Anda di halaman 1dari 4

GTL DAN PEMANFAATANNYA DI INDONESIA

Oleh : Ir. Herucokro TM, anggota IATMI mantan WaKa BPPKA Pertamina dan
kini Managing Director PT. CMS.

Kenaikan harga minyak mentah semenjak tahun 2002 dari US $ 26/bbl menjadi
sekitar US $ 60/bbl pada awal tahun 2006 telah ikut membebani Indonesia. Kondisi
eksternal yang berkembang nampaknya mendorong kenaikan harga dapat berlanjut
sehingga berakibat rawannya penyediaan dan harga BBM domestik. Pada situasi
seperti ini pemanfaatan sumber daya alam hidrokarbon yang tersisa secara optimal
untuk menghasilkan BBM bukan lagi sebagai wacana, tetapi sudah harus jelas
kebijaksanaan pengembangannya. Strategis pemanfaatan ditetapkan dalam tahapan
yang jelas serta realistis dan sesuai dengan lokasi sumber daya alam hidrokarbon
dan lingkungannya di Indonesia.
Cadangan sumber daya alam hidrokarbon Indonesia yang cukup besar, tidaklah tidak
terbatas. Catatan mengenai sisa cadangan dan produksi tahunan menunjukan
penurunan untuk minyak dan kenaikan untuk gas. Kebutuhan bahan bakar cair
(BBM) dapat dikatakan tidak menurun dan kebutuhan gas naik setelah pemerintah
memperlakukan harga BBM pada harga pasar dunia. Data total cadangan gas saat
ini yang mencapai 170 TSC masih memberikan ruang yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan energi di Indonesia, namun akumulasi cadangan itu relatif ukurannya
sedang/kecil, tersebar, dan membutuhkan sistem transportasi yang tidak murah
untuk mencapai kawasan yang membutuhkannya.
Beberapa alternatif mengenai pemanfaatan gas yang fleksibel mudah dan murah
diangkut serta mempunyai nilai tambah tinggi, telah dipelajari. Salah satu alternatif
pemanfaatan gas ᤡlah GTL, yaitu produk berupa cairan dasar yang nama
komersialnya dikategorikan sebagai fuel (LPG dan diesel), special streams (bahan
baku oli dan lilin) serta petrochemicals (naptha dan produk turunannya).
Bahan baku GTL selain berasal dari gas alam dapat pula berasal dari batubara
yaitu Coal To Liquid (CTL), karena produk ini dibuat dalam pabrik maka sering
dikatakan produk sintetik.
GTL dibuat secara bertahap (multi step), yaitu konversi tidak langsung dari methane
menjadi hidrocarbon dengan berat jenis molekul yang lebih tinggi/panjang mulai dari
LPG sampai lilin parifin (parifin waxes). Tahapan dimulai dari persiapan bahan baku
gas alam untuk dibuat sintetik gas (syntetic gas). Melalui proses steam reforming
dan atau partial oxidation, produk sintetik gas ini dimasukkan ke reaktor Fischer-
Tropsch (F-T), menjadi minyak mentah sintetik (syntetic crude) yang kemudian
diolah dalam kilang upgrading (cracking) menjadi produk BBM seperti LPG, Naphtha
dan Middle Distillate (jet fuel/kerosene dan diesel). Kualitas BBM yang dihasilkan,
ramah lingkungan dan mutu tinggi (tanpa sulphur dan aromatic, tidak beracun
dengan Cetane 74+).
Penyimpanan dan transportasi GTL tidak perlu penanganan khusus, langsung dapat
dipakai oleh mesin yang sama menggunakan BBM dari minyak bumi dan juga dapat
dicampur sehingga menaikan mutu BBM.

Teknologi GTL sebenarnya sudah cukup lama ditemukan. Pada waktu suplai minyak
bumi cukup dan harganya masih murah, maka BBM dari GTL belum ekonomis untuk
dikembangkan. Pada saat ini teknologi GTL dikembangkan mengarah pada optimasi
operasi, memperkecil ukuran reaktor, dirancang kompak, perbaikan mutu katalis,
dan lain sebagainya sehingga biaya pembangunan (installed cost) turun. Semula
biaya pembangunan US $ 50.000 per barel dapat turun menjadi US $ 25.000 per
barel (bahkan ada yang membangun kilang GTL pada US $ 12.000 per barel). Pada
kondisi harga minyak bumi yang sudah mencapai di atas US $ 60 per barel maka
pengembangan pemanfaatan gas untuk GTL menjadi layak diperhitungkan.
Keunggulan GTL adalah memungkinkan sistem transportasi gas dalam bentuk cair
(GTL) menjadi lebih efisien pada temperatur dan tekanan rumah. Transportasi GTL
termasuk sistem transportasi menggunakan pipa minyak yang telah ada, kapal
tangki dan tangki penyimpanan standard.
Penemuan cadangan gas yang tidak jauh dari konsumen atau jaringan pipa gas yang
ada, sangat mungkin untuk dimanfaatkan secara langsung. Penemuan cadangan gas
tanpa akses sistem transportasi akan tidak ekonomis dikembangkan, karena
mahalnya biaya transmisi gas per unit energi, apalagi bila ditemukan di daerah
terpencil dan jumlah cadangannya relatif tidak besar.
Apabila gas telah diubah menjadi GTL, sistem transportasinya menjadi lebih efisien
maka bagi cadangan gas yang ditemukan di daerah terpencil dan tidak dapat
dikembangkan meskipun cadangannya relatif besar (?stranded un-development?),
pengembangan pemanfataan gas untuk GTL menjadi menarik dan ekonomis. Hal ini
akan mendorong kegiatan eksplorasi tidak lagi hanya mencari minyak bumi saja.

Di Indonesia GTL masih dalam tahap studi banding. Di kawasan Asia, kilang yang
mirip proses GTL adalah unit Shell MDS yang mempunyai kapasitas 14.000 barrel
per day (BPD) dibangun di Bintulu - Brunei pada tahun 1993.
Mengapa pemanfaatan gas untuk GTL penting dipertimbangkan disamping untuk
LNG yang sudah ada :
 Produk GTL dapat dipakai langsung pada mesin-mesin yang selama ini
menggunakan BBM berasal dari minyak bumi dan dapat dipergunakan sebagai
bahan baku industri hilir. Mudah diangkut dengan mengunakan tanker BBM
standard pada tarip transport yang umum berlaku karena tanpa penanganan
khusus.
 Pemanfaatan cadangan gas untuk GTL merupakan pemanfaatan untuk pasar
dalam negeri (domestic market), menghasilkan produk akhir BBM yang nilai
tambahnya tinggi. Pada saat ini nilai tambah dari mengubah gas menjadi GTL
dapat mencapai US $ 14 - US $ 16 per MMBTU (Forum III Produser dan
Konsumen Gas Indonesia di Surabaya 22 - 23 Mei 2006).
 Produk GTL ramah lingkungan dan berkualitas tinggi.
 Pasar GTL domestik dan dunia sangat besar (pasar middle-distillate dunia
mencapai 27 juta barel tiap hari) .
 Menjadikan cadangan gas terpencil ukuran medium (kurang lebih 1 Triliun
Cubic Feed - TCF) mempunyai nilai nyata .
 Mendorong pengembangan daerah dengan pemanfaatan produk
sampingannya di derah ditemukan gas (listrik dan air bersih)
 Kilang GTL modern dapat beroperasi di lautan dekat sumber gas dan
dipindahkan ke sumber gas lainya karena dibangun di atas kapal atau barge.
 Dapat memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri. Karena pasarnya jelas dan
besar, dapat mendorong eksplorasi gas dan percepatan kegiatan untuk
pembuktian cadangan gas yang ekonomis karena ada pasar gas.
Konversi gas menjadi GTL tergantung dari kualitas gas masukan dan proses
teknologi yang dipilih. Sebagai contoh cadangan gas sebesar 1 TCF ekuvalen dengan
100 juta barel GTL. Kapasitas kilang GTL yang telah beroperasi dan sedang dibangun
tiap unit mempunyai kapasitas 5.600 sampai dengan 34.000 barel tiap hari, dengan
kebutuhan masukan gas mencapai 250 MMCFPD. Dari total cadangan gas (proven,
probable dan possible) di Indonesia, sebesar 40 persennya terletak di area produksi
dan hampir 55 persen hasil produksi di ekspor, sisanya 60 persen di area non
produksi, 75 persennya ditemukan di laut dan tersebar. Kondisi semacam ini
mengharuskan aplikasi proses teknologi GTL yang dipilih sesuai dengan lingkungan
suatu negara kepulauan apabila diinginkan suatu hasil yang optimal.
Pilihan teknologi GTL yang pas dengan lingkungan negara kepulauan dimana wilayah
laut lebih luas dari daratannya, dan akumulasi cadangan tersebar adalah :
 Menghasilkan kilang GTL yang kompak mudah dipindahkan dan tetap dapat
bekerja baik pada lingkungan daratan, sungai dan lautan.
 Menghasilkan kilang yang mempunyai tolerasi operasi yang tinggi terhadap
goncangan ombak sungai maupun lautan.
 Mendorong aktivitas ekonomi daerah dimana kilang GTL berada dengan
memilih teknologi GTL yang dapat menghasilkan produk sampingan listrik dan
air.
 Memerlukan masa pembangunan kilang yang lebih cepat dari kilang GTL
konvensional dan biayanya lebih murah.
Teknologi SASOL dipakai sejak tahun 1955 di Afrika Selatan dengan bahan baku
batubara dan teknologi SMDS dengan bahan baku gas dipakai di kilang GTL di
Bintulu-Brunei. Pada pengunjung tahun 2006 ini Teknologi SASOL-Chevron akan
dipakai pada Kilang GTL dengan bahan baku gas di Nigeria dan Qatar.
Teknologi GTL ini juga dikembangkan oleh Exxon/Mobil, Conoco/Phillip, Syntroleum,
JNOC dan lain-lain dengan keunggulan masing-masing teknologinya.
Produk unggulan teknologi GTL yang ditawarkan oleh salah satu perusahaan adalah
kilang GTL yang dapat beroperasi dengan baik di daratan maupun lautan . Kilang
GTL dapat dipasang di atas barge atau kapal secara mandiri sehingga mudah
dipindahkan. Proses GTL menggunakan udara (air base) dengan ?catalytic partial
oxidation? pada proses reformer hingga lebih aman dan murah dan reaksi F-T
dilakukan di reaktor yang menggunakan ?slurry bubble column? dengan ?Internal
steam coils?, yang tidak terpengaruh oleh goncangan sehingga fit untuk kondisi di
lautan.
Untuk masa mendatang penggagas GTL berpendapat (Remote Gas Strategies, April
2003),
 Pembangunan kilang ukuran medium dan besar pada area ditemukan
cadangan gas yang terpencil dimana terdapat sedikit konsumen gas dan biaya
transportasi gas tinggi.
 Kilang GTL kecil dibangun di atas anjungan, barges atau kapal kusus dimana
transportasi gas rumit dan gas bakaran dilarang.
 Kilang GTL dibuat secara unit modular atau semi modular sehingga dapat
dipindah-pindahkan dari satu lapangan gas di daratan ke lapangan gas lainnya.
Kegiatan usaha GTL menyangkut biaya investasi tinggi, keterkaitan yang menyatu
(GTL chain) di antara bidang produsen gas, perencanan, kontruksi, finansial dan
operasi & perawatan. Demikian juga keterkaitan kegiatan suplai gas di hulu, kilang
GTL dan off-taker di hilir, sehingga perlu perlakuan secara khusus dalam satu
kegiatan usaha agar didapat nilai ekonomi tinggi bagi pemilik sumber daya alam
hidrokarbon.
Khusus perlakuan cadangan gas yang ?stranded un-development? karena dari
sifatnya yang terpencil dan diawali dari satu (1) sumur eksplorasi maka proses
kegiatan usahanya menghendaki kegiatan yang terintergrasi.dan netback di hulu
(konsepnya mirip proses business LNG yang dikembangkan di Indonesia).
Pertimbangan projek GTL kususnya cadangan gas ?stranded un-development?
merupakan projek terintegrasi di hulu dimaksudkan :
 Jaminan akan kontinuitas suplai gas dari satu sumber . Jumlah dan laju
produksi gas akan lebih pasti dengan mengetahui bagaimana tahapan
pengembangan yang diselaraskan dengan pengaturan laju produksi dan
kebutuhan gas.
 Jaminan akan kualitas gas yang disuplai, perawatan mesin (turnaround)
dapat dikordinasikan secara baik antara kegiatan lapangan dan kilang.
Demikian juga dengan kegiatan yang tidak dijadwalkan.
 Penyelesaian problem pekerjaan pada tahap pembangunan dapat
dilaksanakan tanpa saling menuntut, sehingga biaya uang lebih rendah karena
tanpa penalti finansial.
 Resiko ditanggung bersama antara kegiatan hulu dan hilir, seperti resiko
kinerja reservoar dan fluktuasi harga produk GTL, resiko tersebut dapat
diidentifikasi sejak awal hingga lebih mudah dikontrol dan ditanggulangi.
 Dengan konsep net-back, dapat memberikan bagian keuntungan yang tinggi
dari sektor hulu bagi Pemerintah.
 Menghilangkan ekonomik rente.
 Apabila ditemukan suatu lapangan sumber minyak bumi bersama gas maka
dapat dilakukan optimasi kegiatan percepatan awal produksi minyak (early
production) tanpa gas bakaran.
Keinginan calon investor mengenai projek GTL yang terintergrasi di hulu masih
dalam mempelajari aspek legalitasnya dan sampai tahap apa di sektor hilir yang
masih dapat diintegrasikan ke sektor hulu namun ketentuan pemisahan yang tegas
antara kegiatan usaha hulu dan hilir tetap berlaku.
Keinginan tersebut di atas merupakan tantangan dan pekerjaan rumah dari pejabat
pemerintah yang membidangi pertambangan minyak dan gas bumi di Indonesia.
Semoga konsep yang menguntungkan pemilik sumber daya alam hidrokarbon
dapat lahir dengan cepat.

Anda mungkin juga menyukai