Anda di halaman 1dari 3

Di awal Orde Baru, Suharto berusaha keras membenahi ekonomi Indonesia yang terpuruk.

Suharto bisa dikatakan berhasil mengendalikan inflasi dari 650% menjadi di bawah 15%
dalam waktu hanya dua tahun. Untuk menekan inflasi yang begitu tinggi, Suharto membuat
kebijakan. Dia melakukan dengan menertibkan anggaran, menertibkan sektor perbankan,
mengembalikan ekonomi pasar, memperhatikan sektor ekonomi, dan merangkul negara-
negara barat untuk menarik modal.

Setelah itu di keluarkan ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaruan


Kebijakan ekonomi, keuangan dan pembangunan. Lalu Kabinet AMPERA membuat
kebijakan mengacu pada Tap MPRS tersebut adalah sebagai berikut.
Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan
kemacetan, seperti :
a. Rendahnya penerimaan Negara
b. Tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran Negara
c. Terlalu banyak dan tidak produktifnya ekspansi kredit bank
d. Terlalu banyak tunggakan hutang luar negeri penggunaan devisa bagi impor yang sering
kurang berorientasi pada kebutuhan prasarana.

Pemerintah lalu melakukan Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang (25-30 tahun)
dilakukan secara periodik lima tahunan yang disebut Pelita(Pembangunan Lima Tahun)
yang dengan melibatkan para teknokrat dari Universitas Indonesia, dia berhasil memperoleh
pinjaman dari negara-negara Barat dan lembaga keuangan seperti IMF dan Bank Dunia.

Pelita berlangsung dari Pelita I-Pelita VI :

1. Pelita I (1 April 1969 – 31 Maret 1974)


Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi landasan awal
pembangunan Orde Baru.

Tujuan Pelita I :
Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi
pembangunan dalam tahap berikutnya.

Sasaran Pelita I :
Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan
kesejahteraan rohani.

Titik Berat Pelita I :


Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan
ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk
Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.

2. Pelita II (1 April 1974 – 31 Maret 1979)

Sasaran yang hendak di capai pada masa ini adalah pangan, sandang, perumahan, sarana dan
prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas lapangan kerja . Pelita II berhasil
meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata penduduk 7% setahun. Perbaikan dalam hal
irigasi. Di bidang industri juga terjadi kenaikna produksi. Lalu banyak jalan dan jembatan
yang di rehabilitasi dan di bangun.
3. Pelita III (1 April 1979 – 31 Maret 1984)

Pelita III lebih menekankan pada Trilogi Pembangunan yang bertujuan terciptanya
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Arah dan
kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala bidang. Pedoman pembangunan
nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan. Inti dari kedua
pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik
dan ekonomi yang stabil.

Isi Trilogi Pembagunan adalah sebagai berikut.

1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan


sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.

3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

4. Pelita IV (1 April 1984 – 31 Maret 1989)

Pada Pelita IV lebih dititik beratkan pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dan
meningkatkan ondustri yang dapat menghasilkan mesin industri itu sendiri. Hasil yang
dicapai pada Pelita IV antara lain swasembada pangan. Pada tahun 1984 Indonesia berhasil
memproduksi beras sebanyak 25,8 ton. Hasil-nya Indonesia berhasil swasembada beras.
kesuksesan ini mendapatkan penghargaan dari FAO(Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia)
pada tahun 1985. hal ini merupakan prestasi besar bagi Indonesia. Selain swasembada
pangan, pada Pelita IV juga dilakukan Program KB dan Rumah untuk keluarga.

5. Pelita V (1 April 1989 – 31 Maret 1994)

Pada Pelita V ini, lebih menitik beratkan pada sektor pertanian dan industri untuk
memantapakan swasembada pangan dan meningkatkan produksi pertanian lainnya serta
menghasilkan barang ekspor.

6. Pelita VI (1 April 1994 – 31 Maret 1999)

Titik beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan
industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia
sebagai pendukungnya. Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara
Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam
negeri yang mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.

Disamping itu Suharto sejak tahun 1970-an juga menggenjot penambangan minyak dan
pertambangan, sehingga pemasukan negara dari migas meningkat dari $0,6 miliar pada tahun
1973 menjadi $10,6 miliar pada tahun 1980. Puncaknya adalah penghasilan dari migas yang
memiliki nilai sama dengan 80% ekspor Indonesia. Dengan kebijakan itu, Indonesia di bawah
Orde Baru, bisa dihitung sebagai kasus sukses pembangunan ekonomi.

Kondisi Ekonomi Indonesia Pada Akhir Masa Orde Baru


Pelita VI (1 April 1994 – 31 Maret 1999)

Pada masa ini pemerintah lebih menitik beratkan pada sektor bidang ekonomi. Pembangunan
ekonomi ini berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan
kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya.

Namun Pelita VI yang diharapkan menjadi proses lepas landas Indonesia ke yang lebih baik
lagi, malah menjadi gagal landas dan kapal pun rusak.

Indonesia dilanda krisis ekonomi yang sulit di atasi pada akhir tahun 1997. Semula berawal
dari krisis moneter lalu berlanjut menjadi krisis ekonomi dan akhirnya menjadi krisis
kepercayaan terhadap pemerintah. Pelita VI pun kandas di tengah jalan.

Dampak Positif Kebijakan ekonomi Orde Baru :

1. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena setiap program pembangunan pemerintah


terencana dengan baik dan hasilnyapun dapat terlihat secara konkrit.

2. Indonesia mengubah status dari negara pengimpor beras terbesar menjadi bangsa yang
memenuhi kebutuhan beras sendiri (swasembada beras).

3. Penurunan angka kemiskinan yang diikuti dengan perbaikan kesejahteraan rakyat.

4. Penurunan angka kematian bayi dan angka partisipasi pendidikan dasar yang semakin
meningkat.

Dampak Negatif Kebijakan ekonomi Orde Baru :

1. Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam

2. Perbedaan ekonomi antardaerah, antargolongan pekerjaan, antarkelompok dalam


masyarakat terasa semakin tajam.

3. Pembagunan yang dilakukan hasilnya hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil
kalangan masyarakat, pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata.

4. Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi


kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.

5. Pembagunan tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah


yang justru menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan
Irian.

Anda mungkin juga menyukai