Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Keserbagunaan dan kombinasi sifat-sifat yang khas dari nikel membuatnya ada di
mana-mana dalam kehidupan sehari-hari. Selain keras, nikel sekaligus juga dapat ditempa,
tahan karat dan tetap mempertahankan ciri mekanis dan fisiknya walaupun ditempatkan pada
suhu yang sangat tinggi. Logam putih keabu-abuan ini, yang dihasilkan dari produk matte PT
Inco, dikenal sebagai nikel “primer” karena diperoleh dari bijih nikel. Baja nirkarat dewasa
ini menguasai kira-kira dua pertiga dari konsumsi nikel primer Dunia Barat, naik kira-kira 50
persen dari satu dekade sebelumnya. Kurang lebih 76 persen produksi baja nirkarat Dunia
Barat dalam tahun-tahun belakangan ini terdiri dari austenitic atau jenis yang mengandung
nikel. Rata-rata, baja nir karat austenitic mengandung kurang lebih delapan sampai sepuluh
persen nikel.
Pada umumnya, jenis bijih nikel di dunia adalah sulfida dan mineral oksida. Di
Indonesia Timur, kita sering melihat mineral oksida nikel yang disebut laterit nikel. Bijih
nikel laterit terbentuk oleh pelapukan batuan tropis intensif ultrabasa di atas semua
serpentinites, yang sebagian besar terdiri dari magnesium silikat serpentin dan berisi approx.
0,3% nikel. Konten nikel awal sangat diperkaya dalam lateritisasi. Dua jenis laterit bijih nikel
harus dibedakan yaitu: jenis limonit dan jenis silikat. Pertama, saprolit yaitu nikel yang
memiliki kandungan besi yang rendah. Umumnya, saprolit mengandung nikel 1,5-2,5% dan
sebagian besar terdiri Magnesium. Dalam kantong dan celah dari batuan serpentinit garnierite
hijau bisa hadir dalam jumlah kecil, namun dengan isi nikel yang tinggi - Sebagian besar 20-
40%.
Stainless steel merupakan salah satu jenis baja yang banyak digunakan dalam industri
khususnya untuk industri yang membutuhkan bahan yang memiliki ketahanan terhadap
korosi tinggi serta sifat mekanis yang baik Industri manufaktur material cor tahan karat di
Indonesia selama ini menggunakan bahan baku seperti, nikel murni, ferrochrom (Fe-Cr),
ferromangan (Fe-Mn), ferrosillicon (Fe-Si), ferromolybden (Fe-Mo), dan scrap low carbon
steel. Semua bahan baku tersebut diimpor dari luar negeri, kecuali scrap low carbon steel.
Masalah yang dihadapi adalah harga nikel murni yang cukup mahal yaitu sekitar $ 17.770/kg
[1] Sehingga nikel mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga produk baja tahan
karat seperti terlihat pada Padahal sebenarnya di Pomala, Sulawesi Tenggara terdapat bahan

1
galian berupa ferronickel yang bisa dijadikan bahan baku untuk pembuatan coran tahan karat
[2] Ferronickel ini saat ini lebih banyak diekspor keluar negeri untuk selanjutnya dilakukan
ekstraksi terhadap nikelnya. Disamping itu minim sekali pemanfaatan ferronickel untuk
kebutuhan industri pengecoran dalam negeri. Sebelumnya telah melakukan penelitian untuk
lebih memanfaatkan ferronickel dengan menambahkan atau dipadu dengan chrom. Sehingga
pada proses pembuatan material cor tahan karat hanya perlu ditambahkan sedikit unsur krom
(Cr).

I.2. Tujuan Penulisan


 Melengkapi tugas matakuliah pengolahan bahan galian.
 Mengetahui prosos pemurnian nikel pada perusahaan PT Inco Indonesia.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah nikel

Nikel ditemukan oleh Cronstedt pada tahun 1751 dalam mineral yang disebutnya
kupfernickel (nikolit). Nikel adalah komponen yang ditemukan banyak dalam meteorit dan
menjadi ciri komponen yang membedakan meteorit dari mineral lainnya. Meteorit besi atau
siderit, dapat mengandung alloy besi dan nikel berkadar 5-25%. Nikel diperoleh secara
komersial dari pentlandit dan pirotit di kawasan Sudbury Ontario, sebuah daerah yang
menghasilkan 30% kebutuhan dunia akan nikel. Deposit nikel lainnya ditemukan di
Kaledonia Baru, Australia, Cuba, dan Indonesia.

Berdasarkan tahapan proses, pengolahan nikel dapat dilakukan dalam tiga tahapan proses,
yaitu Tahap Preparasi, Tahap Pemisahan, dan Tahap Dewatering. Kegiatan pengolahan ini
bertujuan untuk membebaskan dan memisahkan mineral berharga dari mineral yang tidak
berharga atau mineral pengotor sehingga setelah dilakukan proses pengolahan dihasilkan
konsentrat yang bernilai tinggi dan tailing yang tidak berharga. Metode yang dipakai
bermacam-macam tergantung dari sifat kimia, sifat fisika, sifat mekanik dari mineral itu
sendiri.

Adapun tahap-tahap yang dilakukan untuk melakukan proses pengelolahan nikel melalui
beberapa tahap utama yaitu, crushing, Pengering, Pereduksi, peleburan, Pemurni, dan
Granulasi dan Pengemasan.

1. Kominusi

Kominusi adalah suatu proses untuk mengubah ukuran suatu bahan galian menjadi lebih
kecil, hal ini bertujuan untuk memisahkan atau melepaskan bahan galian tersebut dari mineral
pengotor yang melekat bersamanya

3
2. Sizing

Merupakan proses pemilahan bijih yang telah melalui proses kominusi sesuai ukuran yang
dibutuhkan. Kegiatan Sizing meliputi Screening yaitu Salah satu pemisahan berdasarkan
ukuran adalah proses pengayakan (screening).

3. Pengeringan (Drying)

Yaitu proses untuk membuang seluruh kandung air dari padatan yang berasal dari konsentrat
dengan cara penguapan (evaporization/evaporation).

4. Kalsinasi dan Reduksi di Tanur Pereduksi

Tujuannya untuk menghilangkan kandungan air di dalam bijih, mereduksi sebagian nikel
oksida menjadi nikel logam, dan sulfidasi. Setelah proses drying, bijih nikel yang tersimpan
di gudang bijih kering pada dasarnya belumlah kering secara sempurna, karena itulah tahapan
ini bertujuan untuk menghilangkan kandungan air bebas dan air kristal serta mereduksi nikel
oksida menjadi nikel logam. Proses ini berlansung dalam tanur reduksi. Bijih dari gudang
dimasukkan dalam tanur reduksi dengan komposisi pencampuran menggunakan ratio tertentu
untuk menghasilkan komposisi silika magnesia dan besi yang sesuai dengan operasional
tanur listrik. Selain itu dimasukkan pula batubara yang berfungsi sebagai bahan pereduksi
pada tanur reduksi maupun pada tanur pelebur. Untuk mengikat nikel dan besi reduksi yang
telah tereduksi agar tidak teroksidasi kembali oleh udara maka ditambahkanlah belerang.
Hasil akhir dari proses ini disebut kalsin yang bertemperatur sekitar 7000oC.

5. Peleburan di Tanur Listrik

Untuk melebur kalsin hasil kalsinasi/reduksi sehingga terbentuk fasa lelehan matte dan Slag.
Kalsin panas yang keluar dari tanur reduksi sebagai umpan tanur pelebur dimasukkan
kedalam surge bin lalu kemudian dibawa dengan transfer car ke tempat penampungan.
Furnace bertujuan untuk melebur kalsin hingga terbentuk fase lelehan matte dan slag.
Dinding furnace dilapisi dengan batu tahan api yang didinginkan dengan media air melalui
balok tembaga. Matte dan slag akan terpisah berdasarka berat jenisnya. Slag kemudian
diangkut kelokasi pembuangan dengan kendaraan khusus.

4
6. Pengkayaan di Tanur Pemurni

Bertujuan untuk menaikkan kadar Ni di dalam matte dari sekitar 27 persen menjadi di atas 75
persen. Matte yang memiliki berat jenis lebih besar dari slag diangkut ke tanur pemurni /
converter untuk menjalani tahap pemurnian dan pengayaan. Proses yang terjadi dalam tanur
pemurni adalah peniupan udara dan penambahan sililka. Silika ini akan mengikat besi oksida
dan membentuk ikatan yang memiliki berat jenis lebih rendah dari matte sehingga menjadi
mudah untuk dipisahkan

7. Granulasi dan Pengemasan

Untuk mengubah bentuk matte dari logam cair menjadi butiran-butiran yang siap diekspor
setelah dikeringkan dan dikemas. Matte dituang kedalam tandis sembari secara terus menerus
disemprot dengan air bertekanan tinggi. Proses ini menghasilkan nikel matte yang dingin
yang berbentuk butiran-butiran halus. Butiran-butiran ini kemudian disaring, dikeringkan dan
siap dikemas.

5
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Nikel Laterit


Nikel adalah unsur kimia metalik dalam tabel periodik yang memiliki simbol Ni dan
nomor atom 28. Nikel mempunyai sifat tahan karat. Dalam keadaan murni, nikel bersifat
lembek, tetapi jika dipadukan dengan besi, krom, dan logam lainnya, dapat membentuk baja
tahan karat yang keras. Perpaduan nikel, krom dan besi menghasilkan baja tahan karat
(stainless steel) yang banyak diaplikasikan pada peralatan dapur (sendok, dan peralatan
memasak), ornamen-ornamen rumah dan gedung, serta komponen industri.
Batuan induk bijih nikel adalah batuan peridotit. Menurut Vinogradov batuan ultra
basa rata-rata mempunyai kandungan nikel sebesar 0,2 %. Unsur nikel tersebut terdapat
dalam kisi-kisi kristal mineral olivin dan piroksin, sebagai hasil substitusi terhadap atom Fe
dan Mg. Proses terjadinya substitusi antara Ni, Fe dan Mg dapat diterangkan karena radius
ion dan muatan ion yang hampir bersamaan di antara unsur-unsur tersebut. Proses
serpentinisasi yang terjadi pada batuan peridotit akibat pengaruh larutan hydrothermal, akan
merubah batuan peridotit menjadi batuan serpentinit atau batuan serpentinit peroditit.
Sedangkan proses kimia dan fisika dari udara, air serta pergantian panas dingin yang bekerja
kontinu, menyebabkan disintegrasi dan dekomposisi pada batuan induk.
Pada pelapukan kimia khususnya, air tanah yang kaya akan CO2 berasal dari udara
dan pembusukan tumbuh-tumbuhan menguraikan mineral-mineral yang tidak stabil (olivin
dan piroksin) pada batuan ultra basa, menghasilkan Mg, Fe, Ni yang larut; Si cenderung
membentuk koloid dari partikel-partikel silika yang sangat halus. Didalam larutan, Fe
teroksidasi dan mengendap sebagai ferri-hydroksida, akhirnya membentuk mineral-mineral
seperti geothit, limonit, dan haematit dekat permukaan. Bersama mineral-mineral ini selalu
ikut serta unsur cobalt dalam jumlah kecil.
Larutan yang mengandung Mg, Ni, dan Si terus menerus kebawah selama larutannya
bersifat asam, hingga pada suatu kondisi dimana suasana cukup netral akibat adanya kontak
dengan tanah dan batuan, maka ada kecenderungan untuk membentuk endapan hydrosilikat.
Nikel yang terkandung dalam rantai silikat atau hydrosilikat dengan komposisi yang mungkin
bervariasi tersebut akan mengendap pada celah-celah atau rekahan-rekahan yang dikenal
dengan urat-urat garnierit dan krisopras. Sedangkan larutan residunya akan membentuk suatu
senyawa yang disebut saprolit yang berwarna coklat kuning kemerahan. Unsur-unsur lainnya

6
seperti Ca dan Mg yang terlarut sebagai bikarbonat akan terbawa kebawah sampai batas
pelapukan dan akan diendapkan sebagai dolomit, magnesit yang biasa mengisi celah-celah
atau rekahan-rekahan pada batuan induk. Dilapangan urat-urat ini dikenal sebagai batas
petunjuk antara zona pelapukan dengan zona batuan segar yang disebut dengan akar
pelapukan (root of weathering).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan bijih nikel laterit ini adalah:


a. Batuan asal.
Adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk terbentuknya endapan nikel laterit,
macam batuan asalnya adalah batuan ultra basa. Dalam hal ini pada batuan ultra basa
tersebut: - terdapat elemen Ni yang paling banyak diantara batuan lainnya - mempunyai
mineral-mineral yang paling mudah lapuk atau tidak stabil, seperti olivin dan piroksin -
mempunyai komponen-komponen yang mudah larut dan memberikan lingkungan
pengendapan yang baik untuk nikel
.
b. Iklim.
Adanya pergantian musim kemarau dan musim penghujan dimana terjadi kenaikan
dan penurunan permukaan air tanah juga dapat menyebabkan terjadinya proses pemisahan
dan akumulasi unsur-unsur. Perbedaan temperatur yang cukup besar akan membantu
terjadinya pelapukan mekanis, dimana akan terjadi rekahan-rekahan dalam batuan yang
akan mempermudah proses atau reaksi kimia pada batuan.

c. Reagen-reagen kimia dan vegetasi.


Yang dimaksud dengan reagen-reagen kimia adalah unsur-unsur dan senyawa-
senyawa yang membantu mempercepat proses pelapukan. Air tanah yang mengandung
CO2 memegang peranan penting didalam proses pelapukan kimia. Asam-asam humus
menyebabkan dekomposisi batuan dan dapat merubah pH larutan. Asam-asam humus ini
erat kaitannya dengan vegetasi daerah. Dalam hal ini, vegetasi akan mengakibatkan: •
penetrasi air dapat lebih dalam dan lebih mudah dengan mengikuti jalur akar pohon-
pohonan • akumulasi air hujan akan lebih banyak • humus akan lebih tebal Keadaan ini
merupakan suatu petunjuk, dimana hutannya lebat pada lingkungan yang baik akan
terdapat endapan nikel yang lebih tebal dengan kadar yang lebih tinggi. Selain itu, vegetasi
dapat berfungsi untuk menjaga hasil pelapukan terhadap erosi mekanis.

7
d. Struktur.
Struktur yang sangat dominan yang terdapat didaerah Polamaa ini adalah struktur
kekar (joint) dibandingkan terhadap struktur patahannya. Seperti diketahui, batuan beku
mempunyai porositas dan permeabilitas yang kecil sekali sehingga penetrasi air sangat
sulit, maka dengan adanya rekahan-rekahan tersebut akan lebih memudahkan masuknya air
dan berarti proses pelapukan akan lebih intensif.

e. Topografi.
Keadaan topografi setempat akan sangat mempengaruhi sirkulasi air beserta reagen-
reagen lain. Untuk daerah yang landai, maka air akan bergerak perlahan-lahan sehingga
akan mempunyai kesempatan untuk mengadakan penetrasi lebih dalam melalui rekahan-
rekahan atau pori-pori batuan. Akumulasi andapan umumnya terdapat pada daerah-daerah
yang landai sampai kemiringan sedang, hal ini menerangkan bahwa ketebalan pelapukan
mengikuti bentuk topografi. Pada daerah yang curam, secara teoritis, jumlah air yang
meluncur (run off) lebih banyak daripada air yang meresap ini dapat menyebabkan
pelapukan kurang intensif.

f. Waktu.
Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan yang cukup intensif karena
akumulasi unsur nikel cukup tinggi.

Profil nikel laterit keseluruhan terdiri dari 4 zona gradasi sebagai berikut :
1. Iron Capping
Merupakan bagian yang paling atas dari suatu penampang laterit. Komposisinya
adalah akar tumbuhan, humus, oksida besi dan sisa-sisa organik lainnya. Warna khas
adalah coklat tua kehitaman dan bersifat gembur. Kadar nikelnya sangat rendah sehingga
tidak diambil dalam penambangan. Ketebalan lapisan tanah penutup rata-rata 0,3 s/d 6 m.
berwarna merah tua, merupakan kumpulan massa goethite dan limonite. Iron capping
mempunyai kadar besi yang tinggi tapi kadar nikel yang rendah. Terkadang terdapat
mineral-mineral hematite, chromiferous.

2. Limonite Layer
Merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan beku ultrabasa. Komposisinya meliputi
oksida besi yang dominan, goethit, dan magnetit. Ketebalan lapisan ini rata-rata 8-15 m.

8
Dalam limonit dapat dijumpai adanya akar tumbuhan, meskipun dalam persentase yang
sangat kecil. Kemunculan bongkah-bongkah batuan beku ultrabasa pada zona ini tidak
dominan atau hampir tidak ada, umumnya mineral-mineral di batuan beku basa-ultrabasa
telah terubah menjadi serpentin akibat hasil dari pelapukan yang belum tuntas. fine
grained, merah coklat atau kuning, lapisan kaya besi dari limonit soil menyelimuti seluruh
area. Lapisan ini tipis pada daerah yang terjal, dan sempat hilang karena erosi. Sebagian
dari nikel pada zona ini hadir di dalam mineral manganese oxide, lithiophorite. Terkadang
terdapat mineral talc, tremolite, chromiferous, quartz, gibsite, maghemite.

3. Silika Boxwork
Putih – orange chert, quartz, mengisi sepanjang fractured dan sebagian menggantikan
zona terluar dari unserpentine fragmen peridotite, sebagian mengawetkan struktur dan
tekstur dari batuan asal. Terkadang terdapat mineral opal, magnesite. Akumulasi dari
garnierite-pimelite di dalam boxwork mungkin berasal dari nikel ore yang kaya silika.
Zona boxwork jarang terdapat pada bedrock yang serpentinized.

4. Saprolite
Zona ini merupakan zona pengayaan unsur Ni. Komposisinya berupa oksida besi,
serpentin sekitar <0,4% kuarsa magnetit dan tekstur batuan asal yang masih terlihat.
Ketebalan lapisan ini berkisar 5-18 m. Kemunculan bongkah-bongkah sangat sering dan
pada rekahan-rekahan batuan asal dijumpai magnesit, serpentin, krisopras dan garnierit.
Bongkah batuan asal yang muncul pada umumnya memiliki kadar SiO2 dan MgO yang
tinggi serta Ni dan Fe yang rendah. campuran dari sisa-sisa batuan, butiran halus limonite,
saprolitic rims, vein dari endapan garnierite, nickeliferous quartz, mangan dan pada
beberapa kasus terdapat silika boxwork, bentukan dari suatu zona transisi dari limonite ke
bedrock. Terkadang terdapat mineral quartz yang mengisi rekahan, mineral-mineral primer
yang terlapukkan, chlorite. Garnierite di lapangan biasanya diidentifikasi sebagai kolloidal
talc dengan lebih atau kurang nickeliferous serpentin. Struktur dan tekstur batuan asal
masih terlihat.

5. Bedrock
Bagian terbawah dari profil laterit. Tersusun atas bongkah yang lebih besar dari 75 cm
dan blok peridotit (batuan dasar) dan secara umum sudah tidak mengandung mineral
ekonomis (kadar logam sudah mendekati atau sama dengan batuan dasar). Batuan dasar

9
merupakan batuan asal dari nikel laterit yang umumnya merupakan batuan beku ultrabasa
yaitu harzburgit dan dunit yang pada rekahannya telah terisi oleh oksida besi 5-10%,
garnierit minor dan silika > 35%. Permeabilitas batuan dasar meningkat sebanding dengan
intensitas serpentinisasi.Zona ini terfrakturisasi kuat, kadang membuka, terisi oleh mineral
garnierite dan silika. Frakturisasi ini diperkirakan menjadi penyebab adanya root zone yaitu
zona high grade Ni, akan tetapi posisinya tersembunyi.

3.2 Ekstraksi Bijih Nikel (PT INCO Indonesia)


Nikel matte dibuat secara komersial pertama kali di Kaledonia Baru dengan
menggunakan blast furnace sebagai tanur peleburan dan gipsum sebagai sumber belerang
sekaligus sebagai bahan flux. Tetapi belakangan ini pembuatan matte dari bijih oksida
dilakukan dengan menggunakan tanur putar dan tanur listrik. Bagan alir yang disederhanakan
dari proses ini digambarkan pada Gambar II.8. Gambar tersebut menunjukkan bahwa
sebagian besar dari tahap-tahap proses yang dilakukan dalam proses pembuatan ferronikel
juga dilakukan dalam proses ini. Bijih yang kandungan airnya dikurangi, dimasukkan ke
dalam tanur putar Kemudian berlangsung kalsinasi, pereduksian sebagian besar oksida nikel
menjadi nikel, Fe2O3 menjadi FeO logam Fe (sebagian kecil). Logam-logam yang dihasilkan
kemudian bersenyawa dengan belerang, baik yang berasal dari bahan bakar maupun bahan
belerang yang sengaja dimasukan untuk maksud tersebut. Produk tanur putar diumpankan ke
dalam tanur listrik, untuk menyempurnakan proses reduksi dan sulphurisasi sehingga
menghasilkan matte. Furnace Matte ini yang mengandung nikel kira-kira 30 - 35%, belerang
kira-kira 10 - 15%, dan sisanya besi, dimasukkan ke dalamconverter untuk
menghilangkan/mengurangi sebagian besar kadar besi. Hasil akhir berupa matte yang
mengandung nikel kira-kira 77%, belerang 21%, serta kobal dan besi masing-masing kira-
kira 1%. Dalam sejarah pembuatan nikel - matte di Kaledonia Baru, selain dengan proses
blast furnace, dibuat juga melalui ferronikel. Ke dalam feronikel kasar cair dihembuskan
belerang bersama-sama udara di dalam sebuah converter, sehingga berbentuk matte primer
(primary matte) dengan kandungan nikel kira-kira 60%, besi kira-kira 25%, karbon kira-kira
1,5%, dan sisanya belerang. Matte ini kemudian diubah (convert) dengan cara oksida besi,
sehingga diperoleh matte hasil akhir dengan kadar nikel 75 - 80% dan belerang kira-kira
20%. Berbeda dengan feronikel, pada umumnya nikel dalam bentuk matte diproses terlebih
dahulu menjadi logam nikel atau nickel oxidic sintersebelum digunakan pada industri yang
lebih hilir. Produknya adalah sebagai berikut.

10
a. Produk utama:
- Nickel matte
- Komposisi kimia: 70-78%-Ni; 0.5-1-%Co; 0.2-06%-Cu;
0.3-0.6%-Fe; 18-22%-S
b. Produk samping:
- Terak; campuran logam oksida
c. Kondisi proses:
- Mempunyai kadar nikel tinggi (>2.2%Ni)
- Rasio Fe/Ni rendah (>6)
- Kadar MgO tinggi
- Rasio SiO2/MgO antara 1.8-2.2

Gambar II.8 Proses Pembuatan Nikel Matte di


PT INCO Indonesia
Tabel II.1 memperlihatkan parameter proses pembuatan nickel matte di PT Inco Indonesia.
Tabel II.1 Parameter Proses Pembuatan Nikel Matte
Furnace Parameter PT INCO INDONESIA
Number of furnace 4
Furnace design Hatch modified
Shape Circular
Hearth dimension (inside, m) 17.0 ID
Hearth area (inside m2) 227

11
Sidewall cooling Copper finger
Number electrode 3
Electrode diameter, mm 1500
Transformer, MVA 75
Opretaing data
Power (MW) 75
Hearth power density (kW/m2) 330
Secondary voltage (phase) 1350
Secondary voltage (electrode) 780
Secondary current, kA 33
Resistance per electrode, mΩ 23
Batch resistance per electrode, mΩ 7
Arc power.batch power ratio 2.3
Batch power density (kW/m2) 100
Arc voltage, V 550
Arc length (@17V/cm) 32
Electrode tip position Shelded arc
Charge cover at tips Deep calcine
Power cunsumption (kWh/ton) 440
Calcine feed temperature 750
Slag top temperature (oC) 1530
Slag SiO2/MgO ratio 2.0
Slag %FeO 22
Metal % Ni 32
Metal % S 10% S

12
3.3 Pengolahan Nikel dengan Blast Furnace

Tungku itu sendiri adalah dalam girderwork pusat.Sebuah ledakan tungku adalah jenis
metalurgi tungku yang digunakan untuk peleburan untuk memproduksi logam industri,
umumnya besi . Pada tungku sembur, bahan bakar dan bijih terus diberikan melalui bagian
atas tungku, sementara udara (kadang-kadang dengan oksigen pengayaan) akan
dikumandangkan ke dasar ruangan, sehingga reaksi kimia berlangsung sepanjang tungku
sebagai bahan bergerak ke bawah. Produk akhir biasanya cair logam dan terak fase disadap
dari bawah, dan buang gas keluar dari puncak tungku. Blast furnace harus berlawanan dengan
tungku udara (seperti tungku reverberatory ), yang disedot secara alami, biasanya oleh
konveksi gas panas di cerobong cerobong asap. Menurut definisi yang luas, bloomeries untuk
besi, meniup rumah untuk timah , dan berbau pabrik untuk memimpin , akan diklasifikasikan
sebagai tungku ledakan . Namun, istilah tersebut biasanya terbatas dengan yang digunakan
untuk peleburan bijih besi untuk memproduksi pig iron , bahan antara yang digunakan dalam
produksi komersial besi dan baja .
Ledakan tungku tetap menjadi bagian penting dari produksi besi modern. tungku
modern sangat efisien, termasuk kompor Cowper untuk pra-panas udara ledakan dan
menerapkan sistem pemulihan untuk mengekstrak panas dari gas panas keluar dari tungku.
Persaingan di industri drive tingkat produksi lebih tinggi.. The blast furnace terbesar memiliki
3 [30]
volume sekitar 5.580 m (190.000 cu ft) dan dapat menghasilkan sekitar 80.000 ton
(88.000 ton singkat) besi per minggu. Ini adalah kenaikan besar dari abad ke-18 tungku khas,
yang rata-rata sekitar 360 ton (400 ton singkat) per tahun. Variasi dari tungku ledakan, seperti

13
ledakan Swedia tanur listrik, telah dikembangkan di negara-negara yang tidak memiliki
sumber daya batubara asli.

Blast furnace ditempatkan di sebuah instalasi

Tanur tinggi diagram


1. ledakan Hot dari tungku Cowper
2. Melting zona (omong kosong)
3. Pengurangan zona oksida besi (laras)
4. zona Reduksi oksida besi (stack)
5. Pra-pemanasan zona (tenggorokan)

14
6. bijih, kapur, dan kokas
7. Gas buang
8. Kolom bijih, kokas dan kapur
9. Penghapusan terak
10. Tapping dari cair pig iron
11. Koleksi limbah gas

Tungku modern dilengkapi dengan berbagai sarana penunjang untuk meningkatkan


efisiensi, seperti meter penyimpanan bijih di mana tongkang yang diturunkan. Bahan baku
yang ditransfer ke kompleks stockhouse oleh jembatan bijih, atau gerbong kereta api dan
mobil bijih transfer . Rail-mount mobil skala atau komputer hopper dikendalikan menimbang
berat bahan baku untuk menghasilkan berbagai logam panas yang diinginkan dan terak
kimia.Bahan baku tersebut dibawa ke bagian atas tungku ledakan melalui skip powered by
derek mobil atau ban berjalan.
Ada beberapa cara berbeda dimana bahan baku dibebankan kedalam tanur ledakan.
Beberapa blast furnace menggunakan bel "ganda" sistem di mana dua "lonceng" digunakan
untuk mengontrol masuknya bahan baku kedalam tanur ledakan. Tujuan dari dua lonceng
adalah untuk meminimalkan kehilangan panas dalam gas blast furnace. Pertama bahan baku
yang mengalir ke atas atau lonceng kecil. Lonceng itu kemudian diputar jumlah yang telah
ditetapkan dalam rangka untuk mendistribusikan mengisi lebih akurat. Bel kecil kemudian
terbuka untuk mengosongkan muatan ke dalam lonceng besar. Bel kecil kemudian menutup,
untuk menutup tungku ledakan, sedangkan mengeluarkan suatu lonceng besar muatan
kedalam tanur ledakan. Sebuah desain yang lebih baru adalah dengan menggunakan lonceng-
kurang "sistem". Sistem ini menggunakan beberapa hopper masing-masing mengandung
bahan baku, yang kemudian dibuang ke dalam tungku ledakan melalui katup. Katup ini lebih
akurat dalam mengontrol berapa banyak setiap konstituen ditambahkan, dibandingkan dengan
melewati atau sistem konveyor, sehingga meningkatkan efisiensi tungku. Beberapa dari
kurang-bel sistem juga menerapkan cerobong untuk tepat kontrol di mana biaya tersebut
dimasukkan. Ledakan membuat besi tanur itu sendiri dibangun dalam bentuk tinggi cerobong
asap seperti struktur-pohon dengan refraktori bata. Coke, kapur fluks, dan bijih besi (oksida
besi) yang dibebankan ke atas tungku dalam urutan yang tepat mengisi membantu
mengendalikan aliran gas dan reaksi kimia dalam tungku. Empat "uptakes" memungkinkan
gas, panas kotor untuk keluar dari kubah tungku, sementara "katup pemeras" melindungi
bagian atas tungku dari tekanan gas mendadak surges. Ketika terhubung, katup pemeras harus

15
dibersihkan dengan pembersih pemeras. Partikel-partikel kasar di gas menetap di penangkap
debu dan dibuang ke kereta api atau mobil truk untuk pembuangan, sedangkan gas itu sendiri
mengalir melalui venturi scrubber dan pendingin gas untuk mengurangi suhu gas dibersihkan.
The casthouse di bagian bawah tungku berisi pipa kesibukan, tuyeres dan peralatan untuk
pengecoran besi cair dan terak. Setelah taphole adalah dibor melalui plug tanah liat tahan
api, besi cair dan terak mengalir sebuah palung melalui skimmer pembukaan, memisahkan
besi dan terak. Modern, tungku ledakan lebih besar mungkin memiliki sebanyak empat
tapholes dan dua tungku pembakar. Setelah babi dan terak besi telah disadap, taphole sekali
lagi terhubung dengan tanah liat tahan api. Para tuyeres digunakan untuk menerapkan
ledakan panas , yang digunakan untuk meningkatkan efisiensi tungku ledakan. Ledakan
panas diarahkan kedalam tanur melalui nozel air tembaga-didinginkan disebut tuyeres dekat
pangkalan. Ledakan suhu panas dapat dari 900 ° C hingga 1300 ° C (1600 ° F 2300 ° F)
tergantung pada desain kompor dan kondisi. Suhu mereka menghadapi mungkin 2000 ° C
sampai 2.300 ° C (3600 ° F untuk 4200 ° F). Minyak , tar , gas alam , bubuk batubara dan
oksigen juga dapat disuntikkan ke dalam tungku di tingkat tuyere untuk menggabungkan
dengan kokas yang untuk melepaskan energi tambahan yang diperlukan untuk meningkatkan
produktivitas.

16
BAB IV
PENUTUPAN
4.1 KESIMPULAN
 Pirometalurgi merupakan suatu proses pengambilan logam berharga dari bijihnya
yang berlangsung pada temperatur tinggi.
 PT INCO Indonesia menggunakan sistem Pengolahan Nikel dengan Blast
Furnace.

4.2 SARAN
Sebaiknya bagi para mahasiswa lebih teliti dalam mencari alamat web/link dalam
menulis makalah demi dapat dipertanggung jawabkannya data-data tersebut.

17
DAFTAR PUSTAKA

Technology Road Map PT KRAKATAU STEEL (PERSERO) 2004–2020.

M Gojic and S Kojuh, Development of Direct Reduction Processes and Smelting Reduction
Processes for Steel Production, Faculty of Metallurgy, University of Zagreb, 2006

Shuzo ITO dan Osamu TSUGE, Method for Producing Granular Metal, EP (European
Patent) 1405924, 2007.

http://journal.eng.ui.ac.id/data//4._bambangok_.pdf. Diakses tanggal 28 April 2010

http://www.google.co.id/search?hl=id&q=tanur+tinggi+nikel&start=10&sa=N. Diakses
tanggal 28 April 2010

http://wong168.wordpress.com/2010/05/03/proses-pengolahan-nikel-di-indonesia-pt-
international-nickel-indonesia-tbk/. Diakses tanggal 28 April 2010

https://hermanyudiono.wordpress.com/bagi-yang-belum-kenal-inilah-saya/sorowako/profil-
pt-inco/

18

Anda mungkin juga menyukai