Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Dasar KLB ini adalah SK Walikota samarinda Nomor 440/017/HK-


KS/1/2018 tentang penetapan kasus difteri di kota samarinda tahun 2018.
Data terakhir di Dinas Kesehatan Kota menunjukkan hingga saat ini, sudah
ada sebanyak 23 pasien kasus difteri yang sudah dirawat di RSUD AW
Syahranie.
Kepala seksi surveilance dan imunisasi DKK samarinda dan rapat
koordianasi tentang KLB difteri yang digelar diruang rapat utama Balaikota
Samarinda, jalan Kesuma Bangsa, Senin(15/1/2018) memastikan bahwa
wabah difteri bukan berasal dari kota Samarinda.
Berdasarkan informasi yang diterimanya, warga yang terjangkit difteri ini
rata-rata baru saja liburan panjang di sejumlah pulau jawa, bulan desember
2017 lalu. Dan kebetulan, daerah yang dikunjungi adalah daerah yang sudah
menetapkan KLB difteri.
Diare merupakan salah satu penyakit dengan insidensi tinggi di dunia dan
dilaporkan terdapat hampir 1,7 milyar kasus setiap tahunnya. Penyakit ini
sering menyebabkan kematian pada anak usia di bawah lima tahun (balita).
Dalam satu tahun sekitar 760.000 anak usia balita meninggal karena penyakit
ini (World Health Organization (WHO), 2013).
Didapatkan 99% dari seluruh kematian pada anak balita terjadi di negara
berkembang. Sekitar ¾ dari kematian anak terjadi di dua wilayah WHO, yaitu
Afrika dan Asia Tenggara. Kematian balita lebih sering terjadi di daerah
pedesaan, kelompok ekonomi dan pendidikan rendah. Sebanyak ¾ kematian
anak umumnya disebabkan penyakit yang dapat dicegah, seperti kondisi
neonatal, pneumonia, diare, malaria, dan measles (WHO, 2013).
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang
seperti Indonesia karena memiliki insidensi dan mortalitas yang tinggi.
Diperkirakan 20-50 kejadian diare per 100 penduduk setiap tahunnya.
Kematian terutama disebabkan karena penderita mengalami dehidrasi berat.

Page 1
70-80% penderita adalah mereka yang berusia balita. Menurut data
Departemen Kesehatan, diare merupakan penyakit kedua di Indonesia yang
dapat menyebabkan kematian anak usia balita setelah radang paru atau
pneumonia (Paramitha, Soprima, & Haryanto, 2010).

B. Tujuan Makalah
1. Tujuan Umum
Mengetahui serta mengaplikasikan konsep teori asuhan keperawatan anak
dengan difteri dan diare.
2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan asuhan keperawatan anak pada difteri dan diare
mahasiswa mampu :
a. Mengetahui definisi dari difteri dan diare
b. Mengetahui penyebab atau etiologi dari difteri dan diare
c. Mengetahui cara penularan pada difteri dan diare
d. Mengetahui diagnosis pada difteri dan diare
e. Mengetahui gejala pada difteri dan diare
f. Mengetahui patologis dari difteri dan diare
g. Mengetahui pathway dari difteri dan diare
h. Mengetahui komplikasi yang terjadi pada difteri dan diare
i. Mengetahui pengobatan atau penanganan pada difteri dan diare
j. Mengetahui pengkajian, diagnose keperawatan dan intervensi
keperawatan pada difteri dan diare

C. Manfaat Makalah
1. Diharapkan Mahasiswa atau Perawat di rumah sakit mampu melakukan
dan menerapkan proses asuhan keperawatan pada klien difteri dan diare
khususnya pada anak.
2. Diharapkan pula mahasiswa atau perawat dirumah sakit bisa menjalani
komunikasi dan kerjasama yang baik dengan klien, keluarga dan tim medis
lainnya demi tercapainya Asuhan Keperawatan Difteri dan Diare Pada
Anak yang berkualitas.

Page 2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep dasar difteri


1. Definisi
Difteria adalah suatu penyakit bakteri akut terutama menyerang
tonsil, faring,laring, hidung, adakalanya menyerang selaput lendir atau
kulit serta kadang-kadang konjunngtiva atau vagina. Timbulnya lesi yang
khas disebabkan oleh cytotoxin spesifik yang dilepas oleh bakteri. Lesi
nampak sebagai suatu membran asimetrik keabu-abuan yang dikelilingi
dengan daerah inflamasi. Tenggorokan terasa sakit, sekalipun pada
difteria faucial atau pada difteri faringotonsiler diikuti dengan kelenjar
limfe yang membesar dan melunak. Pada kasus-kasus yang berat dan
sedang ditandai dengan pembengkakan dan oedema di leher dengan
pembentukan membran pada trachea secara ektensif dan dapat terjadi
obstruksi jalan napas.
Difteri hidung biasanya ringan dan kronis dengan satu rongga hidung
tersumbat dan terjadi ekskorisasi (ledes). Infeksi subklinis (atau kolonisasi
) merupakan kasus terbanyak. Toksin dapat menyebabkan myocarditis
dengan heart block dan kegagalan jantung kongestif yang progresif,timbul
satu minggu setelah gejala klinis difteri. Bentuk lesi pada difteri kulit
bermacam-macam dan tidak dapat dibedakan dari lesi penyakit kulit yang
lain, bisa seperti atau merupakan bagian dari impetigo.(Kadun,2006)

2. Etiologi
Penyebab penyakit difteri adalah Corynebacterium diphtheriae.
Berbentuk batang gram positif, tidak berspora, bercampak atau kapsul.
Infeksi oleh kuman sifatnya tidak invasive, tetapi kuman dapat
mengeluarkan toxin, yaitu exotoxin. Toxin difteri ini, karena mempunayi
efek patoligik meyebabkan orang jadi sakit. Ada tiga type variants dari
Corynebacterium diphtheriae ini yaitu : type mitis, type intermedius dan
type gravis. Corynebacterium diphtheriae dapat dikalsifikasikan dengan

Page 3
cara bacteriophage lysis menjadi 19 tipe. Tipe 1-3 termasuk tipe mitis,
tipe 4-6 termasuk tipe intermedius, tipe 7 termasuk tipe gravis yang tidak
ganas, sedangkan tipe-tipe lainnya termasuk tipe gravis yang virulen.
Corynebacterium diphtheriae ini dalam bentuk satu atau dua varian yang
tidak ganas dapat ditemukan pada tenggorokan manusia, pada selaput
mukosa.(Depkes,2007)

3. Cara Penularan
Sumber penularan penyakit difteri ini adalah manusia, baik sebagai
penderita maupun sebagai carier. Cara penularannya yaitu melalui kontak
dengan penderita pada masa inkubasi atau kontak dengan carier. Caranya
melalui pernafasan atau droplet infection.
Masa inkubasi penyakit difteri ini 2 – 5 hari, masa penularan
penderita 2-4 minggu sejak masa inkubasi, sedangkan masa penularan
carier bisa sampai 6 bulan.
Penyakit difteri yang diserang terutama saluran pernafasan bagian
atas. Ciri khas dari penyakit ini ialah pembekakan di daerah tenggorokan,
yang berupa reaksi radang lokal , dimana pembuluh-pembuluh darah
melebar mengeluarkan sel darah putih sedang sel-sel epitel disitu rusak,
lalu terbentuklah disitu membaran putih keabu-abuan (psedomembrane).
Membran ini sukar diangkat dan mudah berdarah. Di bawah membran ini
bersarang kuman difteri dan kuman-kuman ini mengeluarkan exotoxin
yang memberikan gejala-gejala dan miyocarditis. Penderita yang paling
berat didapatkan pada difteri fauncial dan faringeal.( Depkes, 2007)
Menurut tingkat keparahannya, penyakit ini dibagi menjadi 3
tingkat yaitu:
a. Infeksi ringan bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa
hidung dengan gejala hanya nyeri menelan.
b. Infeksi sedang bila pseudomembran telah menyerang sampai faring
(dinding belakang rongga mulut) sampai menimbulkan pembengkakan
pada laring.

Page 4
c. Infeksi berat bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai dengan
gejala komplikasi seperti miokarditis (radang otot jantung), paralisis (
kelemahan anggota gerak) dan nefritis (radang ginjal).
Disamping itu, penyakit ini juga dibedakan menurut lokasi gejala yang
dirasakan pasien :
a. Difteri hidung (nasal diphtheria) bila penderita menderita pilek dengan
ingus yang bercampur darah. Prevalesi Difteri ini 2 % dari total kasus
difteri. Bila tidak diobati akan berlangsung mingguan dan merupakan
sumber utama penularan.
b. Difteri faring (pharingeal diphtheriae)dan tonsil dengan gejala radang
akut tenggorokan, demam sampai dengan 38,5 derajat celsius, nadi
yang cepat, tampak lemah, nafas berbau, timbul pembengkakan
kelenjar leher. Pada difteri jenis ini juga akan tampak membran
berwarna putih keabu abuan kotor di daerah rongga mulut sampai
dengan dinding belakang mulut (faring).
c. Difteri laring ( laryngo tracheal diphtheriae ) dengan gejala tidak bisa
bersuara, sesak, nafas berbunyi, demam sangat tinggi sampai 40 derajat
celsius, sangat lemah, kulit tampak kebiruan, pembengkakan kelenjar
leher. Difteri jenis ini merupakan difteri paling berat karena bisa
mengancam nyawa penderita akibat gagal nafas.
d. Difteri kutaneus (cutaneous diphtheriae) dan vaginal dengan gejala
berupa luka mirip sariawan pada kulit dan vagina dengan pembentukan
membran diatasnya. Namun tidak seperti sariawan yang sangat nyeri,
pada difteri, luka yang terjadi cenderung tidak terasa apa apa.

4. Diagnosis
Pada penyakit difteri ini diagnosis dini sangat penting.
Keterlambatan pemberian antitoksin sangat mempengaruhi
prognosa. Diagnosa harus ditegakakkan berdasarkan gejala klinik.
Test yang digunakan untuk mendeteksi penyakit Difteri boleh
meliputi:

Page 5
a. gram Noda kultur kerongkongan atau selaput untuk mengidentifikasi
Corynebacterium diphtheriae.
b. Untuk melihat ada tidaknya myocarditis (peradangan dinding otot
jantung) dapat di lakuka dengan electrocardiogram (ECG).
Pengambilan smear dari membran dan bahan dibawah membran,
tetapi hasilnya kurang dapat dipercaya. Pemeriksaan darah dan urine,
tetapi tidak spesifik. Pemeriksaan Shick test bisa dilakukan untuk
menentukan status imunitas penderita.

5. Gejala Penyakit
Gejala klinis penyakit difteri ini adalah :
a. Panas lebih dari 38 °C
b. Ada psedomembrane bias di pharync, larynx atau tonsil
c. Sakit waktu menelan
d. Leher membengkak seperti leher sapi (bullneck), disebabkan
karena pembengkakan kelenjar leher
Tidak semua gejala-gejala klinik ini tampak jelas, maka
setiap anak panas yang sakit waktu menelan harus diperiksa
pharynx dan tonsilnya apakah ada psedomembrane. Jika pada
tonsil tampak membran putih kebau-abuan disekitarnya,
walaupun tidak khas rupanya, sebaiknya diambil sediaan
(spesimen) berupa apusan tenggorokan (throat swab) untuk
pemeriksaan laboratorium. Gejala diawali dengan nyeri
tenggorokan ringan dan nyeri menelan. Pada anak tak jarang
diikuti demam, mual, muntah, menggigil dan sakit kepala.
Pembengkakan kelenjar getah bening di leher sering
terjadi.(Ditjen P2PL Depkes,2003)

Page 6
6. Patogenesis
Biasanya bakteri berkembangbiak pada atau di sekitar
permukaan selaput lendir mulut atau tenggorokan dan
menyebabkan peradangan. Bila bakteri sampai ke hidung, hidung
akan meler. Peradangan bisa menyebar dari tenggorokan ke pita
suara (laring) dan menyebabkan pembengkakan sehingga saluran
udara menyempit dan terjadi gangguan pernafasan.
Bakteri ini ditularkan melalui percikan ludah dari batuk
penderita atau benda maupun makanan yang telah terkontaminasi
oleh bakteri. Ketika telah masuk dalam tubuh, bakteri melepaskan
toksin atau racun. Toksin ini akan menyebar melalui darah dan
bisa menyebabkan kerusakan jaringan di seluruh tubuh, terutama
jantung dan saraf.
Toksin biasanya menyerang saraf tertentu, misalnya saraf di
tenggorokan. Penderita mengalami kesulitan menelan pada
minggu pertama kontaminasi toksin. Antara minggu ketiga sampai
minggu keenam, bisa terjadi peradangan pada saraf lengan dan
tungkai, sehingga terjadi kelemahan pada lengan dan tungkai.
Kerusakan pada otot jantung (miokarditis) bisa terjadi kapan saja
selama minggu pertama sampai minggu keenam, bersifat ringan,
tampak sebagai kelainan ringan pada EKG. Namun, kerusakan
bisa sangat berat, bahkan menyebabkan gagal jantung dan
kematian mendadak. Pemulihan jantung dan saraf berlangsung
secara perlahan selama berminggu-minggu. Pada penderita dengan
tingkat kebersihan buruk, tak jarang difteri juga menyerang kulit.

Page 7
Pada serangan difteri berat akan ditemukan
pseudomembran, yaitu lapisan selaput yang terdiri dari sel darah
putih yang mati, bakteri dan bahan lainnya, di dekat amandel dan
bagian tenggorokan yang lain. Membran ini tidak mudah robek
dan berwarna abu-abu. Jika membran dilepaskan secara paksa,
maka lapisan lendir di bawahnya akan berdarah. Membran inilah
penyebab penyempitan saluran udara atau secara tiba-tiba bisa
terlepas dan menyumbat saluran udara, sehingga anak mengalami
kesulitan bernafas.
Berdasarkan gejala dan ditemukannya membran inilah
diagnosis ditegakkan. Tak jarang dilakukan pemeriksaan terhadap
lendir di tenggorokan dan dibuat biakan di laboratorium.
Sedangkan untuk melihat kelainan jantung yang terjadi akibat
penyakit ini dilakukan pemeriksaan dengan EKG. .(Ditjen P2PL
Depkes,2003)

7. Komplikasi
Komplikasi bisa dipengaruhi oleh virulensi kuman, luas
membran, jumlah toksin, waktu antara timbulnya penyakit dengan
pemberian antitoksin, komplikasi difteri terdiri dari :
a. Infeksi sekunder, biasanya oleh kuman streptokokus dan
stafilokokus
b. Infeksi Lokal : obstruksi jalan nafas akibat membran atau
oedema jalan nafas
c. Infeksi Sistemik karena efek eksotoksin
Komplikasi yang terjadi antara lain kerusakan jantung,
yang bisa berlanjut menjadi gagal jantung. Kerusakan sistem
saraf berupa kelumpuhan saraf penyebab gerakan tak
terkoordinasi. Kerusakan saraf bahkan bisa berakibat
kelumpuhan, dan kerusakan ginjal.

Page 8
8. Pencegahan
a. Imunisasi tetanus dan pertusis (DPT)
3x sejak umur 2 bulan dengan penyunyikan 1-2 bulan yang
dapat memberikan kekuatan aktif.
Pada usia sekolah dasar diulang peberian imunisasi dengan
tetnus yaitu DT 1x. Yang memberikan kekebalan selama 10
tahun setelah imunisasi.
Efek samping nya seperti : demam, nyeri dan bengkak pada
daerah penyuntikan.
b. Menjaga kebersihan badan, pakaian dan lingkungan.
c. Mengonsumsi makanan yang bersih
d. Menghindari kontak langsung dengan pasien difteri.

9. Pengobatan
a. Diberikan obat
1) Antibiotik : penicilin, procan, eritromisin, ertromysm,
amoksisilin, rifampicin, klindomicin, dan tetrasilin).
2) Anti Diphteria Serum (ADS) : Pengobatan penderita
difteria ini yaitu dengan pemberian Anti Difteria Serum
(ADS) 20.000 unit intra muskuler bila membrannya hanya
terbatas tonsil saja, tetapi jika membrannya sudah meluas
diberikan ADS 80.000-100.000 unit. Sebelum pemberian
serum dilakukan sensitif test. Antibiotik pilihan adalah
penicilin 50.000 unit/kgBB/hari diberikan samapi 3 hari
setelah panas turun. Antibiotik alternatif lainnya adalah
erythromicyn 30-40 mg/KgBB/hari selama 14 hari.

10. Pathway

Page 9
Page 10
A. Asuhan Keperawatan Pada Difteri
1. Pengkajian
a. Biodata
1) Umur : biasanya terjadi pada anak-anak umur 2-10 tahun dan
jarang ditemukan pada bayi berumur dibawah 6 tahun dari pada
orang deasa diatas 15 tahun.
2) Suku bangsa : dapat terjadi diseluruh dunia terutama di negara-
negara miskin
3) Tempat tinggal : biasanya terjadi pada penduduk di tempat-tempat
pemukiman yang rapat-rapat, higine dan sanitasi jelek dan fasilitas
kesehatan yang kurang

b. Keluhan utama : sesak napas disertai dengan nyeri menelan


c. Riwayat kesehatan sekarang : klien mengalami sesak napas disertai
dengan nyeri menelan demam, lesu, pucat, sakit kepala, anoreksia
d. Riwayat kesehatan dahulu : klien mengalami peradangan kronis pada
tonsil, sinus, faring, laring, dan saluran napas atas dan mengalami pilek
dengan secret bercampur darah
e. Riwayat penyakit keluarga : adanya keluarga yang mengalami difteri
f. Pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolism : jumlah asupan nutrisi kurang
disebabkan oleh anoreksia
b. Pola aktivitas : klien mengalami gangguan aktivitas karena
malaise dan demam
c. Pola istirahat dan tidur : klien mengalami sesak nafas sehingga
mengganggu istirahat dan tidur
d. Pola eliminasi : klien mengalami penurunan jumlah urin dan feses
karena jumlah asupan nutrisi kurang disebabkan oleh anoreksia.

Page 11
g. Pemeriksaan fisik
a. B1 (Breating) : adanya pembengkakan kelenjar limfe, timbuk
peradangan pada laring/trakea, suara serak, stridor, sesak napas.
b. B2 (Blood) : adanya degenerasi fatty infiltrate dan nekrosis pada
jantung menimbulkan miokarditis dengan tanda irama derap,
bunyi jantung melemah atau meredup, kadang-kadang ditemukan
tanda-tanda payah jantung.
c. B3 (Brain) : gangguan sistem motoric menyebabkan paralise
d. B4 (Bladder) : tidak ada kelainan
e. B5 (Bowel) : nyeri tenggorokan, sakit saat menelan, anoreksia,
tampak kurus, BB cenderung menurun, pucat.
f. B6 (Bone) : bedrest

2. Diangnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan jalan nafas b.d obstruksi jalan nafas
b. Pola nafas tidak efektif b.d edema laring
c. Penurunan curah jantung b.d edema, perubahan volume sekuncup,
perubahan kontraktilitis jantung
d. Gangguan menelan b.d gangguan fase esophagus

3. Intervensi
a. Ketidakefektifan jalan nafas b.d obstruksi jalan nafas
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan jalan
nafas efektif.
KH:
1) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih,
tidak ada sianosis dan dyspnea (mampu mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
2) Menunjukkan jalan nafas yang paten atau klien tidak merasa
tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang
normal, tidak ada suara nafas abnormal

Page 12
3) Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat
menghambat jalan nafas.
Intervensi
1) Identifikasi pasien perlunya peasangan alat bantu jalan
nafas buatan.
2) Monitor status oksigen klien
3) Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift/jaw thrust jika
perlu.
4) Informasikan pada klien untuk melakukan fisioterapi dada
jika perlu
5) Berikan bronkodilator bila perlu

b. Pola nafas tidak efektif b.d edema laring


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola
nafas efektif.
KH :
1) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih,
tidak ada sianosis dan dyspnea (mampu mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
2) Menunjukkan jalan nafas yang paten atau klien tidak merasa
tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang
normal, tidak ada suara nafas abnormal
3) TTV dalam rentang normal
Intervensi :
1) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
buatan
2) Monitor respirasi dan status O2
3) Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila
perlu
4) Lakukan fisioterapi dada jika perlu
5) Berikan bronkodilator billa perlu

Page 13
c. Penurunan curah jantung b.d edeme, perubahan volume sekuncup,
perubahan kontraktilitas jantung
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak
terjadi penurunan curah jantung.
KH :
1) TTV dalam rentang normal
2) Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan
3) Tidak ada edeme paru, perifer dan tidak ada asites
4) Tidak ada penurunan kesadaran
Intervensi :
1) Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac output
2) Monitor TD, nadi, RR sebelum, selama dan setelah aktivitas
3) Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan
4) Anjurkan untuk menurunkan stress
5) Kolaborasikan pemberian obat sesuai dengan anjuran dokter

d. Gangguan menelan b.d gangguan fase esophagus


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien
tidak kesulitan dalam menelan
KH :
1) Kemampuan menelan adekuat
2) Pengiriman bolus ke hipofaring selaras dengan reflex menelan
3) Kondisi pernafasan, ventilasi adekuat
4) Dapat mentoleransi ingesti makanan tanpa tersedak atau
aspirasi
Intervensi :
1) Memantau tingkat kesadaran, reflex batuk, reflex muntah dan
kemampuan menelan.
2) Memonitor status paru, menjaga dan mempertahankan jalan
nafas

Page 14
3) Jauhkan kepala tempat tidur ditinggikan 30-45 menit setelah
makan
4) Sarankan pidato atau berbicara patologi berkonsultasi
5) Istirahat atau menghancurkan obat sebelum pemberian sesuai
anjuran dokter.

Page 15
A. Konsep dasar diare
1. Definisi
Diare adalah salah satu gejala dri penyakit pada sistem
gastrointestinal atau penyakit lain diluar pencernaan. Diare adalah
keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih
dari tiga kali pada anak, konsistensi encer, dapat berwarna hijau adtau
dapat pula bercampur lendir dan darah.

2. Etiologi
Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor :
a. Faktor infeksi
1) Infeksi enteral : infeksi saluran pencernaan saluran pencernaan
makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak.
Meliputi infeksi enteral sebagai berikut :
a) Infeksi bakteri : vibrio, e.coli, salmonella, shigella,
campylobacter, yersinia, aeromonas dan sebagainya
b) Infeksi virus : enterovirus (virus ECHO, coxsackie,
poliomyelitis, ) adenovirus, rotavirus, astrovirus dan lain-
lain.
c) Infeksi parasit : cacing (ascaris, trichuris, oxyuris,
strongiloides ) ; protozoa (entamoeba histolytica, giardia
lamblia, trichomonas haminis). Jamur (candida albicans).
2) Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan
seperti : otitis media akut (OMA), tonsilitis/tonsilofaringitis,
bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini
utama terdapat pada bayidan anak berumur dibawah 2 tahun.
b. Faktor malabsorpsi
1) Malabsorpsi karbohidrat : disakarida (intoleransi lactosa,
maltosa dan sukrosa); monosakarida (intoleransi glukosa,
fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak terpenting dan
tersering intoleransi laktosa.

Page 16
2) Malabsorpsi lemak
3) Malabsopsi protein
c. Faktor makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan
d. Faktor psikologis
Rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang
lebih besar).

3. Manisfestasi Klinik
Mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya
meningkat, nafsu makan berkurang atau tak ada, kemudian timbul
diare. Tinja cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna
tinja makin lama makin berubah kehijau-hijauan karna bercapur
dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering
defeksi dan tinja makin lama Makin asam sebagai akibat makin banyak
asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak di absorpsi oleh usus
selama diare.
Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat
disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan
keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila pasien telah banyak
kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai nampak, yaitu :
berat badan turun, turgor berkurang, mata dan ubun –ubun besar
menjadi cekung (pada bayi), selaput lendir bibir dan mulut serta kulit
ampak kering. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi
menjadi dehidrasi ringan, sedang dan berat. Bila berdasarkan tonsilitis
plasma dibagi menjadi dehidrasi hipotonik, isotonik dan hipertonik.

Page 17
Bentuk klinis diare :
diagnosa Didasarkan pada keadaan

Diare cair akut -diare lebih dari 3x sehari berlangsung kurang dari
14 hari dan tidak mengandung darah

Kolera -diare air cucian beras yang sering ada banyak dan
cepat menimbulkan dehidrasi berat
-diare pada dehidrasi berat selama terjadi KLB atau
kolera
Diare dengan hasil kultur tinja positif untuk V
cholera 01 atau 0139

Disentri Diare berdarah

Diare persisten Diare berlangsung selama 14 hari atau lebih

Diare pada gizi Diare apapun yang dsertai gizi buruk


buruk
Diare terkait Mendapat pengobatan antibiotik oral
antibiotik (antibiotic
associated diarrhea)

Klasifikasi tingkat dehidrasi anak dengan diare :

klasifikasi Tanda–tanda atau gejala Pengobatan

Dehidrasi Terdapat 2 atau lebih tanda : Beri cairan untuk diare


berat -letargis/tidak sadar dengan dehidrasi berat (lihat

Page 18
-mata cekung rencana terapi C untuk diare
-tidak bisa minum atau malas di rumah sakit di bab diare)
minum
-cubitan kulit erut kembali
sangat lambat
-Kehilangan cairan
sekitar10% dari BB semula
Dehidrasi Terdapat 2 atau lebih tanda : -beri anak cairan dengan
ringan -rewel, gelisah makanan untuk dehidrasi
atau -mata cekung ringan
sedang -minum dengan lahap (haus) -setelah dehidrasi, nasehati
-cubitan kulit kembali dengan ibu untuk penanganan
lambat dirumahdan kapan kembali
Kehilangan cairan sekitar 5- segera
9% dari BB semula
Tanpa Tidak terdapat cukup tanda -beri cairan dan makanan,
dehidrasi untuk diklasifikasi sebagai untuk menangani diare
dehidrasi ringan, kehilangan dirumah
cairan sekitar 1,5-2% dari BB -nasehati ibu kapan segera
semula kembali
-kunjungan ulang dalam
waktu 5 hari jika tidak
membaik

Output urine
Normal = 1400-1500 ml/24 jam, atau sekitar 30-50ml/jam pada orang
dewasa.
IWL (Insesible Water Loss) melalui kulit dengan mekanise difusi.

Page 19
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan tinja
1) Makroskopis dan mikroskopis
2) Ph dan kadar gula dalam tinja
3) Biakan dan resistensi feses (colok dubur)
b. Analisa gas darah apabila didapatkan tanda-tanda gangguan
keseimbangan asam basa
c. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal
ginjal
d. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat

5. Komplikasi
Akibat diare, kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak dapat
terjadi berbagai komplikasi sebagai berikut :
a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik, dan
hipertonik)
b. Renjatan hipovlemik
c. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah,
brakikardia, perubahan elektrokardiogram).
d. Hipoglikemia
e. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan
defisiensi enzim lactase
f. Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik
g. Malnutrisi energi protein, (akibat mual dan diare, jika lama
atau kronik).

6. Penatalaksanaan
a. Medik
Dasar pengobatan diare adalah :
1) Pemberian cairan : jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah
pemberiannnya. Pemberian cairan pada pasien diare dengan
memperhatikan derajat dehidrasinya dan keadaan umum :
a) Cairan peroralyang berisikan Nacl atau NaHCO3, KCl dan
glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada anak diatas umur

Page 20
6 bulan kadar natrium 9 mEq/L. Pada anak dibawah umur 6
bulan dengan dehidrasi ringan atau sedang kadar natrium 50-
60 mEq/L. Formula lengkap sering disebut oralit.
b) Cairan parenteral. Sebenarnya ada beberapa jenis cairan yang
diperlukan sesuai dengan kebutuhan pasien misalnya untuk
bayi dan pasien yang MEP (Malnutrisi Energi Protein).

Tabel kehilangan cairan menurut derajat dehidrasi pada anak di


bawah 2 tahun

Keterangan:
PWL= Previus Water Losses (ml/kgBB) (cairan yang hilang
karena muntah)
NWL = Normal Water Losses (ml/kkgBB (karena urin,
penguapan kulit,pernafasan)
CWL = Concomitant Water Losses (ml/kgBB) (karema diare
dan muntah- muntah terus).

Derajat PWL* NWL** CWL*** JUMLAH


dehidrasi
Ringan 50 100 25 175

Sedang
D 75 100 25 200

e
Berat
r 125 200 25 350
a

Page 21
derajat kehilangan cairan menurut derajat dehidrasi pada anak
berumur 2-5 tahun

Derajat PWL* NWL** CWL*** Jumlah


dehidrasi
Ringan 30 80 25 135

Sedang 50 80 25 155

Berat 80 80 25 185

Tabel Kehilangan Cairan Pada Dehidrasi Berat Menurutberat


Badan Pasien Dan Umur
Berat Umur PWL NWL CWL JUMLAH
badan

0- 3kg 0-1 bulan 150 125 25 300

3-10 kg 1 bl - 2 th 125 100 25 250

10-15 kg 2-5 th 100 80 25 205

15-25 kg 5-10 th 80 25 25 130

Page 22
Page 23
Page 24
B. Asuhan Keperawatan Pada Diare
1. Pengkajian
a. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. diare terjadi pada 2 tahun
pertama kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-
11 bulan. Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap
infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan insidence
penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih
imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi
usus asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien
tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh
terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya.(
b. Keluhan Utama : BAB lebih dari 3 kali sehari
c. Riwayat Penyakit Sekarang : BAB warna kuning kehijauan,
bercampur lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi encer,
frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare
akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari
(diare kronis).
d. Riwayat Penyakit Dahulu : Pernah mengalami diare sebelumnya,
pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka panjang (perubahan
candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan,
ISPA, ISK, OMA campak.
e. Riwayat Nutrisi : Pada anak usia toddler makanan yang diberikan
seperti pada orang dewasa, porsi yang diberikan 3 kali setiap hari
dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak usia
toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik,
menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan,
f. Riwayat Kesehatan Keluarga : Ada salah satu keluarga yang
mengalami diare.

Page 25
g. Riwayat Kesehatan Lingkungan : Penyimpanan makanan pada
suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan tempat
tinggal.
h. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
1) Pertumbuhan
a) Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5
kg (rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
b) Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm
ditahun kedua dan seterusnya.
c) Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama
dan gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
d) Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
2) Perkembangan
a) Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud:
Fase anal : Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan
libido, mulai menunjukan keakuannya, cinta diri sendiri/
egoistic, mulai kenal dengan tubuhnya, tugas utamanyan
adalah latihan kebersihan, perkembangan bicra dan bahasa
(meniru dan mengulang kata sederhana, hubungna
interpersonal, bermain).
b) Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson:
1. Autonomy vs Shame and doundt
2. Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari
anak toddler dari lingkungan dan keuntungan yang ia
peroleh Dario kemam puannya untuk mandiri (tak
tergantug). Melalui dorongan orang tua untuk makan,
berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua terlalu over
protektif menuntut harapan yanag terlalu tinggi maka
anak akan merasa malu dan ragu-ragu seperti juga halnya
perasaan tidak mampu yang dapat berkembang pada diri
anak.
3. Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan,
bergaul dan mandiri : Umur 2-3 tahun : berdiri dengan
satu kaki tanpa berpegangan sedikitpun, hitungan (GK),
Meniru membuat garis lurus (GH), Menyatakan
keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK) dan
Melepas pakaian sendiri (BM)

Page 26
i. Pemeriksaan Fisik
1) pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar
lengan mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
2) keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran
menurun.
3) Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup
pada anak umur 1 tahun lebih
4) Mata : cekung, kering, sangat cekung
5) Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen,
peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual
muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan
kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum
6) Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt
karena asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan)\
7) Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah,
tensi menurun pada diare sedang.
8) Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt,
suhu meningkat > 375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada
syok), capillary refill time memajang > 2 detik, kemerahan
pada daerah perianal.
9) Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria
(200-400 ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
10) Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa
mengalami stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu
bermain, terhadap tindakan invasive respon yang ditunjukan
adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.

2. Diangnosa Keperawatan
a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan skunder terhadap diare.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan diare atau output berlebihan dan intake yang kurang.
c. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
sekunder terhadap diare.
d. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan
frekwensi diare.
e. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive.

Page 27
3. intervensi
a. Dx I : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d kehilangan
cairan sekunder terhadap diare
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil :
1) Tanda vital dalam batas normal (N : 120-60 x/mng, T : 36-
37,50C, RR : <40x/mnt
2) Turgor elastic, membrane mukosa bibir basah, mata tidak
cowong, UUB tidak cekung
3) Konsistensi BAB lembek, frekuensi 1x/hari
Intervensi :
1) Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
R/ Penurunan sirkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan
mukosa dan pemekatan urin. Deteksi dini memungkinkan terapi
pergantian cairan segera untuk memperbaiki deficit
2) Beri LRO (larutan rehidrasi oral)
R/ Untuk rehidrasi dan penggantian kehilangan cairan melalui
feses
3) Berikan LRO sedikit tapi sering/anjurkan keluarga untuk
memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
4) Setelah rehidrasi berikan diet regular pada anak sesuai toleransi
R/ Karena penelitian menunjukkan pemberian ulang diet
normal secara dini bersifat menguntungkan untuk menurunkan
jumlah defekasi dan penurunan berat badan serta pemendekan
durasi penyakit
5) Pantau intake dan output (urin, feses, dan emesis)
R/ Untuk mengevaluasi keefektifan intervensi
6) Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama
dengan kehilangan cairan 1 lt
7) Kaji TTV, turgor kulit, membrane mukosa, dan status mental
setiap 4 jam atau sesuai indikasi
R/ Untuk mengkaji hidrasi
8) Hindari masukan cairan jernih seperti jus buah, minuman
berkarbonat, dan gelatin
R/ Karena cairan ini biasanya tinggi karbohidrat, rendah
elektrolit, dan mempunyai osmolaritas yang tinggi
9) Kolaborasi :

Page 28
a) Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca,
BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk
mengetahui faal ginjal (kompensasi).
b) Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
c) Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan
elektrolit agar simbang, antispasmolitik untuk proses
absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum
luas untuk menghambat endotoksin.
10) Instruksikan keluarga dalam memberikan terapi yang tepat,
pemantauan masukkan dan keluaran, dan mengkaji tanda-tanda
dehidrasi
R/ Untuk menjamin hasil optimum dan memperbaiki
kepatuhan terhadap aturan terapeutik.

b. Dx II : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d tidak


adekuatnya intake dan output
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama dirumah
maupun di RS kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : nafsu makan meningkat dan BB meningkat atau
normal sesuai umur
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan
berserat tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau dingin)
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat
merangsang mengiritasi lambung dan saluran usus.
2) Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak
sedap atau sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu
makan.
3) Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang
berlebihan
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
4) Observasi dan catat respos terhadap pemberian makan
R/ Untuk mengkaji toleransi pemberian makan
5) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
a) terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
b) obat-obatan atau vitamin ( A)

Page 29
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses
pertumbuhan
6) Instruksikan keluarga dalam memberikan diet yang tepat
R/ untuk meningkatkan kepatuhan terhadap program
terpautik

c. Dx III : Resiko peningkatan suhu tubuh b.d proes infeksi dampak


sekunder dari diare
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x24 jam
tidak terjadi peningkatan suhu tubuh
Kriteria : suhu tubuh dalam batas normal (36-37,5 0C) dan tidak
terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
Intervensi :
1) Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh (
adanya infeksi)
2) Berikan kompres hangat
R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan
produksi panas tubuh
3) Kolaborasi pemberian antipirektik
R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak

d. Dx IV : Resiko gangguan integritas kulit perianal b.d peningkatan


frekuensi BAB
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di
rumah sakit integritas kulit tidak terganggu
Kriteria hasil : tidak terjadi iritasi (kemerahan, lecet,) dan
keluarga mampu mendemontrasikan perawatn perianal dengan
baik dan benar
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
2) Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat
perianal (bila basah dan mengganti pakaian bawah serta
alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan
oleh karena kelebaban dan keasaman feces
3) Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang
lama sehingga tak terjadi iskemi dan irirtasi .

Page 30
e. Dx V : Kecemasan anak b.d tindakan invasive
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan salama di RS,
klien mampu beradaptasi
Kriteria hasil : mau menerima tindakan perawatan, klien tampak
tenang dan tidak rewel
Intervensi :
1) Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan
R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga
2) Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan
lingkungan RS
3) Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan
dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan
kemampuannya
4) Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi
baik verbal maupun non verbal (sentuhan, belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan
menunbuhkan rasa aman pada klien.
5) Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak.

Page 31
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Difteria adalah suatu penyakit bakteri akut terutama menyerang tonsil,
faring,laring, hidung, adakalanya menyerang selaput lendir atau kulit serta
kadang-kadang konjunngtiva atau vagina. Timbulnya lesi yang khas
disebabkan oleh cytotoxin spesifik yang dilepas oleh bakteri. Lesi nampak
sebagai suatu membran asimetrik keabu-abuan yang dikelilingi dengan daerah
inflamasi. Tenggorokan terasa sakit, sekalipun pada difteria faucial atau pada
difteri faringotonsiler diikuti dengan kelenjar limfe yang membesar dan
melunak. Pada kasus-kasus yang berat dan sedang ditandai dengan
pembengkakan dan oedema di leher dengan pembentukan membran pada
trachea secara ektensif dan dapat terjadi obstruksi jalan napas.
Diare adalah salah satu gejala dri penyakit pada sistem gastrointestinal
atau penyakit lain diluar pencernaan. Diare adalah keadaan frekuensi buang air
besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari tiga kali pada anak, konsistensi
encer, dapat berwarna hijau adtau dapat pula bercampur lendir dan darah.

B. Saran

Page 32
Diharapkan Mahasiswa atau Perawat di rumah sakit mampu melakukan
dan menerapkan proses asuhan keperawatan pada klien difteri dan diare
khususnya pada anak. Dan diharapkan pula mahasiswa atau perawat dirumah
sakit bisa menjalani komunikasi dan kerjasama yang baik dengan klien,
keluarga dan tim medis lainnya demi tercapainya Asuhan Keperawatan Difteri
dan Diare Pada Anak yang berkualitas.

DAFTAR PUSTAKA

Page 33

Anda mungkin juga menyukai