NIM : P17331115062
Kelas : 1B
Program Studi : DIII
Mata Kuliah : Hukum Kesehatan
Jawaban:
1. Pengertian Istilah.
A. Kelalaian (culpa)
Di dalam Undang-Undang untuk menyatakan “kealpaan” dipakai bermacam-macam
istilah yaitu: schuld, onachtzaamhid, emstige raden heef om te vermoeden, redelijkerwijs
moetvermoeden, moest verwachten, dan di dalam ilmu pengetahuan dipakai istilah culpa.
Istlah tentang kealpaan ini disebut “schuld” atau “culpa” yang dalam bahasa Indenesia
diterjemahkan dengan “kesalahan”. Tetapi maksudnya adalah dalam arti sempit sebagai suatu
macam kesalahan si pelaku tindak pidana yang tidak sederajat seperti kesengajaan, yaitu: kurang
berhati-hati sehinga akibat yang tidak disengaja terjadi
Penjelasan tentang apa yang dimaksud “culpa” ada dalam Memory van Toelichthing (MvT)
sewaktu Menteri Kehakiman Belanda mengajukan Rancangan Undang-Undang Hukum Pidana,
dimana dalam pengajuan Rancngan itu terdapat penjelasan mengenai apa yang dimaksud denga
“kelalaian” adalah:
a. Kekurangan pemikiran yang diperlukan
b. Kekurangan pengetahuan/pengertian yang diperlukan
c. Kekurangan dalam kebijaksanaan yang disadari
Culpa itu oleh ilmu pengetahuan dan yurisprudensi memang telah ditafsirkan sebagai
“een tekortaan voorzienigheid” atau “een manco aan voorzichtigheid” yang berarti “suatu
kekurangan untuk melihat jauh kedepan tentang kemungkinan timbulnya akibat-akibat” atau
“suatu kekurangan akan sikap berhati-hati”
Contoh: Ahli Gizi melakukan kelalaian dalam memberikan program diet pada pasien
sehingga ahli gizi dapat dituntut di pengadilan
B. Delik
Kata delik berasal dari bahasa Latin, yaitu dellictum, yang didalam Wetboek Van
Strafbaar feit Netherland dinamakan Strafbaar feit. Dalam Bahasa Jerman disebut delict, dalam
Bahasa Perancis disebut delit, dan dalam Bahasa Belanda disebut delict. Dalam Kamus Bahasa
Indonesia, arti delik diberi batasan sebagai berikut.
“perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-
undang; tindak pidana.”
Pengertian dari delik menurut Achmad Ali (2002:251) adalah:
Pengertian umum tentang semua perbuatan yang melanggar hukum ataupun Undang-Undang dengan
tidak membedakan apakah pelanggaran itu dibidang hukum privat ataupun hukum publik termasuk
hukum pidana.
Contoh: Ahli Gizi bersikap tidak hormat dan tidak jujur kepada pasien sehingga dapat
dikenakan hukuman berdasarkan keputusan mentri kesehatan no 374 tahun 2007 tentang standar
profesi gizi
Peraturan hukum yang berlaku pada saat ini/ sekarang untuk masyarakat dari dalam suatu
daerah tertentu. Ius Constitutum merupakan hukum yang berlaku untuk suatu masyarakat dalam
suatu tempat pada suatu waktu tertentu. Contoh : Perda.
Objek yang diatur di dalam hukum positif/ Ius Constitutum adalah sekaligus subjek/ pelaku.
Ini berakibat penting untuk metode keilmuannya serta kualitas hukum/ penjelasan mengenai sebab
akibat hukum. Yang menjadi objek ilmu hukum positif berbeda dengan hukum ilmu pasti/ ilmu alam.
Hukum positif sebagai sebuah perangkat kaidah untuk manusia masyarakat, ia diatur oleh metode
keilmuan Humanities/ Humaniora, bukan diatur oleh metode keilmuan ilmu pasti-alam.
D. Yurisprudensi.
Adalah keputusan hakim/ pengadilan terhadap persoalan tertentu, yang menjadi dasar
bagi hakim-hakim yang lain dalam memutuskan perkara, sehingga keputusan hakim itu
menjadi keputusan hakim yang tetap.
E. Verbentenis
Dalam bahasa Indonesia, Verbintenis sering disebut hukum perikatan atau hukum
perutangan. Hukum perikatan adalah aturan yang mengatur hubungan hukum dalam lapangan
hukum harta kekayaan(vermogen recht) antara dua orang atau lebih, yang memberi
hak (recht)pada salah pihak (kreditur) dan memberi kewajiban (plicht) pada pihak yang lain
(debitur) atas sesuatu prestasi.
Jadi perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak,
berdasarkan yang mana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak yang lain, dan
pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan itu. Pihak yang berhak menuntut
sesuatu dinamakan kreditur sedangkan pihak yang berkewajiban untuk memenuhi dinamakan
debitur atau si berhutang.
Hukum kesehatan termasuk hukum “lex specialis”, melindungi secara khusus tugas
profesi kesehatan (provider) dalam program pelayanan kesehatan manusia menuju ke arah
tujuan deklarasi “health for all” dan perlindungan secara khusus terhadap pasien “receiver”
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Dengan sendirinya hukum kesehatan ini mengatur
hak dan kewajiban masing-masing penyelenggara pelayanan dan penerima pelayanan, baik
sebagai perorangan (pasien) atau kelompok masyarakat.
G. Locus Delicti
Locus Delicti adalah tempat terjadinya suatu tindak pidana atau lokasi tempat kejadian
perkara. Dalam istilah hukum Internasional, locus delicti adalah kewenangan yurisdiksi atau
wilayah kewenangan peradilan.
Pasal (1) Pengadilan negeri berwenang mengadili segala perkara mengenai tindak pidana yang
dilakukan dalam daerah hukumnya. Pasal (2) Pengadilan negeri yang di dalam daerah hukumnya
terdakwa bertempat tinggal, berdiam terakhir, di tempat ia diketemukan atau ditahan, hanya
berwenang mengadili perkara terdakwa tersebut apabila tempat kediaman sebagian besar saksi
yang dipanggil lebih dekat pada tempat pengadilan negeri itu daripada tempat kedudukan
pengadilan negeri yang di dalam daerahnya tindak pidana itu dilakukan. (UU no 8 /1981 tentang
KUHP)
Locus Delicti berhubungan dengan Pasal 2-9 KUHP yaitu menentukan apakah hukum
pidana Indonesia berlaku terhadap tindak pidana atau tidak. Selain itu, locus delicti juga akan
menentukan pengadilan mana yang memiliki wewenang terhadap kasus tersebut dan ini
berhubungan dengan kompetensi relative.
Kata asas berasal dari bahasa arab asasun yang berarti dasar atau prinsip, sedangkan kata
“legalitas” berasal dari bahasa latin yaitu lex yang berarti undang-undang[2]. Asas legalitas adalah
asas yang menyatakan bahwa tidak ada pelanggaran dan tidak ada hukuman sebelum ada
undang-undang yang mengaturnya. Asas ini berdasarkan Al-Qur’an surah al-Isra’ ayat 15 dan
surah al-An’am ayat 19[3]. Secara historis asas legalitas pertama kali di gagas oleh Anselm van
Voirbacht dan penerapannya di Indonesia dapat dilihat Pasal 1 ayat (1) KUHP yang berbunyi
“suatu perbuatan tidak dapat dipidana kecuali berdasarkan peraturan perundang-undangan
pidana”
H. Asas Teriorialiteit
Berpegang pada prinsip bahwa setiap negara berhak mengatur dan mengikat segala hal
menegenai dirinya sendiri dan tidak dapat mengikat kedalam negara lain.
Asas Teritorialiteit adalah asas yang memberlakukan KUHP bagi semua orang yang
melakukan pidana di dalam lingkungan wilayah Indonesia. Asas ini dapat dilihat dari ketentuan
Pasal 2 dan 3 KUHP. Tetapi KUJP tidak berlaku bagi mereka yang memiliki hak kebebasan
diplomatik berdasarkan asas ekstrateritorial.
Dalam ketentuan mengenai asas teritorialiteit tersebut diatas, yang menjadi dasar
berlakunya hukum adalah tempat atau wilayah hukum negara, tanpa memperhatikan dan tanpa
mempersoalkan siapa, atau apa kualitasnya atau kewarganegaraannya, siapapun yang melakukan
tindak pidana didalam wilayah hukum Indonesia, hukum pidana indonesia berlaku terhadap orang
itu.
Pasal 10
Setiap tenaga kesehatan memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan
di bidang kesehatan sesuai dengan bidang tugasnya.
Pasal 24
Pasal 25
Kepada tenaga kesehatan yang bertugas pada sarana kesehatan atas dasar prestasi
kerja, pengabdian, kesetiaan, berjasa pada negara atau meninggal dunia dalam
melaksanakan tugas diberikan penghargaan.
Pasal 26