Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berfikir merupakan hal yang selalu dilakukan oleh manusia, dan berpikir pula
merupakan keistimewaan yang diberikan oleh Allah swt kepada kita manusia. Akal yang
diberikan oleh-Nya merupakan suatu pembeda antara kita dengan makhluk lainnya.
Para ilmuan-ilmuan yang terkemuka memberikan definisi tentang ilmu Filsafat
namun masing-masing definisi mereka berbeda akan tetapi tidak bertentangan, bahkan
saling mengisi dan saling melengkapi dan terdapat kesamaan yang saling mempertalikan
semua definisi itu. Hal tersebut baik untuk menambah wawasan kita karena dengan
mengetahui pengertian dari para ilmuan-ilmuan sebalum kita, kita banyak belajar dari
sana.
Filsafat merupakan suatu upaya berfikir yang jelas dan terang tentang seluruh
kenyataan, filsafat dapat mendorong pikiran kita untuk meraih kebenaran yang dapar
membawa manusia kepada pemahaman, dan pemahaman membawa manusia kepada
tindakan yang lebih layak.
Untuk mengetahui dan membuka wawasan rekan-rekan mahasiswa khususnya,
kami penyusun makalah akan membahas sejarah singkat tentang filsafat umum,
pengertian, manfaat mempelajari filsafat dan ruang lingkup filsafat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah pada makalah ini sebagai
berikut:
1. Apa pengertian filsafat ?
2. Bagaiamana manfaat mempelajari filsafat ?
3. Bagaiamana ruang lingkup filsafat ?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan dari makalah ini sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian dari filsafat.
2. Untuk mengetahui manfaat mempelajari filsafat.
3. Untuk mengetahui ruang lingkup filsafat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat

Pengertian filsafat, dalam sejarah perkembangan pemikiran kefilsafatan, antara satu


ahli filsafat dan ahli filsafat lainnya selalu berbeda, dan hampir sama banyaknya dengan
ahli filsafat itu sendiri. Pengertian filsafat dapat ditinjau dari dua segi, yakni secara
etimologi dan secara terminologi.
1. Filsafat secara Etimologi
Kata filsafat, yang dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah falsafah dan dalam
bahasa Inggris dikenal dengan istilah philosophy adalah berasal dari bahasa
Yunani philosophia. Kata philosophia terdiri atas kata philein yang berarti cinta (love)
dan sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom), sehingga secara etimologi istilah filsafat
berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti yang sedalam-dalamnya. Dengan
demikian, seorang filsuf adalah pencinta atau pencari kebijaksanaan. Kata filsafat
pertama kali digunakan oleh Pythagoras (582-496 SM). Arti filsafat pada saat itu belum
begitu jelas, kemudian pengertian filsafat itu diperjelas seperti yang banyak dipakai
sekarang ini dan juga digunakan oleh Socrates (470-399 M) dan para filsuf lainnya. 1
2. Filsafat secara Terminologi
Secara terminologi dalam arti yang dikandung oleh istilah filsafat. Dikarenakan
batasan dari filsafat itu banyak maka sebagai gambaran perlu diperkenalkan beberapa
batasan.
a. Plato
Plato berpendapat bahwa filsafat adalah pengetahuan yang mencoba untuk mencapai
pengetahuan tentang kebenaran yang asli.
b. Aristoteles
Menurut Aristoteles, filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran
yang didalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi,
politik, dan estetika (filsafat keindahan).
c. Al Farabi
Filsuf Arab ini mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu (pengetahuan) tentang hakikat
bagaimana alam maujud yang sebenarnya.

1 Lasiyo dan Yuwono, Pengantar Ilmu Filsafat (Cet. I; Yogyakarta: Liberty, 1985), h. 1.
d. Hasbullah Bakry
Menurut Bakry, ilmu filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan
mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan juga manusia sehingga dapat
menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai
akal manusia dan bagaimana sikap manusia seharusnya setelah mencapai
pengetahuan itu.[2]2
e. Notonegoro
Notonegoro berpendapat bahwa filsafat itu menelaah hal-hal yang menjadi objeknya
dari sudut intinya yang mutlak dan yang terdalam, yang tetap dan yang tidak berubah,
yang disebut hakikat.
Adapun Ali Mudhofir dalam buku Surajiyo memberikan arti filsafat sangat
beragam, yaitu sebagai berikut.
a. Filsafat sebagai suatu sikap
Filsafat adalah suatu sikap terhadap kehidupan dan alam semesta. Sikap secara filsafat
adalah sikap menyelidiki secara kritis, terbuka, toleran, dan selalu bersedia meninjau
suatu problem dari semua sudut pandang.
b. Filsafat sebagai suatu metode
Filsafat sebagai metode, artinya cara berpikir secara mendalam (reflektif),
penyelidikan yang menggunakan alasan, berpikir secara hati-hati dan teliti. Filsafat
berusaha untuk memikirkan seluruh pengalaman manusia secara mendalam dan jelas.
c. Filsafat sebagai analisis logis tentang bahasa dan penjelasan makna istilah,
kebanyakan filsuf memakai metode analisis untuk menjelaskan arti suatu istilah dan
pemakaian bahasa. Beberapa filsuf mengatakan bahwa analisis tentang arti bahasa
merupakan tugas pokok filsafat dan tugas analisis konsep sebagai satu-satunya fungsi
filsafat. Para filsuf analitis seperti G. E. Moore, B. Russel, L. Wittgeenstein, G. Ryle,
J. L. Austin, dan yang lainnya berpendapat bahwa tujuan filsafat adalah
menyingkirkan berbagai kekaburan dengan cara menjelaskan arti istilah atau
ungkapan yang dipakai dalam ilmu pengetahuan dan dipakai dalam kehidupan sehari-
hari. Mereka berpendirian bahwa bahasa merupakan laboratorium para filsuf, yaitu
tempat menyemai dan mengembangkan ide-ide.

2 Abbas Hamami M, Filsafat (Suatu Pengantar Logika Formal-Filsafat Pengetahuan) (Cet. I; Yogyakarta: Yayasan
Pembinaan Fakultas Filsafat UGM, 1976), h. 2.
Filsafat adalah tidak lebih dari suatu usaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
terakhir, tidak secara dangkal atau dogmatis seperti yang kita lakukan pada kehidupan
sehari-hari atau bahkan dalam kebiasaan ilmu pengetahuan. Akan tetapi secara kritis,
dalam arti: setelah segala sesuatunya diselidiki problem-probelm apa yang dapat
ditimbulkan oleh pertanyaan-pertanyaan yang demikian itu dan setelah kita menjadi sadar
dari segala kekaburan dan kebingungan, yang mmenjadi dasar bagi pengertian kita sehari-
hari.3
Barangkali karena rumitnya mendefinisikan filsafat dan ternyata hasilnya juga
relatif sangat beragam, maka Muhammad Hatta tidak mau terlalu gegabah memberikan
definisi filsafat. Menurut dia sebaiknya filsafat tidak diberikan defenisi terlebih dahulu,
biarkan saja orang mempelajarinya secara serius, nanti dia akan faham dengan sendirinya.
Pendapat Hatta ini mendapat dukungan dari Langeveld. Pendapat ini memang ada
benarnya, sebab inti sari filsafat sesungguhnya terdapat pada pembahasannya. Akan tetapi
– khususnya bagi pemula – sekedar untuk dijadikan patokan awal maka defenisi itu masih
sangat diperlukan.
Pendapat ini benar adanya, sebab intisari berfilsafat itu terdapat dalam pembahasan
bukan pada defenisi. Namun, defenisi filsafat untuk dijadikan patokan awal diperlukan
untuk memberi arah dan cakupan objek yang dibahas, terutama yang terkait dengan
filsafat ini. Karena itu, disini dikemukakan beberapa defenisi dari para filosof terkemuka
yang cukup representatif, baik dari segi zaman maupun kualitas pemikiran.4
Sementara itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan
filsafat sebagai :
a. Pengetahuan dan penyelidikan dengan akal mengenai hakikat segala yang ada, sebab,
dan hukumnya.
b. Teori yang mendasari alam pemikiran atau suatu kegiatan
c. Ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemology.
Secara umum filsafat berarti upaya manusia untuk memahami sesuatu secara
sistimatis, radikal dan kritis. Filsafat disini bukanlah suatu produk, melainkan proses,
proses yang nantinya akan menentukan sesuatu itu dapat diterima atau tidak. Dari uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa filsafat adalah suatu studi atau cara berfikir yang

3 Bambang Q-Anees dan Radea Juli A. Hambali, Filsafat Untuk Umum (Cet. I; Jakarta: Kencana, 2003), h. 1.

4 Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Cet. II; Jakarta: Pt. Rajawali Pers, 2005), h. 6.v
dilakukan secara reflektif atau mendalam untuk menyelidiki fenomena-fenomena yang
terjadi dalam kehidupan dengan menggunakan alasan yang diperoleh dari pemikiran kritis
yang penuh dengan kehati-hatian. Filsafat didalami tidak dengan melakukan eksperimen-
eksperimen, tetapi dengan menggunakan pemikiran yang mendalam untuk
menggungkapkan masalah secara persis, mencari solusi dengan memberi argumen dan
alasan yang tepat.
Pemahaman yang mendorong timbulnya filsafat pada seseorang karena adanya
sikap heran atau takjub yang melahirkan suatu pertanyaan. Pertanyaan itu memerlukan
jawaban dan untuk mencari jawaban tersebut perlu adanya pemikiran-pemikiran yang
mendalam untuk menemukan kebenarannya. Sehingga melahirkan keseriusan untuk
melakukan penyelidikan secara sistimatis. Jadi dengan berfilsafat maka keinginan untuk
mengetahui fenomena-fenomena dapat dimengerti dengan lebih mudah.
Filsafat merupakan usaha untuk memperoleh pandangan yang menyeluruh, filsafat
yang mencoba menggabungkan kaasimpulan dari berbagai ilmu dan pengalaman manusia
menjadi suatu pandangan dunia yang konsisten. Para filsuf berhasrat meninjau kehidupan
tidak dengan sudut pandaang yang khusus sebagaimana di lakukan oleh seorang
ilmuawan. Para filsuf memakai pandangan yang menyeluruh terhadap kehidupan sebagai
suatu totalitas. Tujuan filsafat adalah mengambil alih hasil-hasil pengalaman manusia
dalam bidang keagamaan, etika, dan ilmu pengatahuan, kemudian hasil-hasil tersebut di
renungkan secara menyeluruh Dengan cara ini diharapkan dapat diperoleh beberapa
kesimpulan umum tentang sifat-sifat dasar alam semesta, kedudukan manusia di
dalamnya serta berbagai pandangan ke depan.
B. Manfaat Mempelajari Filsafat
Menurut Harold H. Titus, filsafat adalah suatu usaha untuk memahami alam
semesta, maknanya dan nilainya. Oemar A. Hosein mengatakan: Ilmu memberi kepada
kita pengetahuan, dan filsafat memberikan hikmah. Filsafat memberikan kepuasan
kepada keinginan manusia akan pengetahuan yang tersusun dengan tertib, akan
kebenaran. Radhakrishnan dalam bukunya, History of Philosophy menyebutkan: Tugas
filsafat bukanlah sekedar mencerminkan semangat masa ketika kita hidupi, melainkan
membimbingnya maju. Fungsi filsafat adalah kreatif, menerapkan nilai, menerapkan
tujuan, menentukan arah dan menuntun pada jalan baru.
Berbeda dengan pendapat Soemadi Soejabrata, yaitu mempelajari filsafat adalah
untuk mempertajam pikiran maka H. De Vos berpendapat bahwa filsafat tidak hanya
cukup diketahui, tetapi harus dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan filsafat adalah mencari hakikat
kebenaran sesuatu, baik dalam logika (kebenaran berpikir), etika (berperilaku), maupun
Metafisika (hakikat keaslian).Manfaat mempelajari filsafat ada bermacam-macam.
Namun sekurang-kurangnya ada empat macam faedah, yaitu :
1. Agar terlatih berpikir serius
2. Agar mampu memahami filsafat
3. Agar mungkin menjadi filsafat
4. Agar menjadi warga negara yang baik
Berfilsafat ialah berusaha menemukan kebenaran tentang segala sesuatu dengan
menggunakan pemikiran secara serius. Kemampuan berpikir serius diperlukan oleh orang
biasa, penting bagi orang-orang penting yang memegang posisi penting dalam
membangun dunia. Plato menghendaki kepala negara seharusnya filosuf. Belajar filsafat
merupakan salah satu bentuk latihan untuk memperoleh kemampuan memecahkan
masalah secara serius, menemukan akar persoalan yang terdalam, menemukan sebab
terakhir satu penampakkan.5
Dengan uraian di atas jelaslah bagi kita bahwa secara kongkrit manfaat mempelajari
filsafat adalah :
1. Filsafat menolong mendidik, membangun diri kita sendiri; dengan berpikir lebih
mendalam, kita mengalami dan menyadari kerohanian kita. Rahasia hidup yang kita
selidiki justru memaksa kita berpikir,untuk hidup dengan sesadar-sadarnya, dan
memberikan isi kepada hidup kita sendiri.
2. Filsafat memberikan kebiasaan dan kepandaian untuk melihat dan memecahkan
persoalan-persoalan dalam hidup sehari-hari. Orang yang hidup secara dangkal
saja,tidak mudah melihat persoalan-persoalan, apalagi melihat pemecahannya.
Daalam filsafaat kita di latih melihat dulu apa yang menjadi persoalan dan ini
merupakan syarat mutlak untuk memacahkaannya.
3. Filsafat memberikan pandangan yang luas, membendung akuisme dan aku-
sentrisme (dalam segala hal yang melihat dan mementingkan kepentingan dan
kesenangan si aku ).
4. Filsafat merupakan latihan untuk berpikir sendiri, hingga kita tak hanya ikut-ikutan
saaja, membuntut pada pandangan umum, percaya akan setiap seboyan dalam surat

5 Ahmad Syadali Dan Mudzakir, Filsafat Umum (Cet II ; Bandung: Pustaka Setia,2004), h. 28.
kaabar, tetapi secara kritis menyelidiki apa yang dikemukakan orang, mempunyai
pendapat sendiri, berdiri sendiri, dengan cita-cita mencari kebenaran.
5. Filsafat memberikan dasar,-dasar, baik untuk hidup kita sendiri (terutama dalam
etika) maupun untuk ilmu-ilmu pengetahuan dan lainnya, seperti sosiologi, Ilmu
jiwa, ilmu mendidik, dan sebagainya.
Studi filsafat harus membantu orang-orang untuk membangun keyakinan
keagammaan atas dasar yang matang secara intelektual. Filsafat dapat mendukung
kepercayaan keagamaan seseorang, asal saja kepercayaan tersebut tidak bergantung
kepada konsepsi, yang pra ilmiah, yang usang, yang sempit dan yang dogmatis. Urusan
(concerns) utama agama ialah harmoni, pengaturan, ikatan, pengabdian, perdamaian,
kejujuran, pembebasan, dan Tuhan.
Tujuan filsafat adalah mencari hakikat dari suatu objek atau gejala secara
mendalam, sedangkan pada ilmu pengetahuan empiris hanya membicarakan gejala-
gejala. Membicarakan gejala untuk masuk kepada hakikat itulah yang menjadi fokus
filsafat.Untuk sampai kepada hakikat harus melalui suatu metode yang khas dari filsafat.
Jadi, dalam filsafat itu harus reflektif, radikal, dan integral. Reflektif di sini berarti
manusia menangkap objek secara intensional, dan sebagai hasil dari proses tersebut
adalah keseluruhan nilai dan makna yang diungkapkan manusia dari objek yang di
hadapinya.Filsafat juga bersifat integral yang berarti mempunyao kecenderungan untuk
memperoleh pengetahuan yang utuh sebagai suatu keseluruhan. Jadi, Filsafat ingin
memandang objeknya secara utuh. Filsafat membahas lapisan terakhir dari segala sesuatu
atau membahas yang paling mendasar.6

C. Ruang Lingkup Filsafat


Secara umum, filsafat mempunyai objek yaitu segala sesuatu yang ada dan mungkin
ada dan boleh juga diaplikasikan, yaitu tuhan, alam semesta, dan sebagainya. Objek
adalah sesuatu yang merupakan bahan dari suatu penelitian atau pembentukan
pengetahuan. Setiap ilmu pengetahuan pasti mempunyai objek, yang dibedakan menjadi
dua, yaitu objek material dan objek formal. Apabila diperhatikan secara seksama objek
filsafat tersebut dapat dikatagorikan kepada dua:
1. Objek Material Filsafat

6 Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar (Cet. I ; Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h. 4.
Objek material adalah suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau
pembentukan pengetahuan itu. Objek material juga adalah hal yang diselidiki,
dipandang, atau disorot oleh suatu disiplin ilmu. Objek material mencakup apa saja,
baik hal-hal konkret ataupun hal yang abstrak.
Objek material dari filsafat ada beberapa istilah dari para cendekiawan, namun
semua itu sebenarnya tidak ada yang bertentangan.
a. Mohammad Noor Syam berpendapat, ‘Para ahli menerangkan bahwa objek filsafat
itu dibedakan atas objek material atau objek materil filsafat; segala sesuatu yang ada
dan yang mungkin ada, baik materil konkretm psikis maupun nonmateril abstrak,
psikis. Termasuk pula pengertian abstrak-logis, konsepsional, spiritual, dan nilai-
nilai. Dengan demikian, objek filsafat tidak terbatas’.7
b. Poedjawijatna berpendapat, ‘jadi, objek material filsafat ialah ada dan yang mungkin
ada. Dapatkah dikatakan bahwa filsafat itu keseluruhan dari segala ilmu yang
menyelidiki segala sesuatunya juga?’ Dapat dikatakan bahwa objek filsafat yang
kami maksud adalah objek materialnya – sama dengan objek material dari ilmu
seluruhnya. Akan tetapi, filsafat tetap filsafat dan bukan merupakan kumpulan atau
keseluruhan ilmu’. 8
c. Oemar Amir Hoesin berpendapat, masalah lapangan penyelidikan filsafat adalah
‘karena manusia mempunyai kecenderungan hendak berpikir tentang segala sesuatu
dalam alam semesta, terhadap segala yang ada dan yang mungkin ada. Objek
sebagaimana tersebut adalah menjadi objek materi filsafat’.
d. Louis O. Kattsoff berpendapat, ‘lapangan kerja filsafat itu bukan main luasnya,
meliputi segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu apa saja yang ingin
diketahui manusia’.
e. H.A. Dardiri berpendapat, objek material filsafat adalah segala sesuatu yang ada, baik
yang ada dalam pikiran, ada dalam kenyataan maupun ada dalam kemungkinan.
Kemudian, apakah gerangan segala sesuatu yang ada itu?
Segala sesuatu yang ada dapat dibagi dua, yaitu
1) Ada yang bersifat umum, dan
2) Ada yang bersifat khusus.

7 Mohammad Noor Syam, Pengantar Tinjauan Pancasila dari Segi Filsafat (Cet. I; Labotarium Pancasila IKIP
Malang, 1981), h. 12.

8 Poedjawijatna, Pembimbing Ke Arah Alam Filsafat (Cet. V; Jakarta: Pembangunan, 1980),


Ilmu yang menyelidiki tentang hal ada pada umumnya disebut ontologi.
Adapunada yang bersifat khusus dibagi dua, yaitu ada yang mutlak, dan ada yang
tidak mutlak. Ilmu yang menyelidiki tentang ada yang bersifat mutlak
disebuttheodicea. Ada yang tidak mutlak dibagi lagi menjadi dua, yaitu alam dan
manusia. Ilmu yang menyelidiki alam disebut kosmologi dan ilmu yang menyelidiki
manusia disebut metafisik.
f. Abbas Hammami M. berpendapat, sehingga dalam filsafat objek materil itu
adalah adayang mengatakan, alam semesta, semua keberadaan, masalah hidup,
masalah manusia, masalah Tuhan, dan lainnya. Karena untuk menjadikan satu
pendapat tentang tumpuan yang berbeda akhirnya dikatakan bahwa segala
sesuatu ada lah yang merupakan objek materil
Setelah meneropong berbagai pendapat dari para ahli di atas dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa objek material dari filsafat sangat luas mencakup segala sesuatu
yang ada.
Adapun permasalahn dalam kefisafatan mengandung ciri-ciri seperti yang
dikemukakan Ali Mudhofir, yaitu sebagai berikut.
a. Bersifat sangat umum. Artinya, persoalan kefilsafatan tidak bersangkutan
dengan objek-objek khusu. Sebagian besar masalah kefilsafatan berkaitan ide-
ide dasar. Misalnya, filsafat tidak menanyakan “berapa harta yang Anda
sedekahkan dalam satu bulan?” Akan tetapi, filsafat menyakan “apa keadilan
itu?”
b. Tidak menyangkut fakta disebabkan persoalan filsafat lebih bersifat spekulatif.
Persoalan yang dihadapi dapat melampaui pengetahuan ilmiah.
c. Bersangkutan dengan nilai-nilai (values), artinya persoalan kefilsafatan bertalian
dengan nilai, baik nilai moral, estetis, agama, dan sosial. Nilai dalam pengertian
ini adalah suatu kualitas abstrak yang ada pada sesuatu hal.
d. Bersifat kritis, artinya filsafat merupakan analisis secara kritis terhadap konsep
dan arti yang biasanya diterima dengan begitu saja oleh suatu ilmu tanpa
pemeriksaan secara kritis.
e. Bersifat sinoptik, artinya persoalan filsafat mencakup struktur kenyataan secara
keseluruhan. Filsafat merupakan ilmu yang membuat susunan kenyataan sebagai
keseluruh.
f. Bersifat implikatif, artinya kalau sesuatu persoalan kefilsafatan sudah dijawab,
dari jawaban tersebut akan memunculkan persoalan baru yang saling
berhubungan. Jawaban yang dikemukakan mengandung akibat lebih jauh yang
menyentuh berbagai kepentingan manusia.

2. Objek Formal Filsafat


Objek formal merubah objek khusus filsafat yang sedalam-dalamnya. Objek
formal adalah sudut pandang dari mana sang subjek menelaah objek materialnya.
Suatu obyek material dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang sehingga
menghasilkan ilmu yang berbeda-beda. Objek formal ini dapat dipahami melalui dua
kegiatan:
a. Aktivitas berfikir murni (reflective thinking) artinya kegiatan akal manusia
dengan usaha untuk mengerti dengan usaha untuk mengerti secara mendalam
segala sesuatunya sampai ke akar-akarnya.
b. Produk kegiatan berfikir murni, artinya hasil dari pemikiran atau penyelidikan
dalam wujud ilmu atau ideologi.
Mengenai objek formal ini ada juga yang mengindentikan dengan metafisika,
yaitu hal-hal diluar jangkauan panca indra, seperti persoalan esensi dan substansi
alam, yaitu sebab utama terjadinya alam. Metafisika berasal dari bahasa yunani,
yaitu metha artinya di belakang, sedangkan fisika artinya fisik atau nyata. Untuk itu
dapat dipahami pengertian methafisika adalah pemikiran yang jauh dan mendalam
dibalik apa yang bisa dijangkau oleh panca indra seperti Tuhan, asal alam, hakikat
manusia, dan sebagainya.
Bagi plato (+ 427-347 SM) filsafat adalah penyelidikan tentang sebab-sebab
dan asas-asas yang paling akhir dari segala sesuatu yang ada. Sementara bagi
Aritoteles (+ 384-322 SM) filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berupaya
mempelajari “peri ada selaku ada” (being as being) atau “peri ada sebagaimana
adanya” (being as such). Dari dua pernyataan tersebut, dapatlah diketahui bahwa
“ada” merupakan objek materi dari filsafat. Karena fisafat berusaha memberikan
penjelasan tentang dunia seluruhnya, termasuk dirinya sendirinya, maka “ada” disini
meliputi segala sesuatu yang ada dan, bahkan, yang mungkin ada atau seluruh ada.
Jadi, secara singkat dapat dikatakan, jika filsafat itu bersifat holistik atau
keseluruhan, sementara ilmu pengetahuan lainnya bersifat Fragmental atau bagian-
bagian.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan pada makalah ini sebagai berikut:
1. Kata filsafat, yang dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah falsafah dan dalam
bahasa Inggris dikenal dengan istilah philosophy adalah berasal dari bahasa
Yunani philosophia. Kata philosophia terdiri atas kata philein yang berarti cinta
(love) dan sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom), sehingga secara etimologi
istilah filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti yang sedalam-
dalamnya. Filsafat merupakan usaha untuk memperoleh pandangan yang
menyeluruh, filsafat yang mencoba menggabungkan kaasimpulan dari berbagai ilmu
dan pengalaman manusia menjadi suatu pandangan dunia yang konsisten.
2. Manfaat adanya Filsafat adalah untuk membantu seseorang untuk terlatih berpikir
serius dan mampu menjadi warga negara yang baik.
3. Ruang lingkup filsafat yaitu filsafat mempunyai objek yaitu segala sesuatu yang ada
dan mungkin ada dan boleh juga diaplikasikan, yaitu tuhan, alam semesta, dan
sebagainya. Objek adalah sesuatu yang merupakan bahan dari suatu penelitian atau
pembentukan pengetahuan. Setiap ilmu pengetahuan pasti mempunyai objek, yang
dibedakan menjadi dua, yaitu objek material dan objek formal.
B. Saran
Saran pada makalah ini adalah penulis mengharapkan masukan dari Dosen
dan teman-teman mahasiswa serta para pembaca agar makalah ini dapat berguna
untuk kedepannya karena penulis sadar makalah sangat jauh dari sebuah kata
kesempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Lasiyo dan Yuwono, Pengantar Ilmu Filsafat (Cet. I; Yogyakarta: Liberty, 1985), h. 1.
[2] Abbas Hamami M, Filsafat (Suatu Pengantar Logika Formal-Filsafat Pengetahuan) (Cet.
I; Yogyakarta: Yayasan Pembinaan Fakultas Filsafat UGM, 1976), h. 2.
[3] Bambang Q-Anees dan Radea Juli A. Hambali, Filsafat Untuk Umum (Cet. I; Jakarta:
Kencana, 2003), h. 1.
[4] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Cet. II; Jakarta: Pt. Rajawali Pers, 2005), h. 6.
[5] Ahmad Syadali Dan Mudzakir, Filsafat Umum (Cet II ; Bandung: Pustaka Setia,2004), h.
28.
[6] Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar (Cet. I ; Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h. 4.
[7] Mohammad Noor Syam, Pengantar Tinjauan Pancasila dari Segi Filsafat (Cet. I;
Labotarium Pancasila IKIP Malang, 1981), h. 12.
[8] Poedjawijatna, Pembimbing Ke Arah Alam Filsafat (Cet. V; Jakarta: Pembangunan, 1980),

Anda mungkin juga menyukai