Anda di halaman 1dari 26

PRESENTASI KASUS

DIABETES MELLITUS TIPE 2

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat


Mengikuti Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Di RSUD Panembahan Senopati Bantul

Diajukan Kepada Yth:


dr. Warih Tjajono, Sp.PD

Diajukan Oleh :
Muhammad Satya Arrif Zulhani

20120310038

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
2016

1
LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

DIABETES MELLITUS TIPE 2

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat


Mengikuti Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Di RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun oleh:
Muhammad SatyaArrif Zulhani
20120310038

Telah dipresentasikan dan disetujui pada:


Hari, Tanggal :

Mengetahui
Dosen Penguji Klinik

dr. Warih Tjajono, Sp.PD

2
BAB I
PENDAHULUAN

Diabetes mellitus merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah oleh karena penurunan sekresi
insulin yang progresif.1 Diabetes mellitus berhubungan dengan resiko aterosklerosis dan
merupakan predisposisi untuk terjadinya kelainan mikrovaskular seperti retinopati, nefropati dan
neuropati.2 Data riskesdas tahun 2013 menunjukkan proporsi diabetes di Indonesia meningkat
hampir dua kali lipat dibanding tahun 2007. Proporsi diabetes mellitus di Indonesia sebesar
6,9%, toleransi glukosa terganggu (TGT) sebesar 29,9% dan glukosa darah puasa terganggu
(GDPT) sebesar 36,6%. Proporsi penduduk di pedesaan yang menderita diabetes melitushampir
sama dengan pendudukdi perkotaan. Prevalensi diabetes mellitus meningkat dari 1,1% pada
tahun 2007 menjadi 2,1% pada tahun 2013.3,4
Penyakit diabetes mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan mengakibatkan terjadinya
berbagai penyulit menahun, seperti penykit serebrovaskular, penyakit jantung coroner, penyakit
pembuluh darah tungkai,gangguan pada mata, ginjal dan syaraf. Penyandang diabetes mellitus
mempunyai resiko 2 kali lebih besar untuk mengalami penyakit jantung coroner dan penyakit
pembuluh darah otak, 5 kali lebih mudah menerita ulkus atau gangrene, 7 kali lebih mudah
mengidap gagal ginjal terminal dan 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan akibat kerusakan
retina daripada pasien non diabetes. Usaha untuk menyembuhkan kembali menjadi normal
sangat sulit jika sudah terjadi penyulit, karena kerusakan yang terjadi umumnya akan menetap.
Usaha pencegahan diperlukan lebih dini untuk mengatasi penyulit tersebut dan diharapkan akan
sangat bermanfaat untuk menghindari terjadinya berbagai hal yang tidak menguntungkan.5

3
BAB II

PRESENTASI KASUS

1. Identitas Pasien
- Nama :S
- Umur : 59 Tahun.
- Jenis kelamin : Laki-Laki
- Alamat : Gegulu Gulurejo Lendah Kulon Progo
- Masuk RS tanggal : 20 Desember 2016
- Diagnosa masuk : Hiperglikemi dengan obs febris hari ke 3

2. Anamnesis
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang sadar ke IGD RSPS dengan keluhan pusing berputar-putar, lemas (+), mata
berkunang kunang dan terkadang pandangan kabur, batuk (+) sejak 1hari SMRS, pilek (-),
mual (+), muntah 2x/hari, demam (-), nyeri dada (-), sesak nafas (-), sakit perut (+) sedikit
terasa di ulu hati dan kadang kadang terasa panas di dada, nafsu makan menurun, BAB BAK
normal lancar t.a.k, pasien mengeluh kedinginan dimalam hari, pasien berobat rutin DM,
mengonsumsi metformin, acarbose, novomix, RPD: DM, GEA, MRS sudah ke 3 kali ini,
riwayat alergi obat disangkal
b. Riwayat Penyakit Dahulu
DM, GEA
c. Riwayat Penyakit Keluarga yang diturunkan
- Riwayat kejang atau epilepsi disangkal
- Riwayat penyakit jantung disangkal
- Riwayat penyakit hipertensi disangkal
- Riwayat diabetes mellitus disangkal
- Riwayat penyakit asma disangkal
- Riwayat penyakit alergi disangkal

d. Data Sosial, Ekonomi, dan Linkungan.


Pasien tidak merokok, tidak minum minuman beralkohol, merupakan seorang pensiunan
pegawai swasta.

4
3. Anamnesis Sistem
A. Sistem saraf pusat : Demam (-), pusing (+), kejang (-), penkes (-)
B. Sistem kardiovaskuler : Nadi (+), pucat (-), kaki bengkak(-)
C. Sistem respiratori : Batuk (+), pilek (-), sesak nafas (-)
D. Sistem urinaria : BAK (+) normal dengan warna urin jernih kekuningan
E. Sistem gastrointestinal : BAB (+) normal lancer tidak mencret
F. Sistem Anogenital : Anus, genitalia tidak ada kelainan
G. Sistem integumental : Turgor dan elastisitas dalam batas normal, kelainan
kulit (-)
H. Sistem musculoskeletal : Gerakan bebas aktif, lumpuh(-), nyeri otot(-).

4. Pemeriksaan Fisik
A. Kesan Umum
Kesan umum : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis.
Tanda vital
Suhu : 36,6oC.
Nadi : 84x/menit.
Pernafasan : 22x/menit.
Tekanan Darah : 140/80mmHg

B. Kepala
- Bentuk : Mesocephal
- Ukuran : Normochepal
- Rambut : Warna tampak hitam keputihan, tidak rontok, distribusi merata.
- Mata : Mata cekung (-/-), CA(-/-), SI (-/-).
- Telinga : Serumen (-/-)
- Hidung : Lendir (-/-) , napas cuping hidung (-/-), epiktasis (-/-).
- Mulut : Sianosis (-), Bibir kering(-), Lidah kotor(-), Lidah tremor(-) Gusi berdarah (-).
- Faring : Hiperemis (-), pembesaran tonsil (-)

C. Leher
Pembesaran limfonodi (-)

5
D. Thoraks
- Inspeksi : Simetris, retraksi dinding dada (-), ketinggalan gerak (-)
- Palpasi : Vokal fremitus (+/+)
- Perkusi : Sonor (+/+)
- Auskultasi :
Paru-paru : Vesikuler (+/+) Ronkhi (-/-) Wheezing (-/-) Lendir (-/-)
Jantung : S1 S2 Reguler (+) BJ(-).
E. Abdomen
- Inspeksi : Datar, Asites (-).
- Auskultasi : Peristaltik usus (+).
- Perkusi : Timpani (+).
- Palpasi : Supel (+), Hepatomegali (-), Splenomegali (-), Distensi atau teraba
tegang (-) nyeri ulu hati (+).
F. Ekstremitas
Akral hangat (+/+/+/+), CRT< 2 detik,
G. Kulit
Turgor kulit baik, lembab, dan tidak berwarna pucat, tidak ditemukan ujud kelainan kulit.

5. Pemeriksaan penunjang
A. Pemeriksaan darah lengkap
PEMERIKSAAN HASIL RUJUKAN SATUAN
HEMATOLOGI
Hemoglobin 13.0 14.0-18.0 g/dl
Leukosit 6.08 4.00-11.00 10^3/uL
Eritrosit 4.89 4.50-5.50 10^6/uL
Trombosit 188 150-450 10^3/uL
Hematocrit 40.8 42.0-52.0 Vol%
HITUNG JENIS
Eosinofil 1 2-4 %
Basofil 1 0-1 %
Batang 0 2-5 %
Segmen 73 51-67 %
Limfosit 14 20-35 %
Monosit 11 4-8 %
KIMIA KLINIK
SGOT 18 <37 u/L
SGPT 15 <41 u/I
FUNGSI GINJAL
Ureum 22 17-43 Mg/dl
Creatinin 0.67 0.90-1.30 Mg/dl
DIABETES

6
GDS 358 80-200 Mg/dl
ELEKTROLIT
Natrium 141.2 137.0-145.0 Mmol/l
Kalium 4.23 3.50-5.10 Mmol/l
Klorida 101.1 98.0-107.0 Mmol/l

6. Diagnosis Kerja
-Diabetes Mellitus tipe 2

Penyerta:

-GERD

7. Penatalaksanaan
- Infus Nacl 20 tpm
- Inj ranitidine 1A
- Inj difenhidramin 1A
- Pl:Ro thorax, UL

FOLLOW UP
Tanggal Pemeriksaan Plan (P)

21-12-16 S = Pasien mengeluh pusing sudah berkurang, lemas sudah berkurang, Infus RL
batuk (+) tapi tidak mengganggu tidur dan sudah mulai berkurang, pilek 20 tpm
06.00
(+), sudah tidak merasa kedinginan, nafsu makan masih menurun, sedikit
Pepsol
sakit perut 1A/12 jam
O: Novomix
KU= Baik CM 14-0-12
S= 36.5oC TD=130/70mmHg
Metformin
R= 18 x/mnt, N= 76 x/mnt 3x500mg
- Kepala
Mata : Konjungtiva anemis (-/-) sclera ikterik (-/-) Eclid 3x1
- Thoraks : Deculin
Simetris (+), deformitas (-) 1x15
Suara Paru : Vasikuler +/+ Ronkhi -/- Wheezing -/-
Ulsafat syr
Suara Jantung : S1 S2 reguler (+) BJ (-) 3x1c
- Abdomen :
Odansetron
Supel (+), Peristaltik (+), nyeri ulu hati (+) (minimal)
tab 3x1
- Ekstremitas
Akral Hangat (+/+/+/+), CR<2detik Cefixime
A: DM tipe 2, GERD 2x200mg

Lapifed
2x1

7
21 Desember 2016 Pukul 05.00
GDS= 349
21 Desember 2016 Pukul 08.50
Pemeriksaan : CR Thorax PA Dewasa
Hasil : Pulmo tak tampak kelainan, Besar Cor normal
21 Desember 2016 Pukul 13.22

PEMERIKSAAN HASIL RUJUKAN SATUAN


URINALISA
Warna Kuning Kuning
Kekeruhan Jernih Jernih
Reduksi 2+ Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Keton Urin Trace Negatif
BJ 1.015 1.015-1.025
Darah Samar Trace Negatif
PH 7.00 5-8.5
Protein 1+ Negatif
Urobilinogen 0.20 0.20-0.10 EU/dl
Nitrit Negatif Negatif
Lekosit esterase Negatif Negatif
SEDIMEN URIN
Eritrosit 2-4 0-2 /LPK
Lekosit 0-3 0-3 /LPK
Sel epitel Positip Positip /LPK
KRISTAL
Ca oksalat Negatif Negatif /LPK
Asam urat Negatif Negatif /LPK
Amorf Negatif Negatif /LPK
SILINDER
Eritrosit Negatif Negatif /LPK
Leukosit Negatif Negatif /LPK
Granular Negatif Negatif /LPK
Bakteri Negatif Negatif /LPK
Lain lain - -

21 Desember 2016 Pukul 17.00

GDS= 261

22-12-16 S = Pasien mengatakan sudah enak badan, batuk (+) hanya beberapa kali Infus RL 20
06.00 saja dan tidak mengganggu tidur,pusing (-), lemas (-),sakit perut hanya tpm
ketika batuk
Pepsol 1A/12
O: jam
KU=Baik CM
Novomix 16-
S= 36.5oC TD=120/70mmHg

8
R= 20 x/mnt, N= 76 x/mnt 0-14
- Kepala
Metformin
Mata : Konjungtiva anemis (-) sclera ikterik (-) 3x500mg
- Thoraks :
Simetris (+), deformitas (-) Eclid 3x1
Suara Paru : Vasikuler +/+ Ronkhi -/- Wheezing -/-
Deculin 1x15
Suara Jantung : S1 S2 reguler (+) BJ (-)
- Abdomen : Ulsafat syr
Supel (+), Peristaltik (+), nyeri tekan (-) 3x1c
- Ekstremitas
Odansetron
Akral Hangat, CR<2detik
tab 3x1
A:
-DM2NO Cefixime
-GERD 2x200mg
-Bronkitis Akut
Lapifed 2x1

22 Desember 2016 pukul 07.00

GDS= 214

22 Desember 2016 pukul 19.26

GDS= 190

23-12-16 S: Pasien merasa lebih enak badan, batuk hanya sekali dua kali saja, Infus RL
pusing (-), nyeri perut (-) 20 tpm
06.00 O: Lansoprazo
KU= Baik CM le 1x1
S= 36.1oC TD=130/80mmHg
Novomix
R= 20 x/mnt, N= 80 x/mnt
16-0-14
- Kepala
Mata : Konjungtiva anemis (-) sclera ikterik (-) Metformin
- Thoraks : 3x500mg
Simetris (+), deformitas (-)
Eclid 3x1
Suara Paru : Vasikuler +/+ Ronkhi -/- Wheezing -/-
Suara Jantung : S1 S2 reguler (+) BJ (-) Deculin
- Abdomen : 1x15
Supel (+), Peristaltik (+), nyeri tekan (-)
Ulsafat syr
- Ekstremitas

9
Akral Hangat (+), CR<2detik 3x1c
A:
Odansetron
-DM2NO tab 3x1
-GERD
-Bronkitis Akut Cefixime
2x200mg

Lapifed
2x1

BLPL

23 Desember 2016 pukul 05.00


GDS= 144

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi

Diabetes mellitus merupakan kondisi hiperglikemia persisten yang disebabkan oleh defek
pada sekresi insulin, aksi insulin atau keduanya. Diabetes Mellitus tipe-2 (DM tipe-2) merupakan
hasil dari perpaduan antara resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif (kompensasi sekresi
insulin yang tidak adekuat)6.
B. Etiologi
Penyebab diabetes mellitus sampai sekarang belum diketahui dengan pasti tetapi umumnya
diketahui karena kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor herediter memegang
peranan penting.
a. Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)
Sering terjadi pada usia sebelum 30 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes, yang
gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya kadar gula darah). Faktor
genetik dan lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh karena itu insiden lebih tinggi
atau adanya infeksi virus (dari lingkungan) misalnya coxsackievirus B dan streptococcus
sehingga pengaruh lingkungan dipercaya mempunyai peranan dalam terjadinya DM. Virus atau
mikroorganisme akan menyerang pulau – pulau Langerhans pankreas, yang membuat kehilangan
produksi insulin. Dapat pula akibat respon autoimmune, dimana antibody sendiri akan
menyerang sel bata pankreas. Faktor herediter, juga dipercaya memainkan peran munculnya
penyakit ini

b. Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)


Virus dan kuman leukosit antigen tidak nampak memainkan peran terjadinya NIDDM. Faktor
herediter memainkan peran yang sangat besar. Riset melaporkan bahwa obesitas salah satu faktor
determinan terjadinya NIDDM sekitar 80% klien NIDDM adalah kegemukan. Overweight
membutuhkan banyak insulin untuk metabolisme. Terjadinya hiperglikemia disaat pankreas tidak
cukup menghasilkan insulin sesuai kebutuhan tubuh atau saat jumlah reseptor insulin menurun
atau mengalami gangguan. Faktor resiko dapat dijumpai pada klien dengan riwayat keluarga
menderita DM adalah resiko yang besar.

11
Pencegahan utama NIDDM adalah mempertahankan berat badan ideal. Pencegahan sekunder
berupa program penurunan berat badan, olah raga dan diet. Oleh karena DM tidak selalu dapat
dicegah maka sebaiknya sudah dideteksi pada tahap awal tanda-tanda atau gejala yang
ditemukan adalah kegemukan, perasaan haus yang berlebihan, lapar, diuresis dan kehilangan
berat badan, bayi lahir lebih dari berat badan normal, memiliki riwayat keluarga DM, usia diatas
40 tahun, bila ditemukan peningkatan gula darah7.

C. Patofisiologi

Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas telah dikenal sebagai
patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe-2. Belakangan diketahui bahwa kegagalan sel beta
terjadi lebih dini dan lebih berat daripada yang diperkirakan sebelumnya. Selain otot, liver dan
sel beta, organ lain seperti: jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi
incretin), sel alpha pancreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan
otak (resistensi insulin), kesemuanya ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya gangguan
toleransi glukosa pada DM tipe-2. Delapan organ penting dalam gangguan toleransi glukosa ini
(ominous octet) penting dipahami karena dasar patofisiologi ini memberikan konsep tentang:
1. Pengobatan harus ditujukan guna memperbaiki gangguan patogenesis, bukan hanya untuk
menurunkan HbA1c saja
2. Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasari atas kinerja obat pada gangguan
multipel dari patofisiologi DM tipe 2.
3. Pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah atau memperlambat progresivitas
kegagalan sel beta yang sudah terjadi pada penyandang gangguan toleransi glukosa6.

DeFronzo pada tahun 2009 menyampaikan, bahwa tidak hanya otot, liver dan sel beta
pankreas saja yang berperan sentral dalam patogenesis penderita DM tipe-2 tetapi terdapat organ
lain yang berperan yang disebutnya sebagai the ominous octet

12
The ominous octet, delapan organ yang berperan dalam
patogenesis hiperglikemia pada DM tipe 2
(Ralph A. DeFronzo. From the Triumvirate to the Ominous Octet: A New
Paradigm for the Treatment of Type 2 Diabetes Mellitus. Diabetes. 2009;
58: 773-795)
Secara garis besar patogenesis DM tipe-2 disebabkan oleh delapan hal (omnious octet) berikut :
1. Kegagalan sel beta pancreas: Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah
sangat berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah sulfonilurea,
meglitinid, GLP-1 agonis dan DPP-4 inhibitor.

2. Liver: Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu
gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh liver (HGP=hepatic
glucose production) meningkat. Obat yang bekerja melalui jalur ini adalah metformin, yang
menekan proses gluconeogenesis.

3. Otot: Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang multiple di
intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga timbul gangguan transport glukosa
dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja
di jalur ini adalah metformin, dan tiazolidindion.

13
4. Sel lemak: Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan
peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas (FFA=Free Fatty Acid) dalam plasma.
Penigkatan FFA akan merangsang proses glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin di
liver dan otot. FFA juga akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA
ini disebut sebagai lipotoxocity. Obat yang bekerja dijalur ini adalah tiazolidindion.

5. Usus: Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding kalau diberikan
secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini diperankan oleh 2 hormon GLP-1
(glucagon-like polypeptide-1) dan GIP (glucose-dependent insulinotrophic polypeptide atau
disebut juga gastric inhibitory polypeptide). Pada penderita DM tipe-2 didapatkan defisiensi
GLP-1 dan resisten terhadap GIP. Disamping hal tersebut incretin segera dipecah oleh
keberadaan ensim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit. Obat yang bekerja
menghambat kinerja DPP-4 adalah kelompok DPP-4 inhibitor. Saluran pencernaan juga
mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja ensim alfa-glukosidase yang
memecah polisakarida menjadi monosakarida yang kemudian diserap oleh usus dan berakibat
meningkatkan glukosa darah setelah makan. Obat yang bekerja untuk menghambat kinerja ensim
alfa-glukosidase adalah akarbosa.

6. Sel Alpha Pancreas: Sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam hiperglikemia
dan sudah diketahui sejak 1970. Sel-α berfungsi dalam sintesis glukagon yang dalam keadaan
puasa kadarnya di dalam plasma akan meningkat. Peningkatan ini menyebabkan HGP dalam
keadaan basal meningkat secara signifikan disbanding individu yang normal. Obat yang
menghambat sekresi glucagon atau menghambat reseptor glukagon meliputi GLP-1 agonis, DPP-
4 inhibitor dan amylin.

7. Ginjal: Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis DM tipe-2.
Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh persen dari glukosa
terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium Glucose co- Transporter)
pada bagian convulated tubulus proksimal. Sedang 10% sisanya akan di absorbsi melalui peran
SGLT-1 pada tubulus desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urine.
Pada penderita DM terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2. Obat yang menghambat kinerja

14
SGLT-2 ini akan menghambat penyerapan kembali glukosa di tubulus ginjal sehingga glukosa
akan dikeluarkan lewat urine. Obat yang bekerja di jalur ini adalah SGLT-2 inhibitor.
Dapaglifozin adalah salah satu contoh obatnya.

8. Otak: Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obes baik yang
DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan mekanisme kompensasi
dari resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makanan justru meningkat akibat adanya
resistensi insulin yang juga terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur Ini adalah GLP-1 agonis,
amylin dan bromokriptin6.

D. Manifestasi klinis

a. Poliuria

Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel menyebabkan
hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau hiperosmolariti menyebabkan cairan
intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan intravaskuler, aliran darah ke ginjal meningkat
sebagai akibat dari hiperosmolariti dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotic (poliuria)

b. Polidipsia

Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler menyebabkan penurunan
volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi
kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu minum
(polidipsia)

c. Poliphagia

Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin maka produksi
energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah
seseorang akan lebih banyak makan (poliphagia)

d. Penurunan berat badan

Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan cairan dan tidak
mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel aka menciut, sehingga seluruh
jaringan terutama otot mengalami atrofi dan penurunan secara otomatis7.

15
E. Diagnosis
Diagnosis DM dapat ditegakkan pertama kali dengan anamnesis yaitu menemukan
berbagai keluhan yang dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM perlu
dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik, seperti:
-Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya.
-Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta
pruritus vulva pada wanita
Selain itu diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Pemeriksaan glukosa darah yang
dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.
Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah
kapiler dengan glukometer6.

Pemeriksaan glukosa plasma puasa >126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada
asupan kalori minimal 8 jam.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO) dengan beban 75 gram. (peringkat bukti B)
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik.
Atau
Pemeriksaan HbA1c > 6,5% dengan menggunakan metode High-Performance
Liquid Chromatography (HPLC) yang terstandarisasi oleh National
Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP).

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi:
1. Glukosa darah puasa terganggu (GDPT):
Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO
glukosa plasma 2 jam <140 mg/dl
2. Toleransi glukosa terganggu (TGT):
Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl Diagnosis
prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan HbA1c 5,7-6,4% 6.

16
Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis daibetes dan prediabetes.
HbA1c (%) Glukosa darah Glukosa plasma 2 jam
puasa (mg/dL) setelah TTGO (mg/dL)
Diabetes > 6,5 > 126 mg/dL > 200 mg/dL
Prediabetes 5,7-6,4 100-125 140-199
Normal < 5,7 < 100 < 140

Pemeriksaan Penyaring dilakukan untuk menegakkan diagnosis Diabetes Melitus Tipe-2


(DMT2) dan prediabetes pada kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan gejala klasik DM
yaitu:
1. Kelompok dengan berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh [IMT] ≥23 kg/m2) yang disertai
dengan satu atau lebih faktor risiko sebagai berikut:
a. Aktivitas fisik yang kurang.
b. First-degree relative DM (terdapat faktor keturunan DM dalam keluarga).
c. Kelompok ras/etnis tertentu.
d. Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan BBL >4 kg atau
mempunyai riwayat diabetes mellitus gestasional (DMG).
e. Hipertensi (≥140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi untuk hipertensi).
f. HDL <35 mg/dL dan atau trigliserida >250 mg/dL.
g. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium.
h. Riwayat prediabetes.
i. Obesitas berat, akantosis nigrikans.
j. Riwayat penyakit kardiovaskular.
2. Usia >45 tahun tanpa faktor risiko di atas6.

F. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup penyandang diabetes,
yang meliputi:6.
1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup, dan
mengurangi risiko komplikasi akut
2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati dan
makroangiopati.
3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah,
berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara komprehensif.

17
Langkah-langkah Penatalaksanaan Umum:
1. Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama:
a. Riwayat Penyakit
 Gejala yang dialami oleh pasien.
 Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah.
 Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner, obesitas, dan
riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin lain).
 Riwayat penyakit dan pengobatan.
 Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi.
b. Pemeriksaan Fisik
 Pengukuran tinggi dan berat badan.
 Pengukuran tekanan darah, nadi, rongga mulut, kelenjar tiroid, paru dan jantung
 Pemeriksaan kaki secara komprehensif
c. Evaluasi Laboratorium
 HbA1c diperiksa paling sedikit 2 kali dalam 1 tahun pada pasien yang mencapai
sasaran terapi dan yang memiliki kendali glikemik stabil. dan 4 kali dalam 1 tahun
pada pasien dengan perubahan terapi atau yang tidak mencapai sasaran terapi.
 Glukosa darah puasa dan 2 jam setelah makan.
d. Penapisan Komplikasi

Penapisan komplikasi harus dilakukan pada setiap penderita yang baru terdiagnosis DMT2
melalui pemeriksaan:
 Profil lipid dan kreatinin serum.
 Urinalisis dan albumin urin kuantitatif.
 Elektrokardiogram.
 Foto sinar-X dada
 Funduskopi dilatasi dan pemeriksaan mata secara komprehensif oleh dokter spesialis
mata atau optometris.
 Pemeriksaan kaki secara komprehensif setiap tahun untuk mengenali faktor risiko
prediksi ulkus dan amputasi: inspeksi, denyut pembuluh darah kaki, tes monofilament
10 g, dan Ankle Brachial Index (ABI).

18
Langkah-langkah Penatalaksanaan Khusus
Penatalaksanaan DM dimulai dengan pola hidup sehat, dan bila perlu dilakukan intervensi
farmakologis dengan obat antihiperglikemia secara oral dan/atau suntikan.
1. Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian dari upaya
pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM secara holistik.
2. Terapi Nutrisi Medis (TNM)
Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan,
jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa
darah atau insulin.
3. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-5 hari seminggu selama
sekitar 30-45 menit , dengan total 150 menit perminggu, dengan jeda antar latihan tidak lebih
dari 2 hari berturut-turut. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang
bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50-70% denyut jantung maksimal) seperti jalan
cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Denyut jantung maksimal dihitung dengan
cara = 220-usia pasien.
4. Intervensi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya
hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
A. Obat Antihiperglikemia Oral
Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5 golongan:
1) Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue): Sulfonilurea dan Glinid
1. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama memacu sekresi insulin oleh sel beta pankreas.
2. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan
pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia
post prandial.

19
2) Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin: Metformin dan Tiazolidindion (TZD)

1. Metformin

Mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), dan


memperbaiki ambilan glukosa perifer. Metformin merupakan pilihan pertama pada
sebagian besar kasus DMT2.

2. Tiazolidindion (TZD)

Merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-γ),


suatu reseptor inti termasuk di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek
menurunkan resistensi insulin dengan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga
meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Obat ini dikontraindikasikan pada pasien
dengan gagal jantung (NYHA FC IIIIV) karena dapat memperberat edema/retensi cairan.
Hati-hati pada gangguan faa hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara
berkala. Obat yang masuk dalam golongan ini adalah Pioglitazone.

3) Penghambat Absorpsi Glukosa: Penghambat Glukosidase Alfa

Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus halus, sehingga
mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Penghambat
glukosidase alfa tidak digunakan bila GFR ≤30ml/min/1,73 m2, gangguan faal hati yang
berat, irritable bowel syndrome.

4) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)


Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga GLP-1
(Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif.
Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon
bergantung kadar glukosa darah (glucose dependent).

5) Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporter 2)


Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes oral jenis baru yang
menghambat reabsorpsi glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara menghambat

20
transporter glukosa SGLT-2. Obat yang termasuk golongan ini antara lain: Canagliflozin,
Empagliflozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin6.

Profil obat antihiperglikemia oral yang tersedia di Indonesia6

21
B. Obat Antihiperglikemia Suntik8
1) Insulin
Farmakokinetik Insulin Eksogen Berdasarkan Waktu Kerja

NPH:neutral protamine Hagedorn; NPL:neutral protamine lispro. Nama obat disesuaikan dengan yang tersedia di
Indonesia. [Dimodifikasi dari Mooradian et al. Ann Intern Med. 2006;145:125-34].

2) Agonis GLP-1/Incretin Mimetic


Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk
pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang pengelepasan insulin
yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang biasanya

22
terjadi pada pengobatan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin
menurunkan berat badan. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini antara lain
rasa sebah dan muntah.
c. Terapi Kombinasi
Terapi dengan obat antihiperglikemia oral kombinasi baik secara terpisah ataupun fixed
dose combination dalam bentuk tablet tunggal, harus menggunakan dua macam obat dengan
mekanisme kerja yang berbeda. Pada keadaan tertentu dapat terjadi sasaran kadar glukosa
darah yang belum tercapai, sehingga perlu diberikan kombinasi tiga obat antihiperglikemia oral
dari kelompok yang berbeda atau kombinasi obat antihiperglikemia oral dengan insulin. Pada
pasien yang disertai dengan alasan klinis dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai,
terapi dengan kombinasi tiga obat antihiperglikemia oral dapat menjadi pilihan. Kombinasi
obat antihiperglikemia oral dan insulin yang banyak dipergunakan adalah kombinasi obat
antihiperglikemia oral dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang),
yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Pendekatan terapi tersebut pada umumnya
dapat mencapai kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis
awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian
dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya.
Pada keadaaan dimana kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali meskipun
sudah mendapat insulin basal, maka perlu diberikan terapi kombinasi insulin basal dan
prandial, serta pemberian obat antihiperglikemia oral dihentikan8.

23
BAB IV

PEMBAHASAN

Seorang pasien datang sadar ke IGD RSPS dengan keluhan pusing berputar-putar, lemas (+),mata
berkunang kunang dan terkadang pandangan kabur, batuk (+) sejak 1hari SMRS, pilek (-), mual (+),
muntah (+) 2x/hari, demam (-), nyeri dada (-), sesak nafas (-), sakit perut (+) sedikit terasa di ulu hati
dan kadang kadang terasa panas di dada, nafsu makan menurun, BAB BAK normal lancar t..k, pasien
mengeluh kedinginan dimalam hari, pasien berobat rutin DM, mengonsumsi metformin, acarbose,
novomix, RPD: DM, GEA, MRS sudah ke 3 kali ini, riwayat alergi obat disangkal

A. DAFTAR MASALAH
1. Pusing dan lemas
2. Batuk
3. Mual, muntah, terasa panas di dada
B. ANALISIS MASALAH
1. Pusing dan lemas

Pada keadaan normal, tubuh mendapatkan pasokan gula dari makanan, setelah
dicerna dan masuk ke dalam darah dapat digunakan sebagai sumber energi dan
digunakan untuk metabolisme didalam sel-sel seluruh tubuh. Sementara itu terdapat
hormon insulin yang bertugas untuk mengambil gula tersebut dari darah ke dalam sel-
sel tubuh, namun pada penderita diabetes melitus (DM) tipe II sel-sel tubuh menjadi
kurang peka terhadap hormon insulin, sehingga gula tetap berada di dalam darah yang
menyebabkan kadar gula darah menjadi tinggi, dimana dapat diketahui melalui
pemeriksaan gula darah sewaktu. Seperti dijelaskan diatas sel-sel tersebut kekurangan
gula sebagai sumber energi karena gula tetap ada di dalam darah, hal inilah yang
menyebabkan penderita DM mudah lelah,mengantuk dan pusing. Dikarenakan sel-sel
tubuh dalam keadaan kurang gula, maka otak merespon untuk meningkatkan asupan
makanan sehingga terjadilah rasa lapar. Kadar gula darah yang tinggi bersifat menarik
air, sehingga menyebabkan air di dalam sel tertarik keluar yang membuat respon otak
untuk menimbulkan rasa haus. Salah satu sel yang kekurangan air adalah lensa mata
sehingga menimbulkan gangguan fokus, selain itu kadar gula darah yang tinggi dapat

24
merusak saraf-saraf kecil, salah satunya adalah saraf penglihatan mata sehingga dapat
menimbulkan pandangan kabur.

2. Batuk
Batuk yang diderita pasien mengarahkan diagnosis kearah bronkitis, yang merupakan
suatu kondisi peradangan pada daerah trakheobronkhial, tidak meluas sampai alveoli,
bersifat ringan dan umumnya akan sembuh sempurna Etiologi bronkitis terbagi
menjadi faktor lingkungan meliputi polusi udara, merokok dan infeksi. Infeksi sendiri
terbagi menjadi infeksi bakteri (Staphylococcus, Pertusis, Tuberculosis,
mikroplasma), infeksi virus (RSV, Parainfluenza, Influenza) dan infeksi fungi
(monilia). Faktor polusi udara juga ikut berperan dalam kasus ini, meliputi polusi
asap rokok atau uap/gas yang memicu terjadinya bronkitis. Faktor yang kedua adalah
faktor penderita meliputi usia, jenis kelamin, kondisi alergi dan riwayat penyakit paru
yang sudah ada

3. Mual, muntah dan terasa panas di dada


Pada pasien ini juga ditemukan gejala mual muntah dan dada terasa panas yang
kemungkinan besar mengarah pada penyakit penyerta berupa GERD. PRGE atau
Penyakit Refluks Gastroesofageal (gastro-esophageal reflux disease/GERD) adalah
kondisi patologis dimana sejumlah isi lambung berbalik (refluks) ke esofagus
melebihi jumlah normal, dan menimbulkan berbagai keluhan. Meskipun tidak ada
gejala, ditemukannya komplikasi struktural (esophagitis, perdarahan, striktur,
esophagitis barret hingga adenokarsinoma) juga disebut penyakit refluks
gastroesofageal.
Patogenesis PRGE meliputi ketidakseimbangan antara faktor ofensif dan faktor
defensif dari bahan refluksat. Faktor defensif antara lain ‘disfungsi’ SEB atau sfingter
esophagus bawah (lower esophageal sphincter/LES), bersihan asam dari lumen
esofagus, dan ketahanan epitel esophagus. Sedangkan factor ofensif meliputi asam
lambung, dilatasi lambung, beberapa kondisi patologis yang mengakibatkan
berkurangnya kemampuan pengosongan lambung seperti obstruksi gastric outlet dan
delayed gastric emptying

25
DAFTAR PUSTAKA

1. American Diabetes Association. 2015. Classification and Diagnosis of Diabetes. Diabetes


Care; Vol 38(Suppl. 1): S8-16
2. Boedisantoso, R.A., Soegondo, S., Suyono, S., Waspadji, S., Yulia, Tambunan dan Gultom.
2009. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: FKUI.
3. Riset Kesehatan Dasar. 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
4. Waspadji, S. 2009. Komplikasi Kronik Diabetes: Mekanisme Terjadinya, Diagnosis dan
Strategi Pengelolaan. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed V, Jilid III. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
5. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). 2013
6. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes
Mellitus Tipe 2 di Indonesia, PB. PERKENI. Jakarta. 2015
7.Barclay L, 2010. Diabetes Diagnosis & Screening Criteria Reviewed. Available from :
http://www. medscape.com. [Accessed 13/1/ 2017]
8. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Petunjuk Praktis: Terapi Insulin Pada Pasien Diabetes
Melitus, PB. PERKENI. Jakarta. 2015

26

Anda mungkin juga menyukai