Anda di halaman 1dari 18

Laporan Pendahuluan COB (Cidera Otak Berat)

A. Anatomi Dan Fisiologi Otak

Otak Anda mengendalikan semua fungsi tubuh Anda. Otak merupakan


pusat dari keseluruhan tubuh Anda. Jika otak Anda sehat, maka akan
mendorong kesehatan tubuh serta menunjang kesehatan mental Anda.
Sebaliknya, apabila otak Anda terganggu, maka kesehatan tubuh dan mental
Anda bisa ikut terganggu. Seandainya jantung atau paru-paru Anda berhenti
bekerja selama beberapa menit, Anda masih bisa bertahan hidup. Namun jika
otak Anda berhenti bekerja selama satu detik saja, maka tubuh Anda mati.
Itulah mengapa otak disebut sebagai organ yang paling penting dari seluruh
organ di tubuh manusia. Selain paling penting, otak juga merupakan organ
yang paling rumit. Membahas tentang anatomi dan fungsi otak secara detail
bisa memakan waktu berhari-hari. Oleh karena itu disini kita akan membahas
anatomi dan fungsi otak secara garis besarnya saja sekedar membuat Anda
paham bagian-bagian dan fungsi otak Anda sendiri. Seperti terlihat pada
gambar di atas, otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1. Cerebrum (Otak Besar)
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut
dengan nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum
merupakan bagian otak yang membedakan manusia dengan binatang.
Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa,
logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan
visual. Kecerdasan intelektual atau IQ Anda juga ditentukan oleh
kualitas bagian ini. Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian
yang disebut Lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan
bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulcus. Keempat Lobus
tersebut masing-masing adalah: Lobus Frontal, Lobus Parietal, Lobus
Occipital dan Lobus Temporal.
 Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling
depan dari Otak Besar. Lobus ini berhubungan dengan
kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi,
perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian,
kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan
kemampuan bahasa secara umum.
 Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan
proses sensor perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
 Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan
dengan kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan
bahasa dalam bentuk suara.
 Lobus Occipital ada di bagian paling belakang,
berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan
manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang
ditangkap oleh retina mata.
2. Cerebellum (Otak Kecil)
Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat
dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi
otomatis otak, diantaranya : mengatur sikap atau posisi tubuh,
mengkontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak
Kecil juga menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis
yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat
menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya. Jika terjadi cedera
pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan
koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya
orang tersebut tidak mampu memasukkan makanan ke dalam mulutnya
atau tidak mampu mengancingkan baju.
3. Brainstem (Batang Otak)
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga
kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau
sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar
manusia termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh,
mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar
manusia yaitufight or flight (lawan atau lari) saat datangnya bahaya.
Batang otak dijumpai juga pada hewan seperti kadal dan buaya. Oleh
karena itu, batang otak sering juga disebut dengan otak reptil. Otak
reptil mengatur “perasaan teritorial” sebagai insting primitif. Contohnya
anda akan merasa tidak nyaman atau terancam ketika orang yang tidak
Anda kenal terlalu dekat dengan anda. Batang Otak terdiri dari tiga
bagian, yaitu:
 Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid Brain) adalah
bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan Otak Besar dan
Otak Kecil. Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon
penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur
gerakan tubuh dan pendengaran.
 Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari
sebelah kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga
sebaliknya. Medulla mengontrol funsi otomatis otak, seperti detak
jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
 Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat
otak bersama dengan formasi reticular. Pons yang menentukan
apakah kita terjaga atau tertidur.
 Nervus Olfaktorius(Nervus Kranialis I)
Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa
rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak.
 Nervus Optikus(Nervus Kranialis II)
Mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke otak.
 Nervus Okulomotorius(Nervus Kranialis III)
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola mata)
menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk melayani otot
siliaris dan otot iris.
 Nervus Trokhlearis(Nervus Kranialis IV)
 Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf pemutar mata
yang pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata.
 Nervus Trigeminus(Nervus Kranialis V)
Sifatnya majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyai tiga buah
cabang. Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini merupakan
saraf otak besar, sarafnya yaitu:
1. Nervus oftalmikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit
kepala bagian depan kelopak mata atas, selaput lendir kelopak
mata dan bola mata.
2. Nervus maksilaris: sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas,
bibir atas, palatum, batang hidung, ronga hidung dansinus
maksilaris.
3. Nervus mandibula: sifatnya majemuk (sensori dan
motoris) mensarafi otot-otot pengunyah. Serabut-serabut
sensorisnya mensarafi gigi bawah, kulit daerah temporal dan dagu.
 Nervus Abducens(Nervus Kranialis VI)
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai saraf
penggoyang sisi mata
 Nervus Fasialis(Nervus Kranialis VII)
Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-serabut motorisnya
mensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir ronga mulut. Di dalam
saraf ini terdapat serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk
wajah dan kulit kepala fungsinya sebagai mimik wajah untuk
menghantarkan rasa pengecap.
 Nervus Akustikus(Nervus Kranialis VIII)
Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa rangsangan dari
pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf
pendengar.
 Nervus Glosofaringeus(Nervus Kranialis IX)
Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring, tonsil dan
lidah, saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak.
 Nervus Vagus(Nervus Kranialis X)
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung saraf-saraf
motorik, sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru-paru, esofagus,
gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam
abdomen. Fungsinya sebagai saraf perasa.
 Nervus Aksesorius (Nervus Kranialis XI),
Saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan muskulus
trapezium, fungsinya sebagai saraf tambahan
 Nervus Hipoglosus (Nervus Kranialis XII)
Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah. Saraf
ini terdapat di dalam sumsum penyambung.

4. Limbic System (Sistem Limbik)

Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang otak


ibarat kerah baju. Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti kerah.
Bagian otak ini sama dimiliki juga oleh hewan mamalia sehingga sering
disebut dengan otak mamalia. Komponen limbik antara lain hipotalamus,
thalamus, amigdala, hipocampus dan korteks limbik. Sistem limbik
berfungsi menghasilkan perasaan, mengatur produksi hormon,
memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa
senang, metabolisme dan juga memori jangka panjang. Bagian terpenting
dari Limbik Sistem adalah Hipotalamus yang salah satu fungsinya adalah
bagian memutuskan mana yang perlu mendapat perhatian dan mana yang
tidak. Misalnya Anda lebih memperhatikan anak Anda sendiri dibanding
dengan anak orang yang tidak Anda kenal. Mengapa ? Karena Anda
punya hubungan emosional yang kuat dengan anak Anda. Begitu juga,
ketika Anda membenci seseorang, Anda malah sering memperhatikan
atau mengingatkan. Hal ini terjadi karena Anda punya hubungan
emosional dengan orang yang Anda benci. Sistem limbik menyimpan
banyak informasi yang tak tersentuh oleh indera. Dialah yang lazim
disebut sebagai otak emosi atau tempat bersemayamnya rasa cinta dan
kejujuran. Carl Gustav Jung menyebutnya sebagai "Alam Bawah Sadar"
atau ketidaksadaran kolektif, yang diwujudkan dalam perilaku baik
seperti menolong orang dan perilaku tulus lainnya. LeDoux
mengistilahkan sistem limbik ini sebagai tempat duduk bagi semua nafsu
manusia, tempat bermuaranya cinta, penghargaan dan kejujuran.

B. Pengertian
Cedera kepala adalah suatu gangguan trauma dari otak disertai/tanpa
perdarahan intestinal dalam substansi otak, tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas dari otak (Nugroho, 2011). Cedera kepala adalah suatu trauma yang
mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat
injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala (Suriadi dan
Yuliani, 2001).
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2001), cedera kepala
adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun
degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang
dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Cedera kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik
trauma tumpul maupun trauma tajam. Deficit neorologis terjadi karena
robekannya subtansia alba, iskemia, dan pengaruh massa karena hemorogik,
serta edema serebral disekitar jaringan otak (Batticaca, 2008).
Berdasarkan defenisi cedera kepala diatas maka penulis dapat menarik
suatu kesimpulan bahwa cedera kepala adalah suatu cedera yang disebabkan
oleh trauma benda tajam maupun benda tumpul yang menimbulkan perlukaan
pada kulit, tengkorak, dan jaringan otak yang disertai atau tanpa pendarahan.

C. Etiologi
1. Penyebab cedera kepala adalah:
2. kecelakaan lalu lintas,
3. perkelahian,
4. jatuh,
5. cedera olah raga,
6. kecelakaan kerja,
7. cedera kepala terbuka sering disebabkan oleh pisau atau peluru
D. Klasifikasi
Cedera kepala dapat dilasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan Mekanisme
a. Trauma Tumpul : adalah trauma yang terjadi akibat
kecelakaan kendaraan bermotor, kecelakaan saat olahraga,
kecelakaan saat bekerja, jatuh, maupun cedera akibat kekerasaan
(pukulan).
b. Trauma Tembus : adalah trauma yang terjadi karena
tembakan maupun tusukan benda-benda tajam/runcing.
2. Berdasarkan Beratnya Cidera
The Traumatic Coma Data Bank mengklasifisikan berdasarkan
Glasgow Coma Scale ( Mansjoer, dkk, 2000) :
a. Cedera Kepala Ringan/Minor (Kelompok Risiko Rendah)
yaitu, GCS 14-15, pasien sadar dan berorientasi, kehilangan
kesadaran atau amnesia < dari 30 menit, tidak ada intoksikasi
alkohol atau obat terlarang, klien dapat mengeluh nyeri kepala dan
pusing, tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio, hematom , tidak
ada kriteria cedera sedang sampai berat.
b. Cedera Kepala Sedang (Kelompok Risiko Sedang) yaitu
GCS 9-13 (konfusi, letargi dan stupor), pasien tampak
kebingungan, mengantuk, namun masih bisa mengikuti perintah
sederhana, hilang kesadaran atau amnesia > 30 menit tetapi < 24
jam, konkusi, amnesia paska trauma, muntah, tanda kemungkinan
fraktur kranium (tanda battle, mata rabun, hemotimpanum, otorhea
atau rinorhea cairan serebrospinal).
c. Cedera Kepala Berat (Kelompok Risiko Berat) yaitu GCS
3-8 (koma), penurunan derajat kesadaran secara progresif,
kehilangan kesadaran atau amnesia > 24 jam, tanda neurologis
fokal, cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium.
3. Berdasarkan morfologi cedera kepala.
a. Cedera kepala di area intrakranial
Menurut (Tobing, 2011) yang diklasifikasikan menjadi cedera otak
fokal dan cedera otak difus Cedera otak fokal yang meliputi:
1) Perdarahan Epidural atau Epidural Hematom (EDH)
Epidural hematom (EDH) adalah adanya darah di ruang epidural
yitu ruang potensial antara tabula interna tulangtengkorak dan
durameter. Epidural hematom dapat menimbulkan penurunan
kesadaran adanya interval lusid selama beberapa jam dan
kemudian terjadi defisit neorologis berupa hemiparesis
kontralateral dan gelatasi pupil itsilateral. Gejala lain yang
ditimbulkan antara lain sakit kepala, muntah, kejang dan
hemiparesis.
2) Perdarahan Subdural Akut atau Subdural Hematom (SDH) Akut
Perdarahan subdural akut adalah terkumpulnya darah di ruang
subdural yang terjadi akut (6-3 hari). Perdarahan ini terjadi
akibat robeknya vena-vena kecil dipermukaan korteks cerebri.
Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh hemisfir otak.
Biasanya kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan 10
prognosisnya jauh lebih buruk dibanding pada perdarahan
epidural.
3) Perdarahan Subdural Kronik atau SDH Kronik
Subdural hematom kronik adalah terkumpulnya darah diruang
subdural lebih dari 3 minggu setelah trauma. Subdural hematom
kronik diawali dari SDH akut dengan jumlah darah yang sedikit.
Darah di ruang subdural akan memicu terjadinya inflamasi
sehingga akan terbentuk bekuan darah atau clot yang bersifat
tamponade. Dalam beberapa hari akan terjadi infasi fibroblast ke
dalam clot dan membentuk noumembran pada lapisan dalam
(korteks) dan lapisan luar (durameter). Pembentukan
neomembran tersebut akan di ikuti dengan pembentukan kapiler
baru dan terjadi fibrinolitik sehingga terjadi proses degradasi
atau likoefaksi bekuan darah sehingga terakumulasinya cairan
hipertonis yang dilapisi membran semi permeabel. Jika keadaan
ini terjadi maka akan menarik likuor diluar membran masuk
kedalam membran sehingga cairan subdural bertambah banyak.
Gejala klinis yang dapat ditimbulkan oleh SDH kronis antara
lain sakit kepala, bingung, kesulitan berbahasa dan gejala yang
menyerupai TIA (transient ischemic attack) disamping itu dapat
terjadi defisit neorologi yang berfariasi seperti kelemahan otorik
dan kejang.
4) Perdarahan Intra Cerebral atau Intra Cerebral Hematom (ICH)
Intra cerebral hematom adalah area perdarahan yang homogen
dan konfluen yang terdapat didalam parenkim otak. Intra
cerebral hematom bukan disebabkan oleh benturan antara
parenkim otak dengan tulang tengkorak, tetapi disebabkan oleh
gaya akselerasi dan deselerasi akibat trauma yang menyebabkan
pecahnya pembuluh darah yang terletak lebih dalam, yaitu di
parenkim otak atau pembuluh darah kortikal dan subkortikal.
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh ICH antara lain adanya 11
penurunan kesadaran. Derajat penurunan kesadarannya
dipengaruhi oleh mekanisme dan energi dari trauma yang
dialami.
5) Perdarahan Subarachnoid Traumatika (SAH)
Perdarahan subarahnoit diakibatkan oleh pecahnya pembuluh
darah kortikal baik arteri maupun vena dalam jumlah tertentu
akibat trauma dapat memasuki ruang subarahnoit dan disebut
sebagai perdarahan subarahnoit (PSA). Luasnya PSA
menggambarkan luasnya kerusakan pembuluh darah, juga
menggambarkan burukna prognosa. PSA yang luas akan
memicu terjadinya vasospasme pembuluh darah dan
menyebabkan iskemia akut luas dengan manifestasi edema
cerebri

E. Patofisiologi
Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur,
misalnya kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah,
perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis
tripospat, perubahan permeabilitas vaskuler.
Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cedera
kepala primer dan cedera kepala sekunder, cedera kepala primer merupakan
suatu proses biomekanik yang terjadi secara langsung saat kepala terbentur
dan dapat memberi dampak kerusakan jaringan otat. Pada cedera kepala
sekunder terjadi akibat dari cedera kepala primer, misalnya akibat dari
hipoksemia, iskemia dan perdarahan.
Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural
hematoma, berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter,
subdura hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang antara durameter
dengan subaraknoid dan intra cerebral, hematoma adalah berkumpulnya
darah didalam jaringan cerebral. Kematian pada penderita cedera kepala
terjadi karena hipotensi karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi
autoregulasi menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan berakhir pada
iskemia jaringan otak (Tarwoto, 2007).

F. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera
kepala, yaitu:
1. Perubahan kesadaran adalah merupakan indikator yang paling
sensitive yang dapat dilihat dengan penggunaan GCS ( Glascow
Coma Scale).
2. Peningkatan TIK yang mempunyai trias Klasik seperti: nyeri
kepala karena regangan dura dan pembuluh darah; papil edema yang
disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus optikus; muntah
seringkali proyektil.
3. Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau telinga
dan darah terlihat di bawah konjungtiva, memar diatas mastoid (tanda
battle), otoreaserebro spiral (cairan cerebrospiral keluar dari telinga),
minoreaserebrospiral (les keluar dari hidung).
4. Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah.
5. Penurunan kesadaran.
6. Pusing / berkunang-kunang.
7. Absorbsi cepat les dan penurunan volume intravaskuler
8. Peningkatan TIK
9. Dilatasi dan fiksasi pupil
10. Peningkatan TD, penurunan frek. Nadi, peningkatan
pernafasan

G. Pemeriksaan penunjang.
1. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine, kimia darah,
analisa gas darah.
2. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras: mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
3. MRI : digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras
radioaktif.
4. Cerebral Angiography: menunjukkan anomali sirkulasi cerebral,
seperti perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan
dan trauma.
5. X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan, edema), fragmen tulang. Ronsent Tengkorak
maupun thorak.
ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan
(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
6. Kadar Elektrolit:Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit
sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial (Musliha, 2010).

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah
terjadinya cedera otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh
faktor sistemik seperti hipotensi atau hipoksia atau oleh karena kompresi
jaringan otak (Tunner, 2000). Pengatasan nyeri yang adekuat juga
direkomendasikan pada pendertia cedera kepala (Turner, 2000).
 Non Farmakologi
1. Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi
2. Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma
3. Berikan oksigenasi
4. Awasi tekanan darah
5. Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neurogenik
6. Atasi shock
7. Awasi kemungkinan munculnya kejang.
 Farmakologi:
1. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema
serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk
mengurangi vasodilatasi.
3. Pemberian analgetika
4. Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu
manitol 20% atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
5. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak
(penisilin).
6. Makanan atau cairan.
I. Komplikasi
1. Perdarahan intra cranial
2. Kejang
3. Parese saraf cranial
4. Meningitis atau abses otak
5. Infeksi
6. Edema cerebri
7. Kebocoran cairan serobospinal
ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORI
1. Pengkajian
A. Pengkajian Secara Umum
Data Dasar Pengkajian Klien (Doenges, 2000). Data tergantung pada tipe,
lokasi dan keperahan, cedera dan mungkin dipersulit oleh cedera tambahan
pada organ-organ vital.
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : Merasa lelah, lemah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, puandreplegia,
ataksia, cara berjalan tidak tegang.
b. Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah (hipertensi) bradikardi, takikardi.
c. Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, angitasi, bingung, depresi dan
impulsif.
d. Makanan/cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : muntah, gangguan menelan.
e. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia, kandung kemih atau usus atau mengalami
gangguan fungsi.
f. Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia, vertigo, sinkope,
kehilangan pendengaran, gangguan pengecapan dan penciuman,
perubahan penglihatan seperti ketajaman.
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status
mental, konsentrasi, pengaruh emosi atau tingkah laku dan memoris.
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala.
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri
yang hebat, gelisah, tidak bisa istirahat, merintih.
h. Pernafasan
Tanda : Perubahan pola pernafasan (apnoe yang diselingi oleh
hiperventilasi nafas berbunyi)
i. Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan rentang
gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami paralisis,
demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh.
j. Interaksi sosial
Tanda : Apasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara
berulang-ulang, disartria.

B. Pengkajian Kegawatdaruratan :
1. Primary Survey
a. Airway dan cervical control
Kaji adanya obstruksi jalan antara lain suara stridor, gelisah karena
hipoksia, penggunaan otot bantu pernafasan, sianosis
b. Breathing dan ventilation
Inspeksi frekuensi nafas, apakah terjadi sianosis karena luka
tembus dada, fail chest, gerakan otot pernafasan tambahan. Kaji
adanya suara nafas tambahan seperti ronchi, wheezing
c. Circulation dan hemorrhage control
Kaji adanya tanda-tanda syok seperti: hipotensi, takikardi, takipnea,
hipotermi,pucat, akral dingin, kapilari refill>2 detik, penurunan
produksi urin.
d. Disability
Kaji tingkat kesadaran pasien serta kondisi secara umum.
e. Exposure dan Environment control
Buka semua pakaian klien untuk melihat adanya luka.
2. Secondary Survey
a. Fokus assessment
b. Head to toe assessment
2. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral / otak.
b. Ketidakefektifan pola nafas .
c. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial

3. Intervensi keperawatan
a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak

NOC NIC
Noc Nic
 Circulation status. Peripherai Sensation Management
 Tissue prefusion : cerebral
( Manajemen sensasi perifer ).
Kriteria Hasil
1. Monitor adanya daerah
 Mendemonstrasikan status sirkulasi tertentu yang hanya peka
yang ditandai dengan : terhadap panas / dingin/ tajam/
 Tekanan systole dan diastole dalam
tumpul.
rentang yang diharapkan. 2. Monitor adanya
 Tidak ada tanda – tanda
tromboplebitis.
peningkatan intrakranial ( tidak lebih 3. Berikan oksigen sesuai
dari 15 mmHg). instruksi dokter
 Mendemonstrasikan kemampuan 4. Monitor Vital Sign serta
kognitif yang ditandai dengan : tingkat kesadaran
 Berkomunikasi dengan jelas dan 5. Monitor tanda-tanda TIK
sesuai dengan kemampuan . 6. Batasi gerak pada kepala,
 Menunjukkan perhatian, leher dan punggung .
7. Kolaborasi pemberian
konsentrasi dan orientasi.
 Memproses informasi obat-obatan untuk meningkatkan
volume intravaskuler sesuai
perintah dokter.
b. Ketidakefektifan pola nafas
NOC NIC
Noc Nic
 Respiratory status : Airway Management.
1. Posisikan pasien
Ventilation.
 Respiratory status : Airway untuk memaksimalkan
patency. ventilasi.
 Vital sign Status. 2. Buka jalan nafas,

Kriteria hasil gunakan tehnik chin lift atau


jaw thrust bila perlu.
 Menunujukkan jalan nafas yang paten
3. Bersihkan mulut,
( klien tidak merasa tercekik , irama nafas,
hidung dan secret trakea.
frekuensi pernafasan dalam rentang 4. Pertahankan jalan
normal, tidak ada suara nafas abnormal. nafas yang paten.
 Tanda – tanda vital dalam rentang 5. Monitor respirasi dan
normal ( tekanan darah, nadi dan status O2.
pernafasan

c. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial


NOC NIC
Noc : Nic :
 Circulation Status Intrakranial Pressure (ICP) Monitoring
 Tissue Prefusion 1. Posisikan pasien pada posisi semi
Kriteria Hasil: fowler
2. Monitor tekanan perfusi serebral
1. Tekanan darah dalam rentang yang 3. Monitor suhu
diharapkan 4. Monitor adanya paratese
2. Tidak ada tanda-tanda peningkatan 5. Monitor adanya tromboplebitis
TIK
3. Tingkat kesadaran membaik

DAFTAR PUSTAKA
 Arif Muttaqin, 2008, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien
Dengan Gangguan Sistem Persarafan, Jakarta : Salema Medika
 Batticaca Fransisca B, 2008, Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Gangguan Sistem Persarafan, Jakarta : Salemba Medika
 Pierce A. Grace & Neil R. Borley, 2006, Ilmu Bedah, Jakarta :
Erlangga
 Lecture Notes, 2005, Neurologi, Lionel Ginsberg : Erlangga

Anda mungkin juga menyukai