perawat mendorong ibu untuk tetap mengambil napas relatif
tanpa suara dan lebih singkat dibandingkan dengan
pengeluaran napas, yang sebaiknya dapat didengar atau
diiringi oleh suara rintihan. Perilaku menenangkan diri
sendiri yang berirama ini membantu meredakan reaksi
korteks otak, membuat wanita berada dalam suasana
perasaan yang lebih naluriah (Simkin & Ancheta, 2005).

Efek Relaksasi
a) Penurunan nadi, tekanan darah, dan pernapasan
b) Penurunan konsumsi oksigen
c) Penurunan ketegangan otot
d) Penurunan kecepatan metabolisme
e) Peningkatan kesadaran global
f) Kurang perhatian terhadap stimulus lingkungan
g) Tidak ada perubahan posisi yang volunter
h) Perasaan damai dan sejahtera
43

i) Periode kewaspadaan yang santai, terjaga dan dalam


(Perry & Potter, 2006)

b. Hipnoterapi
Both (1993) mendefinisikan hipnoterapi sebagai
penggunaan hipnosis untuk membuat suatu kepatuhan dan
kondisi seperti tidur dalam terapi kondisi – kondisi dengan
komponen psikologis yang sangat besar (Mander, 2003).
Suatu pendekatan kesehatan holistik, hipnosis diri
menggunakan segesti diri dan kesan tentang perasaan yang
rileks dan damai. Individu memasuki keadaan rileks dengan
menggunakan berbagai ide, fikiran, dan kemudian kondisi –
kondisi yang menghasilkan respons tertentu bagi mereka
(Edelman dan Mandel, 1994). Selama persalinan, hipnosis
dianggap memungkinkan wanita menginterpretasikan ulang
nyeri kontraksi uterus sebagai sensasi lemah. Dengan jalan ini
“gerbang” pada substansia gelatinosa dicegah oleh implus yang
turun untuk membuka dan menyebabkan persepsi nyeri. Seiring
dengan relaksasi, respons stres otonom berkurang dan hormon
stres yang biasanya meningkatkan persepsi nyeri dalam
persalinan, tidak disekresi (Simkin, 1989, dalam Mander, 2003).

c. Imaginasi
Imaginasi terbimbing adalah penciptaan khayalan dengan
tuntunan yang merupakan suatu bentuk pengalihan fasilitator
yang mendorong pasien untuk memvisualisasikan atau
memikirkan pemandangan atau sensasi yang menyenangkan
untuk mengalihkan perhatian menjauhi nyeri. Dalam imaginasi
terbimbing, klien menciptakan kesan dalam pikirannya,
kemudian berkonsentrasi pada kesan tersebut sehingga dengan
demikian secara bertahap diharapkan dapat menurunkan
persepsi klien tehadap nyeri. diri. Oleh karena itu, ketelibatan
klien yang sedang mengalami nyeri persalinan sangat penting
44

dalam teknik ini. Ia dapat mengembangkan rasa, dapat


mengendalikan nyerinya yang selanjutnya mempermudah
relaksasi (Edgar & Smith-Hanrahan, 1992, dalam Mander,
2003).

d. Umpan Balik Biologis


Prinsip kerja dari metode ini adalah mengukur respon
fisiologis seperti gelombang pada otak, kontraksi otot, atau
temperatur kulit kemudian memberikan informasi tersebut
kepada klien. Kebanyakan alat umpan balik
biologis/biofeedback terdiri dari beberapa elektroda yang
ditempatkan pada kulit dan sebuah amplifier yang
mentransformasikan data berupa tanda visual seperti lampu yang
berwarna. Klien kemudian mengenali tanda tersebut sebagai
respons stres dan menggantikannya dengan respons relaksasi
(Prasetyo, 2010).

e. Psikoprofilaksis
Lamaze (1970 dalam Prasetyo 2013) menerapkan konsep
Pavlovian , yang berarti mencegah nyeri dengan metode
psikologis, yang memfokuskan pada 4 area.
1) Pemberian informasi (untuk mengurangi nyeri)
2) Latihan relaksasi (untuk mengurangi ketegangan yang
timbul dan yang memeperburuk nyeri kontaksi uterus).
3) Strategi koping (untuk memberikan distraksi dari nyeri).
4) Latihan pernafasan (mempermudah relaksasi dan distraksi,
dan mungkin membantu persalinan).
Metode Lamaze digunakan untuk mempersiapkan wanita bagi
kelahiran bayi, digunakan untuk meringankan rasa sakit yang
berkaitan dengan persalinan, dan kelahiran. Disamping efeknya
untuk mengendorkan otot – otot, teknik – teknik bernapas yang
diajarkan kepada calon ibu untuk dipakai diwaktu persalinan
45

juga dimaksudkan untuk mengalihkan perhatian serta fikirannya


pada sebuah benda dikamar bersalin selama kontraksi rahimnya.

1.22.2 Modulasi Sensori Nyeri Persalinan


a. Terapi Manual
1) Masase
Adalah terapi nyeri yang paling primitif, menggunakan
efek lembut manusia untuk menahan, menggosok, atau
meremas bagian tubuh yang nyeri. Dirincikan 6 gerakan
dasar yang dilakukan yakni ,, effleurage (gerakan tangan
mengurut), petrissage (gerakan tangan mencubit),
tapotement (gerakan tangan melakukan perkusi),
hacking (gerakan tangan mencincang), kneading
(gerakan tangan meremas), dan cupping (tanggan
membentuk seperti mangkuk). Setiap gerakan ditandai
dengan perbedaan tekanan, arah, kecepatan, posisi
tangan, dan gerakan untuk mencapai pengaruh yang
berbeda pada jaringan di bawahnya (Mander, 2003).
2) Sentuhan Terapeutik
Teknik ini meliputi 4 langkah dasar, yaitu pemusatan,
pengkajian, terapi dan evaluasi. Setiap langkah
umumnya melaju kelangkah berikutnya dan proses
secara keseluruhan berlangsung sekitar 25 menit (Potter
Perry, 2005). Langkah tersebut ,,
a) Pemusatan,, memfokuskan fikiran melalui
“pemusatan”
b) Pengkajian,, dilakukan dengan menggerakkan kedua
tangan secara simetris mengelilingi klien 5 sampai
15 cm dari tubuh untuk membuat lapangan energi
berinteraksi.
46

c) Terapi,, hangatkan daerah yang dingin dan


meneruskan energikedaerah yang kososng
menggunkan visualisasi dan gerakan tangan.
d) Evaluasi lapangan energi untuk mencapai
keseimbangan.
3) Kompres Panas dan Dingin
Kompres panas meningkatkan suhu lokal, sirkulasi, dan
metabolisme jaringan, mengurangi spasme otot dan
meningkatkan ambang nyeri, juga mengurani respon
“melawan atau menghindar”. Pemberian kompres
hangat lokal atau selimut hangat akan menenangkan
wanita berkaitan dengan respon melawan atau
menghindar (Simkin & Ancheta, 2005)
Kompres dingin berguna untuk nyeri muskuloskeletal
atau sendi. Kompres dingin mengurangi keteganagn otot
(lebih lama dibandingnkan dengan kompres panas).
Kompres dingin akan membuat baal daerah yang terkena
dengan memperlambat transmisi nyeri dan implus –
implus lainnya melalui neuron – neuron sensorik.
Kompres dingin juga mengurangi pembengkakan dan
menyejukkan bagi kulit (Simkin& Ancheta, 2005).

b. Terapi Quasi Manual


1) Akupresur
Cara kerja teknik ini adalah ,, dengan memberi tekanan
pada titik – titik tertentu, selama persalinan dipandang
dapat memperbaiki kontraksi tanpa meningkatkan rasa
nyeri. (1) Tekan kuat – kuat dengan menggunakan jari
pada titik – titik tersebut selama 10 – 60 detik.
Kemudian, istirahat dalam waktu yang sama. (2) Ulangi
siklus ini sampai sekitar enam siklus. Kontraksi dapat
semakin cepat selama waktu tersebut (Simkin &
47

Ancheta, 2005). Teknik ini merangsang produksi


endorfin lokal bekerja melepaskan blokade dan menutup
gerbang terhadap rangsang nyeri.
2) Akupuntur
Adalah suatu teknik tusuk jarum yang mempergunakan
jarum – jarum kecil panjang untuk menusuk bagian –
bagian tertentu dibadan guna menghasilkan
ketidakpekaan terhadap rasa sakit atau nyeri. Setelah
dimasukan dalam tubuh, maka jarum – jarum itu diputar
– putar untuk menghantarkan arus listrik yang kecil.
Titik – titik akupuntur dapat distimulasi dengan
memasukkan dan mencabut jarum menggunakan panas,
tekanan, laser, atau stimulasi elektrik atau kombinasi
dari berbagai macam cara tersebut (Murry & Pizzorno,
1991 dalan Prasetyo, 2010).

c. Intervensi Bukan Manual


1) TEN (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation)
Merupakan salah satu tehnik analgesik non – invasif
yang melibatkan aliran listrik lemah melalui elektroda
yang ditempelkan pada permukaan kulit. Elektroda
ditempatkan dibeberapa tempat ditubuh, kemudian arus
dialirkan melalui kabel dengan frekuensi dan intensitas
yang disesuaikan untuk mendapatkan efek optimal
selama dan setelah stimulasi.
2) Distraksi dengan Musik
Musik dapat memberikan energi dan membawa perintah
melalu irama sehingga musik dengan tempo yang tepat
dapat membantu wanita mengatur pernapasan selama
nyeri persalinan (Di Fraco, 1998 dalam Mander, 2003).
Musik yang sering digunakan dalam praktik distraksi
nyeri adalah musik klasik, salah satunya adalah musik
48

Mozart. Dari sekian banyak musik klasik, sebenarnya


ciptaan Wolfgang Amadeus Mozart (1756 – 1791) yang
paling dianjurkan dan sudah terbukti dalam beberapa
penelitian. Dalam pelaksanaanya penggunaan musik
untuk mengontrol nyeri untuk meningkatkan
kenyamanan, perlu diperhatikan beberapa hal seperti
dibawah ini,,
Menggunakan musik untuk mengontrol nyeri
1. Pilih musik klasik yang sesuai dengan selera klien,
petimbangkan usia dan latar belakang.
2. Gunakan earphone supaya tidak mengganggu klien
atau staf yang lain dan membantu klien
berkonsentrasi kepada musik.
3. Pastikan tombol – tombol kontrol diradio mudah
ditekan, dimanipulasi, dan dibedakan.
4. Apabila nyeri yang klien rasakan akut, kuatkan
volume musik. Sebaliknya apabila nyeri berkurang
kurangi volume.
5. Minta klien berkonsentrasi pada musik dan
mengikuti irama dengan mengetuk – ngetukan jari
atau menepuk – nepuk paha.
6. Instruksikan klien sendirian ketika mereka
mendengarkan musik, “nikmati musik kemana pun
membawa anda”
7. Tinggalkan klien sendirian ketika mereka
mendengarkan musik (kurang lebih 15 menit untuk
pendapatan efek terapeutik).
Sumber , Perry & Potter, 2006

3) Hidroterapi
Adalah suatu teknik dengan menggunakan media air
untuk memberi kenyamanan dan kesembuhan pada
klien. Keuntungan hidroterpi, (a) merupakan hasil dari
air sebagai konduktor panas, melemaskan spasme otot,
dan kemudian meredakan nyeri. (b) hidrokinesis
meniadakan pengaruh gravitasi, bersama dengan
ketidaknyamanan yang berkaitan dengan tekanan pada
panggul dan struktur lain (Garland dan Jones 1994,
dalam Mander, 2003).
49

2.22 Kerangka Teori


Faktor yang dapat
mempengaruhi nyeri persalinan

1. Faktor Internal
a. Pengalaman & pengetahuan
b. Usia
c. Aktifitas fisik

2. Faktor eksternal
a. Agama
b. Lingkungan fisik
Faktor – faktor yang c. Budaya Macam – mancam terapi
menyebabkan nyeri persalinan d. Support sistem yang dapat dilakukan untuk
e. Sesial ekonomi mengurangi nyeri persalinan
1. Faktor fisiologis f. Komunikasi
a. Persalinan kala 1 1. Terapi modulasi psikologis
- Fase laten a. Relaksasi
- Fase aktif b. Hipnoterapi
b. Persalinan kala 2 c. Imaginasi
- Pembukaan serviks d. Umpan balik biologis
e. Psikoprofilaksis
lengkap
- Terlihatnya kepala bayi
2. Terapi Manual
c. Persalinan kala 3 Nyeri a. Masase
- Bayi lahir
b. Sentuhan terapeutik
- Plasenta lahir c. Kompres panas
d. Kala 4 dingin
- Observasi 2 jam post
partum 3. Terapi quasi manual
a. Akupresur
2. Faktor psikologis b. Akupuntur
a. Rasa takut yang
berlebihan 4. Terapi bukan manual
b. Rasa cemas yang a. TEN
berlebihan. b. Distraksi dengan musik
c. Hidroterapi

2.22 Kerangka Teori

Proses Persalinan
50

Faktor Fisiologis Faktor Internal Faktor Eksternal

a. Pengalaman & pengetahuan a. Agama


b. Usia b. Lingkungan fisik
Penurunan kadar c. Aktifitas fisik c. Budaya
d. Rasa takut yang berlebihan d. Support sistem
Estrogen & Progreteron e. Rasa cemas yang berlebihan e. Sesial ekonomi
f. Komunikasi

Oksitisin meningkat
Musik
(suara, melodi, ritme, harmoni)
Timbul kontraksi rahim

Masuk ketelinga
Stimulus saraf pada rahim Menyebabkan (saraf pendengaran)
(nyeri viseral) takut, frustasi,
marah
Otak merespon dan terstimulasi
Adanya kontraksi
KALA I isometrik pada uterus Meregangkan
otot-otot
yang melawan obstruksi tubuh Sistem saraf otonom
(kontrol perasaan & emosi)

Semakin kuat kontraksi Nyeri


= Nyeri hebat meningkat Mempengaruhi kinerja
seluruh organ tubuh

Membukanya mulut rahim


(nyeri ± 15 – 30 detik) Menghasilkan suatu perasaan
& mengembangkan imajinasi

Kontraksi & peregangan rahim


(nyeri karena tertekan ujung saraf) Mengalihkan perhatian pada musik

Peregangan jalan lahir bagian bawah Membuat tubuh


(kepala janin mulai menonjol) rileks secara fisik
dan mental

Akhir kala I
= Nyeri
paling hebat

Anda mungkin juga menyukai