Anda di halaman 1dari 15

PAPER BIOKIMIA

PERKEMBANGAN BIOTEKNOLOGI MELALUI KULTUR


JARINGAN DALAM BIDANG PERTANIAN TANAMAN TEBU
(SACCHARUM OFFICINARUM L.)

OLEH

EFRIDA RATNASARI SUBIN


(17/417021/PBI/1458)

PROGRAM STUDI PASCA SARJANA BIOLOGI


FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS GADJAH MADHA
YOGYAKARTA
2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bioteknologi merupakan teknik yang menggunakan organisme hidup untuk


membuat atau memodifikasi produk, memperbaiki tumbuhan atau hewan atau
untuk mengembanagkan mikroorganisme untuk tujuan tertentu. Bioteknologi
merupakan teknologi baru, tetapi konsep yang mendasarinya bukanlah hal yang
baru. Petani telah menggunakan manipulasi genetik untuk memperbaiki tanaman
sejak ribuan tahun yang lalu, misalnya sekitar 8000 tahun yang lalu penduduk asli
Amerika menciptakan jagung dengan domestifikasi tumbuhan liar yang disebut
teosinte.

Penerapan bioteknologi terjadi dalam berbagai bidang dan salah satunya


adalah bidang pertanian. Tujuan penerapan bioteknologi dalam bidang pertanian
adalah untuk menghasilkan varietas tanaman yang unggul. Penerapan bioteknologi
dalam bidang perbaikan genetik tanaman akan dapat menciptakan
tanaman-tanaman penghasil bahan makanan yang lebih tinggi produksinya, yang
lebih tahan terhadap hama dan penyakit, yang dapat ditanam di tanah-tanah
marginal (kering, asam atau bergaram), yang dapat menghasilkan sendiri hara
nitrogen, ataupun menghasilkan produk atau senyawa yang secara tradisional tidak
dapat dihasilkan oleh tanaman.
Salah satu contoh tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi ialah tebu.
Perbanyakan tanaman tebu umumnya dilakukan secara vegetatif melalui setek. Di
beberapa negara tropis, 2-3 bagian buku (nodus) batang tebu digunakan sebagai
bahan tanaman baru (Jalaja et al., 2008), namun metode tersebut memiliki
kekurangan seperti waktu dalam perbanyakan lebih lama, membutuhkan tanaman
induk dan tenaga yang banyak, kontaminasi patogen yang sulit dihindari, dan
ketergantungan musim tanam.
Kultur jaringan tanaman atau sering disebut sebagai in vitro merupakan
suatu teknik yang mengisolasi bagian tertentu tumbuhan seperti sel, jaringan dan
organ tanaman untuk ditumbuhkan di media yang aseptis agar bagian tanaman
tersebut dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap.
Melalui metode kultur jaringan diharapkan dapat mengatasi kekurangan cara
penanaman jagung secara konvensional.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk membuat sebuah
tulisan tentang Peranan Bioteknologi Melalui Kultur Jaringan Dalam Bidang
Pertanian Tanaman Tebu (Saccharum Officinarum L.).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat di tarik rumusan masalah yakni


“Bagaimanakah Peranan Bioteknologi Melalui Kultur Jaringan Dalam Bidang
Pertanian Tanaman Tebu (Saccharum Officinarum L.)?”

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah “untuk mengetahui tentang


peranan bioteknologi melalui kultur jaringan dalam bidang pertanian tanaman
tebu?
BAB II

ISI

A. Pengertian Bioteknologi

Bioteknologi merupakan bidang penerapan biosains dan teknologi yang


memanfaatkan sistem hayati untuk mendapatkan barang dan jasa yang berguna
bagi kesejahteraan manusia. Pada umumnya bioteknologi dibedakan menjadi dua
yaitu bioteknologi konvensional dan bioteknologi modern. Bioteknologi
konvensional merupakan bioteknologi yang memanfaatkan mikrobia (organisme)
untuk memodifikasi bahan dan lingkungan untuk memperoleh produk yang
optimal. Sedangkan bioteknologi modern merupakan bioteknologi yang
memanfaatkan ketrampilan manusia untuk memanipulasi makhluk hidup agar
dapat digunakan untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan keinginan
manusia.
Bioteknologi modern mulai berkembang dengan pesat setelah genetika
molekuler berkembang dengan baik. Dimulai dengan pemahaman tentang struktur
DNA pada tahun 1960an dan hingga berkembangnya berbagai teknik molekuler
telah menjadikan pemahaman tentang gen menjadi semakin baik. Gen atau yang
sering dikenal dengan istilah DNA, merupakan materi genetik yang bertanggung
jawab terhadap semua sifat yang dimiliki oleh makhluk hidup (Sutarno, 2016).
Penerapan bioteknologi terjadi pada berbagai bidang dan salah satuny adalah
bidang pertanian.

B. Bioteknologi dalam Bidang Pertanian


Perkembangan bioteknologi dalam bidang pertanian tidak terlepas dari dua
bidang teknologi yang saat ini berkembang dengan pesat, yakni rekayasa genetik
dan kultur jaringan tanaman. Rekayasa genetik atau teknologi DNA rekombinan
berkaitan dengan manipulasi terhadap materi genetik (DNA dan RNA) didalam sel
makhluk hidup, sehingga menimbulkan perubahan karakter yang bersifat menurun
pada makhluk hidup yang direkayasa. Sedangkan kultur jaringan tanaman
merupakan teknik untuk menumbuhkan tanaman utuh dari bagian kecil tanaman
tersebut misalnya sel, protoplasma dan jaringan.
Penerapan bioteknologi dalam bidang perbaikan genetik tanaman akan
dapat menciptakan tanaman-tanaman penghasil bahan makanan yang lebih tinggi
produksinya, yang lebih tahan terhadap hama dan penyakit, yang dapat ditanam di
tanah-tanah marginal (kering, asam atau bergaram), yang dapat menghasilkan
sendiri hara nitrogen, ataupun menghasilkan produk atau senyawa yang secara
tradisional tidak dapat dihasilkan oleh tanaman.

C. Kultur Jaringan Tanaman


a. Definisi Kultur Jaringan Tanaman
Kultur jaringan tanaman atau sering disebut sebagai in vitro
merupakan suatu teknik yang mengisolasi bagian tertentu tumbuhan seperti
sel, jaringan dan organ tanaman untuk ditumbuhkan di media yang aseptis
agar bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri dan bergenerasi
menjadi tanaman lengkap. Menurut Wetherell (1982), konsep yang
mendasari kultur jaringan adalah teori totipotensi dan plastisitas tanaman.
Totipotensi merupakan kemampuan sel secara genetik untuk membentuk
tanaman lengkap bila berada dalam lingkungan yang sesuai, karena di
dalam masing-masing sel tumbuhan mengandung informasi genetik yang
lengkap. Sedangkan plastisitas tanaman merupakan kemampuan tanaman
untuk mengadaptasikan sistem metabolisme, pertumbuhan dan
perkembangannya agar sesuai dengan lingkungan tumbuhnya.

b. Prinsip Kultur Jaringan


Menurut Yustina (2003), kultur jaringan dilakukan harus
memperhatikan beberapa prisip, diantaranya:
a) Mengetahui totipotensi sel yang dikemukakan oleh Schleiden dan
Scwann
b) Memahami konsep Skoog dan Miller yang menyatakan bahwa
regenerasi tunas dan akar in vitro dikontrol secara hormonal oleh Zat
Pengatur Tumbuh (ZPT) seperti sitokinin dan auksin.
c) Memahami sifat kompeten, diferensiasi dan determinasi
d) Memahami tata cara perbanyakan tanaman secara kultur jaringan.

c. Faktor-Fktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Kultur Jaringan


Menurut Santoso dan Nursandi (2003), ada beberapa faktor yang
dapat keberhasilan kultur jaringan yaitu:
a) Genotif
Beberapa jenis embrio tumbuhan dapat tumbuh tetapi ada juga
jenis tumbuhan lain yang sukar untuk tumbuh, hal ini dapat disebabkan
oleh perbedaan kultivar dari jaringan yang sama.

b) Eksplan
Eksplan merupakan sel, jaringan atau organ tanaman yang
digunakan sebagai bahan inokulum dan ditanam dalam media kultur.
Bagian yang digunakan sebagai eksplan adalah sel yang aktif
membelah, berasal dari tanaman induk yang sehat dan berkualitas
tinggi.
c) Komposisi media
Media merupakan tempat dimana inokulum akan ditumbuhkan.
Pertumbuhannya sangat dipengarauhi oleh nutrisi, sehingga media
tumbuh harus mengandung semua faktor yang mendukung
pertumbuhannya seperti nutrient makro dan mikro dalam kadar dan
perbandingan tertentu, gula, air, asam amino, vitamin, dan ZPT. Selain
itu faktor lain yang harus diperhatikan adalah ion amonium dan
potassium.
d) Oksigen
Suplai oksigen yang cukup sangat menentukan laju multipikasi
tunas dalam usaha perbanyakan secara in vitro
e) Cahaya
Intensitas cahaya yang rendah dapat mempercepat embriogenesis
dan organogenesis. Intensitas cahaya optimum pada kultur 0-1000 lux
(inisiasi), 1000-10000(multiplikasi),10000-30000 (pengakaran) dan
<30000 untuk aklimatisasi. Perkembangan embrio membutuhkan
tempat gelap kira-kira selama 7-14 hari. Baru dipindahkan ke tempat
terang untuk pembentukam klorofil.
f) Temperatur
Temperatur optimum yang dibutuhkan umumnya tergantung dari
jenis tumbuhan yang digunakan. Secara normal temperatur yang
digunakan adalah antara 220C-280C.
g) pH
pH atau tingkat keasaman yang cocok untuk sel-sel yang
dikembangkan melalui kultur jaringan adalah 5-6.
h) Lingkungan yang aseptik
Kondisi lingkungan sangat menentukan tingkat keberhasilan
pembiakan tanaman dengan kultur jaringan.

d. Masalah dalam Kultur Jaringan


Menurut Mariska dan Sukmadjaja (2003), ada beberapa masalah yang
timbul dalam kegiatan kultur jaringan sebagai penyebab kegagalan.
a) Kontaminasi
Kontaminasi merupakan kerusakan pada kultur yang disebabkan
oleh bakteri, jamur, dan virus.
b) Browning atau pencoklatan
Browning atau pencoklatan merupakan karakter yang dapat
menghambat pertumbuhan dan perkembangan eksplan.
c) Vitrifikasi
Vitrifikasi merupakan masalah yang timbul karena adanya
kegagalan dalam proses pembentukan daging sel dan lignin.
d) Pemeliharaan
Kendala yang sering ditemukan sebagai penghambat antara lain,
adanya mutasi pada bibit yang dihasilkan sehingga berbeda dengan
induknya, keberhasilan induksi perakaran dari tunas yang telah
dibentuk secara in vitro sedikit, aklimatisasi sering gagal, tingkat
keanekaragamannya di setiap generasi turun terutama apabila sering
dilakukan subkultur.

e. Manfaat Kultur Jaringan


a) Dibidang agribisnis
Aplikasi yang nyata dari teknik kultur jaringan tumbuhan adalah
dapat menekan biaya produksi karena dapat menghasilkan bibit dalam
jumlah banyak dengan waktu yang relatif singkat, tidak memerlukan
lahan yang terlalu luas, tidak tergantung pada iklim, bebas hama dan
penyakit sehingga dapat ditransport kemana saja, melewati batas-batas
negara, tanpa melalui proses karantina.
b) Dibidang farmakologi dan industri kimia
Metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang terdaopat di
dalam tanaman dan digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan
obat yang diperoleh dengan cara ekstraksi. Cara ini sangat tidak praktis
karena membutuhkan lahan yang luas untuk menumbuhkan tanaman
tersebut, oleh karena itu melalui teknik kultur in vitro, sel-sel dan
jaringan tanaman dapat dimanupulasi sedemikian rupa seperti yang
dapat dilakukan pada proses fermentasi. Berdasarkan hal tersebut
kultur sel dapat merupakan sumber metabolit sekunder yang memiliki
nilai ekonomi tinggi disamping kultur kalus.
c) Untuk mendapatkan hibrida-hibrida baru melalui silangan somatik
d) Untuk mendapatkan tanaman haploid
Tanaman haploid dapat diperoleh melalui kultur ovule, anther atau
mikrospora. Tanaman haploid mempunyai nilai yang sangat berharga
bagi pemulia tanaman.
e) Untuk penyimpanan plasmanutfah
Sejumlah tanaman dapat dilestarikan dengan biji, namun beberapa
tanaman ukuran bijinya terlalu besar untuk disimpan, mempunyai biji
yang kadar airnya tinggi dan ada tanaman yang tidak membentuk biji
sehingga harus diperbanyak secara vegetatif. Oleh karena itu, in vitro
merupakan solusi yang terbaik.
f) Penyelamatan embrio
Kultur in vitro tumbuhan dapat digunakan untuk menyelamatkan
embrio yang secara normal abortif, kegagalan membentuk embrio ini
disebabkan karena adanya inkompatibilitas.
g) Kultur Jaringan juga dapat dipergunakan untuk menunjang penelitian
penyakit-penyakit tanaman terutama virus, yaitu dengan menggunakan
teknik kultur meristem. Sedangkan pada kultur organ, penggunaan
praktisnya dapat menunjang studi tentang infeksi Nematoda, jamur
Mycorrhiza, dan mekanisme pembentukan bintil akar pada tanaman
Leguminosa.

D. Tahap-Tahap dalam Kultur Jaringan


Kegiatan kultur jaringan dilakukan melalui beberapa tahap, diantaranya:
a. Pembuatan Media
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur
jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman
yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam
mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan
seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang
ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung
dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi
ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan
juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf pada
suhu 121º C selama 45 menit.
b. Sterilisasi eksplant Inisiasi kultur (Culture Estabilishment)
Sterilisasi eksplan merupakan bagian yang paling sulit dalam proses
produksi bibit melalui kultur jaringan. Sterilisasi biasanya dilakukan dalam
beberapa tahap. Pertamatama eksplan dicuci dengan deterjen atau bahan
pencuci lain, selanjutnya direndam dalam bahan-bahan sterilan baik yang
bersifat sistemik atau desinfektan. Bahan-bahan yang biasa digunakan untuk
sterilisasi antara lain clorox, kaporit atau sublimat. Sebagai contoh, sterilisasi
eksplan tanaman dapat dilakukan sebagai berikut: tunas yang akan digunakan
sebagai eksplan dicuci dengan deterjen sampai betul-betul bersih. Setelah itu,
tunas diambil dan direndam berturut-turut dalam benlate (0,5%) selama 5
menit, alkohol (70%) selama 5 menit, clorox (20%) selama 20 menit, dan
HgCl2 (0,2%) selama 5 menit. Akhirnya eksplan dibilas dengan aquades
steril (3-5 kali) sampai larutan bahan kimia hilang. Apabila kontaminan tetap
ada maka konsentrasi dan lamanya perendaman sterilan dapat ditingkatkan.
Bahan yang digunakan serta metode sterilisasi biasanya berbeda untuk setiap
bahan tanaman, sehingga bahan dan cara tersebut belum tentu berhasil apabila
diaplikasikan pada bahan yang berbeda serta waktu yang berlainan. Dengan
demikian, setiap pekerjaan kultur jaringan, cara sterilisasi eksplan harus
dicoba beberapa kali.
c. Penumbuhan eksplant dalam media cocok.
Setelah disterilkan eksplan ditumbuhkan dalam media kultur. Media yang
banyak digunakan sampai saat ini adalah media MS. Untuk mengarahkan
biakan pada organogenesis yang diinginkan, ke dalam media ditambahkan zat
pengatur tumbuh.
d. Multipliksi atau perbanyakan planlet
Proses penggandaan tanaman dimana tanaman dipotong-potong pada
bagian tertentu menjadi ukuran yang lebih kecil kemudian ditanam kembali
kemedia agar yang telah disiapkan. Proses ini dilakukan secar berulang setiap
tanggal waktu tertentu. Pada setiap siklusnya tanaman dipotong dan
menghasilkan perbanyakan dengan tingkat RM (Rate Of Multiplication)
tertentu yang berbeda-beda untuk setiap tanaman. Kemampuan multiplikasi
akan meningkat apabila biakan disubkultur berulang kali. Namun perlu
diperhatikan, walaupun subkultur dapat meningkatkan faktor multiplikasi
dapat juga meningkatkan terjadinya mutasi. Untuk itu, biakan perlu
diistirahatkan pada media MS0, yaitu tanpa zat pengatur tumbuh. Banyaknya
bibit yang dihasilkan oleh suatu laboratorium tergantung kemampuan
multiplikasi tunas pada setiap periode tertentu. Semakin tinggi kemampuan
kelipatan tunasnya maka semakin banyak dan semakin cepat bibit dapat
dihasilkan.
e. Pemanjangan tunas, induksi dan perkembangan akar.
Merupakan proses induksi (perangsangan) bagi sistem perakaran
tanaman. Hasil dari proses ini adalah tanaman dari kondisi sempurnah.
Tahapan ini tidak berlaku untuk semua jenis tanaman. Pengakaran adalah fase
dimana planlet akan menunjukkan adanya pertumbuhan akar yang mana
biasanya hanya berupa penambahan zat pemacu pertumbuhan dari golongan
auxin. Dalam fase ini biasanya tunas ditanam dalam media yang mengandung
zat pengatur tumbuh (IAA, IBA atau NAA). Perakaran umumnya dilakukan
pada tahap akhir dalam suatu periode perbanyakan kultur jaringan, yaitu
apabila jumlah tunas in vitro sudah tersedia sesuai dengan jumlah bibit yang
akan diproduksi.
f. Aklimatisasi planlet kelingkungan luar
Aklimatisasi adalah proses penyesuaian planlet dari kondisi mikro dalam
botol (heterotrof) ke kondisi lingkungan luar (autotrof). Planlet yang
dipelihara dalam keadaan steril dalam lingkungan (suhu dan kelembaban)
optimal, sangat rentan terhadap lingkungan luar (lapang). Planlet yang
tumbuh dalam kultur di laboratorium memiliki karakteristik daun yang
berbeda dengan planlet yang tumbuh di lapang. Daun dari planlet pada
umumnya memiliki stomata yang lebih terbuka, jumlah stomata tiap satuan
luas lebih banyak, dan sering tidak memiliki lapisan lilin pada permukaannya.
Dengan demikian, planlet sangat rentan terhadap kelembaban rendah.
Mengingat sifat-sifat tersebut, sebelum ditanam di lapang, planlet
memerlukan aklimatisasi. Aklimatisasi dapat dilakukan di rumah kaca atau
pesemaian, baik di rumah kaca atau pesemaian. Dalam aklimatisasi,
lingkungan tumbuh (terutama kelembaban) berangsur-angsur disesuaikan
dengan kondisi lapang. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap,
yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi
bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur
jaringan sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar.
Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara
bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara
yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif.

Gambar 1. Tahap Kultur Jaringan

E. Aplikasi Bioteknologi dalam Bidang Pertanian (Kultur Jaringan)


Aplikasi bioteknologi dalam bidang pertanian salah satunya adalah varietas tebu
yang diperlakukan dengan teknik in vitro. Aplikasi ini diangkat dari jurnalk yang berjudul
“Regenerasi dan pertumbuhan beberapa varietas tebu (Saccharum officinarum L. ) secara
in vitro”. Latar belakang dalam penelitian ini adalah Tebu (Saccharum officinarum L.)
merupakan tanaman penting yang bernilai ekonomi tinggi di berbagai negara, terutama di
negara berkembang yang beriklim tropis seperti Indonesia karena kandungan gulanya
yang tinggi pada bagian batangnya.

Di Indonesia dengan usaha meningkatkan produksi tanaman tebu diharapkan


dapat mendorong perekonomian negara dengan penambahan atau penghematan devisa
negara. Batang tebu dimanfaatkan terutama sebagai bahan dasar utama dalam industri
gula dan bahan baku industri lainnya seperti farmasi, kimia, pakan ternak, pupuk, jamur,
dan lain-lain. Selain itu yang melatarbelakangi penelitian ini juga adalah Tebu
merupakan tanaman dengan tingkat keragaman varietas yang tinggi, di mana
setiap varietas memerlukan kondisi tertentu dalam pengelolaannya.

Perbanyakan tanaman tebu umumnya dilakukan secara vegetatif melalui


setek. Di beberapa negara tropis, 2-3 bagian buku (nodus) batang tebu digunakan
sebagai bahan tanaman baru (Jalaja et al., 2008), namun metode tersebut memiliki
kekurangan seperti waktu dalam perbanyakan lebih lama, membutuhkan tanaman
induk dan tenaga yang banyak, kontaminasi patogen yang sulit dihindari, dan
ketergantungan musim tanam. Selain itu juga dapat terjadi degenerasi klonal atau
peluruhan genetik tanaman yang dapat merugikan. Oleh karena itu diterapkan
teknik kultur jaringan yang digunakan untuk memperbanyakan tanaman tebu
sehingga dapat menghasilkan bibit dalam jumlah besar dengan waktu yang relatif
singkat, pertumbuhan seragam, bebas patogen, dan produksi bibit yang tidak
tergantung musim (Farid, 2003; Jalaja et al., 2008; Behera dan Sahoo, 2009).
Salah satu faktor penentu dari efektifitas aplikasi bidang bioteknologi tersebut
adalah efisiensi sistem dan kemampuan regenerasi suatu tanaman (Chengalrayan
et al., 2005).

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa regenerasi dan


pertumbuhan tanaman tebu secara in vitro dipengaruhi antara lain oleh jenis atau
varietas dan komposisi media tumbuh yang digunakan. Induksi kalus tanaman
tebu varietas Bulu Lawang dapat dilakukan dengan formulasi media MS + 2.4-D
2 mg.l-1 + BAP 0,4 mg.l-1 + CH 2000 mg.l-1 dan varietas PS 951 dapat
dilakukan dengan formulasi media MS + 2.4-D 1 mg.l-1 + BAP 0,4 mg.l-1.
Regenerasi tunas tanaman tebu varietas Bulu Lawang dapat dilakukan dengan
formulasi media MS (1962) tanpa penambahan zat pengatur tumbuh dan varietas
PS 951 dengan formulasi media MS + BAP 1 mg.l-1 + kinetin 1 mg.l-1 + NAA
0,5 mg.l-1 + GA3 0,5 mg.l-1. Induksi perakaran tanaman tebu varietas Bulu
Lawang dan PS 951 dapat dilakukan dengan formulasi media MS + IBA 1 mg.l-1.
Jumlah planlet hasil induksi perakaran yang berhasil diaklimatisasi berkisar antara
80-100%.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
merupakan suatu teknik yang mengisolasi bagian tertentu tumbuhan
seperti sel, jaringan dan organ tanaman untuk ditumbuhkan di media yang
aseptis agar bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri dan
bergenerasi menjadi tanaman lengkap.
Peranan kultur invitro terhadap bidang pertanian tanaman tebu dapat
digunakan untuk memperbanyakan tanaman tebu sehingga dapat
menghasilkan bibit dalam jumlah besar dengan waktu yang relatif singkat,
dimana Jumlah planlet hasil induksi perakaran yang berhasil diaklimatisasi
berkisar antara 80-100%.

B. Saran
Penulisan makalah ini hanya sebatas peranan kultur tehadap tanaman
tebu secara garis besar, disarankan untuk penulisan makalah selanjut nya
membahan peranan kultur pada bidang pertanian secara molekuler.
DAFTAR PUSTAKA

Jalaja, N.C., D. Neelamathi, and T.V., Sreenivasan, 2008. Micropropagation for


quality seed production in sugarcane in Asia and the Pacific.

Sutarno. (2016). Rekayasa Genetik Dan PerkembanganBioteknologi Di Bidang


Peternakan. Proceeding Biology Education Conference.

Yustina. 2003. Kultur Jaringan Cara Memperbanyak Tanaman Secara In Vitro.


Jakarta: Agromedia Pustaka.

Santoso dan Nursandi. 2003. Kultur Jaringan Tanaman. Malang. Universitas


Muhammadiyah Malang.

Anda mungkin juga menyukai