Anda di halaman 1dari 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Lele

Ikan lele adalah salah satu jenis ikan air tawar yang termasuk ke dalam ordo Siluriformes dan
digolongkan kedalam ikan bertulang sejati. Lele dicirikan dengan tubuhnya yang licin dan pipih memanjang,
serta adanya sungut yang menyembul dari daerah sekitar mulutnya. Nama ilmiah Lele adalah Clarias spp.
Adapun Klasifikasi ikan lele berdasarkan Hilwa (2004) sebagai berikut:

Filum : Chordota

Kelas : Pisces

Subkelas: Ostarophysi

Ordo : Ostarophysi

Subordo : Siluroidae

Famili : Clariidae

Genus : Clarias

Lele merupakan jenis ikan konsumsi yang dikenal secara luas. Kandungan gizinya Ikan lele
mengandung kadar air 78,5 gr, kalori 90 gr, protein 18,7 gr, lemak 1,1 gr, Kalsium (Ca) 15 gr, Phosphor (P)
260gr, Zat besi (Fe) 2gr, Natrium 150gr, Thiamin 0,10gr, Riboflavin 0,05gr, Niashin 2,0 gr per 100gram.
Sehingga lele mengandung protein yang tinggi dan zat penguat tulang (kalsium) yang baik untuk makanan
anak balita. Selain itu lele juga mengandung mineral lain yang penting pula untuk kesehatan tubuh
(Djatmiko Hertami,1986). Komposisi gizi ikan lele meliputi kandungan protein (17,7 %), lemak (4,8 %),
mineral (1,2 %), dan air (76 %) (Astawan, 2008).

Keunggulan ikan lele dibandingkan dengan produk hewani lainnya adalah kaya akan leusin dan lisin.
Leusin (C6H13NO2) merupakan asam amino esensial yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan anak-
anak dan menjaga keseimbangan nitrogen. Leusin juga berguna untuk perombakan dan pembentukan
protein otot. Sedangkan lisin merupakan salah satu dari 9 asam amino esensial yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan dan perbaikan jaringan. Lisin termasuk asam amino yang sangat penting dan dibutuhkan
sekali dalam pertumbuhan dan perkembangan anak (Zaki, 2009).

Adapun ketersediaan ikan lele di Indonesia ini Selama lima tahun terakhir menurut direktorat
jenderal penguatan daya saing produk kelautan dan perikanan Kementrian Kelautan dan Perikanan (2014)
produksi lele terus meningkat. Pada tahun 2010 produksi nasional ikan lele sebesar 69,386 ton, tahun 2011
sebesar 77,332 ton, tahun 2012 sebesar 91,735 lalu tahun 2013 meningkat menjadi 114,371 ton dan pada
tahun 2014 terus meningkat menjadi 144,755. Tahun 2015, angka sementara yang dipublikasikan produksi
ikan lele dari hasil budidaya sebesar 273.554 ton.

Lele yang selama ini dikenal sebagai ikan budidaya ternyata dapat dikembangkan menjadi produk
olahan seperti Lele Asap, Nugget Lele, Kerupuk Lele, kaki Naga Ikan Lele, Abon Lele, Kue Semprong, Biskuit
Lele dan masih banyak lagi produk yang lain. Pengolahan ikan lele menjadi produk lain bertujuan untuk
meningkatkan minat masyarakat terhadap ikan lele tersebut karena tidak semua lapisan masyarakat ingin
mengkonsumsi ikan lele dalam keadaan utuh (misalnya pecel lele atau lele goreng). Dengan pertimbangan
tersebut di atas dan melihat karakteristik ikan lele maka sangat besar peluang untuk mengembangkan ikan
lele menjadi berbagai produk olahan.

2.2 Deskripsi Bakso Ikan

Pengembangan berbagai produk olahan hasil perikanan dapat dijadikan alternatif


menumbuhkan kebiasaan mengkonsumsi ikan bagi masyarakat Indonesia, sekaligus merupakan upaya
untuk meningkatkan nilai gizi masyarakat. Salah satu bentuk dari produk olahan ikan tersebut adalah
bakso ikan.
Bakso merupakan produk yang cukup memasyarakat dan disukai konsumen. Potensi pasar
bakso ikan di Indonesia maupun luar negeri seperti Malaysia, Singapura, Hongkong, Taiwan dan Kanada
cukup tinggi. Apabila kualitas bakso ikan baik, maka dapat dijadikan usaha yang cukup menjanjikan.
Bakso ikan yang bermutu tinggi dapat diperoleh dari penanganan bahan baku yang baik, hingga ke
pemasaran. Bakso umumnya berbentuk bulat dengan penampakan yang bersih dan mengkilap.
Berdasarkan bahan bakunya bakso terdiri dari bakso tuna, tenggiri, lele dan lain- lain.
Bakso didefinisikan sebagai daging ikan yang dihaluskan (kadar daging ikan tidak kurang dari
50%), dicampur dengan tepung pati, lalu dibentuk bulat- bulat dengan tangan sebesar kelereng atau
lebih besar dan dimasukkan ke dalam air panas. Adonan bakso diolah dengan cara memotong-motong
daging ikan dengan ukuran kecil, kemudian cincang halus dengan menggunakan pisau tajam atau
blender. Setelah itu daging diuleni dengan es batu atau air es (10-15% berat daging) dan garam serta
bumbu lainnya sampai menjadi adonan yang kalis dan plastis sehingga mudah dibentuk. Sedikit demi
sedikit ditambahkan tepung pati agar adonan lebih mengikat. Penambahan tepung pati sebesar 15-20%
dari berat daging (Winarno, 1997).

2.3 Deskripsi Tepung MOCAF

MOCAF adalah produk tepung dari ubi kayu (manihod esculenta crantz) yang diproses
menggunakan prinsip memodifikasi sel ubi kayu secara fermentasi. Microba yang tumbuh menyebabkan
perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan gelasi, daya
rehidrasi, dan kemudahan melarut. Mikroba juga menghasilkan asam-asam organik, terutama asam laktat
yang akan terimbibisi dalam bahan, dan ketika bahan tersebut di olah akan dapat menghasilkan aroma dan
citra rasa khas yang dapat menutupi aroma dan citra rasa ubi kayu yang cenderung tidak menyenangkan
konsumen. Selama proses fermentasi terjadi pula penghilangan komponen penimbul warna dan protein
yang dapat menyebabkan warna coklat ketika pengeringan. Dampaknya adalah Mocaf-T1 yang dihasilkan
lebih putih jika dibandingkan dengan tepung ubi kayu biasa (Astuti, 2009).

Adapun komponen yang terkandung dalam tepung Mocaf dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 2. Komposisi Kimia Tepung mocaf
Komponen Tepung Mocaf
Kadar Air (%) 9,25
Kadar protein (%) 1,93
Kadar abu (%) 0,30
Kadar pati (%) 85,60
Kadar serat (%) 0,21
Kadar lemak (%) 2,72
Kadar HCN (mg/kg) tidak terdeteksi
Sumber: *Subagio dan Haryanto Budiman et al., (2006)

Komponen yang terdapat pada tepung mocaf tidak sama persisi dengan komponen yang
terkandung pada tepung terigu, berikut tabel komposisi kandungan tepung terigu ;
Tabel 3. Komposisi Kimia Tepung terigu
Komponen Tepung terigu
Protein (%) 11,72
lemak (%) 0,85
pati (%) 69,32
amilosa (%) 17,59
abu(%) 2,18
air (%) 13,88
Sumber : Subagio dan Haryanto Budiman,(2006)

Menurut Soekarto (2009) Keunggulan dari tepung mocaf dibandingkan dengan tepung terigu adalah

1. Kandungan serat terlarut(soluble fiber) lebih tinggi


2. Kandungan mineral(kalsium) lebih tinggi (58) dibanding padi (6) dan gandum (16)
3. Oligasakarida penyebab flatulensi sudah terhidrolis.
4. Mempunyai daya kembang setara dengan gandum tipe II (kadar protein menengah).
5. Daya cerna lebih tinggi

2.5 Bubuk Cengkeh

Rasa yang khas dari cengkeh ini membuat tanaman ini dimanfaatkan, selain digunakan segagai
bumbu dapur dan bahan campuran rokok kretek, cengkeh juga sering digunakan sebagai obat. Cengkeh
berkhasiat sebagai anti bakteri alami. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Dalijit Arora (1990),
seorang ahli mikrobiologi dari India membuktikan-cengkeh dapat membunuh hampir semua bakteri
penyebab penyakit yang ditelitinya, termasuk bakteri yang sudah kebal dengan racun obat-obat antibiotika.
Dengan konsentrasi 0,20 gram/100m1, serbuk bunga cengkeh dapat menghambat bakteri Staphylococcus
aureus (Winarno, 1997). Mengingat cengkeh ini aman digunakan maka pemanfaatannya dapat dilakukan
seoptimal mungkin. Untuk dapat mengetahui kemampuan cengkeh dalam rnenghambat pertumbuhan
bakteri E.coli.

2.6 Ketahanan Pangan

Konsep ketahanan pangan yang dianut Indonesia dapat dilihat dari Undang-Undang (UU) No.7
Tahun 1996 tentang pangan, Pasal 1 Ayat 17 yang menyebutkan bahwa "Ketahanan pangan adalah kondisi
terpenuhinya pangan rumah tangga (RT) yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah
maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau". UU ini sejalan dengan definisi ketahanan pangan
menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1992,
yakni aksess setiap RT atau individu untuk dapat memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan
hidup yang sehat (Dewan Ketahanan Pangan, 2009). Sementara pada World Food Summit tahun 1996,
ketahanan pangan disebut sebagai akses setiap RT atau individu untuk dapat memperoleh pangan pada
setiap waktu untuk keperluan hidup yang sehat dengan persyaratan penerimaan pangan sesuai dengan
nilai atau budaya setempat (Pambudy, 2002).

Adapun berbagai cara untuk mengatasi krisis pangan adalah pemanfaatan potensi komoditas local
secara maksimal. Komoditas dari sector pertanian salah satunya dengan pemanfaatan ubi kayu. Salah
satunya adalah penggunaan tepung MOCAF yang dibuat dari ubi kayu, merupakan diversitifikasi produk
berbasis potensi lokal, akan mengurangi ketergantungan kita akan bahan pangan impor seperti terigu dan
beras. Pada sector perikanan pemanfaatan ikan lele dapat dilakukan diversifikasi olahan lele ini sehingga
dapat meningkatkan konsumsi protein hewani khususnya ikan bagi masyarakat Indonesia (Rahayu, 1998).
PEMBAHASAN

WARNA, AROMA, DAN RASA


Salah satu ciri khas bakso adalah memiliki sifat kenyal, namun kekenyalan bakso ikan kurang jika
dibandingkan oleh bakso sapi. Semakin lama peyimpanan, bakso ikan akan cenderung menjadi lebih
lembek dan berair. Hal ini berkaitan dengan aktivitas mikroorganisme sehingga kandungan air bakso
meningkat.
Warna bakso ikan yang diproduksi sedikit coklat karena daging ikan yang digunakan memiliki warna
coklat. Semakin lama penyimpanan, daging berubah menjadi agak pucat dan pudar warnanya. Sedangkan
Aroma bakso ikan yang dihasilkan memiliki aroma sedikit amis namun ternyata tetap disukai oleh
konsumen, karena aroma amisnya ditutupi oleh ekstrak cengkeh. Ekstrak cengkeh juga dapat
memperpanjang umur simpan karena sifatnya yang antibakteri, oleh karena Bakso ikan lele yang
merupakan bahan pangan yang tinggi karbohidrat dan protein sehingga mudah rusak oleh mikroorganisme
sehingga umur simpan bakso tidak lebih dari 1 hari jika disimpan pada suhu kamar.
Astawan, M. 2008. Lele bantu pertumbuhan janin. http://wilystra2007.multiply.com/journal/ite
m/62/Lele_Bantu_Pertumbuhan_Janin (13 September 2008)
Astuti, E.F. 2009. Pengaruh Jenis Tepung dan Cara Pemasakan terhadap Mutu Bakso dari
Surimi Ikan Hasil Tangkap Sampingan (HTS). Fakultas Perikanan danIlmu Kelautan.
Institut Pertanian Bogor.
Direktorat Jenderal Perikanan, 2014. Statistik Ekspor Hasil Perikanan. Departemen Kelautan dan
Perikanan: Jakarta.

Dewan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian RI and World Food Programme (WFP).2009. Peta
kerentanan dan Ketahanan PanganIndonesia (FSVA). Jakarta:
documents.wfp.org/stellent/groups/public/.../ena/wfp236710.pdf

Pambudy. 2002. Ketahanan Pangan Berbasis Produksi Dan Kesejahteraan Petani, Fakultas Pertanian
UGM dan MMA-UGM: Yogyakarta

Rahayu, WP. 1998. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi,
Fakultas Teknologi pangan IPB: Bogor.

Soekarto, T. 1990. Penilaian Organoleptik. Bhatara Karya Aksara: Jakarta.

Subagyo dan Haryono Budiman. 2004. Analisa Bahan: Kandungan Tepung Mocaf.
Liberty:Yogyakarta.

Winarno, F.G. 1997. Pangan Gizi Teknologi dan konsumen. PT . Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Zaki. 2009. Budi Daya Ikan Lele ( Clarias batrachus ).http://wilystra2008.


biologi.com/journal/item/54/Budi_Daya_Ika n_Lele(Clariasbatrachus). Diakses pada tanggal
8 September 2016 Pukul 20:00

Anda mungkin juga menyukai