Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Rongga mulut manusia tidak pernah terbebas dari bakteri. Pada rongga

mulut terdapat lebih dari tiga ratus spesies bakteri, beberapa diantaranya

merupakan bakteri plak yang memegang peranan penting untuk merusak

jaringan pada rongga mulut seperti jaringan periodontal (Wilson & Kornman,

2003). Hal tersebut dapat menyebabkan perubahan pada jaringan periodontal

secara patologis berupa suatu inflamasi seperti periodontitis dan gingivitis

(Eley & Manson, 2004).

Streptococcus mutans merupakan mikroflora normal yang terdapat di

rongga mulut dan bersama grup viridans lainnya umum terdapat di saluran

pernapasan bagian atas. Trauma akibat prosedural kedokteran gigi seperti

pencabutan gigi dapat menyebabkan bakteri grup viridans termasuk

Streptococcus mutans masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan

endokarditis pada katup jantung yang abnormal (Jawetz dkk, 1996).

Streptococcus grup viridans merupakan bakteri yang memiliki jumlah

besar didalam rongga mulut yaitu sekitar setengah dari keseluruhan populasi

bakteri didalam rongga mulut. Salah satu anggota grup viridans yaitu

Streptococcus mutans dapat ditemukan pada plak gigi sebanyak 1010/gram

dimana hal ini menjadi penyebab awal terbentuknya karies (Levinson, 2012).

Streptococcus mutans menjadi faktor penting pada pembentukan karies gigi


2

karena kemampuannya memproduksi polisakarida dari karbohidrat (Zain,

2011). Beberapa bakteri penyebab karies adalah dari jenis Streptococcii dan

Lactobacilii, namun dari berbagai penelitian disebutkan bahwa bakteri

Streptococcus mutans merupakan bakteri yang paling berperan dalam

menyebabkan terjadinya karies (Al-Mudallal dkk, 2008; Petti dkk, 2009;

Hermawan dkk, 2012).

Penggunaan obat-obat kimiawi produk pabrik sangat efektif dalam

menghambat perkembangan bakteri Streptococcus mutans. Namun, dengan

meningkatnya harga obat-obatan khususnya antibakteri mengakibatkan

penurunan daya beli masyarakat. Untuk itu dibutuhkan penyesuaian bahan

alternatif dalam mengatasi perkembangan bakteri Streptococcus mutans

(Bambang dkk, 2002).

Obat kumur tradisional adalah alternatif yang sangat baik untuk

digunakan oleh masyarakat sebagai pengganti obat-obatan kimiwi (Bambang

dkk, 2002).

Penelitian dengan memanfaatkan bahan alam yang bertujuan untuk

menghasilkan obat-obatan telah banyak dilakukan, hal ini dianggap sangat

bermanfaat karena sejak dahulu kala masyakat telah lama menggunakan obat-

obatan yang berasal dari bahan alam untuk mongobati berbagai macam

penyakit (Purnamasari dkk, 2010). Pemanfaatan bahan alam yang digunakan

sebagai obat jarang menimbulkan efek samping yang merugikan

dibandingkan obat yang terbuat dari bahan sintetis (Kshitiz dkk, 2011), selain

itu pemanfaatan bahan alam juga turut mendukung upaya pemerintah dalam
3

mengelola dan memberdayakan sumber daya alam karena Indonesia

merupakan negara yang kaya dengan keanekaragaman hayati dan sumber

daya alam (Purnamasari dkk, 2010).

Salah satu bagian dari tanaman yang telah digunakan sebagai obat

tradisional adalah jambu biji ( Psidium guajava L.) (Parimin, 2005). Daun

jambu biji rasanya manis, bersifat netral, berkhasiat sebagai astringen

(pengelat), antidiare, antiradang, penghenti perdarahan (hemostatis), dan

peluruh haid (Dalimartha, 2000). Daun jambu biji biasa digunakan untuk

pengobatan seperti : diare akut dan kronis, disentri, perut kembung pada bayi

dan anak, kadar kolesterol darah meninggi, haid tidak lancar, luka berdarah,

sering buang air kecil, dan sariawan. Pada uji toksisitas pada tikus maupun

hewan lain, telah terbukti bahwa ekstrak daun jambu biji aman untuk diujikan

untuk penelitian selanjutnya pada manusia tanpa adanya efek samping

(Kamath dkk., 2008). Ekstrak daun jambu biji diketahui memiliki aktivitas

antibakteri spektrum luas dan memiliki aktivitas sebagai bakteriosid yang

mampu bekerja secara langsung membunuh bakteri (Anas dkk., 2008).

Ekstrak daun jambu biji mengandung tannin, minyak atsiri (eugenol), dan

flavonoid (Dalimartha, 2000). Ketiga senyawa tersebut merupakan senyawa

antibakteri. Tannin diduga dapat mengkerutkan dinding sel atau membran sel

bakteri sehingga mengganggu permeabelitas sel itu sendiri, oleh karena itu

permeabelitas sel tidak dapat melakukan aktivitas hidup, pertumbuhan sel

akan terhambat atau bahkan mati. Minyak atsiri dapat menghambat

pertumbuhan atau mematikan bakteri dengan mengganggu proses


4

terbentuknya membran dan atau dinding sel sehingga membran atau dinding

sel tersebut tidak terbentuk atau terbentuk tidak sempurna (Ajizah, 2004).

Flavonoid bersifat bakteriostatik dan juga bakteriosid terhadap bakteri gram

positif dan juga gram negatif dengan cara membentuk senyawa kompleks

terhadap protein ekstraseluler sehingga terjadi denaturasi protein yang dapat

mengganggu integritas membran sel bakteri, dan juga merusak dinding sel

bakteri dengan meracuni protoplasma bakteri (Juliantina dkk., 2009; Markam,

1988).

Berdasarkan kemampuan antibakteri daun jambu biji, maka dilakukan

penelitian uji daya hambat rebusan ekstrak daun jambu biji sebagai obat

kumur terhadap bakteri streptococcus mutans.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan permasalahan,

yaitu apakah rebusan daun jambu biji (Psidium guajava L.) sebagai obat

kumur dapat menghambat bakteri Streptococcus mutans?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui daya hambat rebusan daun jambu biji (psidium

guajava l.) sebagai obat kumur terhadap bakteri Streptococcus mutans.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahu apakah rebusan daun jambu biji dapat menghambat

pertumbuhan bakteri rongga mulut Streptococcus mutans.


5

b. Untuk mengetahui seberapa besar zona hambat rebusan daun jambu

biji terhadap bakteri Streptococcus mutans.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Masyarakat

Memberi informasi ilmiah kepada masyarakat tentang daya hambat

rebusan daun jambu biji sebagai obat kumur terhadap bakteri

streptococcus mutans.

2. Bagi Keilmuan

Sebagai bahan referensi tambahan untuk penelitian selanjutnya yang

berkaitan dengan daya hambat rebusan daun jambu biji sebagai obat

kumur terhadap bakteri streptococcus mutans.

3. Bagi Pemerintah

Sebagai informasi ilmiah dalam mensosialisasikan tanaman obat

tradisional dan mengoptimalkan manfaat sumber daya alam khususnya

daun jambu biji (Psidium guajava Linn.) untuk menjaga kesehatan gigi

dan mulut.

4. Bagi Peneliti

Sebagai wadah untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh dan

menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam melakukan penelitian.


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Obat Kumur


1. Definisi
Obat kumur adalah yang digunakan untuk membunuh kuman

dalam mulut. Obat kumur biasanya bersifat antiseptik yang membunuh

kuman sebagai timbulnya plak, radang gusi, dan bau mulut, namun

tindakan berkumur tidak mengeliminir perlunya menyikat gigi. Obat

kumur juga dapat menjadi penyegar mulut atau mengurangi bau mulut

sesuai makanan (Bambang dkk, 2002).


2. Jenis-Jenis Obat Kumur
a. Obat kumur antiseptik
Obat kumur antiseptik merupakan obat yang dapat menghilangkan

atau mencegah adanya sepsis. Antiseptik zat yang digunakan untuk

membunuh atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme, biasanya

merupakan bahan yang digunakan pada jaringan hidup (Ganiswara,

1995).
b. Obat kumur providone iodine
Providon iodine merupakan suatu kompleks iodine dengan

polivinil prolidone, yang akan melepaskan iodine secara perlahan-

lahan. Larutan propidone iodne 10% mengandung 1% iodine aktif.

Preparat yang tersedia dalam bentuk larutan 10%. Salet 10%, shampo

dan obat kumur 1% (Ganiswara,1995).


B. Tinjauan Umum Jambu Biji (Psidium guajava Linn.)
Jambu biji termasuk ke dalam Famili Myrtaceae dan merupakan tanaman

tropis jenis perdu yang dapat tumbuh sampai 10 m. Umumnya jambu biji

ditanam untuk mendapatkan buahnya (Joseph, 2011). Batang jambu biji


7

berkayu, keras, kulit batang licin, mengelupas, dan berwana cokelat

kehijauan. Helaian daun jambu biji berbentuk bulat telur sedikit menjorong,

ujung tumpul, pangkal membulat, tepi rata sedikit melekuk ke atas,

pertulangan menyirip, panjang 6-14 cm, lebar 3-6 cm, berwarna hijau.

Buahnya berbentuk bulat sampai bulat telur, berwarna hijau sampai hijau

kekuningan (Dalimartha, 2000).

Gambar 1. Jambu Biji (Psidium guajava Linn.) (Shruthi dkk, 2013)

1. Klasifikasi Ilmiah
Klasifikasi dari tanaman jambu biji adalah sebagai berikut (Shruthi

dkk, 2013):

Kingdom : Plantae

Ordo : Myrtales

Famili : Myrtaceae
8

SubFamili : Myrtodideae

Marga : Psidium

Spesies : Guajava

Nama binomial: Psidium guajava Linn.

2. Nama daerah:
Sumatra: glima breuh (Aceh), glimeu beru (Gayo), galiman (Batak

Karo), masiambu (Nias), biawas, jambu biawas, jambu biji, jambu batu,

jambu klutuk (Melayu). Jawa: jambu klutuk (Sunda), bayawas, jambu

krutuk, jambu krikil, petokal (Jawa), jhambhu bhender (madura). Nusa

tenggara: sotong (Bali), guawa (Flores), goihawas (Sika). Sulawesi:

gayawas (Manado), boyawat (Mongondow), koyawas (Tonsaw), dambu

(Gorontalo), jambu paratugala (Makassar), jambu paratukala (Bugis),

jambu (Baree), kujabas (Roti), biabuto (Buol). Maluku: kayawase (Seram

Barat), kujawase (Seram Selatan), laine hatu, lutu hatu (Ambon), gayawa

(Ternate, Halmahera) (Dalimartha, 2000).

3. Kandungan Kimia Daun Jambu Biji


Daun jambu biji mengandung unsur kimia seperti a-pinene, ß-

pinene, limonene, menthol, terpenyl acetate, isopropyl alcohol,

longicyclene, caryophyllene, ß-bisabolene, caryophyllene oxide, ß-

copanene, farnesene, humulene, selinene, cardiene dan curcumene, mallic

acids, nerolidiol, ß-sitosterol, ursolic, crategolic, dan guayavolic acids,

cineol, quercetin, avicularin, essential oil, resin, tannin, eugenol,

caryophllene dan guavenoic acid, triterpene oleanic acid, prenol, dan

triterpenoids (Joseph, 2011, Shruthi dkk, 2013, Dalimartha, 2000, Mittal


9

dkk, 2010). Efektivitas antimikroba tanaman yang termasuk kedalam

famili Myrtaceae terkait dengan kadar tinggi essential oil dan senyawa

fenolik seperti tannin (Vieira dkk, 2012).


Empat komponen antibakteri telah teridentifikasi dari daun jambu

biji (Psidium guajava Linn.) dua flavonoid glycosides baru yaitu morin-3-

O-alpha-L-lyxopypyranoside dan morin-3-O-alpha-L-arabopyranoside,

dan dua lagi yang sudah dikenal sebagai flavonoid yaitu guaijaverin dan

quercetin (Mittal dkk, 2010; Rishika dkk, 2012).


Daun jambu biji (Psidium guajava Linn.) memiliki kandungan

senyawa fenol yang cukup banyak diantaranya tanin dan flavonoid,

sehingga daun jambu biji bersifat antimikroba (Hermawan dkk, 2012).

Tanin yang terkandung di dalam daun jambu biji sebesar 90.000-150.000

ppm atau sekitar 9% (Galih, 2010; Hermawan dkk, 2012). Tanin sebagai

antimikroba disebabkan oleh adanya gugus pirogalol dan gugus galoil

yang yang merupakan gugus fenol yang dapat menghambat pertumbuhan

bakteri atau membunuhnya dengan cara bereaksi dengan sel protein

bakteri sehingga terjadi denaturasi protein. Adanya denaturasi pada

dinding sel bakteri menyebabkan gangguan metabolisme bakteri sehingga

terjadi kerusakan pada dinding sel yang akhirnya menyebabkan sel lisis

(Hermawan dkk, 2012).


Flavonoid yang terdapat pada daun jambu biji (Psidium guajava

Linn.) mempunyai efek antimikroba melalui kemampuannya untuk

membentuk ikatan kompleks dengan protein pelarut dan protein

ekstraseluler dinding sel bakteri, hal ini akan merusak integritas dinding

sel dan dinding sel tersebut menjadi rusak (Fadlillah dkk, 2010).
10

4. Manfaat Daun Jambu Biji


Daun jambu biji ternyata memiliki khasiat tersendiri bagi tubuh

kita, baik untuk kesehatan ataupun untuk obat penyakit tertentu. Dalam

penelitian yang telah dilakukan ternyata daun jambu biji memiliki

kandungan yang banyak bermanfaat bagi tubuh kita. Diantaranya, anti

inflamasi, anti mutagenik, anti mikroba dan analgesik (Setiawan, 2000).


Pada umumnya daun jambu biji (P. Guajava L.) digunakan untuk

pengobatan seperti diare akut dan kronis, perut kembung pada bayi dan

anak, kadar kolesterol darah meninggi, sering buang air kecil, luka

sariawan, larutan kumur atau sakit gigi dan demam berdarah (Retno,

2013).
Berdasarkan hasil penelitian, telah berhasil diisolasikan suatu zat

flavonoid dari daun jambu biji yang dapat memperlambat penggandaan

(replika) Human Immunodeficiency Virus (HIV) penyebab penyakit AIDS.

Zat ini bekerja dengan cara menghambat pengeluaran enzim reserved

transriptase yang dapat mengubah RNA virus menjadi DNA di dalam

tubuh manusia (Ibid).


C. Tinjauan Umum Tentang Bakteri
1. Pengertian Bakteri
Bakteri adalah salah satu golongan organisme prokariotik (tidak

mempunyai selubung inti), uniseluluer, tidak berklorofil, saprofit atau

parasit, dan melakukan pembelahan biner. Bakteri sebagai makhluk hidup

tentu memiliki informasi genetik berupa DNA, tapi tidak terlokalisasi

dalam tempat khusus dan tidak ada membran inti (Harti, 2012).
2. Struktur Bakteri
Sebagian besar sel bakteri memiliki lapisan pembungkus sel,

berupa membran plasma, dinding sel yang mengandung protein dan


11

polisakarida. Dnding selnya merupakan struktur yang kaku berfungsi

membungkus dan melindungi protoplasma yang terdiri dari membran

protoplasma beserta komponen-komponen seluler yang ada didalamnya

(Koes Irianto, 2014).

Struktur bakteri terdiri dari :

1. Inti/nukleus : badan inti tidak mempunya dinding inti/membran inti.

Didalamnya terdapat benang DNA yang panjangnya kira-kira 1mm.


2. Sitoplasma : tidak mempunyai mitokondria atau kloroplas, sehingga

enzim-enzim untuk transport elektron bekerja di membran sel.


3. Membran Sitoplasma : terdiri dari fosfolipid dan protein. Berfungsi

sebagai transport bahan makanan, tempat transport elektron,

biosintesis DNA, dan kemotaktik.


4. Dinding Sel : terdiri dari lapisan peptidoglikan, berfungsi untuk

menjaga tekanan osmotik, pembelahan sel, biosintesis, determinan

antigen permukaan bakteri. Pada bakteri Gram-negatif, salah satu

lapisan dinding sel mempunyai aktivitas endotoksin yang tidak

spesifik, yaitu lipopolisakarida yang bersifat toksik.


5. Kapsul : desintesis dari polimer ekstrasel yang berkondensasi dan

membentuk lapisan disekeliling sel, sehingga bakteri lebih tahan

terhadap efek fagositosis.


6. Flagel : berbentuk seperti benang, yang terdiri dari protein berukuran

12-30 nanometer. Flagel adalah alat pergerakan. Protein flagel

disebut flagelin.
7. Pili/fimbriae : berperan dalam adhesi bakteri dengan sel tubuh hopses

dan konjugasi dua bakteri.


8. Endospora : beberapa jenus dapat membuat endospora. Bakteri-

bakteri ini mengadakan diferensiasi membentuk spora bila keadaan


12

lingkungannya menjadi jelek, misalnya bila medium di sekitar

kekurangan dan zat kimiawi. Bila kondisi lingkungan telah baik,

spora dapat kembali melakukan germinasi dan memproduksi sel

vegetative (Irianto, K, 2012).


3. Bentuk Bakteri
Bentuk dan ukuran sel bakteri bervariasi, ukurannya berkisar 0,4

-2,0 µm. Bentuk sel bakteri dapat terlihat dibawah mikroskop cahaya

dengan beberapa bentuk.

Bentuk-bentuk bakteri ada 3 macam yaitu :

1. Bulat (kokus)
2. Batang (basil)
3. Spiral (lengkung) atau koma
Bakteri dapat membentuk kumpulan sel (susunan sel) yaitu :
1. Kokus : diplococcus (dua-dua), tetracoccus = gafkya (empat-empat),

sarcina (8 atau kubus), streptococcus (seperti rantai), staphylococcus

(bergerombol seperti buah anggur).


2. Batang : streptobasil (berderet), diplobasil (dua-dua)
3. Bakteri umumnya monomorphic, karena faktor lingkungan (Koes

Irianto, 2014)
D. Tinjauan Umum Tentang Bakteri Streptococcus mutans
Bakteri Streptococcus mutans adalah penyebab utama dari karies gig

diseluruh dunia dan dianggap paling kariogenik dari semua Streptococcus

oral. Bakteri ini menempel pada permukaan gigi dan subsists pada berbagai

kelompok karbohidrat. Streptococcus mutans, menghasilkan asam yang

menyebabkan gigi berlubang, Streptococcus mutans merupakan bakteri gram

positif, non motil, berdiameter 1-2 µm dan anerob fakultatif, memiliki bentuk

bulat tersusun seperti rantai dan tidak membentuk spora (Srikandi, 1992).
Banyak penelitian telah dilakukan secara bakteriologi yang

berhubungan dengan karies gigi yang menjelaskan peranan mikroorganisme


13

dalam rongga mulut, khususnya golongan Streptococcus yang merupakan

faktor penting sebagai penyebab karies. Telah diketahui pula bahwa karies

gigi merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri spesifik.

Bakteri Streptococcus mutans mensintesa banyak polisakarida seperti

dextrans atau levans dari sukrosa dan mempunyai peranan penting pada

proses pembentukan karies gigi (Broks dkk, 2001).


Bakteri Streptococcus mutans bersifat hemofermentatif, dan beberapa

sepsis memproduksi asam laktat secara tepat pada kondisi anaerobik. Oleh

karena itu sering digunakan dalam pengawetan makanan, terutama dalam

menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan membentuk racun.

Kebanyakan sepsis bakteri ini bersifat proteolitik dan bersifat lipolitik

(Srikandi, 1992).
Streptococcus mutans bersifat asidogenik, yaitu menghasilkan asam,

asidodurik, mampu tinggal pada lingkungan asam dan menghasilkan

polisakarida yang lengket disebut dextran. Oleh karena kemampuan ini

Streptococcus mutans dapat menyebabkan lengket dan mendukung bakteri

lain menuju email gigi, pertumbuhan bakteri asedodurik yang lainnya, serta

asam yang dihasilkan dapat melarutkan email gigi (Willet dkk 1991 dalam

Annisa, 2012).
1. Klasifikasi
Secara taksonomi, klasifikasi ilmiah Streptococcus mutans yaitu

(Nugraha, 2008):
Kingdom : Monera
Divisi : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Ordo : Lactobacillales
Famili : Streptococcaceae
Marga : Streptococcus
Spesies : Streptococcus mutans
14

2. Sifat – Sifat Bakteri Steptococcus mutans


Gibbons dan Banghart (1967), Jordan dan Keyes (1966)

mengatakan bahwa Steptococcus kariogenik mempunyai sifat-sifat

tertentu yang memungkinkannya memegang peranan utama dalam proses

karies gigi (Hayati, 2006) yaitu:


1) Steptococcus mutans memfermentasikan berbagai jenis karbohidrat

menjadi asam sehingga mengakibatkan turunnya pH.


2) Steptococcus mutans membentuk dan menyimpan polisakarida

intraseluler dari berbagai jenis karbohidrat dan polisakarida

simpanan ini dapat dipecah kembali oleh bakteri tersebut jika

karbohidrat eksogen kurang sehingga dengan demikian asam akan

terbentuk terus menerus.


3) Steptococcus mutans mempunyai kemampuan untuk membentuk

polisakarida ekstraseluler (dekstran dan leven) yang menghasilkan

sifat adhesif dan kohesif dari plak.


3. Morfologi
Steptococcus mutans merupakan bakteri gram positif, non motil,

berdiameter 1-2 µm dan anaerob fakultatif, memiliki bentuk bulat

tersusun seperti rantai dan tidak membentuk spora. Bakteri ini tumbuh

optimum pada suhu berkisar antara 18ºC-40ºC. Steptococcus mutans

biasanya ditemukan pada rongga mulut manusia yang luka dan

menjadi bakteri yang paling kondusif menyebabkan karies untuk email

gigi (Samaranayake, 2010, dalam Annisa, 2012).


Steptococcus mutans bersifat asidogenik, yang menghasilkan asam,

asidodurik, mampu tinggal pada lingkungan asam, dan menghasilkan

suatu polisakarida yang lengket disebut dextran. Oleh karena

kemampuan ini, Steptococcus dapat menyebabkan lengket dan


15

mendukung bakteri lain menuju email gig, pertumbuhan bakteri

asidodurik yang lannya, serta asam yang dihasilkan dapat melarutkan

email gigi (Srikandi 1992).

Gambar 2. Streptococcus mutans. Gram stain. (Rikasari, 2007)

4) Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri terdiri

dari:
a. Suhu
Atas dasar suhu pertumbuhsn mikroba dapat dibedakan menjadi tiga

golongan yaitu:
1) Psikrofil dapat tumbuh pada suhu antara 0ºC-30ºC dengan suhu

optimal dengan suhu 15ºC


2) Mesofil mempunyai suhu optimum antara 25ºC-30ºC dengan

suhu minimum 15ºC


3) Termofil dengan suhu pertumbuhan antara 40ºC-75ºC dengan

suhu optimum 55ºC-60ºC


b. Oksigen
Konsentrasi oksigen didalam bahan pangan dan lingkungan

mempengaruhi jenis jasad renik yang dapat tumbuh pada makanan

tersebut. Jasad renik dapat dibedakan atas tiga grup berdasarkan


16

kebutuhannya akan oksigen untuk pertumbuhannya, yaitu jasad

renik yang bersifat aerobik, anaerobik, dan anaerob fakultatif.


c. pH
pH medium sangat mempengaruhi jenis jasad renik yang

dapat tumbuh. Jasad renik pada umumnya dapat tumbuh pada

kisaran pH 3-6 unit. Kebanyakan bakteri mempengaruhi pH

optimum, yaitu pH dimana pertumbuhannya maksimum, sekitar

pH 6,5-7,5.
d. Kelembaban
Tiap jenis mikroba mempunyai kelembaban optimum

tertentu. Pada umumnya khamir dan bakteri membutuhkan

kelembaban yang lebih tinggi dibandingkan jamur. Tidak semua air

dalam medium dapat digunakan mikroba. Air yang dapat

digunakan disebut air bebas artinya yaitu nilai perbandingan antara

tekanan uap air larutan dengan tekanan uap air murni

(Srikandi,1992).
E. Tinjauan Umum Terhadap Zat Anibakterial
Zat antibakteri adalah zat yang dapat mempengaruhi pertumbuhan,

perkembangan dan kelangsungan hidup mikroba tanpa merugikan atau hanya

sedikit mengganggu kesehatan penderita sakit. Hampir semua kematian yang

disebabkan oleh obat anti bakteri, disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas

atau pertumbuhan berlebihan mikroba yang tahan terhadap obat antibakteri

yang digunakan. Selain itu kematian juga dapat disebabkan oleh anemia

aplastik, sebagai akibat penggunaan kloramfenikol sebelumnya. Kematian

akibat reaksi hipersensitivitas, disebabkan oleh konstriksi bronkiol, paru yang

menggembung, edema paru, kongesti isi rongga perut, dan perdarahan dalam
17

paru. Kematian yang disebabkan oleh pertumbuhan berlebihan mikroba yang

resisten, akan tergantung pada jenis mikrobanya (Koes Irianto, 2014).


F. Tinjauan Umum Tentang Pemeriksaan Daya Anti Mikroba
Ada beberapa metode pemeriksaan antimikroba :
1) Metode penyebaran (diffusion)
Pada metode ini kemampuan zat antimokroba ditentukan

berdasarkan daerah hambatan yang terjadi. Beberapa modifikasi dari

metode ini adalah :


a. Metode Cylinder Cup (Ring Diffusion Method)
Mikroba diinokulasi pada media agar, kemudian silinder

diletakkan pada media tersebut dengan maksud untuk menampung

sejumlah antibiotik atau bakteri yang digunakan. Daya anti mikroba

dapat dilihat dari lebar diameter daerah hambatan pertumbuhan

mikroba yang terjadi.


b. Metode Cawan Kertas (Paper Disc Method)
Mikroba diinokulasi pada media agar, kemudian cawan kertas

yang berisi antibiotik dengan takar tertentu diletakkan diatas media

agar tersebut. Daya antimikroba dapat dilihat dari lebar diameter

daerah hambatan pertumuhan mikroba yang terjadi.


c. Metode Sumuran (Wells Method)
Mikroba iinokulasi pada media agar, kemudian dibuat lubang

dengan alat tertentu untuk menampung sejumlah antibiotik/bakteri

yang digunakan. Daya anti mikroba dapat dilihat dari lebar diameter

daerah hambatan pertumbuhan mikroba yang terjadi.


2) Metode Pengenceran (Dilution Method)
Prinsip metode ini adalah sample (larutan) dimasukkan kedalam

tabung yang berisi air pembenihan cair, kemudian ke dalam tabung

tersebut ditambahkan suspensi mikroba dengan jumlah tertentu. Pada


18

keadaan normal mikroorganisme akan tumbuh bila tidak ada hambatan.

Dalam metode ini ada beberapa modifikasi yaitu:


a. Metode Pengenceran Dalam Cairan (Broth Dilution Method)
Sejumlah tabung yang berisi media cair dan kuman

dimasukkan bahan/mikroba sejumlah tertentu, selanjutnya kekeruhan

yang terjadi diamati dengan nephelometer.


b. Metode Pengenceran Secara Seri (Serial Dilution Method)
Prinsipnya sama dengan broth dilution method, tetapi media

cair diganti dengan media agar.


c. Metode Pengenceran Secara Seri (Serial Dilution Method)
Cara ini dilakukan dengan menggunakan sejumlah deretan

tabung berisi media cair dengan konsentrasi yang berbeda-beda,

kemudian kedalam masing-masing tabung ditambahkan suspensi

mikroba dengan konsentrasi tertentu. Kocok sampai homogen dan

diinkubasi pada suhu 37ºC. Sebagai kontrol digunakan tabung berisi

media pembenihan dengan mikroorganisme. Potensi daya

antimikroba yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan standar.


G. Kerangka Konsep

Rebusan daun Streptococcus mutans


jambu biji

Keterangan :

= variabel bebas

= variabel terikat
H. Hipotesis
Rebusan daun jambu biji dapat menghambat pertumbuhan bakteri

rongga mulut Streptococcus mutans.


19

Anda mungkin juga menyukai