Anda di halaman 1dari 33

Blok 19 : Sense Organ Oktober2016

TUTORIAL 1

MATA MERAH BAPAK ANTON

NAMA : NABILA AULIA RAMADHANTY

STAMBUK : N 101 13 061

KELOMPOK : XII ( TIGA BELAS )

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS TADULAKO

2016
Learning Objective

1. Hubungan sakit kepala dan pandangan kabur ?


2. Diagnosis sampai prognosis scenario ?
3. Patifisologi TIO meningkat ?
4. Anatomi dan fisiologi mata ?
5. Cara prosedur mata pada pediatric ?
6. Penyakit pada mata yang menyangkut akomodasi dan retraksi & cara koreksinya ?
7. Cara menilai TIO ?
8. Penyakit mata pada pediatric ?
9. Penyakit mata merah dengan visus
a. Menurun
b. Tidak menurun
10. Penyakit mata :
a. Infeksi
b. Congenital
c. Trauma
11. Penyakit mata yang dapat dirujuk !
12. Pemeriksaan penunjang pada mata ?
Jawab :

1. Hubungan sakit kepala dan pandangan kabur :


Sakit kepala merupakan keluhan penderita yang paling sering ditemukan.Keluhan
ini dapat disebabkan karena kelainan mata ataupun keadaan lainnya.
Menurut kedararutan,maka penyebab kelaianan mata yang dapat memberikan keluhan
sakit kepala ialah glaukoma akut,galukoma simpleks,pasca herpes
zooster,uveitis,selulitis orbita,endoftalmis,neuirits,semua kelainan yang memberikan
keluhan refraksi yang tidak dikoreksi,ansiometropia,presbipoia dan juling.Pemakaian
miotika dapat pula menyebabkan sakit kepala.
Hal yang perlu diperhatikan ialah apakah sakit kepala disertai dengan demam,edema
pupil, kaku tengkuk,tanda saraf lainnya,dan penurunann tajam penglihatan,selain
apakah disertai mula dan muntah.

SUMBER :
Ilyas,S.Yulianti,SR.2015.Ilmu Penyakit Mata.Edisi Kelima.BPFKUI ; Jakarta

2. Diagnosis sampai prognosis scenario :


Glaukoma
Glaukoma merupakan suatu neuropati optik yang ditandai dengan
pencekungan “cupping” diskus optikus dan penyempitan lapang pandang yang
disertai dengan peningkatan tekanan intraokuler yang merupakan faktor resiko
terjadinya glaukoma. Mekanisme peningkatan tekanan intraokuler pada
glaukoma dipengaruhi oleh gangguan aliran keluar humor aquos
Fisiologi Humor aqous
Tekanan intraokuler ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor aquos
dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Pada sistem vena, humor
aquos diproduksi oleh prosesus ciliaris masuk melewati kamera okuli
posterior menuju kamera okuli anterior melalui pupil. Setelah melewati
kamera okuli anterior cairan humor aquos menuju trabekula meshwork ke
angulus iridokornealis dan menuju kanalis Schlemm yang akhirnya masuk ke
sistem vena. Aliran humor aquos akan melewati jaringan trabekulum sekitar
90 %. Sedangkan sebagian kecil humor aquos keluar dari mata melalui otot
siliaris menuju ruang suprakoroid untuk selanjutnya keluar melalui sklera atau
saraf maupun pembuluh darah. Jalur ini disebut juga jalur uveosklera (10-
15%). Volume humor aquos sekitar 250 μL, dan kecepatan pembentukannya
2,5 μL/menit. Komposisi humor aquos hampir sama dengan komposisi
plasma, yaitu mengandung askorbat, piruvat, laktat, protein, dan glukosa.
Patofisiologi Glaukoma
Penurunan penglihatan pada glaukoma terjadi karena adanya apoptosis sel
ganglion retina yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan lapisan
inti dalam retina serta berkurangnya akson di nervus optikus. Diskus optikus
menjadi atrofi disertai pembesaran cawan optik.Kerusakan saraf dapat
dipengaruhi oleh peningkatan tekanan intraokuler. Semakin tinggi tekanan
intraokuler semakin besar kerusakan saraf pada bola mata. Pada bola mata
normal tekanan intraokuler memiliki kisaran 10-22 mmHg. Tekanan
intraokuler pada glaukoma sudut tertutup akut dapat mencapai 60-80 mmHg,
sehingga dapat menimbulkan kerusakan iskemik akut pada iris yang disertai
dengan edema kornea dan kerusakan nervus optikus.

Klasifikasi Glaukoma
A. Glaukoma Primer
a. Glaukoma Sudut Terbuka Primer
Glaukoma sudut terbuka primer terdapat kecenderungan familial
yang kuat. Gambaran patologi utama berupa proses degeneratif
trabekular meshwork sehingga dapat mengakibatkan penurunan
drainase humor aquos yang menyebabkan peningkatan takanan
intraokuler. Pada 99% penderita glaukoma primer sudut terbuka
terdapat hambatan pengeluaran humor aquos pada sistem trabekulum
dan kanalis schlemm.

b. Glaukoma Sudut Tertutup Primer


Glaukoma sudut tertutup primer terjadi pada mata dengan
predisposisi anatomis tanpa ada kelainan lainnya. Adanya peningkatan
tekanan intraokuler karena sumbatan aliran keluar humor aquos akibat
oklusi trabekular meshwork oleh iris perifer.

B. Glaukoma Sekunder
Peningkatan tekanan intraokuler pada glaukoma sekunder merupakan
manifestasi dari penyakit lain dapat berupa peradangan, trauma bola mata
dan paling sering disebabkan oleh uveitis

C. Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongenital biasanya sudah ada sejak lahir dan terjadi akibat
gangguan perkembangan pada saluran humor aquos. Glaukoma kongenital
seringkali diturunkan. Pada glaukoma kongenital sering dijumpai adanya
epifora dapat juga berupa fotofobia serta peningkatan tekanan intraokuler.
Glaukoma kongenital terbagi atas glaukoma kongenital primer (kelainan
pada sudut kamera okuli anterior), anomali perkembangan segmen
anterior, dan kelainan lain (dapat berupa aniridia, sindrom Lowe, sindom
Sturge-Weber dan rubela kongenital)
Penilaian Glaukoma
Tonometri merupakan suatu pengukuran tekanan intraokuler yang
menggunakan alat berupa tonometer Goldman. Faktor yang dapat
mempengaruhi biasnya penilaian tergantung pada ketebalan kornea masing-
masing individu. Semakin tebal kornea pasien maka tekanan intraokuler yang
di hasilkan cenderung tinggi, begitu pula sebaliknya, semakin tipis kornea
pasien tekanan intraokuler bola mata juga rendah.

Tonometer yang banyak digunakan adalah tonometer Schiotz karena cukup


sederhana, praktis, mudah dibawa, relatif murah, kalibrasi alat mudah dan
tanpa komponen elektrik.
Penilaian tekanan intraokuler normal berkisar 10-22 mmHg. Pada usia
lanjut rentang tekanan normal lebih tinggi yaitu sampai 24 mmHg. Pada
glaukoma sudut terbuka primer , 32-50% pasien ditemukan dengan tekanan
intraokuler yang normal pada saat pertama kali diperiksa.

Terapi medikamentosa
A. Supresi Pembentukan Humor Aqueus
a. Golongan β-adrenergik Bloker
Obat golongan ini dapat digunakan sebagai monoterapi atau dengan
kombinasi dengan obat yang lain. Contoh obat golongan β-adrenergic
bloker misalnya timolol maleat 0,25% dan 0.5%, betaxolol 0,25% dan
0,5%, levobunolol dan lain-lain.
Timolol maleat merupakan β-adrenergik non selektif baik β1 atau β2.
Timolol tidak memiliki aktivitas simpatomimetik, sehingga apabila
diteteskan pada mata dapat mengurangi tekanan intraokuler. Timolol dapat
menurunkan tekanan intraokuler sekitar 20-30%.15,16 Reseptor β-
adrenergik terletak pada epitel siliaris, jika reseptornya terangsang
aktifitas sekresinya akan meningkatkan inflow humor aquos melalui proses
komplek enzim adenyl cyclase-reseptor sehingga menurunkan produksi
humor aquos.
Farmakodinamik golongan β-adrenergic bloker dengan cara menekan
pembentukan humor aquos sehingga tekanan intraokuler dapat turun.
Sedangkan farmakokinetiknya sebagian besar diserap dengan baik oleh
usus secara peroral sehingga bioavaibilitas rendah , dan memiliki kadar
puncak dalam plasma mencapai 1 sampa 3 jam. Kebanyakan golongan β-
adrenergic bloker memiliki waktu paruh antara 3 sampai 10 jam. Waktu
ekskresi yang dibutuhkan ginjal untuk mengeluarkan obat golongan ini
dapat diperpanjang apabila terdapat hambatan aliran darah yang menuju
ke hati atau hambatan enzim hati.
Penggunaan obat golongan ini dalam jangka lama dapat
mengakibatkan kontraindikasi berupa obstruksi jalan napas kronik.
Indikasi pemakaian diberikan pada pasien glaukoma sudut terbuka sebagai
terapi inisial baik secara tunggal atau kombinasi terapi dengan miotik.
Indikasi lainnya dapat diberikan pada glaukoma inflamasi, hipertensi
okuler dan glaukoma kongenital.

b. Golongan α2-adrenergik Agonis


Golongan α2-adrenergik agonis obat ini dibagi menjadi 2 yaitu selektif
dan tidak selektif. Golongan α2-adrenergic agonis yang selektif misalnya
apraklonidin memiliki efek menurunkan produksi humor aquos,
meningkatkan aliran keluar humor aquos melalui trabekula meshwork
dengan menurunkan tekanan vena episklera dan dapat juga meningkatkan
aliran keluar uveosklera.

Farmakokinetik dari pemberian apraklonidin 1% dalam waktu 1 jam


dapat menghasilkan penurunan tekanan intraokuler yang cepat paling
sedikit 20% dari tekanan intraokuler awal. Efek maksimal dari
apraklonidin dalam menurunkan tekanan intraokuler dapat terjadi sekitar
3-5 jam setelah pemberian terapi. Indikasi penggunaan apraklonidin untuk
mengontrol peningkatan akut tekanan intraokuler pasca tindakan laser.
Sedangkan kontraindikasi pemakaian obat ini apabila pasien dengan mono
amin oksidase (MAO) dan trisiklik depresan karena mempengaruhi
metabolisme dan uptake katekolamin.

B. Penghambat Karbonat Anhidrase


a. Asetasolamid Oral
Asetasolamid oral merupakan obat yang sering di gunakan karena
dapat menekan pembentukan humor aquos sebanyak 40-60%. Bekerja
efektif dalam menurunkan tekanan intraokuler apabila konsentrasi obat
bebas dalam plasma ±2,5 μM.16,18 Apabila diberikan secara oral,
konsentrasi puncak pada plasma dapat diperoleh dalam 2 jam setelah
pemberian dapat bertahan selama 4-6 jam dan menurun dengan cepat
karena ekskresi pada urin.Indikasi asetasolamid terutama untuk
menurunkan tekanan intraokuler, mencegah prolaps korpus vitreum,
dan menurunkan tekanan introkuler pada pseudo tumor serebri.
Kontraindikasi relatif untuk sirosis hati, penyakit paru obstruktif
menahun, gagal ginjal, diabetes ketoasidosis dan urolithiasis. Efek
samping yang paling sering dikeluhkan parastesi dan inisial diuresis,
sedangkan efek lain yang dapat muncul apabila digunakan dalam
jangka lama antara lain metalic taste, malaise, nausea, anoreksia,
depresi, pembentukan batu ginjal, depresi sumsum tulang, dan anemia
aplastik.
b. Penghambat Karbonat Anhidrase Topikal
Penghambat karbonat anhidrase topikal bersifat larut lemak sehingga
bila digunakan secara topikal daya penetrasi ke kornea relatif rendah.
Pemberian dorsolamid topikal akan terjadi penetrasi melalui kornea
dan sklera ke epitel tak berpigmen prosesus siliaris sehingga dapat
menurunkan produksi humor aqueus dan HCO3- dengan cara menekan
enzim karbonik anhidrase II. Penghambat karbonik anhidrase topikal
seperti dorsolamid bekerja efektif menurunkan tekanan intraokuler
karena konsentrasi di prosesus siliaris mencapai 2-10μM. Penghambat
karbonat anhidrase topikal (dorsolamid) dapat menurunkan tekanan
intraokuler sebesar 15-20%. Indikasi pemberian untuk
mengontrol glaukoma baik jangka pendek maupun jangka panjang,
sebagai obat tunggal atau kombinasi. Indikasi lain untuk mencegah
kenaikan tekanan intraokuler pasca bedah intraokuler. Efek samping
lokal yang dijumpai seperti mata pedih, keratopati pungtata superfisial,
dan reaksi alergi. Efek samping sistemik jarang dijumpai seperti
metalic taste, gangguan gastrointestinal dan urtikaria.

SUMBER :

Faradilla,N.2009.Glaukoma dan Katarak Senilis.Pekanbaru University : RIAU

3. Patofisologi TIO meningkat :


Cairan aqueus diproduksi dari korpus siliaris, kemudian mengalir melalui pupil ke
kamera okuli posterior (COP) sekitar lensa menuju kamera okuli anterior (COA)
melalui pupil. Cairan aqueus keluar dari COA melalui jalinan trabekula menuju
kanal Schlemm’s dan disalurkan ke dalam sistem vena.
Beberapa mekanisme peningkatan tekanan intraokuler
a.Korpus siliaris memproduksi terlalu banyak cairan bilik mata, sedangkan
pengeluaran pada jalinan trabekular normal
b.Hambatan pengaliran pada pupil sewaktu pengaliran cairan bilik mata belakang ke
bilik mata depan
c. Pengeluaran di sudut bilik mata terganggu.
Glaukoma sudut terbuka ditandai dengan sudut bilik mata depan yang terbuka, dan
kemampuan jalinan trabekula untuk mengalirkan cairan aqueus menurun.Glaukoma
sudut tertutup ditandai dengan tertutupnya trabekulum oleh iris perifer, sehingga
aliran cairan melalui pupil tertutup dan terperangkap di belakang iris dan
mengakibatkan iris mencembung ke depan. Hal ini menambah terganggunya aliran
cairan menuju trabekulum.

SUMBER :
Faradilla,N.2009.Glaukoma dan Katarak Senilis.Pekanbaru University : RIAU
4. Anatomi dan fisiologi mata :

a. Anatomi Kelopak Mata


Kelopak mata atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata,
serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya membentuk film air mata di depan
kornea. Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi
bola mata terhadap trauma, trauma sinar, dan pengeringan bola mata.
Kelopak mata mempunyai lapisan kulit yang tipis pada bagian depan,
sedang di bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva
tarsal.
Gangguan penutupan kelopak akan mengakibatkan keringnya permukaan
mata sehingga terjadinya keratitis et lagoftalmos. Pada kelopak terdapat bagian-
bagian :
a. Kelenjar seperti : kelenjar sebasea, kelenjar Moll atau kelenjar
keringat, kelenjar Zeis pada pangkal rambut, dan kelenjar Meibom
pada tarsus.
b. Otot seperti : M. orbikularis okuli yang berjalan melingkar di dalam
kelopak atas dan bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak. Pada
dekat tepi margo palpebra terdapat otot orbikularis okuli yang disebut
sebagai M. Rioland. M. Orbicularis berfungsi menutup bola mata
yang dipersarafi Nervus Fasial M. Levator palpebra, yang berorigo
pada annulus foramen orbita dan berinsersi pada tarsus atas dengan
sebagian menembus M. Orbicularis okuli menuju kulit kelopak bagian
tengah. Bagian kulit tempat insersi M. levator palpebra terlihat
sebagai sulkus (lipatan) palpebra. Otot ini depersarafi oleh n.III, yang
berfungsi untuk mengangkat kelopak mata.
Didalam mata terdapat tarsus yang merupakan jaringan ikat dengan
kelenjar didalamnya atau kelenjar Meibom yang bermuara pada margo
palpebra. Septum orbita yang merupakan jaringan fibrosis berasal dari rima
orbita merupakan batas isi orbita dengan kelopak depan. Tarsus ditahan oleh septum
orbita yang melekat pada rima orbita pada seluruh lingkaran pembukaan rongga
orbita. Pembuluh darah yang memperdarahinya adalah a. palpebra.
Persarafan sensorik kelopak mata atas di dapatkan dari rumus frontal
n.V, sedang kelopak bawah oleh cabang ke II saraf ke V.
Konjungtiva tarsal yang terletak di belakang kelopak hanya dapat dilihat
dengan melakukan eversi kelopak. Konjungtiva tarsal melalui forniks menutup
bulbus okuli. Konjungtiva merupakan membran mukosa yang mempunyai sel
Goblet yang menghasilkan musin.

b. Anatomi Sistem Lacrimalis


Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak di daerah temporal bola mata. Sistem
ekskresi mulai pada pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal, duktus
nasolakrimal, meatus inferior. Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu :
 Sistem produksi atau glandula lakrimal. Glandula lakrimal terletak di
temporo antero superior rongga orbita.
 Sistem ekskresi, yang terdiri atas pungtum lakrimal, kanalikuli
lakrimal, sakus lakrimal dan duktus nasolakrimal. Sakus lakrimal
terletak di bagian depan rongga orbita. Air mata dari duktus lakrimal
akan mengalir ke dalam rongga hidung di dalam meatus inferior Film air
mata sangat berguna untuk kesehatan mata. Air mata akan masuk
kedalam sakus lakrimal melalui pungtum lakrimal. Bila pungtum lakrimal
tidak menyinggung bola mata, maka air mata akan keluar melalui margo
palpebra yang disebut epifora. Epifora juga akan terjadi akibat pengeluaran
air mata yang berlebihan dari kelenjar lakrimal.
Untuk melihat adanya sumbatan pada duktus nasolakrimal, maka
sebaiknya di lakukan penekanan pada sakus lakrimal. Bila terdapat
penyumbatan yang disertai dakriosistitis, maka cairan berlendir kental akan
keluar melalui pungtum lakrimal.

c. Anatomi Konjugtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak
bagian belakang. Bermaca-macam obat mata dapat diserap melalui
konjungtiva ini. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang di hasilkan
oleh sel Goblet.
Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea. Konjungtiva terdiri
atas tiga bagian, yaitu :
a. Konjungtiva tarsal yang menututpi tarsus, konjungtiva tarsal sukar di
gerakkan dari tasus.
b. Konjungtiva bulbi menututpi sklera dan mudah di gerakkan dari sklera
di bawahnya.
c. Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat
peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar
dengan jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.

d. Anatomi Bola Mata


Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata
di bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam
sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda.
Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu :
1. Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk
pada mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata.
Bagian terdepan sklera disebeut kornea yang bersifat transparan yang
memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata. Kelengkungan kornea
lebih besar dibanding sklera.

2. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea


dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi
perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid.
Badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata
(akuous humor), yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada
pangkal iris di batas kornea dan sklera.

3. Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan
mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis
membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan
pada saraf optik dan diteruskan ke otak.
Badan kaca mengisi rongga di dalam bola mata dan bersifat gelatin dan
hanya menempel papil saraf optik, makula dan pars plana. Bila terdapat
jaringan ikat didalam badan kaca disertai dengan tarikan pada retina, maka
akan robek dan terjadi ablasi retina.
Lensa terletak dibelakang pupil yang dipegang di daerah ekuatornya
pada badan siliar melalui Zonula Zinn. Lensa mata mempunyai peran dan
akomodasi atau melihat dekat sehingga sinar dapat difokuskan di daerah
makula lutea.

Terdapat 6 otot pergerakkan bola mata, dan terdapat kelenjar lakrimal


yang terletak di daerah temporal atas di dalam rongga orbita.
A. Kornea
Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata,
bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang
menutup bola mata sebelah depan dan terdiri dari atas lapis :
a. Epitel
b. Membran Bowman
c. Stroma
d. Membran descement
e. Endotel
B. Uvea
Lapis vaskular di dalam bola mata yang terdiri atas iris, badan siliar
dan koroid. Persarafan uvea didapatkan dari ganglion siliar yang terletak
antara bola mata dengan otot rektus lateral, 1 cm di depan foramen optik,
yang menerima 3 akar saraf di bagian posterior yaitu :
1. Saraf sensoris, yang berasal dari saraf nasosiliar yang
mengandung serabut sensoris untuk kornea, iris dan badan siliar.
2. Saraf simpatis yang membuat pupil berdilatasi, yang berasal dari
saraf simpatis yang melingkari arteri karotis; mempersarafi
pembuluh darah uvea dan untuk dilatasi pupil.
3. Akar saraf motor yang akan memberikan saraf parasimpatis untuk
mengecilkan pupil.
Pada ganglion siliar hanya saraf parasimpatis yang melakukan
sinaps. Iris terdiri dari atas bagian pupil dan bagian tepi siliar, badan siliar
terletak antara iris dan koroid. Batas antara korneosklera dengan badan
siliar belakang adalah 8 mm temporal dan 7 mm nasal. Di dalam badan
siliar terdapat 3 otot akomodasi yaitu longitudinal, radiar dan sirkular.
Iris mempunyai kemampuan mengatur secara otomatis masuknya sinar
ke dalam bola mata. Reaksi pupil ini merupakan juga indikator untuk
fungsi simpatis (midriasis) dan parasimpatis (miosis) pupil. Badan siliar
merupakan susunan otot melingkar dan mempunyai sistem ekskresi di
belakang limbus.
Radang badan siliar akan mengakibatkan melebarnya pembuluh darah
di daerah limbus, yang akan mengakibatkan mata merah yang merupakan
gambaran karakteristik peradangan intraocular.
Otot longitudinal badan siliar yang berinsersi di daerah baji sklera
bila berkonstraksi akan membuka anyaman trabekula dan mempercepat
pengaliran cairan mata melalui sudut bilik mata.
Otot melingkar badan siliar bila berkontraksi pada akomodasi akan
mengakibatkan mengendornya zonula Zinn sehingga terjadi
pencembungan lensa.Kedua otot ini dipersarafi oleh saraf parasimpatik
dan bereaksi baik terhadap obat parasimpatomimetik.
C. Pupil
Pupil anak-anak berukuran kecil akibat belum berkembangnya saraf
simpatis. Orang dewasa ukuran pupil adalah sedang, dan pada orang tua,
pupil mengecil akibat rasa silau yang dibangkitkan oleh lensa yang
sklerosis.
Pupil waktu tidur kecil, hal ini dipakai sebagai ukuran tidur, simulasi,
koma dan tidur sesungguhnya. Pupil kecil waktu tidur akibat dari :
1. Berkurangnya rangsangan simpatis
2. Kurangnya rangsangan hambatan miosis
Bila subkorteks bekerja sempurna maka terjadi miosis. Di waktu
bangun korteks menghambat pusat subkorteks sehingga terjadi midriasis.
Waktu tidur hambatan subkorteks hilang sehingga terjadi kerja subkorteks
yang sempurna yang akan meningkatakan miosis. Fungsi mengecilnya
pupil untuk mencegah aberasi kromatis pada akomodasi dan untuk
memperdalam fokus seperti pada kamera foto yang diafragmanya di
kecilkan.
D. Lensa Mata
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa
di dalam mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di
belakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti
cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi.
Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu :
a. Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam
akomodasi untuk menjadi cembung.
b. Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan.
c. Terletak di tempatnya.
Keadaan patologik lensa ini dapat berupa :
a. Tidak kenyal pada orang dewasa yang akan mengakibatkan
presbiopia,
b. Keruh atau apa yang disebut katarak,
c. Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi.

E. Badan Kaca
Badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang
terletak antara lensa dan retina. Badan kaca bersifat semi cair di dalam
bola mata. Mengandung air sebanyak 90% sehingga tidak dapat lagi
menyerap air.

F. Lensa Mata
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa
di dalam mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di
belakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti
cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya
akomodasi.Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu :
a. Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam
akomodasi untuk menjadi cembung.
b. Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan.
c. Terletak di tempatnya.

G. Retina
Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung
reseptor yang menerima rangsangan cahaya (Ilyas, 2010).
Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina, dan terdiri
atas lapisan :
1. Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel
batang yang mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut.
2. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.
3. Lapis nukleus luar, merupakan susunan lapisan nukleus sel kerucut
dan batang. Ketiga lapis diatas avaskular dan mendapat metabolisme
dari kapiler koroid.
4. Lapis fleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat
asinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
5. Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan
sel muller lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
6. Lapis fleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat
sinaps bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
7. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron
kedua.
8. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju saraf
optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh
darah retina.
9. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina
dan badan kaca.
Pembuluh darah di dalam retina merupakan cabang arteri oftalmika,
arteri retina sentral masuk retina melalui papil saraf optik yang akan
memberikan nutrisi pada retina dalam.
Lapisan luar retina atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dan
koroid. Untuk melihat fungsi retina maka dilakukan pemeriksaan
subyektif retina seperti : tajam penglihatan, penglihatan warna, dan
lapangan pandang.
Pemeriksaan obyektif adalah elektroretinografi (ERG),
elektrookulografi (EOG), dan visual evoked respons (VER).

H. Saraf Optik
Saraf optik yang keluar dari polus posterior bola mata membawa 2
jenis serabut saraf, yaitu : saraf penglihat dan serabut pupilomotor.
Kelainan saraf optik menggambarkan gangguan yang diakibatkan tekanan
langsung atau tidak langsung terhadap saraf optik ataupun perbuatan
toksik dan anoksik yang mempengaruhi penyaluran aliran listrik.

I. Sklera
Bagian putih bola mata yang bersama-sama dengan kornea
merupakan pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sklera berjalan dari
papil saraf optik sampai kornea.

J. Rongga Orbita
Rongga orbita adalah rongga yang berisi bola mata dan terdapat 7
tulang yang membentuk dinding orbita yaitu : lakrimal, etmoid,
sfenoid, frontal, dan dasar orbita yang terutama terdiri atas tulang
maksila, bersama-sama tulang palatinum dan zigomatikus.
Rongga orbita yang berbentuk pyramid ini terletak pada kedua sisi
rongga hidung. Dinding lateral orbita membentuki sudut 45 derajat
dengan dinding medialnya.
Dinding orbita terdiri atas tulang :
1. Atap atau superior : os.frontal
2. Lateral : os.frontal, os. zigomatik, ala magna os sfenoid
3. Inferior : os. zigomatik, os. maksila, os. palatin
4. Nasal : os. maksila, os. lakrimal, os. etmoid
Foramen optik terletak pada apeks rongga orbita, dilalui oleh saraf
optik, arteri, vena, dan saraf simpatik yang berasal dari pleksus karotid.
Fisura orbita superior di sudut orbita atas temporal dilalui oleh saraf
lakrimal (V), saraf frontal (V), saraf troklear (IV), saraf okulomotor (III),
saraf nasosiliar (V), abdusen (VI), dan arteri vena oftalmik.

K. Otot Penggerak Mata


Otot ini menggerakkan mata dengan fungsi ganda dan untuk
pergerakan mata tergantung pada letak dan sumbu penglihatan sewaktu
aksi otot.
Otot penggerak mata terdiri atas 6 otot yaitu :
1. Oblik inferior mempunyai origo pada fosa lakrimal tulang lakrimal,
berinsersi pada sklera posterior 2 mm dari kedudukan makula,
dipersarafi saraf okulomotor, bekerja untuk menggerakkan mata
keatas, abduksi dan eksiklotorsi.
2. Otot Oblik Superior
Oblik superior berorigo pada anulus Zinn dan ala parva tulang sfenoid
di atas foramen optik, berjalan menuju troklea dan dikatrol balik dan
kemudian berjalan di atas otot rektus superior, yang kemudian
berinsersi pada sklera dibagian temporal belakang bola mata. Oblik
superior dipersarafi saraf ke IV atau saraf troklear yang keluar dari
bagian dorsal susunan saraf pusat.
3. Otot Rektus Inferior
Rektus inferior mempunyai origo pada anulus Zinn, berjalan antara
oblik inferior dan bola mata atau sklera dan insersi 6 mm di belakang
limbus yang pada persilangan dengan oblik inferior diikat kuat oleh
ligamen Lockwood. Rektus inferior dipersarafi oleh n. III .
Fungsi menggerakkan mata :
- Depresi
- Eksoklotorsi (gerak sekunder)
- Aduksi (gerak sekunder)
4. Otot Rektus Lateral
Rektus lateral mempunyai origo pada anulus Zinn di atas dan di
bawah foramen optik. Rektus lateral dipersarafi oleh N. VI. Dengan
pekerjaan menggerakkan mata terutama abduksi (Ilyas, 2010).
5. Otot Rektus Medius
Rektus medius mempunyai origo pada anulus Zinn dan pembungkus
dura saraf optik yang sering memberikan dan rasa sakit pada
pergerakkan mata bila terdapat retrobulbar, dan berinsersi 5 mm di
belakang limbus. Rektus medius merupakan otot mata yang paling
tebal dengan tendon terpendek. Menggerakkan mata untuk aduksi
(gerakan primer).
6. Otot Rektus Superior
Rektus superior mempunyai origo pada anulus Zinn dekat fisura
orbita superior beserta lapis dura saraf optik yang akan memberikan
rasa sakit pada pergerakkan bola mata bila terdapat neuritis
retrobulbar. Otot ini berinsersi 7 mm di belakang limbus dan
dipersarafi cabang superior N.III.

FISIOLOGI MATA

Visual mata dimulai saat cahaya memasuki mata, terfokus pada


retina dan menghasilkan sebuah bayangan yang kecil dan terbalik. Ketika dilatasi
maksimal, pupil dapat dilalui cahaya sebanyak lima kali lebih banyak
dibandingkan ketika sedang kontraksi maksimal. Diameter pupil ini sendiri diatur
oleh dua elemen kontraktil pada iris yaitu papillary constrictor yang terdiri dari
otot-otot sirkuler dan papillary dilator yang terdiri dari sel-sel epithelial
kontraktil yang telah termodifikasi. Sel-sel tersebut dikenal juga sebagai
myoephitelial cells.
Jika sistem saraf simpatis teraktivasi, sel-sel ini berkontraksi dan
melebarkan pupil sehingga lebih banyak cahaya yang dapat memasuki mata.
Kontraksi dan dilatasi pupil terjadi pada kondisi dimana intensitas cahaya
berubah dan ketika memindahkan arah pandangan kita ke benda atau objek yang
dekat atau jauh. Pada tahap selanjutnya, setelah cahaya memasuki mata,
pembentukan bayangan pada retina bergantung pada kemampuan refraksi mata.
Beberapa media refraksi mata yaitu kornea (n=1.38), aqueous humor
(n=1.33), dan lensa (n=1.40). Kornea merefraksi cahaya lebih banyak
dibandingkan lensa. Lensa hanya berfungsi untuk menajamkan bayangan yang
ditangkap saat mata terfokus pada benda yang dekat dan jauh. Setelah cahaya
mengalami refraksi, melewati pupil dan mencapai retina, tahap terakhir dalam
proses visual adalah perubahan energi cahaya menjadi aksi potensial yang dapat
diteruskan ke korteks serebri. Proses perubahan ini terjadi pada retina.
Retina memiliki dua komponen utama yakni pigmented retina dan
sensory retina. Pada pigmented retina, terdapat selapis sel-sel yang berisi pigmen
melanin yang bersama-sama dengan pigmen pada choroid membentuk suatu
matriks hitam yang mempertajam penglihatan dengan mengurangi penyebaran
cahaya dan mengisoloasi fotoreseptor-fotoreseptor yang ada. Pada sensory retina,
terdapat tiga lapis neuron yaitu lapisan fotoreseptor, bipolar dan ganglionic.
Badan sel dari setiap neuron ini dipisahkan oleh plexiform layer dimana neuron
dari berbagai lapisan bersatu. Lapisan pleksiformis luar berada diantara lapisan
sel bipolar dan ganglionic sedangkan lapisan pleksiformis dalam terletak
diantara lapisan sel bipolar dan ganglionic.
Setelah aksi potensial dibentuk pada lapisan sensori retina, sinyal yang
terbentuk akan diteruskan ke nervus optikus, optic chiasm, optic tract, lateral
geniculate dari thalamus, superior colliculi dan korteks serebri.

Gambaran jaras penglihatan yang telah dijelaskan sebelumnya dapat dilihat pada
gambar berikut.

Penglihatan manusia dapat dibagi menjadi dua, yaitu :


1. Central Vision
Central vision adalah penglihatan yang timbul pada saat cahaya jatuh
pada area makula lutea retina dan memberikan stimulus pada
fotoreseptor yang berada pada area tersebut.
2. Peripheral Vision
Peripheral vision adalah penglihatan yang timbul pada saat cahaya
jatuh pada area diluar macula lutea retina dan memberikan stimulus
pada fotoreseptor yang berada pada area tersebut.

Penglihatan perifer dapat ditinjau secara cepat dengan menggunakan


confrontation testing. Pada pemeriksaan ini, mata yang tidak diperiksa ditutup
dengan menggunakan telapak tangan dan pemeriksa duduk sejajar dengan pasien.
Jika mata kanan pasien diperiksa, maka mata kiri pasien ditutup dan mata kanan
pemeriksa ditutup. Pasien diminta untuk melihat lurus sejajar dengan mata kiri
pemeriksa. Untuk mendeteksi adanya gangguan, pemeriksa menunjukan angka
tertentu dengan menggunakan jari tangan yang diletakkan diantara pasien dan
pemeriksa pada keempat kuadran penglihatan. Pasien diminta untuk
mengidentifikasi angka yang ditunjukkan.

SUMBER :
Elvioza. 2010. Pemeriksaan Mata Dasar. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta

5. Cara prosedur mata pada pediatric :


Mata
Pada pemeriksaan mata perhatikan : fotofobia, ketajaman melihat, nistagmus, ptosis,
eksoftalmus, endoftalmus, kelenjar lakrimalis, konjungtiva, kornea, pupil, katarak, dan
kelainan fundus. Strabismus ringan dapat ditemukan pada bayi normal di bawah 6
bulan.

SUMBER :

Sutoyo.2012.Gangguan Indra Khusus (Mata, Kulit dan THT) Edisi Ke –1.Fakultas


Kedokteran.Universitas Andalas

6. Penyakit pada mata yang menyangkut akomodasi dan retraksi & cara koreksinya :
Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi mata.
Gangguan penglihatan memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab
kelainan mata yang mengakibatkan turunannya tajam penglihatan. Tajam
penglihatan perlu dicatat pada setiap mata yang memberikan keluhan mata.
Untuk mengetahui tajam penglihatan seseorang dapat dilakukan dengan kartu
Snellen dan bila penglihatan kurang maka tajam penglihatan diukur dengan
menentukan kemampuan melihat jumlah jari (hitung jari), ataupun proyeksi
sinar. Untuk besarnya kemampuan mata membedakan bentuk dan rincian benda
ditentukan dengan kemampuan melihat benda terkecil yang masih dapat dilihat
pada jarak tertentu.
Biasanya pemeriksaan tajam penglihatan ditentukan dengan melihat
kemampuan membaca huruf-huruf berbagai ukuran pada jarak baku untuk kartu.
Pasiennya dinyatakan dengan angka pecahan seperti 20/20 untuk penglihatan
normal. Pada keadaan ini, mata dapat melihat huruf pada jarak 20 kaki yang
seharusnya dapat dilihat pada jarak tersebut. Tajam penglihatan normal rata-rata
bervariasi antara 6/4 hingga 6/6 atau 20/15 (atau 20/20 kaki). Tajam penglihatan
maksimum berada di daerah fovea, sedangkan beberapa faktor seperti
penerangan umum, kontras, waktu papar, dan kelainan refraksi mata dapat
merubah tajam penglihatan mata.
A. Hyperopia (Rabun Jauh) Kadang-kadang disebut juga bola mata yang pendek
yang mengacu pada kondisi mata ketika fokus cahaya berada di belakang retina
yang menyebabkan buramnya penglihatan dalam jarak dekat.
Gejala
1. mata berair
2. pusing
3. sensitif terhadap cahaya
4. kelelahan umum
Implikasinya
Mekanismme akomodasi pada mata bisa mengatasi rabun jauh yang
tingkatnya masih rendah sehingga bisa tidak terdeteksi selama bertahun-tahun.
karena adanya ketidakmampuan membedakan objek dari jarak dekat, maka anak
yang rabun jauh sering mengalami kesulitan belajar.

Koreksi (Pembetulannya)
1. Diagnosis yang akurat dan pengukuran koreksi (Ophtamologist,
Optmetrist)
2. Koreksinya bisa dibuat dengan menggunakan lensa positif yang
ditempatkan didekat retina (depan)

B. Myopia (Rabun Dekat) Kadang-kadang disebut juga bola mata yang panjang yang
mengacu pada kondisi mata ketika bayangan jatuh didepan retina yang
mengakibatkan buramnya penglihatan ketika melihat objek jarak jauh (jaraknya
berbeda bagi setiap orang).
Gejala
1. Juling
2. Mendingakkan kepala ketika melihat jarak jauh
3. Sering memilih kegiatan yang hanya bisa dilakuakn dengnan jarak panjang
tangannya, karena penglihatan terbaiknya adalah jarak dekat.
4. Sering ingin duduk didepan kelasnya, sering nonton TV jarak dekat, dsb

Impilikasi
1. Bisa tidak terdeteksi karena kemampuan anak dalam posisi ini sering
diangggap sedang berakomodasi.
2. Jarang diasosiasikan dengan ketidakmampuan membaca meskipun banyak
yang suka kelelahan

Koreksi
1. Diagnosis yang akurat dan pengobatan untuk myopia (Ophtamologist,
Optmetrist)
2. Koreksinya bisa dibuat denngan menggunakan lensa negatif yang
ditempatkan didekat retina (depan)
3. Anak yang myopia biasanya akan sangat memerlukan pencahayaan untuk
tugas-tugas yang memerlukan deskriminasi visual

C. Astigmatism
Mengacu pada kondisi mata yang disebabkan oleh ketidakteraturan lengkung pada
kornea yang mengakibatkan dari manapun cahaya yang datang tidak akan jatuh
tepat pada retina.
Gejala
1. Penglihatan buram
2. Stress dan lelah yang disebabkan oleh juling dan refokusing.
3. Pusing
Implikasinya
Karena ketidakmampuannya membetulkan penglihatannya yang kabur
melalui otot matanya
Koreksi (Pembetulannya)
1. Diagnosis yang akurat dan pengukuran koreksi (Ophtamologist, Optmetrist)
2. Kebanyakan astigmatism biasanya kurang lebih koreksinya bisa dibuat
dengan menggunakan lensa silinder

D. Prebyopia
Mengacu pada kemampuan lensa mata dalam berakomodasi dalam jarak dekat yang
terbatas karena faktor usia. Akomodasi yang cukup pada jarak baca yang normal
akan dialami oleh setiap orang yang yang bukan rabun dekat pada usia 40-45 tahun.
Gejala
1. Menjauhkan bahan bacaannya dari mata untuk memperoleh jarak gambaran
yang lebih jelas.
2. Kelelahan biasa –“ tangan lelah karena merenggangkan tangannya”
Implikasinya
1. Kesulitan menyesuaikan bahan bacaan, tulisan atau menjahit
2. Melihat jauh bukan masalah
Koreksi (Pembetulannya)
1. Diagnosis yang akurat (Optmetrist)
2. Koreksinya bisa dibuat dengan menggunakan lensa cembung-plus apabila
tidak ada kesalahan refraksi harus diberikan setengah kaca mata kalau tidak
bisa dengan kaca mata bifocal atau dua kaca mata (yang satu untuk baca dan
satunya lagi untuk melihat jarak jauh) mungkin bisa menjadi pilihan
SUMBER :

Ilyas, Sidarta, 2013, IlmuPenyakit Mata EdisiKeEmpat, BadanPenerbit FK UI,


Jakarta.

7. Cara menilai TIO :


Tonometri dengan Tonometer Schiotz
Mengukur tekanan intra okuler.Pemeriksaan dilakukan pada pasien yang berbaring
terlentang atau setengah duduk. Agar posisi kornea horizontal, usahakan dagu dan
dahi pasien terletak pada satu bidang horizontal.
Kedua mata ditetes anestesi topikal.Tonometer ditera pada tes blok yang bila baik,
jarum menunjukkan angka nol pada skala dan “plunger” dapat bergerak bebas dalam
silindernya.Pada pemeriksaan pertama dipilih beban terkecil 5,5 gr. Kemudian “foot
plate”di desinfeksi dengan mengusapnya oleh kapas alkohol 70%.
Kedua mata difiksasi dengan melihat lurus ke atas. Bila mata kanan yang akan
diukur, pemeriksa berdiri disebelah kiri atau dibelakang pasien. Begitu pula untuk
mata kanan.
Tonometer dipegang vertikal beberapa saat lurus di atas kornea penderita setelah
sebelumnya kelopak mata pasien dibuka secukupnya dengan jari tangan pemeriksa
lainnya tanpa menekan bola mata. Setelah mata penderita menyesuaikan diri,
tonometer diturunkan perlahan-lahan sampai “foot plate” diturunkan sampai di
tengah-tengah silinder. Angka skala yang ditunjuk jarum pada saat itu, diingat dan
dicatat dan tonometer diangkat dari kornea. Bila angka yang ditunjuk kurang dari
angka 3, tonometer diulangi dengan beban 7,5 gr. Mungkin pula perlu memakai
beban 10 gr.
Nilai tekanan intra okuler selanjutnya pada tabel kaliberasi.
Contoh mencatat hasil : Tgl ......., jam.......
TOD (mata kanan) 8/75 = 15.6 mmhg
TOS (mata kiri) 9/25 = 13.1 mmhg (nilai TIO normal 10-21 mmhg)
Sebelum melakukan tonometri, diyakini tidak ada kontra indikasi tonometri,
lakukan komunikasi yang baik dengan pasien agar tenang selama pemeriksaan.Kontra
indikasi umumnya adalah infeksi mata
SUMBER :
Elvioza. 2010. Pemeriksaan Mata Dasar. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta

8. Penyakit mata pada pediatric :

Pemeriksaan tajam penglihatan anak dengan tumbling-E chart, Allen picture


cards, dan HOTV chart. Snellen chart baru dipakai untuk anak > 4-5 tahun.
Kasus oftalmologi yang secara khusus lebih sering terjadi pada anak-anak antara lain
strabismus, katarak kongenital, blenorea (oftalmia neonatorum karena gonore),
buftalmos (glaukoma kongenital) dan retinoblastoma.
 Strabismus adalah gangguan koordinasi otot ekstraokuler bilateral. Strabismus
mengganggu penglihatan binokular, khususnya dalam hal stereopsis. Pada
anak terjadi pada umur < 7-9 tahun. Penyebab: gangguan refraksi (sering) atau
gangguan saraf kranial 3-4-6 (jarang). Strabismus kongenital bisa
menyebabkan ambliopia jika tidak ditangani. Jenis strabismus: esotropia (ke
dalam) dan eksotropia (ke luar).Terapi dengan lensa prisma sampai
penglihatan binokuler tercapai.
 Katarak kongenital sering disebabkan oleh infeksi intrauterin (rubella
kongenital, toksoplasmosis kongenital, dan infeksi CMV alias
cytomegalovirus). Harus segera dioperasi sebelum umur 2-6 bulan, terlebih
jika unilateral; agar tidak terjadi ambliopia. Sedangkan jika terjadi bilateral,
operasi dapat dilakukan kemudian. Tindakan operasi dengan disisio lentis atau
insisi lensa lewat daerah limbus + pengangkatan kapsul posterior dan vitreous
bagian depan. Pasien boleh dibiarkan afakia sampai umur 5-6 tahun sebelum
dipasang IOL; namun sudah banyak yang menganjurkan pemasangan lensa
kontak sejak dini.
 Katarak pada anak sering disebabkan trauma atau metabolik. Tidak
memerlukan tindakan segera untuk mencegah ambliopia, karena biasa terjadi
pada anak yang sudah berkembang sistem penglihatannya. Tindakan sama
dengan katarak kongenital.
 Blenorea (oftalmia neonatorum, konjungtivitis gonorea kongenital) terjadi
pada bayi yang lahir dari ibu gonorea. Ciri-ciri = sekret hiperakut, kemosis,
dengan limfadenopati beberapa jam setelah lahir. Tindakan = berikan salep
AgNO3 2% dan salep penisilin atau sejenisnya di konjungtiva segera setelah
bayi lahir. Antibiotik seftriakson 125 mg diberikan secara intramuskuler (atau
kanamisin 75 mg); lalu diberi eritromisin 4 kali 12.5 mg/kgBB/hari selama 2
minggu.
 Buftalmos atau glaukoma kongenital dapat berdiri sendiri, disertai gangguan
perkembangan mata segmen anterior, atau disertai dengan variasi kelainan
lainnya. Sebagian besar didiagnosis dalam 6-12 bulan pertama. Gejala:
tekanan intraokular meningkat, epifora, fotofobia. Ciri khas adalah
pembesaran kornea pada bayi dengan edema dan stroma kornea yang buram.
Tindakan dengan operasi goniotomi (memperbaiki posisi bilik mata depan)
atau trabekulotomi, agar tidak mengalami kebutaan permanen.
 Retinoblastoma adalah kanker herediter pada retina yang asimtomatik. Sering
ditemukan pada batita (70%). Tipe endofitik dan eksofitik. Kondisi lanjut
ditandai leukokoria (pupil berwarna putih). Terapi: enukleasi dan kontrol
keganasan primer di tempat lain setelahnya.

SUMBER :

Ilyas, Sidarta, 2013, IlmuPenyakit Mata EdisiKeEmpat, BadanPenerbit FK UI,


Jakarta.

9. Penyakit mata merah dengan visus :


Mata Tidak Merah Penglihatan Turun Mendadak
 ablasia retina,
 obstruksi vena retina sentral,
 oklusi arteri retina sentral,
 pendarahan badan kaca,
 ambliopia toksik,
 histeria,
 retinopati serosa sentral,
 amaurosis fugaks
 koroiditis.

Neuritis Optik
 Neuritis Intraokular atau Papilitis
 Neuritis Retrobulbar
 Iskemik Optik Neuropati Akut

Ablasi Retina

 Ablasi Retina Regmatogenosa


 Ablasi Retina Eksudatif
 Ablasi Retina Tarikan atau Traksi
 Obstruksi Vena Retina Sentral
 Oklusi Arteri Retina Sentral
 Kekeruhan dan Pendarahan Badan Kaca
 Ambliopia Toksik
 Trombosis Arteri Karotid Interna
 Buta Sentral Bilateral
 Histeria dan Malingering
 Migren
 Uveitis posterior / koroiditis

Mata Tidak Merah Kabur Perlahan


 Katarak
 Katarak Kongenital
 Katarak Rubela
 Katarak Juvenil
 Katarak Senil
 Katarak Komplikata
 Katarak Diabetes
 Katarak Sekunder
 Glaukoma
 Klasifikasi Glaukoma
 Glaukoma Primer
 Glaukoma Sekunder
 Glaukoma absolut
 Retinopati
 Retinopati Anemia
 Retinopati Diabetes Melitus
 Retinopati Diabetes Proliferatif
 Retinopati Hipertensi
 Retinopati Leukemia
 Retinopati Pigmentosa

Mata Merah Kabur Mendadak


 Keratitis
 Keratitis Pungtata
 Keratitis Marginal
 Keratitis Interstisial
 Keratitis Bakteri
 Keratitis Jamur
 Keratitis Virus
 Keratitis Herpetik
 Infeksi Herpes Zoster
 Keratitis Dendritik
 Keratitis Disiformis
 Keratokonjungtivitis Epidemi
 Keratitis Dimmer atau Keratitis Nurmularis
 Keratitis Filamentosa
 Keratitis Alergi
 Keratokongjungtivitis Flikten
 Tukak atau Ulkus Fliktenular
 Keratokonjungtivitis Vernal
 Keratokonjungtivitis Limbus Superior
 Tukak (Ulkus) Kornea
 Tukak (Ulkus) Marginal
 Ulkus Mooren
 Ulkus Sentral
 Ulkus Kornea Pseudomonas Aeroginosa
 Glaukoma Akut
 Uveitis
 Uveitis Anterior
 Sindrom Vogt Koyanagi-Harada
 Endoftalmitis
 Endoftalmitis Fakoanafilaktik, Uveitis Fakoantigenik
 Oftalmia Simpatika
 Panoftalmitis

Mata Merah Tidak Kabur Dengan Sekret

 Pterigium
 Pinguekula dan Pinguekula Iritans
 Hematoma Subkonjungtiva
 Episkleritis – Skleritis
 Mata Kotor atau Sekret
 Konjungtivitis
 Konjungtivitis Bakteri Akut
 Konjungtivitis Gonore
 Konjungtivitis Virus Akut
 Herpetik
 Konjungtivitis Alergika
 Trakoma
 Konjungtivitis Dry Eyes (Mata Kering)
 Defisiensi Vitamin A

SUMBER :
Bagian IP Mata.2009.Diagnosa Banding Mata Merah dan Mata Putih.Fakultas
Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

10. Penyakit mata :


No Penyakit Tanda dan Gejala
1 Penyakit Infeksi
a. Uveitis a. Mata nyeri, cekot-cekot, mata merah, silau,
penglihatan menurun, mata nrocos.
1) Iritis: injeksi konjungtiva dan silier, iris
hiperemis, visus terganggu akibat akumulai sel
dan fibrin di COA, hipopion dan hifema.
2) Koroidits: tidak nyeri, pandangan kabur, floater.
b. Konjungtivitis b. Mata merah, terasa mengganjal seperti ada pasir,
Bakterial eksudat mukopurulen dan berkusta pada forniks dan
margo palpebra, palpebra lengket terutama di pagi
hari, melihat halo, papila konjungtiva, kemosis
(pembengkakan konjungtiva), injeksi konjungtiva
c. Konjungtivitis c. Mata merah, perasaan seperti ada pasir yang
Virus mengganjal di mata, rasa tidak nyaman pada mata,
awalnya pada satu mata tetapi dengan cepat
menular ke mata yang sehat, discharge banyak,
encer dan jernih. Gatal, rasa terbakar,, adenopati
preaurikular, teraba dan rasa nyeri tekan.
d. Konjungtivitis d. Mata merah pada kedua mata (biasanya rekuren),
Vernalis gatal, hiperlakrimasi, discharge jernih, lengket dan
berair, hipertrofi papil difus pada konjungtiva tarsal
terutama superior, teradang terjadi fotofobia dan
gangguan visus, adanya riwayat alergi atau kontak
dengan bahan iritan.
e. Keratitis e. Rasa nyeri dengan intensitas nyeri yang berbeda
sesuai karakter patogen, fotofobia, mata merah
karena injeksi konungtiva dan silier, sensasi benda
asing, sakit kepala, penglihatan kabur, mata nrocos,
berair.
f. Blefaritis f. Mata merha, tepi kelopak merah, penurunan visus
sementara, mata pedih, lakrimasi, gatal, panas,
sensasi benda asing fotofobia, nyeri, sekret pada agi
hari, dapat menjadi ubakut (< 6 minggu) atau kronis
(> 6 minggu), inflamasi ringan dan pembengkakan
pada margo palpebra, bulu mata saling lengket,
krusta disekitar mata dan injeksi konjungtiva.
2 Non- Infeksi
a. Benda asing pada a. Sensai benda asing, lakrimasi,injeksi konjungtiva,
konjungtiva edema palpebra, reaksi ringan pada bilik mata
depan.
b. Perdarahan b. Mata merah dan tidak sakit, terdapat bercak warna
subkonjungtiva merah, berbatas tegas dengan area normal
disekitarnya, warna merah akan berubah menjadi
hitam setelah beberapa lama, lapisan sklera dapat
tertutup oleh darah
c. Ulkus kornea c. Nyeri, silau jika terkena cahaya, penglihatan
terganggu, mata nrocos, kotoran mata, edema
palpenra superior, injeksi konjungtiva dan siliar,
discharge mukoprulen, infiltrat kornea warna putih.
d. Glaukoma primer d. Mata merah, rasa nyeri cekot-cekot pada mata
sudut tertutup akut hingga kekepala, pandangan kabur, melihat halo
mengelilingi cahaya, neri kepala regio frontal
ipsilateral, mual dan muntah, injeksi konjungtiva
dan siliar, pupil dilatasi dan terfiksir, palpasi bola
mata terasa keras. Spasme palpebra, visus turun,
sudut tertutup pada mata yan terkena, TIO
meningkat, edema mikrositik pada kornea,
e. Glaukoma sudut e. Nyeri kepala, sensai terbakar pada mata,
terbuka (kronis) penglihatan menurun, melihat halo berwarna
mengelilingi sumber cahaya pada malam hari,
peningkatan TIO, tidak terlihat sinekia anterior
perifer (sudut COA terbuka)
f. Katarak f. Penurunan penglihatan secara bertahap, bilateral
atau unilateral, silau saat melihat cahaya, presepsi
warna menurun, pandangan kabur, diplopia
monokular

Sumber :

Ilyas, Sidarta, 2013, Ilmu Penyakit Mata Edisi KeEmpat, BadanPenerbit FK UI,
Jakarta.

Nashar, F., Ghofir A., dkk. 2013. The Disease. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press

11. Penyakit mata yang dirujuk :


Tingkat kemampuan yang harus dicapai pada akhir masa pendidikan.
Tingkat kemampuan yang harus dicapai:
Tingkat Kemampuan 1: mengenali dan menjelaskan
Lulusan dokter mampu mengenali dan menjelaskan gambaran klinik
penyakit,dan mengetahui cara yang paling tepat untuk mendapatkan
informasi lebihlanjut mengenai penyakit tersebut, selanjutnya menentukan
rujukan yang paling tepat bagi pasien. Lulusan dokter juga mampu
menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit
tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan
pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah
kembali dari rujukan.

Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal,


dan merujuk
3A. Bukan gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter
mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien
selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali
dari rujukan.
3B. Gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan
terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan
nyawa atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien.
Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi
penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu
menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

Tingkat Kemampuan 4: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara


mandiri dan tuntas
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan
penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.
4A. Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter
4B. Profisiensi (kemahiran) yang dicapai setelah selesai internsip dan/atau
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (PKB)

SUMBER : Standar Kompetensi Dokter Indonesia


12. Pemeriksaan penunjang mata :
A. Pemeriksaan visus

Teknis
1. Menggunakan kartu Snellen dan penerangan cukup.
2. Pasien didudukkan jarak 6 meter, paling sedikit jarak 5 meter dari kartu Snellen.
3. Kartu Snellen di digantungkan sejajar setinggi / lebih tinggi dari mata pasien.
4. Pemeriksaan dimulai pada mata kanan terlebih dahulu, mata kiri ditutup. Pasien
disuruh membaca huruf SNELLEN dari baris paling atas ke bawah. Hasil
pemeriksaan dicatat, kemudian diulangi untuk mata sebelahnya.
Hasil dapat sebagai berikut misal :
VOD 6/6
V OS 6/6
6/6 pasien dapat membaca seluruh huruf dideretan 6/6 pada snellen chart
6/12 pasien bisa membaca sampai baris 6/12 pada snellen chart
6/30 pasien bisa membaca sampai baris 6/30 pada snellen chart
6/60 pasien bisa membaca barisan huruf 6/60 biasanya huruf yang paling atas.
Visus yang tidak 5/5 atau yang tidak 6/6 dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan
memakai try lens
Apabila tidak bisa membaca huruf Snellen pasien diminta menghitung jari
pemeriksa.
5/60 pasien bisa hitung jari pada jarak 5 meter
1/60 pasien bisa hitung jari pada jarak 1 meter.
Apabila pasien tidak bisa juga hitung jari, maka dilakukan pemeriksaan
selanjutnya dg menilai gerakkan tangan didepan pasien dengan latar belakang
terang. Jika pasien dapat menentukan arah gerakan tangan pada jarak 1 m, maka
tajam penglihatan dicatat.
VISUS 1/300 (Hand Movement/HM) kadang kala sdh perlu menentukan arah
proyeksinya.
B. Refleks Pupil
Pupil merupakan tempat masuknya cahaya ke dalam bola mata
Jalur refleks cahaya
Rangsangan yang di terima oleh neuron afferent sel ganglion retina diteruskan
ke area pretektal, nukleus Edinger – Westphal. Saraf Parasimpatis keluar
bersama dengan nervus okulomotorius menuju ganglion siliaris dan terus ke m.spinter
pupil.

CARA PEMERIKSAAN :
Mata pasien fiksasi pada jarak tertentu
Berikan objek yang bisa di lihat dan dikenali ( Gambar atau benda )
Sumber cahaya haruslah terang dan mudah di manipulasi
Observasi general pupil : bentuk, ukuran, lokasi, warna iris, kelainan bawaan ,
dan kelainan lain.
Rangsangan cahaya diberikan 2-5 detik.

Refleks pupil langsung( Unconsensual)


Respon pupil langsung di nilai ketika diberikan cahaya yang terang , pupil akan
konstriksi ( mengecil ). Dilakukan pada masing-masing mata
Refleks pupil tidak langsung ( consensual )
Dinilai bila cahaya diberikan pada salah satu mata , maka fellow eye akan
memberikan respon yang sama . Observasi dengansumber cahaya lain yang lebih
redup

C. Pemeriksaan Funduskopi
Periksa oftalmoskop terlebih dahulu, sesuaikan dengan kelainan refraksi
pemeriksan dengan kekuatan dioptri pada oftalmoskop
- Berdiri dengan sopan disamping pasien, beritahu apa yang akan dikerjakan
- Mata kanan pasien diperiksa dengan mata kanan pemeriksa
- Teliti segmen posterior yang diperiksa

Hasil Pemeriksaan Funduskopi:


1. Gambaran media ( termasuk Vitreus posterior)
2. Gambaran Papil N. Optik, pembuluh darah, retina, makula dan fovea
3. Lakukan pada kedua mata

D. Pemeriksaan Sensibilitas Kornea


Alat : Kapas steril
Caranya :
Bentuk ujung kapas dengan pinset steril agar runcing dan halus
Fiksasi mata pasien keatas agar bulu mata tidak tersentuh saat kornea disentuh
Fiksasi jari pemeriksa pada pipi pasien dan ujung kapas yang halus dan runcing
disentuhkan dengan hati-hati pada kornea, mulai pada mata yang tidak sakit.
Hasil
Pada tingkat sentuhan tertentu reflek mengedip akan terjadi
Penilaian dengan membandingkan sensibilitas kedua mata pada pasien tersebut .

E. Pemeriksaan Evelsi Kelopak Mata


Pemeriksaan untuk menilai konyungtiva tarsalis
Cara:
› Cuci tangan hingga bersih
› Pasien duduk didepan slit lamp
› Sebaiknya mata kanan pasien diperiksa dengan tangan kanan pemeriksa.
› Ibu jari memegang margo, telunjuk memegang kelopak bagian atas dan
meraba tarsus, lalu balikkan
› Setelah pemeriksaan selesai kembalikan posisi kelopak mata. Biasakan
memeriksa kedua mata.

SUMBER :
Sutoyo.2012.Gangguan Indra Khusus (Mata, Kulit dan THT) Edisi Ke –1.Fakultas
Kedokteran.Universitas Andalas

Anda mungkin juga menyukai