Anda di halaman 1dari 42

Tinjauan Pustaka Kepada Yth

Desember 2014

PERKEMBANGAN BOLA MATA


POST NATAL

Penyaji:

Febrina Art

Pembimbing:

dr. H. Rusdianto, Sp.M (K)

DEPARTEMEN KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR.MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2014
DAFTAR ISI

Halaman Judul ...............................................................................................i

Daftar Isi ………………………………….………………………………………….ii

Daftar Gambar ……………………………….………….………………….………iii

Daftar Tabel………………………………...…………………………………….…iv

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………..1

BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI……………………………………………….2

2.1 Ukuran bola mata dan panjang aksial……………………………3

2.2 Orbita ………………………………………………………………..5

2.3 Palpebra …………………………………………………………….8

2.4 Sistem Lakrimal …………………………………………………...10

2.5 Sklera ………………………………………………………………11

2.6 Konjungtiva …………………………………………….………….12

2.7 Kornea ……………………………………………………………..13

2.8 Bilik Mata Depan ………………………………………………….15

2.9 Iris dan Badan Silier ………………………………………………16

2.10 Pupil ………………………………………………………………...18

2.11 Lensa ……………………………………………………………….18

2.12 Vitreus ……………………………………………………………...19

2.13 Retina ………………………………………………………………19

2.14 Otot-otot ekstraokular …………………………………………….21

2.15 Proses emetropisasi……………………………………………….23


BAB III KELAINANAN PADA PERKEMBANGAN POSTNATAL ……..27

3.1 Kelainan pada masa perkembangan ……………………………27

3.2 Ambliopia …………………………………………………………..28

3.3 Klasifikasi ambliopia ………………………………………………30

3.3.1 Ambliopia strabismik …………………………………...…30

3.3.3 Ambliopia anisometrik …………………………………….31

3.3.3 Ambliopia ametropik ………………………………………32

3.3.4 Ambliopia deprivasi stimulus …………………………….33

3.4 Penatalaksanaan ………………………………………………….34

3.4.1 Operasi katarak ……………………………………………34

3.4.2 Koreksi refraksi ……………………………………………35

3.4.3 Oklusi dan degradasi optikal …………………………….36

3.5 Prognosis …………………………………………………………..37

BAB IV KESIMPULAN ……………………………………………………..38

DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

Perkembangan sistem penglihatan merupakan bagian yang penting

dari pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. Perkembangan visus

yang normal pada kedua mata sangat diperlukan untuk penglihatan, fungsi

edukasi dan interaksi sosial. Anak yang mengalami perkembangan visual

yang tidak baik akan mengalami maturasi visual yang terhambat.


Proses melihat dan persepsi visual ini melibatkan struktur mata yang

merupakan suatu sistem yang kompleks. Seluruh komponen bola mata sejak

lahir terus mengalami proses perkembangan untuk mencapai keadaan

terbaik di masa dewasa. Tujuan dari proses ini adalah untuk mencapai

keadaan emetrop pada akhir masa perkembangan. Untuk mencapai

penglihatan normal perlu adanya perkembangan penglihatan. Perkembangan

ini meliputi perkembangan anatomi yang normal dan disertai rangsangan

visual yang baik.1


Bola mata telah terbentuk dengan baik pada saat lahir. Struktur

intraokular dan orbita secara superfisial terlihat sudah terbentuk dengan baik

pada saat lahir namun sebenarnya masih terjadi perkembangan yang

dramatis secara anatomi dan fisiologi yang terjadi selama masa infantil dan

terus berlangsung dalam beberapa tahun pertama kehidupan. 2-12

Perubahan panjang aksial bola mata dibagi dalam 3 periode

pertumbuhan yaitu fase postnatal, fase pertumbuhan infantil dan fase juvenil.

Fase postnatal berlangsung dengan sangat cepat pada satu tahun pertama
kehidupan. Pada fase ini terjadi perubahan yang signifikan pada bentuk dan

ukuran bola mata yaitu terjadi penambahan panjang aksial bola mata yang

meningkat sebanyak 4,3 mm, dari 16,0 mm menjadi 20,3 mm. Fase infantil

berlangsung pada rentang usia 2-5 tahun dengan pertumbuhan bola mata

yang mulai melambat. Pada fase infantile panjang aksial bola mata

bertambah sebesar 1,1 mm. Fase juvenil berlangsung lambat pada usia 3-13

tahun dengan peningkatan panjang bola mata sekitar 1,3 mm. 6,7,9

Fungsi penglihatan yang normal sulit didapatkan jika terdapat

gangguan pada masa perkembangan yang tidak segera diatasi. Gangguan

penglihatan akan menyebabkan keterbatasan perkembangan anak sehingga

menyebabkan gangguan pada proses belajar sehari-hari. 1-8 Pentingnya

perkembangan bola mata yang baik demi mencapai fungsi visual yang baik

membuat penulis merasa perlu untuk membahas perkembangan post natal

bola mata dari sisi anatomi dan fisiologi serta beberapa kelainan yang dapat

terjadi pada masa perkembangan tersebut.

BAB 2
ANATOMI DAN FISIOLOGI

2.1 Ukuran Bola Mata dan Panjang Aksial

Ukuran bola mata dan panjang aksial mengalami perubahan

yang dramatis pada beberapa tahun pertama kehidupan. Pada saat

lahir, segmen anterior pada neonatus sudah mencapai 75-80% ukuran

dewasa namun segmen posterior masih berukuran kurang dari

setengah ukuran dewasa.4 Pertumbuhan panjang aksial bola mata ini

akan terus berlangsung hingga mencapai puncaknya pada usia 10-13

tahun. Panjang aksial bola mata pada neonatus berukuran sekitar 16

mm. Secara umum panjang aksial bola mata pada laki-laki lebih

panjang 0,3-0,4 mm dari pada perempuan.6-9

Perubahan panjang aksial bola mata dibagi dalam 3 periode

pertumbuhan, yaitu:2,4,9

1. Fase pertumbuhan post natal

Fase ini berlangsung cepat pada tahun pertama kehidupan

khususnya pada periode enam bulan pertama kehidupan. Pada

periode ini terjadi pertumbuhan yang pesat. Pada fase ini terjadi

penambahan panjang aksial bola mata yang meningkat sebanyak

4,3 mm, yaitu dari 16,0 mm menjadi 20,3 mm.

2. Fase pertumbuhan infantil


Fase ini terjadi pada rentang usia 2 hingga 5 tahun.

Pertumbuhan bola mata pada fase ini mulai melambat. Panjang

aksial bola mata bertambah sebesar 1,1 mm.

3. Fase juvenile

Fase ini berlangsung lambat dan terjadi pada rentang usia 3

hingga 13 tahun. Panjang aksial bola mata meningkat 1,3 mm.

Gambar 1. Perbandingan ukuran bola mata neonatus dengan dewasa 4

Perubahan ukuran panjang bola mata sejak lahir hingga dewasa

dapat dilihat pada tabel 1.3

Usia Panjang Axial

Baru lahir 15 mm
1 tahun 17 mm

2 tahun 20 mm

3 tahun 21 mm

4 tahun 21,5 mm

5 tahun 22 mm

6 tahun 23 mm

Dewasa 24 mm

Tabel 1. Perubahan ukuran panjang bola mata sejak lahir hingga

dewasa3

2.2 Orbita

Orbita sudah berkembang sepenuhnya saat lahir namun secara

proporsi terhadap wajah pada anak-anak lebih besar dibanding pada

orang dewasa. Pada saaat lahir ukuran rongga orbita relatif besar.

Margin orbita mengalami ossifikasi dan memiliki kekuatan untuk

melindungi bola mata pada saat proses kelahiran. Rongga orbita pada

anak-anak usia muda terlihat lebih lateral dibanding pada orang

dewasa. Fisura orbita superior dan inferior lebih lebar pada anak dan

kemudian semakin menyempit seiring dengan pertumbuhan tulang

sfenoid.2,4,6,13

Pada anak-anak, orbita terletak pada jarak yang berdekatan dan

akan bergeser seiring dengan pertambahan usia hingga mencapai

posisi normal saat dewasa. Kedua orbita akan saling menjauh karena
adanya perkembangan dan ekspansi sinus frontal dan etmoid. Pada

usia yang lebih besar terjadi penyerapan tulang yang menyebabkan

terbentuknya lubang-lubang pada atap dinding lateral dan medial.

Perubahan bentuk yang terjadi pada orbita selama masa

perkembangan ini antara lain perubahan bentuk dari sirkular menjadi

oval horizontal, fossa lakrimal menjadi lebih superfisial, dan sudut yang

dibentuk oleh aksis kedua orbita akan berubah posisi menjadi lebih

tidak divergen.9

Rongga orbita antara anak laki-laki dan perempuan mempunyai

bentuk yang hampir identik hingga memasuki usia pubertas. Pada saat

pubertas mulai terjadi perubahan yang membedakan bentuk rongga

orbita pada masing-masing jenis kelamin. Rongga orbita pada

perempuan cenderung lebih bundar dengan tulang-tulang yang lebih

halus dibanding pada laki-laki.2,9

Volume orbita akan bertambah selama masa anak-anak. Orbita

pada anak-anak lebih dangkal dibanding pada orang dewasa. Rata-

rata volume orbita pada anak-anak sekitar 13 ml dengan volume bola

mata 2,8 ml sedangkan rata-rata volume orbita pada orang dewasa

sekitar 30 ml dengan volume bola mata 7,1 ml. Volume orbita saat

lahir yaitu 10,3 mm3. Pada usia 1 tahun meningkat dua kali lipat

menjadi 22,3 mm3 dan akan terus mengalami peningkatan hingga

pada usia 6-8 tahun menjadi 39,1 mm3. 2,4,10,13


Gambar 2. Perbandingan tengkorak pada dewasa (A) dengan bayi

baru lahir (B)4

Dinding orbita saat lahir sangat dekat dengan bola mata.

Ukuran bola mata pada anak merupakan faktor penting dalam

pertumbuhan orbita. Bola mata yang kecil atau tidak ada bola mata

akan menyebabkan bentuk orbita yang asimetris. Mikroftalmia atau

anoftalmus bilateral menyebabkan ukuran orbita yang lebih kecil pada

kedua sisi. Bola mata yang besar seperti myopia kongenital, buftalmus

maupun retinoblastoma menyebabkan pembesaran pada orbita. 13

2.3 Palpebra

Fisura palpebra pada saat lahir sedikit sempit namun akan

mengalami perubahan yang cepat pada beberapa minggu awal

kehidupan. Pada tahun pertama kehidupan terjadi sedikit perubahan


ukuran fisura palpebra. Perubahan ukuran fisura palpebra yang berarti

terjadi setelah tahun pertama hingga satu dekade pertama kehidupan.

Perubahan ini menyebabkan bentuk mata yang bulat pada anak-anak

menjadi bentuk yang lebih elips pada masa dewasa. 4,9

Hasil penelitian oleh Fox yang dilakukan pada 26 anak-anak

berusia kurang dari 1 tahun menunjukkan dimensi vertikal fisura

palpebra berkisar antara 8-8,5 mm. Anak-anak dengan fisura palpebra

yang lebih lebar (dimensi vertikal lebih panjang) akan cenderung

mempunyai dimensi horizontal yang lebih panjang. Ukuran lebar fisura

palpebra pada anak usia 1 hingga 10 tahun berkisar antara 8,5-9,0

mm.4

Rata-rata dimensi horizontal fisura palpebra pada saat lahir

sekitar 18 mm. Pada dimensi horizontal fisura palpebra terjadi

pertumbuhan yang relatif sedikit selama tahun pertama kehidupan

sehingga menyebabkan bentuk mata pada anak lebih bundar. Namun

demikian penambahan panjang palpebra terjadi pada dekade pertama

kehidupan yang menyebabkan bentuk mata mulai berubah menjadi

lebih elips dan akhirnya mencapai dimensi fisura palpebra pada

dewasa.4
Gambar 3. Bentuk wajah pada bayi berusia 9 bulan (A) dan bentuk
wajah pada anak yang sama saat berusia 6 tahun (B). Dapat terlihat
bahwa lipatan epikantus dan bentuk palpebra yang lebih bundar pada
bayi akan menjadi lebih elips seiring dengan bertambahnya usia. 4
Panjang fisura palpebra berbeda sesuai dengan ras. Penelitian

Isoub et al menyebutkan bahwa anak-anak campuran Afrika-Amerika

mempunyai fisura palpebra yang lebih panjang dibanding dengan ras

Kaukasian atau Hispanik.4

2.4 Sistem Lakrimal


Produksi air mata dimulai sejak lahir walau jumlahnya masih

sedikit dan tidak terlalu terlihat hingga bayi berusia beberapa minggu.

Air mata disekresikan dari glandula lakrimalis pada usia 2-4 minggu

setelah lahir. Air mata mengalir keluar dari glandula lakrimalis

kemudian membasahi seluruh permukaan mata menuju punctum

superior dan inferior yang terletak pada bagian nasal palpebra superior

dan inferior. Kedua puncta ini berhubungan menuju kanalikuli superior

dan inferior kemudian bersama-sama menyatu memasuki saccus

nasolakrimal.4,11

Saccus nasolakrimal berlanjut menjadi ductus nasolakrimal.

Ductus nasolakrimal berakhir di bagian posterior hidung di bawah

konka inferior. Pada saluran ini terdapat beberapa katup, yang

berperan penting adalah katup Hasner pada bagian distal ductus

lakrimal. Pada keadaan normal biasanya katup ini tertutup saat lahir

dan terbuka pada beberapa minggu pertama kehidupan. Jika katup

tidak membuka maka akan terjadi hambatan aliran air mata yang akan

menimbulkan obstruksi ductus nasolakrimal dan mata berair. 9,11

2.5 Sklera

Sklera membentuk 5/6 bagian posterior bola mata. Rata-rata

luas permukaan sklera pada neonatus adalah sepertiga dari ukuran

dewasa. Sklera akan mengalami pertumbuhan hingga semakin meluas

ke bagian posterior yang nantinya mempengaruhi ukuran bola mata.


Proses perluasan sklera ini akan terus berlangsung hingga usia 13

tahun namun 50% dari proses peningkatan luas permukaan sklera ini

berlangsung pada 6 bulan pertama kehidupan. 3,9

Sklera pada neonatus bersifat lebih elastis dan lebih mudah

dilipat dari pada dewasa. Sejalan dengan bertambah besarnya ukuran

bola mata maka terjadi penebalan dan penambahan rigiditas pada

dinding sklera yang terus berlangsung seiring bertambahnya usia.

Sklera pada masa anak-anak bersifat lebih tipis, Ketebalan sklera

pada masa anak-anak sekitar 0,5 mm, lebih tipis dibandingkan sklera

orang dewasa yaitu 1 mm.3,7,12

Sklera pada ada anak-anak terutama pada infantil memiliki sifat

yang lebih elastis. Sklera pada bayi bersifat lebih seluler dari pada

dewasa. Seiring pertumbuhan maka akan semakin berkurang sifat

selulernya. Sifat elastis ini menyebabkan sklera mudah kolaps saat

tekanan intraokular terlalu rendah dan akan meregang ketika tekanan

intraokular tinggi. Terjadinya regangan sklera ini menimbulkan dampak

membesarnya ukuran mata pada anak-anak dengan glaukoma

kongenital.3,4

Sel-sel pigmen pada koroid terlihat jelas pada masa anak-anak

sehingga memberikan gambaran warna kebiruan pada sklera. Pada

masa ini sklera di bagian ekuator mempunyai tebal 0,45 mm

sedangkan pada masa dewasa akan mencapai tebal 1,09 mm. Seiring

bertambahnya usia, sklera menjadi lebih tebal sehingga memberi


gambaran warna putih. Pada usia tua akan terjadi deposit lemak

sehingga sklera berwarna kekuningan. 4,7,9

2.6 Konjungtiva

Konjungtiva berasal dari beberapa pita jaringan mesenkim

limbal (sel neural crest). Jaringan ini juga bertanggung jawab pada

pembentukan sklera, episklera dan kapsula tenon. Sklera pada anak

lebih banyak mengandung sel epitel yang ukuran vertikalnya lebih

tinggi. Hal ini memungkinkan sklera pada anak bersifat lebih tebal dan

lebih keras dibanding pada orang dewasa. Ukuran forniks konjungtiva

bervariasi sesuai dengan usia gestasi dan berat lahir. Ukuran rata-rata

forniks konjungtiva pada bayi cukup bulan yaitu pada posisi horizontal

18 mm sedangkan vertikal 15 mm.4

Pertumbuhan konjungtiva forniks lebih beriringan dengan

bertambahnya ukuran lebar fisura palpebra dibanding dengan

pertumbuhan orbita. Pertambahan ukuran berlangsung secara

perlahan pada dekade pertama kehidupan hingga mencapai ukuran

dimensi dewasa yaitu pada posisi horizontal 25 mm dan posisi vertikal

29 mm. Sakus konjungtiva pada anak baru lahir biasanya steril. Pada

usia 5 hari kehidupan mulai terdapat bakteri flora yang sama seperti

pada orang dewasa.4,5

2.7 Kornea
Kornea berkembang dan mengalami perubahan yang pesat

pada ukuran dan bentuk selama tahun pertama kehidupan. Perubahan

tersebut antara lain pembesaran, pendataran, penipisan dan

bertambah transparan. Nilai keratometri berubah pada tahun pertama

kehidupan, dimulai dengan 52 dioptri pada saat lahir kemudian

menjadi 46 dioptri akibat terjadinya pendataran kornea hingga usia 6

bulan. Pada akhirnya kornea mencapai kekuatan refraksi 42-44 dioptri

seperti dewasa pada usia 12 tahun.2,4,9

Rerata diameter horizontal kornea pada bayi baru lahir sekitar

9,8 mm (9,5-10,5 mm) yang kemudian semakin meningkat hingga

mencapai 12 mm seperti ukuran dewasa. Perubahan yang pesat ini

terjadi pada tahun pertama kehidupan. Dimensi vertikal kornea

berukuran lebih besar daripada horizontal yaitu sekitar 10,4 mm.

Diameter kornea yang berukuran lebih dari 11 mm dianggap lebih

besar dari ukuran normal atau disebut megalokornea. Ukuran kornea

yang kurang dari 9 mm pada bayi baru lahir dan kurang dari 10 mm

pada usia di bawah 2 tahun disebut mikrokornea. 2,3,9-12


Gambar 4. Perbandingan dimensi kornea pada mata bayi (A) dan mata
dewasa (B). Semua ukuran dalam milimeter. Perubahan yang terjadi
antara lain pembesaran, pendataran dan penipisan. 2

Diameter kornea pada bayi prematur berukuran lebih kecil

dibanding bayi yang lahir cukup bulan. Hal ini disebabkan oleh usia

kehamilan dan berat lahir. Penelitian oleh Musarella dan Morin

menunjukkan hasil rerata diameter kornea pada 37 bayi yang lahir

saat usia kehamilan 34 minggu sekitar 8,2 ± 0,5 mm. Diameter kornea

berhubungan dengan berat lahir, sesuai dengan rumus 2:

Diameter kornea = 0,0015 x berat badan (gram) + 6,3

Kornea merupakan suatu lapisan transparan yang dibentuk dari

matriks kolagen yang tersusun rapat dan teratur. Sifat transparan ini
menjadikan kornea berperan sebagai media transmisi cahaya dan

memfokuskan cahaya hingga ke retina. Matriks kolagen mengalami

hidrasi secara teratur. Apabila terjadi peningkatan hidrasi maka akan

terjadi edema kornea dan kornea menjadi tidak jernih. 3

Kekeruhan ringan pada kornea dapat dijumpai secara normal

pada bayi baru lahir dan bayi prematur. Kekeruhan ini akan hilang

dengan sendirinya seiring dengan terjadinya proses penipisan kornea

pada bagian sentral dari 0,96 mm saat lahir menjadi 0,52 mm saat usia

6 bulan. Proses penipisan ini menyebabkan kornea menjadi lebih

transparan.9

2.8 Bilik Mata Depan

Struktur aliran akuos pada sudut bilik depan mengalami

perubahan selama tahun pertama kehidupan. Saat lahir, insersi iris

dan badan silier berada di dekat skleral spur yang kemudian

mengalami migrasi ke belakang membentuk ujung sudut. Lapisan sel

endotel pada sudut bilik depan ada selama perkembangan janin yang

kemudian akan menjadi lebih pendek setelah lahir. Setelahnya terjadi

migrasi lapisan sel endotel di bawah lapisan uveal meshwork. Pada

uveal meshwork tidak terdapat pigmen. Uveal meshwork pada bayi

berupa membran transparan, halus, tembus cahaya, homogen dan

tidak buram seperti pada orang dewasa.4,6


2.9 Iris dan Badan Silier

Iris merupakan bagian paling anterior dari uvea yang terdiri dari

lapisan padat berpigmen di sisi dalam dan stroma berpigmen yang

lebih tipis di bagian permukaannya. Iris mempunyai dua bagian

muskular yaitu sfingter iris di dekat pupil dan otot dilator yang

menyebar ke bagian perifer. Otot sfingter iris dipersarafi oleh serat-

serat parasimpatik dari saraf cranialis ketiga sedangkan otot dilator

dipersarafi oleh serat-serat simpatis dari ganglion servikalis superior. 3

Badan silier merupakan struktur muskular yang terletak di

bagian posterior iris, terdiri dari lipatan-lipatan radial yang disebut

prosesus siliaris. Badan silier dilapisi oleh epitel berpigmen dan tidak

berpigmen. Epithelium inilah yang memproduksi humor akuos.

Prosesus siliaris dihubungkan dengan lensa oleh serat-serat kolagen

yang disebut zonula. Kontraksi otot silier menyebabkan terjadinya

perubahan bentuk yang kemudian menyebabkan perubahan kekuatan

lensa dalam memfokuskan cahaya yang masuk.3

Perubahan warna iris mulai terjadi pada usia di atas 6 bulan

pertama kehidupan. Perubahan warna ini disebabkan oleh proses

maturasi stroma iris. Pada stroma iris terdapat sejumlah pigmen yang

bebas dan pigmen melanosit.4-6

Warna iris bervariasi dari biru muda hingga warna cokelat.

Warna iris ini dapat berbeda antara satu mata dengan mata yang lain

pada satu orang, bahkan pada bagian iris di dalam satu mata. Warna
iris ditimbulkan oleh adanya pigmen di dalam melanosit. Iris yang

berwarna biru memiliki melanosit yang lebih sedikit dibanding iris yang

berwarna cokelat. Warna biru dihasilkan oleh absorbsi cahaya dengan

panjang gelombang yang panjang (long wavelengths) dan refleksi dari

gelombang cahaya warna biru yang lebih pendek yang ditangkap oleh

orang yang melihatnya.

Pada orang kulit putih, saat lahir biasanya iris berwarna biru

kemudian semakin lama akan menjadi lebih gelap seiring dengan

bertambahnya melanin yang terakumulasi di melanosit superfisial.

Pada orang kulit hitam, saat lahir melanosit pada iris mendandung

lebih banyak melanin. Pada orang albino teradapat melanosit yang

tidak berpigmen sehingga hemoglobin pada pembuluh darah iris dan

retina terlihat sebagai pancaran berwarna merah. 2,4,6,9,13

2.10 Pupil

Ukuran pupil pada bayi baru lahir relatif kecil dibandingkan

ukuran pupil pada orang dewasa yaitu sekitar 3,6 mm (± 0,8 mm).

Diameter pupil pada bayi yang berukuran kurang dari 1,8 mm atau

lebih dari 5,4 mm merupakan ukuran yang pupil abnormal dan

mengindikasikan adanya kemungkinan kelainan neurologis. Pada bayi

yang lahir cukup bulan, respon pupil terhadap cahaya sudah baik.
Respon pupil terhadap cahaya pada bayi yang lahir prematur biasanya

kurang baik, tergantung pada derajat prematuritasnya. 2,15

2.11 Lensa

Lensa pada saat lahir berbentuk hampir sferis dan memiliki

konsistensi lunak. Diameter ekuator lensa pada saat lahir berukuran

6,5 mm dan akan meningkat pada 2-3 dekade pertama kehidupan

hingga mencapai ukuran 9-10 mm saat usia tua. Diameter

anteroposterior lensa pada saat lahir sekitar 3 mm dan akan

meningkat setelah dekade kedua dalam kehidupan yang diiringi

dengan bertambahnya radius kurvatura lensa yang akan

meningkatkan kekuatan optik.4-6

Pada usia muda, kemampuan akomodasi lensa dihasilkan oleh

kontraksi otot siliaris yang menyebabkan otot siliaris bergerak ke

depan. Kontraksi ini menyebaban tegangan berkurang dan

menyebabkan lensa lebih bulat sehingga terjadi pemendekan

kurvatura anterior. Meningkatnya ketebalan lensa selama proses

akomodasi disebabkan oleh perubahan bentuk nukleus lensa. Seiring

dengan bertambahnya usia maka kekuatan akomodasi akan

berkurang.4-6

2.12 Vitreus
Vitreus memiliki konsistensi seperti gel dan bersifat transparan.

Vitreus mengisi bagian posterior bola mata. Struktur utama vitreus

berupa kolagen. Vitreus melekat pada retina di sekitar saraf optik dan

pada retina perifer di dekat badan silier. Komposisi gel vitreus

mengalami perubahan selama berada pada proses penuaan. Seiring

dengan bertambahnya usia maka gel akan mencair dan kehilangan

konsistensinya yang kenyal seperti jelly.3

2.13 Retina

Perkembangan retina ditandai oleh perubahan secara histologi.

Perubahan penting yang terjadi antara lain pigmentasi makula, annular

ring, reflex cahaya fovea dan diferensiasi fotoreseptor sel kerucut.

Perbaikan fungsi penglihatan seiring dengan pertumbuhan dipengaruhi

oleh tiga proses, yaitu diferensiasi fotoreseptor sel kerucut,

berkurangnya diameter zona bebas sel batang (rod free zone) dan

meningkatnya kepadatan fovea.2,4,9

Diameter foveola saat lahir berukuran sekitar 100 µm. Dalam

beberapa tahun setelah lahir akan terjadi penyusutan area bebas sel

batang. Pada usia 6 bulan area makula menjadi lebih tebal dari pada

seluruh area retina yang lainnya. Pada usia 7 sampai 8 bulan makula

mulai mengalami penipisan karena adanya pergeseran sel-sel

ganglion ke arah perifer. Pada saat lahir sel-sel ganglion pada fovea

mereduksi menjadi suatu lapisan tunggal.3


Sel-sel fotoreseptor kerucut mengalami penipisan dan

pemanjangan akibat terjadinya migrasi dan konsentrasi dari nukleus

sel kerucut. Kepadatan sel kerucut di daerah fovea terjadi penignkatan

dari saat lahir sebanyak 18 sel kerucut/100 µm menjadi 22 sel

kerucut/100 µm pada usia 15 bulan. Proses ini terus berlangsung

hingga menjadi 31 sel kerucut/100 µm pada usia 45 bulan. Dengan

bertambahnya kepadatan jumlah sel kerucut maka tajam penglihatan

semakin membaik dan jelas.2,4

Makula merupakan bagian yang paling lambat berkembang

dibanding dengan struktur okular lainnya. Meskipun retina perifer telah

berkembang dengan baik pada saat lahir namun bagian posterior yang

merupakan daerah makula masih imatur sehingga belum berfungsi

dengan baik. Perkembangan makula terus berlangsung hingga usia 4

tahun.2,9,11,14

Gambar 5. Tahapan perkembangan makula. (A) Pigmentasi makula


tanpa refleks annular atau foveal pit. (B) Pigmentasi makula dengan
refleks annular. Foveal pit masih belum ada. (C) Pigmentasi makula,
refleks annular dan foveal pit sudah ada. 4

2.14 Otot-otot Ekstraokuler

Otot-otot rectus pada anak-anak berukuran lebih kecil daripada

orang dewasa. Tempat insersi otot rata-rata lebih sempit 2,3-3,11 mm

dibanding pada orang dewasa dengan tendon yang lebih tipis. Pada

bayi baru lahir, jarak dari insersi otot rectus ke limbus lebih dekat 2 mm

dibanding pada orang dewasa. Jarak insersi ini menjadi lebih sempit 1

mm pada anak-anak usia 6 bulan. Pada usia 20 bulan jarak insersi otot

recuts ke limbus serupa dengan pada orang dewasa. 2,9,15,16

Gambar 6. Perbandingan jarak kornea-limbus pada mata infantil (kiri)


dan pada mata dewasa yang emetrop (kanan) 4
Penambahan ukuran pada segmen posterior terjadi pada usia

dua tahun pertama kehidupan. Proses ini menyebabkan terjadinya

pemisahan sejauh 4-5 mm antara insersi otot oblik superior dan

inferior dan migrasi insersi otot oblik inferior ke arah temporal. 4,9,16

Perkembangan fungsi otot-otot ekstraokuler terus berlanjut hingga

setelah lahir. Gerakan vestibular mulai ada pada awal minggu ke-34

usia gestasi. Gerakan horizontal telah ada pada saat lahir namun

gerakan vertikal belum berfungsi secara penuh sampai usia 6 bulan.

Sekitar 2/3 anak-anak mengalami strabismus yang hilang timbul

namun kebanyakan akan memiliki gerakan mata yang normal pada

usia 2-3 bulan. Akomodasi dan konvergensi fusional biasanya mulai

ada pada usia 3 bulan.9

2.15 Proses Emetropisasi

Emetropisasi merupakan suatu proses pada mata yang sedang

berkembang, yaitu saat kekuatan refraksi pada segmen anterior dan

panjang aksial bola mata melakukan penyesuaian hingga mencapai

keadaan emetrop. Status refraksi mata mengalami perubahan seiring

dengan pertambahan panjang aksial bola mata serta pendataran

kornea dan lensa. Secara umum, pada saat lahir anak-anak berada

pada status refraksi hipermetropia yang akan sedikit bertambah

sampai usia 7 tahun kemudian akan bergeser menjadi myopia (myopic


shift) hingga menjadi plano sampai mata mencapai ukuran dimensi

dewasa. Hal ini biasanya terjadi saat berusia 16 tahun. 17

Mata yang normal pada saat baru lahir berada dalam keadaan

hipermetrop sekitar 3 atau 4 dioptri. Keadaan ini akan dinetralisasi

oleh peningkatan panjang aksial secara fisiologis, yang dapat disertai

dengan dua kemungkinan yaitu13:

1. Bagian dari proses netralisasi ini merupakan pengurangan

kurvatura lensa dan kornea

2. Mata menjadi miopia

Proses yang terjadi pada emetropisasi ini antara lain hilangnya

keadaan astigmat pada anak-anak dan hilangnya keadaan

hipermetropia pada anak setelah berusia 6-8 tahun. Terdapat berbagai

bentuk perubahan kelainan refraksi namun jika myopia terjadi pada

usia sebelum 10 tahun maka risiko untuk menjadi progesif hingga 6

dioptri atau lebih akan menjadi lebih tinggi. Astigmatisma umum terjadi

pada pada anak-anak dan sering dapat mengalami regresi. 17

Tajam penglihatan saat baru lahir masih buruk. Tajam

penglihatan yang buruk ini dikarenakan oleh pusat visual di otak yang

belum matur. Otak yang imatur akan berkembang seiring dengan

adanya stimulasi visual dari retina. Perkembangan bagian visual otak

yang normal memerlukan stimulasi dengan gambaran retina yang

jelas, fokus dan beresolusi tinggi. Gambaran retina yang pecah

menstimulasi perkembangan yang abnormal pada pusat visual di otak.


Periode kritis perkembangan visual adalah 2-4 bulan pertama

kehidupan namun perkembangan visual ini akan tetap berlanjut

sampai usia 7-8 tahun.3

Visus pada neonatus berkembang dengan sangat cepat, dari

1/60 hingga 2/60 pada usia 1 bulan menjadi 6/60 pada usia 4 bulan.

Visus 1/60 memungkinkan bayi untuk melakukan fiksasi benda pada

jarak 1 meter. Standar pengukuran visus berdasarkan pada berbagai

metode yang dilakukan sepertik optokinetik, Catford drum test, visual

evoked occipital potential (VEP) dan forced choice preferential looking

(FPL).13

Refleks fiksasi dan refleks bergerak mengikuti benda

membutuhkan waktu hingga 6 minggu untuk berkembang sebelum

akhirnya bayi dapat melakukan fiksasi selama beberapa detik. Pada

masa ini mungkin terdapat pergerakan abnormal yang akan

menghilang seiring dengan berkembangannya kemampuan fiksasi

benda.13

Tajam penglihatan pada bayi baru lahir dapat ditentukan

dengan pergerakan. Cara pertama adalah dengan melakukan

obeservasi untuk menilai apakah bayi dapat melihat dan melakukan

fiksasi terhadap sinar yang diberikan pada ruangan yang agak gelap.

Penilaian ini harus diulang beberapa kali karena terkadang terdapat

gerakan-gerakan yang mungkin dapat membuat terjadinya kesalahan

penilaian fiksasi. Masing-masing mata harus dinilai secara terpisah.


Hal ini merupakan bentuk tes paling sederhana yang dapat dinilai

secara klinis. Cara selanjutnya adalah dengan menilai kemampuan

bayi untuk melakukan fiksasi dan mengikuti wajah pemeriksa yang

berada dalam lapangan pandang bayi saat kedua mata terbuka. 13

Pemeriksaan ini terpercaya dalam menentukan adanya tajam

penglihatan kecuali pada cortical blindness. Pemeriksaan ini paling

baik dilakukan dalam ruangan yang gelap karena pupil pada bayi

berukuran lebih kecil dari normal dan berkonstriksi pada ruangan

terang. Pada ruangan gelap pupil berada pada keadaan semidilatasi.

Cahaya yang digunakan untuk memeriksa harus kecil, focus dan

terang. Semua jenis refleks cahaya baik langsung, tak langsung dan

swing light harus diperhatikan. Apabila pupil berukuran kecil dan sulit

untuk menilai reaksi pupil terhadap cahaya maka dapat diperiksa

menggunakan slit lamp. Pupil kecil yang irregular dapat merupakan

indikasi adanya inflamasi, miosis kongenital atau membran pupil

persisten.13
BAB III

KELAINAN PADA PERKEMBANGAN POST NATAL

3.1 Kelainan Pada Masa Perkembangan

Mata dapat mengalami beberapa gangguan baik secara anatomi

maupun fungsi pada masa perkembanganya sejak lahir hingga menuju

keadaan seperti dewasa. Terdapat beberapa kelainan yang dapat terjadi

pada masa perkembangan antara usia 1-5 tahun, antara lain 13:

1. Sekuel dari:

a. Infeksi intrauterine

b. Kelainan perkembangan

c. Infeksi neonatal

d. Trauma

e. Defisiensi zat gizi

2. Kelainan metabolisme pada saat baru lahir

3. Kelainan refraksi

4. Strabismus

5. Glaukoma

6. Tumor intraokular

7. Tumor orbita

8. Alergi eksogen maupun endogen

9. Penyakit autoimun

10. Infeksi lokal maupun sistemik


11. Degenerasi dan distrofi

Fungsi penglihatan dapat mengalami gangguan sehingga

menyebabkan kelainan yang cukup mengganggu. Semakin awal kejadian

stimulasi visual yang abnormal maka defisit visual yang terjadi akan semakin

berat. Periode kritis perkembangan visual berkisar antara usia satu minggu

hingga 3 bulan kehidupan.9,17

3.2 Ambliopia

Gangguan fungsi penglihatan yang dapat terjadi dalam masa

perkembangan adalah ambliopia. Ambliopia merupakan suatu keadaan yang

ditandai dengan ketajaman penglihatan yang tidak mencapai koreksi visus

terbaik, unilateral maupun bilateral, yang bukan disebabkan oleh kelainan

struktur mata maupun jaras penglihatan posterior. Ambliopia disebabkan oleh

pengalaman visual yang abnormal pada awal masa kehidupan. Beberapa

keadaan yang dapat menyebabkan ambliopia antara lain strabismus,

anisometropia atau kelainan refraksi bilateral yang tinggi (isometropia),

deprivasi stimulus.9,17

Ambliopia disebabkan oleh stimulasi visual yang tidak normal selama

perkembangan visual sehingga menyebabkan kelainan pada pusat visual di

otak. Terdapat dua bentuk stimulasi yang tidak normal yaitu pattern distorsion

dan cortical suppression yang dapat terjadi secara terpisah maupun

bersama-sama dalam menyebabkan ambliopia pada sistem visual yang

imatur.9,17
Periode kritis ini sesuai dengan periode ketika sistem visual yang

sedang berkembang sensitif terhadap masukan yang abnormal yang

disebabkan oleh kekurangan stimulus, strabismus atau kelainan refraksi yang

signifikan. Secara umum periode kritis untuk terjadinya ambliopia karena

deprivasi stimulus terjadi lebih awal dibanding kelainan kedudukan bola mata

maupun anisometropia. Selain itu, waktu yang diperlukan untuk terjadinya

ambliopia selama periode kritis karena deprivasi lebih singkat dibanding

strabismus atau anisometropia.9,17

Walaupun mekanisme neurofisiologi penyebab ambliopia masih belum

jelas, studi eksperimental modifikasi pengalaman visual pada hewan dan uji

laboratorium pada manusia dengan ambliopia telah memberikan beberapa

pemahaman. Studi pada hewan mengungkapkan gangguan pada fungsi

neuron sistem visual mungkin disebabkan oleh pengalaman visual abnormal

pada masa awal kehidupan.9,17

Sel-sel pada korteks visual kehilangan kemampuan bawaan dalam

merespon stimulasi pada satu atau kedua mata. Sel-sel yang tetap responsif

dapat menunjukkan penurunan fungsional yang signifikan. Abnormalitas juga

ditemukan pada neuron-neuron di korpus genikulatum lateral. Bukti-bukti

yang menujukkan adanya keterlibatan di tingkat retina masih belum dapat

disimpulkan.3,9,17

Beberapa temuan pada hewan dan manusia seperti peningkatan

penjumlahan spasial dan penghambatan lateral ketika ambang deteksi

cahaya dinilai dengan menggunakan berbagai ukuran menunjukkan bahwa


bidang reseptif neuron-neuron pada sistem visual yang mengalami ambliopia

cukup besar. Gangguan ini dapat menjelaskan fenomena crowding (juga

dikenal sebagai interaksi kontur), dimana huruf-huruf Snellen atau symbol

yang setara dengan ukuran tertentu menjadi lebih sulit untuk dikenali bila

saling berdekatan dengan bentuk yang mirip, seperti garis penuh atau suatu

lapangan yang terdiri dari banyak huruf. Ambliopia dapat ditegakkan apabila

terdapat perbedaan minimal 2 baris pada pemeriksaan tajam penglihatan

antara kedua mata.9,17

3.3 Klasifikasi Ambliopia9,17

3.3.1 Ambliopia strabismik

Bentuk yang paling umum dari ambliopia ini berkembang pada

mata yang mengalami deviasi konstan pada anak dengan

strabismus. Konstan, tropia yang tidak bergantian (non-alternans,

biasanya esodeviasi), paling mungkin menyebabkan ambliopia

yang signifikan. Ambliopia strabismik dianggap sebagai hasil dari

interaksi kompetitif atau inhibisi antara neuron-neuron yang

membawa input yang tidak bergabung (fusi) dari kedua mata. Hal

ini menyebabkan timbulnya dominasi pada pusat korteks visual

oleh mata yang berfiksasi yang secara kronis mengurangi

kemampuan respon terhadap input oleh mata yang tidak berfiksasi.

Pasien-pasien yang lebih tua dengan deviasi yang lama dapat


mengalami penglihatan ganda setelah dilakukan operasi

strabismus.9,17

Pada ambliopia strabismik, ketajaman kisi, yaitu kemampuan

untuk mendeteksi pola yang dibentuk oleh garis-garis berjarak

yang seragam, biasanya berkurang jauh dibandingkan dengan

ketajaman dengan Snellen. Mata yang mengalami ambliopia

melihat gambar dalam bentuk yang terdistorsi yang bertentangan

dengan pengenalan huruf dibanding tugas yang lebih sederhana

dalam menentukan apakah terdapat pola kisi. Diskrepansi ini harus

dipertimbangkan apabila hasil dari tes berdasarkan deteksi kisi,

seperti kartu Teller (metode dalam memperkirakan ketajaman

penglihatan pada bayi dan anak-anak). 9,17

Saat ketajaman penglihatan diukur dengan menggunakan

filter densitas netral, ketajaman mata yang mengalami ambliopia

lebih cenderung untuk menolak kurang tajam dibanding mata

normal. Fenomena ini disebut efek filter densitas netral. 9,17

3.3.2 Ambliopia Anisometrik

Ambliopia anisometrik merupakan jenis ambliopia kedua

terbanyak setelah ambliopia strabismik. Ambliopia anisometrik

berkembang ketika kelainan refraksi yang tidak sama pada kedua

mata menyebabkan bayangan yang diterima pada retina menjadi

tidak fokus dalam waktu yang lama. Kondisi ini sebagian diyakini
sebagai hasil dari efek langsung bayangan yang tidak focus pada

perkembangan tajam penglihatan mata yang terlibat dan sebagian

lagi oleh kompetisi maupun inhibisi interokular yang sama (tapi

tidak identik).9,17

Keadaan anisometropia hipermetrop atau astigmat derajat

ringan (1-2 D) dapat memicu terjadinya ambliopia ringan.

Anisometropia miopik yang ringan (kurang dari 3 D) biasanya tidak

menyebabkan ambliopia namun miopia tinggi unilateral (-6 D atau

lebih) sering menyebabkan ambliopia berat. Mata anak dengan

ansiometropia terlihat normal kecuali jika disertai dengan

strabismus. Hal ini lah yang biasanya menyebabkan keterlambatan

deteksi oleh keluarga maupun dokter perawatan primer. 9,17

3.3.3 Ambliopia ametropik

Ambliopia ametropik merupakan penurunan tajam

penglihatan bilateral yang biasanya ringan yang disebabkan oleh

kelainan refraksi yang tinggi namun sama pada mata kedua mata

yang tidak terkoreksi. Mekanismenya melibatkan efek dari

gambaran yang pecah yang diterima oleh retina. Keadaan ini

biasanya terjadi pada hipermetropia yang berukuran lebih dari 5 D

dan pada miopia lebih dari 6 D. Astigmatisma bilateral yang tidak

terkoreksi pada awal masa kanak-kanak dapat menyebabkan

hilangnya kemampuan untuk kembali pada keadaan semula pada


meridian yang terpecah dalam waktu yang lama (meridional

amblyopia).9,17

3.3.4 Ambliopia deprivasi stimulus

Ambliopia deprivasi terjadi bila terdapat hambatan pada

aksis visual. Penyebab yang paling sering adalah katarak

kongenital maupun yang didapat namun kekeruhan kornea dan

perdarahan vitreus juga dapat menimbulkan ambliopia deprivasi.

Ambliopia deprivasi merupakan jenis yang paling jarang terjadi

namun menimbulkan kerusakan yang paling berat dan paling sulit

diterapi dari semua jenis ambliopia. Kehilangan tajam penglihatan

akibat ambliopia yang disebabkan oleh tertutupnya aksis visual

unilateral menjadi lebih buruk dibandingkan dengan yang

disebabkan oleh deprivasi bilateral pada derajat yang sama. Hal ini

disebabkan oleh adanya efek interokular yang ikut berperan dalam

dampak langsung pada perkembangan degradasi bayangan yang

berat. Pada kasus bilateral ketajaman penglihatan dapat menjadi

20/200 atau lebih buruk.9,17

Pada anak yang berusia kurang dari 6 tahun, katarak kongenital yang

padat yang memenuhi 3 mm atau lebih bagian sentral lensa dapat

menyebabkan terjadinya ambliopia. Kekeruhan lensa yang didapatkan

setelah berusia 6 tahun akan menimbulkan dampak yang lebih tidak


berbahaya jika dibandingkan dengan usia yang lebih muda. Katarak polaris

yang kecil dan katarak lamelaris dapat menyebabkan ambliopia ringan

maupun sedang atau bahkan tidak menimbulkan efek pada perkembangan

penglihatan. Ambliopia oklusi merupakan bentuk ambliopia deprivasi yang

dapat dijumpai setelah terapi patching.17

3.4 Penatalakasanaan

Penatalaksanaan ambliopia meliputi beberapa hal yaitu: 9,17

1. Mengeliminasi semua hal yang menghalangi visus, misanya katarak

2. Mengkoreksi kelainan refraksi

3. Memaksa mata yang sakit untuk bekerja dengan membatasi

penggunaan mata yang sehat

3.4.1 Operasi Katarak

Katarak dapat menyebabkan ambliopia sehingga dibutuhkan

operasi yang tidak boleh ditunda. Pada bayi usia muda, ambliopia

dapat berekembang dalam waktu 1 minggu. Pengangkatan lensa

yang keruh dalam waktu 4-6 minggu pertama kehidupan dibutuhkan

untuk perbaikan tajam penglihatan yang optimal. Pada kasus

bilateral simetris, interval operasi antara kedua mata tidak boleh

lebih dari 1-2 minggu. Katarak tramumatika berat yang terjadi

secara akut pada anak yang berusia kurang dari 6 tahun harus
dioperasi secepatnya dalam beberapa minggu setelah kejadian bila

memungkinkan.9,17

3.4.2 Koreksi refraksi

Secara umum, pemberian resep kacamata pada mata yang

ambliop harus berdasar pada kelainan refraksi yang diperiksa

menggunakan sikloplegia. Hal ini disebabkan oleh kemampuan

mata yang ambliopia untuk mengontrol akomodasi mengalami

gangguan. Mata yang ambliop ini tidak mampu mengkompensasi

hipermetropia yang tidak terkoreksi seperti pada mata anak yang

normal. Keadaan afakia setelah operasi katarak pada masa kanak-

kanak harus disertai dengan koreksi yang tepat untuk mencegah

terjadinya penggabungan efek deprivasi visual pada kekeruhan

lensa dengan defisit optikal yang berat tersebut. Ambliopia

anisometropik dan ametropik dapat mengalami perbaikan atau

kembali pada keadaan awal dengan koreksi refraktif saja setelah

beberapa bulan. Oleh karena itu banyak oftalmologis yang meunda

waktu untuk memulai patching atau penalisasi untuk melihat apakah

terdapat perbaikan visus dengan koreksi kacamata saja. 9,17

3.4.3 Oklusi dan degradasi optikal

Full-time occlusion (oklusi penuh waktu) pada mata yang

sehat berarti oklusi yang dilakukan selama pasien bangun dan


beraktivitas. Oklusi ini biasanya menggunakan plester namun

apabila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk memakai

plester, misalnya karena iritasi kulit, maka dapat pula digunakan

kacamata dengan okluder atau lensa kontak yang opak.

Pengurangan lama waktu patching (misalnya melepas patch selama

satu atau dua jam per hari) dapat dilakukan untuk memperkecil

kemungkinan terjadinya ambliopia karena oklusi atau strabismus. 9,17

Part-time occlusion merupakan oklusi yang dilakukan selama

2-6 jam per hari. Oklusi ini memberikan hasil yang sama dengan

full-time occlusion. Durasi relatif dari interval patch-on dan patch-off

tergantung pada derajat ambliopia. Ambliopia yang sedang sampai

berat dapat dilakukan selama minimal 6 jam.9,17

Metode lain dalam penatalaksanaan ambliopia adalah

dengan menurunkan kualitas bayangan (degradasi optikal) pada

mata yang lebih baik sehingga menjadi lebih buruk dari mata yang

mengalami ambliopia. Metode ini disebut penalisasi (penalization).

Sikloplegik (biasanya atropine tetes 1% atau homatropine tetes 5%)

diberi satu kali dalam sehari pada mata yang lebih baik sehingga

tidak dapat berakomodasi dan kabur bila melihat dekat. 9,17

3.5 Prognosis

Prognosis ambliopia tergantung pada usia pasien, keparahan

ambliopia dan tipe ambliopia. Semakin awal dan semakin lama


ambliopia tidak diatasi maka prognosis menjadi semakin buruk.

Secara umum, ambliopia bilateral menunjukkan respon yang lebih baik

dibanding ambliopia satu mata.9,17


BAB 4

KESIMPULAN

Bola mata telah terbentuk dengan baik pada saat lahir namun akan

terus mengalami pertumbuhan bermakna sampai usia beberapa tahun

pertama kehidupan. Perubahan panjang aksial bola mata dibagi dalam 3

periode pertumbuhan yaitu fase postnatal, fase pertumbuhan infantile dan

fase juvenile. Fase postnatal berlangsung dengan sangat cepat pada satu

tahun pertama kehidupan. Pada fase ini terjadi perubahan yang signifikan

pada bentuk dan ukuran bola mata. Fase infantil terjadi pada usia 2-5 tahun.

Fase juvenil berlangsung lambat pada usia 3-13 tahun.

Seluruh komponen bola mata sejak lahir terus mengalami proses

perkembangan untuk mencapai keadaan terbaik di masa dewasa.

Perkembangan masing-masing struktur bola mata memerlukan durasi yang

berbeda-beda. Tujuan dari proses ini adalah untuk mencapai keadaan

emetrop pada akhir masa perkembangan.


DAFTAR PUSTAKA

1. Remington, L: Visual system. Anatomy of the Visual System.

Philadelphia. Elsivier Inc: 2005.


2. Wright, Kenneth: Post-natal development. Pediatric Ophthalmology

and Strabismus. 3rd ed New York. Oxford University Press: 2012.


3. Wright, Kenneth: Ocular anatomy and physiology. Pediatric

Ophthalmology for Primary Care. Singapore. American Academy of

Pediatric: 2008

4. Eustis HS, Guth rie ME. Postnatal development. In: Wright KW,

Spiegel PH, cds. Pediatric Ophthalmology and Strabismus. 2nd ed.

New York: Springer-Verlag; 2003:39-53.

5. Ahmed: Ocular embryology and postnatal development.

Comprehensive Manual of Ophthalmology. Jaypee-Highlights: 2005


6. Chalam, Mulari et al: Ocular developmental. American Academy of

Ophthlamology. Singapore: 2012


7. Snell, Richard: Development of the eye and the ocular appendages.

Clinical Anatomy of the Eye. USA: 2011


8. Basmak, Hikmet et al: Pediatric ophthalmology/Eye and disorder.

Turkey: 2013
9. Raab, Edward et al. Growth and development of the eye. American

Academy of Ophthlamology. Singapore: 2011


10. Holds, John et al: Orbits, eyelid and lacrimal system. American

Academy of Ophthlamology. Singapore: 2011


11. Reynold, James: Anatomy and physiology of the retina. Pediatric

Retina. Berlin: 2012


12. Vaughan: Anatomy and embryology. General Ophthalmology. Mc-Graw

Hill 2007
13. Mukherjee: Outline of the development of the eye. Pediatric

Ophthalmology. New Age International. New Delhi: 2002


14. Fox, D. Postnatal ocular development in typically developing children.

Chapel Hill, NC: Early Intervention Training Center for Infants and

Toddlers With Visual Impairments. FPG Child Development Institute,

UNC-CH. 2003
15. Creig: Milestones and normative data. New York: 2008
16. Barishak: Embryology of the eye and adnexa. Switzerland: 2001
17. Kenneth, W. Visual development and amblyopia. Handbook of

Pediatric Strabismus and Amblyopia. Sringer. New York: 2006

Anda mungkin juga menyukai