Anda di halaman 1dari 92

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

PENERAPAN MODEL ARIMA KONVENSIONAL UNTUK PROYEKSI


BULANAN IMPOR NON-MIGAS

Disusun Oleh :
Infan Nur Kharismawan
24010214130057

DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) beserta laporannya. Tanpa ada dukungan
dan kerjasama dari berbagai pihak, penulis yakin bahwa kegiatan dan laporan PKL yang berjudul
”PENERAPAN MODEL ARIMA KONVENSIONAL UNTUK PROYEKSI BULANAN IMPOR
NON-MIGAS” ini tidak akan terwujud.

Penulis sadar tanpa bantuan dari berbagai pihak, laporan ini tidak akan dapat diselesaikan
dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
:

1. Bapak Dr. Tarno, S.Si, M.Si, selaku Ketua Departemen Statistika Fakultas Sains dan
Matematika Universitas Diponegoro.
2. Bapak Sugito, S.Si, M.Si, selaku Koordinator Praktik Kerja Lapangan.
3. Bapak Drs. Rukun Santoso, M.Si, selaku dosen pembimbing Praktik Kerja Lapangan yang
telah membimbing proses pengerjaan laporan ini.
4. Bapak Bayu Dwi Atmanto, selaku Asisten Direktur Departemen Statistik Grup Neraca
Pembayaran dan pembimbing saat menjalankan Kegiatan Praktik Kerja Lapangan, serta
Bapak Ayi Supriyadi, Bapak Sukarno Andy, dan Bapak Tiar Triyana selaku pementor saat
menjalankan Kegiatan Praktik Kerja Lapangan di Bank Indonesia Jakarta Pusat.
5. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah mendukung penulis dalam
menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dan semoga laporan ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak.

Semarang, April 2017

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu UU No.
23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No.6/ 2009. Undang-Undang ini
memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang independen dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain,
kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini.
Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap
tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar tidak
dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga
berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak
manapun juga. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat
melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.
Mengacu pada undang-undang tersebut, tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah yang dimaksud meliputi dua aspek,
yaitu kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa maupun kestabilan nilai rupiah terhadap
mata uang negara lain. Dalam kaitan tersebut, Bank Indonesia bertanggung jawab terhadap
pengendalian inflasi yang salah satunya dipengaruhi kebijakan yang dikeluarkan Bank Indonesia
dalam Neraca Pembayaran Indonesia (NPI).
Statistik Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) merupakan salah satu statistik ekonomi
makro yang penting bagi Indonesia di antara sejumlah statistik ekonomi makro lainnya, seperti
pendapatan domestik bruto (PDB) dan jumlah uang beredar. Statistik ini memberikan informasi
tentang transaksi ekonomi yang terjadi antara penduduk Indonesia dengan bukan penduduk pada
suatu periode tertentu. Sebagaimana umumnya penyusunan statistik neraca pembayaran di negara
lain, statistik NPI dibuat dengan tujuan berikut: (1) mengetahui peranan sektor eksternal dalam
perekonomian; (2) mengetahui aliran sumber daya dengan negara lain; (3) mengetahui struktur
ekonomi dan perdagangan; (4) mengetahui permasalahan utang luar negeri; (5) mengetahui
perubahan posisi cadangan devisa dan potensi tekanan terhadap nilai tukar; (6) sebagai sumber
data dan informasi dalam menyusun anggaran devisa; serta (7) sebagai sumber data penyusunan
statistik sumber data penyusunan statistik neraca nasional (national account).
Transaksi yang dicatat di NPI memperlihatkan perubahan, pemberian (tanpa imbalan),
timbul atau hapusnya suatu nilai ekonomi. Pergerakan nilai ekonomi ini dapat terjadi akibat
perpindahan kepemilikan atas barang atau aset finansial, penyediaan jasa-jasa, penyediaan tenaga
kerja, atau penyediaan modal. Informasi yang dapat digali dari statistik NPI sangat berperan dalam
formulasi kebijakan, seperti informasi mengenai kecenderungan terjadinya defisit neraca
pembayaran dan dampaknya terhadap stabilitas nilai tukar. Rincian data NPI juga dapat
dimanfaatkan dalam studi analitis, misalnya untuk melihat orientasi penanaman modal asing di
Indonesia berdasarkan data ekspor yang dilakukan perusahaan investasi langsung, masalah utang
luar negeri, dan pertumbuhan ekonomi.
Dengan menggunakan data NPI yang kemudian akan disusun Neraca Nasional inilah Bank
Indonesia dapat mengeluarkan kebijakan yang tepat untuk menjaga kestabilan nilai rupiah. Untuk
mengetahui pergerakan transaksi beberapa periode kedepan digunakan metode ARIMA
konvensional untuk meramalkan nilai impor Indonesia sehingga dapat menjadi pertimbangan bagi
Bank Indonesia dalam mengeluarkan kebijakannya. Maka dari itu dalam laporan Praktik Kerja
Lapangan (PKL) ini penulis ingin mengajukan laporan dengan judul “Penerapan Model ARIMA
Konvensional Untuk Proyeksi Bulanan Impor Non-Migas”.

1.2 Rumusan Masalah


Dalam laporan Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini rumusan permasalahannya yaitu sebagai
berikut :
1. Bagaimana menentukan model yang tepat dari metode ARIMA konvensional (pure
ARIMA, seasonal ARIMA, ARIMA with dummy, dan ARIMA dekomposisi).
2. Bagaimana menentukan nilai peramalan impor Indonesia untuk 12 periode ke depan
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan mengambil kebijakan guna memelihara
kestabilan nilai rupiah.
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditentukan, penulis membatasi masalah pada
metode dan banyaknya data yang akan digunakan dalam analisis. Metode yang akan digunakan
untuk menganalisis data adalah ARIMA konvensional (pure ARIMA, seasonal ARIMA, ARIMA
with dummy, ARIMA dekomposisi). Sedangkan data yang akan digunakan merupakan data jumlah
impor Non-Migas Indonesia. Banyaknya data yang digunakan sebanyak 156. Data yang diambil
merupakan data bulanan mulai dari bulan Januari tahun 2004 sampai dengan bulan Desember
tahun 2016.

1.4 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditentukan, maka tujuan penulis dalam
melakukan penulisan laporan Praktik Kerja Lapangan (PKL) adalah sebagai berikut:
1. Menerapkan salah satu metode statistika khususnya metode peramalan ARIMA
konvensional untuk data runtun (time series) impor Non-Migas di Indonesia.
2. Meramalkan jumlah impor Non-Migas di Indonesia untuk 12 periode kedepan.

1.5 Manfaat
Manfaat dari penulisan laporan Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi mahasiswa, penulisan ini merupakan penerapan teori yang telah diperoleh selama di
bangku perkuliahan ke dalam praktik kerja yang sesungguhnya dan sebagai aplikasi
penerapan ilmu statistik yang berhubungan dengan data dalam menganalisis permasalahan
yang ada di instansi tempat Praktik Kerja Lapangan (PKL).
2. Bagi instansi, penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan
bahan pertimbangan bagi Kantor Bank Indonesia Pusat Jakarta sebelum mengambil
kebijakan guna menjaga kestabilan nilai mata uang rupiah.
3. Bagi pihak lain, penulisan ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi untuk
penelitian lebih lanjut.
BAB II

TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Pembentukan Bank Sentral di Indonesia


Gagasan pembentukan bank sentral telah muncul sejak pembahasan materi Undang-
Undang Dasar 1945 (UUD 1945) dalam sidang-sidang BPUPKI dan PPKI. Gagasan tersebut
selanjutnya dituangkan dalam Penjelasan Pasal 23 UUD 1945 tentang Hal Keuangan. Langkah
pembentukan bank sentral dimulai dengan Surat Kuasa Soekarno-Hatta tanggal 16 September
1945 kepada R.M. Margono Djojohadikoesoemo untuk mempersiapkan Bank Negara Indonesia
(BNI). Tidak lama kemudian, didirikan Jajasan Poesat Bank Indonesia yang berikutnya dilebur ke
dalam BNI. Sebagai bank sentral dalam masa revolusi, BNI tidak dapat menjalankan fungsinya
secara maksimal. Sementara itu, De Javasche Bank (DJB) yang pernah menjadi bank sirkulasi
pada masa Hindia Belanda, kembali membuka cabang-cabangnya di wilayah yang dikuasai oleh
NICA sejak awal 1946. Pada 1949 Konferensi Meja Bundar (KMB) telah menetapkan DJB sebagai
bank sirkulasi bagi Republik Indonesia Serikat (RIS) dan BNI berfungsi sebagai bank umum.
Setelah bubarnya RIS pada 17 Agustus 1950, Republik Indonesia (RI) berkeinginan untuk
memiliki bank sentral yang independen dan bebas dari kepemilikan asing. Keinginan tersebut
difokuskan pada nasionalisasi DJB yang selama ini telah berfungsi sebagai bank sirkulasi meski
masih berstatus bank swasta dan didominasi oleh Belanda. Pada 1951, DJB dinasionalisasi dan
kepemilikan sahamnya berhasil diselesaikan oleh Panitia Nasionalisasi. Maka dengan berlakunya
UU No. 11/1953 tentang penetapan Undang-Undang Pokok Bank Indonesia pada 1 Juli 1953, DJB
dirubah namanya menjadi Bank Indonesia.

2.2. Visi, Misi dan Sasaran Strategis Bank Indonesia


2.2.1. Visi
Visi dari Bank Indonesia adalah menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik
di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi
yang rendah dan nilai tukar yang stabil.
2.2.2. Misi
Misi dari Bank Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu
bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber
pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas
perekonomian nasional.
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi
terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan
memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional.
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung
tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance)
yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.

2.3. Nilai – nilai Strategis Bank Indonesia


Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest – Coordination dan
Teamwork

2.4. Sasaran Strategis


Untuk mewujudkan Visi, Misi dan Nilai-nilai Strategis tersebut, Bank Indonesia
menetapkan sasaran strategis jangka menengah panjang, yaitu :

1. Memperkuat pengendalian inflasi dari sisi permintaan dan penawaran


2. Menjaga stabilitas nilai tukar
3. Mendorong pasar keuangan yang dalam dan efisien
4. Menjaga SSK yang didukung dengan penguatan surveillance SP
5. Mewujudkan keuangan inklusif yang terarah, efisien, dan sinergis
6. Memelihara SP yang aman, efisien, dan lancar
7. Memperkuat pengelolaan keuangan BI yang akuntabel
8. Mewujudkan proses kerja efektif dan efisien dengan dukungan SI, kultur, dan governance
9. Mempercepat ketersediaan SDM yang kompeten
10. Memperkuat aliansi strategis dan meningkatkan persepsi positif BI
11. Memantapkan kelancaran transisi pengalihan fungsi pengawasan bank ke OJK

2.5 Status dan kedudukan Bank Indonesia


2.5.1 Lembaga Negara yang Independen
Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu UU No.
23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 6/ 2009. Undang-undang ini
memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang independen dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain,
kecuali untuk hal-hal yang diatur dalam undang-undang ini.

Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap
tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar tidak
dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga
berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak
manapun juga.

Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat
melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.

2.5.2 Sebagai Badan Hukum


Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata
ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang
menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang
mengikat seluruh masyarakat sesuai wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank
Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan.

2.6 Tujuan dan Tugas Bank Indonesia


2.6.1 Tujuan Tunggal
Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal,
yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung
dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap
mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek
kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan
tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia
serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank
Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah.

2.6.2 Tiga Pilar Utama


Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan
tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas tersebut perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien.

Gambar 1. Tiga pilar Bank Indonesia

1. Pilar 1 (Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter)


Sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia menetapkan dan melaksanakan kebijakan
moneter untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Arah kebijakan didasarkan pada
sasaran laju inflasi yang ingin dicapai dengan memperhatikan berbagai sasaran ekonomi makro
lainnya, baik dalam jangka pendek, menengah, maupun panjang.Implementasi kebijakan moneter
dilakukan dengan menetapkan suku bunga (BI Rate). Perkembangan indikator tersebut
dikendalikan melalui piranti moneter tidak langsung, yaitu menggunakan operasi pasar terbuka,
penentuan tingkat diskonto, dan penetapan cadangan wajib minimum bagi perbankan. Pendekatan
pegendalian moneter secara tidak langsung ini telah dilakukan sejak 1983 dengan mekanisme
operasional yang disesuaikan dengan dinamika perkembangan pasar uang di dalam negeri.

a. Operasi Pasar Terbuka


Operasi Pasar Terbuka (OPT) dilaksanakan untuk mempengaruhi likuiditas rupiah di pasar
uang, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat suku bunga. OPT dilakukan melalui dua
cara, yaitu melalui penjualan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Intervensi Rupiah. Penjualan
SBI dilakukan melalui lelang sehingga tingkat diskonto yang terjadi benar-benar mencerminkan
kondisi likuiditas pasar uang. Sedangkan kegiatan intervensi rupiah dilakukan oleh Bank Indonesia
untuk menyesuaikan kondisi pasar uang, baik likuiditas maupun tingkat suku bunga.
b. Penetapan Cadangan Wajib Minimum
Kebijakan ini mewajibkan setiap bank mencadangkan sejumlah aktiva lancer yang
besarnya adalah persentasi tertentu dari kewajiban segeranya. Saat ini, kebijakan ini tertuang
dalam ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 5% dari dana pihak ketiga yang diterima
bank, yang wajib dipelihara dalam rekening bank yang bersangkutan di Bank Indonesia. Apabila
Bank Indonesia memandang perlu untuk mengetatkan kebijakan moneter maka cadangan wajib
tersebut dapat ditingkatkan, dan demikian pula sebaliknya.

c. Peran sebagai Lender of The Last Resort


Bank Indonesia juga berfungsi sebagai lender of the last resort. Dalam melaksanakan
fungsi ini, Bank Indonesia dapat memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah
kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek yang disebabkan oleh terjadinya
mismatch dalam pengelolaan dana. Pinjaman tersebut berjangka waktu maksimal 90 hari, dan bank
penerima pinjaman wajib menyediakan agunan yang berkualitas tinggi serta mudah dicairkan
dengan nilai sekurang-kurangnya sama dengan jumlah pinjaman.
d. Kebijakan Nilai Tukar
Nilai tukar yang lazim disebut kurs, mempunyai peran penting dalam rangka tercapainya
stabilitas moneter dan dalam mendukung kegiatan ekonomi. Nilai tukar yang stabil diperlukan
untuk terciptanya iklim yang kondusif bagi peningkatankegiatan dunia usaha. Secara garis besar,
sejak tahun 1970, Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilai tukar, yaitu sistem nilai tukar tetap
mulai tahun 1970 sampai tahun 1978, sistem nilai tukar mengambang terkendali sejak tahun 1978,
dan sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate system) sejak 14 Agustus
1997. Dengan diberlakukannya sistem yang terakhir ini, nilai tukar rupiah sepenuhnya ditentukan
oleh pasar sehingga kurs yang berlaku adalah benar-benar pencerminan keseimbangan antara
kekuatan penawaran dan permintaan. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar, Bank Indonesia pada
waktu-waktu tertentu melakukan sterilisasi di pasar valuta asing, khususnya pada saat terjadi
gejolak kurs yang berlebihan.
e. Pengelolaan Cadangan Devisa
Cadangan devisa merupakan posisi bersih aktiva luar negeri Pemerintah dan bank-bank
devisa, yang harus dipelihara untuk keperluan transaksi internasional. Dalam mengelola cadangan
devisa ini, Bank Indonesia lebih mengutamakan tercapainya tujuan likuiditas dan keamanan
daripada keuntungan yang tinggi. Walaupun demikian, Bank Indonesia tetap mempertimbangkan
perkembangan yang terjadi di pasar internasional, sehingga tidak tertutup kemungkinan terjadinya
pergeseran dalam portfolio komposisi jenis penempatan cadangan devisa. Dalam mengelola
cadangan devisa yang optimal, Bank Indonesia menerapkan sistem diversifikasi, baik berdasarkan
jenis valuta asing maupun berdasarkan jenis investasi surat berharga. Dengan cara tersebut
diharapkan penurunan nilai dalam salah satu mata uang dapat dikompensasi oleh jenis mata uang
lainnya atau penempatan lain yang mempunyai nilai yang lebih baik.
f. Kredit Program
Dengan status Bank Indonesia sebagai otoritas moneter yang independen, pemberian kredit
program yang selama ini dilakukan selanjutnya berada di luar lingkup tugas Bank Indonesia. Tugas
pemberian kredit program akan dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditunjuk
Pemerintah. Pengalihan tugas ini dimaksudkan agar Bank Indonesia dapat lebih memfokuskan
perhatian pada pencapaian sasaran-sasaran moneter serta agar dapat tercipta pembagian tugas yang
baik antara Pemerintah dan Bank Indonesia.

2. Pilar 2 (Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran)

Sesuai dengan Undang- Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, salah satu
tugas Bank Indonesia adalah mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Di bidang
sistem pembayaran Bank Indonesia merupakan satu satunya lembaga yang berwenang untuk
mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang
dari peredaran. Disisi lain dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
Bank Indonesia berwenang melaksanakan, memberi persetujuan dan perizinan atas
penyelenggaraan jasa sistem pembayaran seperti sistem transfer dana baik yang bersifat real time,
sistem kliring maupun sistem pembayaran lainnya misalnya sistem pembayaran berbasis kartu.

Untuk mewujudkan suatu sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan handal, Bank
Indonesia secara terus menerus melakukan pengembangan sesuai dengan acuan yang ditetapkan
yaitu Blue Print Sistem Pembayaran Nasional. Pengembangan tersebut direalisasikan dalam
bentuk kebijakan dan ketentuan yang diarahkan pada pengurangan risiko pembayaran antar bank
dan peningkatan efisiensi pelayanan jasa sistem pembayaran.

Pada sistem pembayaran non tunai, saat ini penyediaan layanan jasa pembayaran sebagian
besar dilakukan oleh perbankan baik melalui rekening bank di Bank Indonesia, hubungan bilateral
antar bank maupun melalui jaringan internal bank yang dimilikinya. Layanan pembayaran dana
antar nasabah tersebut biasanya dilakukan melalui transfer elektronik, sistem kliring maupun
melalui sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS). Dari sisi piranti
pembayaran, secara historis sistem pembayaran non tunai di Indonesia didominasi oleh piranti
pembayaran berbasis warkat, namun dalam perkembangannya piranti elektronik mulai banyak
berperan terutama sejak dioperasikannya sistem BI-RTGS pada bulan November untuk
penyelesaian transaksi bernilai besar atau urgent.

Sementara itu dalam kaitannya dengan pengawasan sistem pembayaran, Bank Indonesia
memiliki tanggung jawab agar masyarakat luas dapat memperoleh jasa sistem pembayaran yang
efisien, cepat, tepat dan aman. Fungsi pengawasan sistem pembayaran ini selain berwenang untuk
memberikan izin operasional terhadap pihak yang menyelenggarakan kegiatan di bidang sistem
pembayaran juga berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan sistem
pembayaran baik yang dilakukan oleh Bank Indonesia maupun pihak lain di luar Bank Indonesia.

3. Pilar 3 (Stabilitas Sistem Keuangan)

Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) sebenarnya belum memiliki definisi baku yang telah
diterima secara internasional. Oleh karena itu, muncul beberapa definisi mengenai SSK yang pada
intinya mengatakan bahwa suatu sistem keuangan memasuki tahap tidak stabil pada saat sistem
tersebut telah membahayakan dan menghambat kegiatan ekonomi. Di bawah ini dikutip beberapa
definisi SSK yang diambil dari berbagai sumber:

”Sistem keuangan yang stabil mampu mengalokasikan sumber dana dan menyerap kejutan
(shock) yang terjadi sehingga dapat mencegah gangguan terhadap kegiatan sektor riil dan sistem
keuangan.”

”Sistem keuangan yang stabil adalah sistem keuangan yang kuat dan tahan terhadap
berbagai gangguan ekonomi sehingga tetap mampu melakukan fungsi intermediasi, melaksanakan
pembayaran dan menyebar risiko secara baik.”

”Stabilitas sistem keuangan adalah suatu kondisi dimana mekanisme ekonomi dalam
penetapan harga, alokasi dana dan pengelolaan risiko berfungsi secara baik dan mendukung
pertumbuhan ekonomi.”

Arti stabilitas sistem keuangan dapat dipahami dengan melakukan penelitian terhadap
faktor-faktor yang dapat menyebabkan instabilitas di sektor keuangan. Ketidakstabilan sistem
keuangan dapat dipicu oleh berbagai macam penyebab dan gejolak. Hal ini umumnya merupakan
kombinasi antara kegagalan pasar, baik karena faktor struktural maupun perilaku. Kegagalan pasar
itu sendiri dapat bersumber dari eksternal (internasional) dan internal (domestik). Risiko yang
sering menyertai kegiatan dalam sistem keuangan antara lain risiko kredit, risiko likuiditas, risiko
pasar dan risiko operasional.

Meningkatnya kecenderungan globalisasi sektor finansial yang didukung oleh


perkembangan teknologi menyebabkan sistem keuangan menjadi semakin terintegrasi tanpa jeda
waktu dan batas wilayah. Selain itu, inovasi produk keuangan semakin dinamis dan beragam
dengan kompleksitas yang semakin tinggi. Berbagai perkembangan tersebut selain dapat
mengakibatkan sumber-sumber pemicu ketidakstabilan sistem keuangan meningkat dan semakin
beragam, juga dapat mengakibatkan semakin sulitnya mengatasi ketidakstabilan tersebut.

Identifikasi terhadap sumber ketidakstabilan sistem keuangan umumnya lebih bersifat


forward looking (melihat kedepan). Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui potensi risiko yang
akan timbul serta akan mempengaruhi kondisi sistem keuangan mendatang. Atas dasar hasil
identifikasi tersebut selanjutnya dilakukan analisis sampai seberapa jauh risiko berpotensi menjadi
semakin membahayakan, meluas dan bersifat sistemik sehingga mampu melumpuhkan
perekonomian.

2.7 Struktur Organisasi

Gambar 2. Struktur Organisasi Bank Indonesia

2.7.1 Dewan Gubernur

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan
Gubernur. Dewan ini terdiri atas seorang Gubernur sebagai pemimpin, dibantu oleh seorang
Deputi Gubernur Senior sebagai wakil, dan sekurang-kurangnya empat atau sebanyak-banyaknya
tujuh Deputi Gubernur. Masa jabatan Gubernur dan Deputi Gubernur selama 5 tahun dan dapat
diangkat kembali dalam jabatan yang sama untuk sebanyak-banyaknya 1 kali masa jabatan
berikutnya.

Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur diusulkan dan diangkat oleh
Presiden dengan persetujuan DPR. Calon Deputi Gubernur diusulkan oleh Presiden
berdasarkan rekomendasi dari Gubernur Bank Indonesia. (vide Pasal 41 UU No.3 Tahun 2004
yang mengubah UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia). Anggota Dewan Gubernur Bank
Indonesia tidak dapat diberhentikan oleh Presiden, kecuali bila mengundurkan diri, terbukti
melakukan tindak pidana kejahatan, tidak dapat hadir secara fisik dalam jangka waktu 3 (tiga)
bulan berturut-turut tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, dinyatakan pailit atau tidak
mampu memenuhi kewajiban kepada kreditur, atau berhalangan tetap.
2.7.2 Stabilitas Moneter

Tabel 1. Stabilitas Moneter

Departemen Grup
Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter
1. Grup Asesmen Moneter
[DKEM]
2. Grup Kebijakan Moneter
3. Grup Riset Ekonomi
Departemen Statistik
1. Grup Statistik Domestik
[DSta]
2. Grup Neraca Pembayaran dan Pengembangan Statistik
3. Divisi Diseminasi Statistik dan Manajemen Intern
Departemen Pengelolaan Moneter
1. Grup Pengembangan dan Pengaturan Pengelolaan Moneter
[DPM]
2. Grup Operasi Moneter
3. Grup Manajemen Risiko, Pengelolaan Sistem dan Informasi
Departemen Pengelolaan Devisa
1. Grup Manajemen Devisa
[DPD]
2. Grup Analisis Devisa dan Pengelolaan Devisa Eksternal
3. Grup Manajemen Risiko, Setelmen dan Sistem Tresuri
Departemen Internasional
[DInt] 1. Grup Kebijakan dan Hubungan Internasional
2. Grup Studi Internasional
Pusat Riset dan Edukasi Bank Sentral
1. Grup Riset Kebanksentralan
[PRES]
2. Grup Edukasi Kebanksentralan
3. Divisi Perpustakaan dan Manajemen Intern
[DPKL] Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan
1. Grup Pengelolaan dan Pengawasan Laporan 1
2. Grup Pengelolaan dan Pengawasan Laporan 2
3. Grup Pengelolaan Informasi dan Perkreditan Nasional

2.7.3 Stabilitas Sistem Keuangan dan Pembayaran

Tabel 2. Stabilitas Sistem Keuangan dan Pembayaran

Departemen Grup

Departemen Kebijakan Makroprudensial

[DKMP] 1. Grup Asesmen dan Rekomendasi Kebijakan Makroprudensial

2. Grup Riset dan Pengaturan Makroprudensial

Departemen Surveillance Sistem Keuangan

1. Grup Sektor Keuangan 1


[DSSK]
2. Grup Sektor Keuangan 2

3. Grup Sektor Keuangan 3

Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

[DPAU] 1. Grup Pengembangan Keuangan Inklusif

2. Grup Pengembangan UMKM


Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran

1. Grup Kebijakan dan Perizinan Sistem Pembayaran


[DKSP]
2. Grup Pengawasan Sistem Pembayaran dan Pedagang Valuta
Asing

Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran

[DPSP] 1. Grup Pengembangan dan Pemeliharaan Sistem Pembayaran BI

2. Grup Penyelenggaraan Sistem Pembayaran BI

Departemen Pengelolaan Uang

[DPU] 1. Grup Kebijakan Pengelolaan Uang

2. Grup Operasional Pengelolaan Uang

Departemen Pengelolaan Pinjaman dan Transaksi Pemerintah

1. Grup Pengelolaan Transaksi Pemerintah dan BI


[DPTP]
2. Divisi Review Ketentuan dan Persyaratan Pinjaman dan
Transaksi Pemerintah dan BI

2.7.4 Manajemen Intern

Tabel 3. Manajemen Intern

Departemen Grup

[DLP] Departemen Logistik dan Pengamanan


1. Grup Perencanaan Logistik

2. Grup Pelaksanaan Logistik

3. Grup Pengamanan dan Arsip

Departemen Pengelolaan Sistem Informasi

1. Grup Strategi dan Kebijakan Sistem Informasi


[DPSI] 2. Grup Pengembangan dan Pemeliharaan Sistem Informasi

3. Grup Pengelolaan Operasional, Layanan, Sarana dan


Aset Sistem Informasi

Departemen Sumber Daya Manusia

1. Grup Kebijakan Organisasi dan Sumber Daya Manusia


[DSDM]
2. Grup Pengembangan Sumber Daya Manusia

3. Grup Mitra Startegis dan Operasional

Departemen Keuangan Intern

[DKI] 1. Grup Pengaturan, Perencanaan, dan Pelaporan Keuangan

2. Grup Operasional Pajak dan Transaksi Keuangan

Departemen Hukum

1. Grup Penasehat Hukum


[DHk]
2. Grup Penasehat Hukum, Peradilan dan Legislasi

3. Divisi Informasi Hukum dan Manajemen Intern

Departemen Audit Intern

1. Grup Audit

2. Divisi Konsultansi Audit Intern


[DAI]
3. Divisi Quality Assurance Audit Intern

4. Divisi Pengembangan Audit Intern

5. Divisi Informasi Audit Intern

Departemen Komunikasi

[DKom] 1. Grup Perencanaan Komunikasi

2. Grup Pengelolaan Relasi


Departemen Manajemen Strategis dan Tata Kelola

[DMST] 1. Grup Manajemen Strategis

2. Grup Manajemen Risiko dan Tata Kelola Dewan Gubernur

Departemen Pengelolaan Aset

[DPA] 1. Grup Perencanaan dan Penyelesaian Aset

2. Grup Optimalisasi Aset dan Pengelolaan Museum


Sebelum melakukan analisis Time Series menggunakan eviews perlu diketahui pengetahuan dasar seperti
membuka workfile, memasukkan data, menghapus data,menyimpan workfile dan lain sebagainya

i Membuat Workfile
Dalam membuka workfile ada 2 pilihan yaitu dengan meng-import dari format selain eviews dan
membuat workfile baru dengan format eviews.
- Mengimport dari format selain eviews (misal notepad), sebagai berikut : file - open – Foreign
Data as Workfile

- Membuat workfile baru dengan format eviews, sebagai berikut: file – open – Eviews Workfile

Kolom ini diisi sesuai kebutuhan bila


datanya mingguan = weekly , bulanan
Kemudian akan ditampilkan template sebagai berikut:
= monthly , dan sebagainya.

Pada kolom ini Start date : awal mulai


data (disini 2004 karena data dimulai
pada tahun 2004), dan End date :
berakhirnya data (disini data berakhir
pada tahun 2015)

Pada bagian ini bisa diisi atau juga


dapat dikosongkan (optional).
ii Input Data
Setelah workfile dibuat kemudian selanjutnya adalah memasukkan data yang ingin diolah dengan
klik Object – New Object maka akan ditampilkan kebutuhan data yang ingin dianalisis (dalam
kasus ini diisi dengan series karena yang ingin digunakan adalah analisis time series dengan
tampilan sebagai berikut:

Type of Object : diisi sesuai kebutuhan


analisis yang ingin digunakan
Name for Subject : Diisi nama data

Setelah dipilih type of object dan nama datanya maka selanjutnya klik dua kali pada object yang
telah dibuat tersebut sehingga akan ditampilkan template sebagai berikut:

Klik dua kali Klik Edit untuk


untuk input data input/edit data
iii Menambah Data Baru
Misal pada data awal diperoleh data dari Januari 2004 hingga Desember 2015, kemudian setelah
satu tahun berikutnya diperoleh data baru yaitu untuk Januari 2016 sampai Desember 2016,
maka yang perlu dilakukan sebelum memasukkan data baru itu adalah mengganti
interval/periode data tersebut dengan cara klik dua kali pada Range-nya sebagai berikut:

Klik 2 kali untuk menambah


atau mengurangi interval
Diganti menjadi 2016M12
karena ingin ditambah data
hingga Desember 2016

Setelah dirubah interval datanya hingga Desember 2016 maka akan klik 2 kali pada object data
sehingga akan dihasilkan tabel baru dengan interval yang berbeda sebagai berikut:

Interval data berubah


hingga 2016M12
Klik 2 kali

Klik edit kemudian


input data tambahan
Setelah data yang ingin diolah dipersiapkan maka selanjutnya adalah melakukan analisis time
series menggunakan 5 metode yaitu
 Pure ARIMA
 Seasonal ARIMA
 ARIMA With Dummy
 ARIMA Dekomposisi
 Metode Penggabungan

1. Model Pure ARIMA


- Time Series Plot
Time series plot merupakan sebuah aspek yang penting untuk mempertimbangkan perbedaan
tipe plot data. Namun dalam kasus ini digunakan metode pure ARIMA sebagai alternatif
meskipun dari time series plot nantinya terdeteksi adanya pola musiman. Untuk melihat plot
time series dari data import dilakukan dengan mengklik 2 kali pada object import dan klik
View – Graph – Ok.

Klik 2 kali
Maka didapatkan hasil time series plot sebagai berikut:

IMPORT
14,000

12,000

10,000

8,000

6,000

4,000

2,000
04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15

Plot time series yang dihasilkan terlihat bahwa data masih menunjukkan adanya trend naik
membentuk fluktuasi yang berulang sehingga belum stasioner dan perlu dilakukan difference.

- Unit root tes dengan Akaike Info Criterion & Correlogram (tanpa diff)
Untuk melihat stasioneritas dalam mean dilakukan pengujian formal dengan Augmented
Dickey –Fuller dengan cara klik 2 kali pada object import lalu klik view – Unit Root Test – Ok.

Automatic Selection : diisi


dengan Akaike Info
Test Type : diisi dengan Criterion (AIC).
Augmented Dickey - Fuller
Sehingga didapatkan hasil sebagai berikut:

Unit Root Test (Import)

Belum stasioner karena prob


> α (5%), sehingga dilakukan
difference

Correlogram (Import)

Klik 2 kali pada Object Import -


View – Correlogram – Level (Ok)

Dari hasil unit root test didapatkan nilai prob-nya yaitu 0.3637, karena nilai prob > α (5%)
maka data masih belum stasioner sehingga correlogramnya masih belum bisa diidentifikasi
untuk menentukan model yang tepat

- Unit root tes dengan Akaike Info Criterion & Correlogram (diff nonmusiman)
Untuk melakukan difference non musiman dengan lag 1 dilakukan dengan syntax
diff_import_non=d(import) melalui klik pada Quick – Generate Series – Enter Equation (Ok)

Difference import dengan


lag 1 (non musiman)

Diisi bebas hanya


nama difference-nya
Setelah dituliskan syntax-nya didapatkan hasil difference, serta dengan cara yang sama untuk
uji stasioneritas didapatkan unit root test dan correlogram sebagai berikut

Unit Root Test (Diff Import)

Sudah stasioner karena


prob < α (5%)

Hasil difference non


musiman dengan lag 1

Correlogram (Diff Import)

Karena dengan melakukan difference non musiman sudah didapatkan hasil yang stasioner
maka model ARIMA bisa jadi model alternatif.

Dari hasil correlogram didapatkan plotnya untuk ACF terpotong pada 1 sedangkan untuk
PACF terpotong pada 1,2. Pada ACF (13, 23, 32) dan PACF (10, 11, 12, 23) diabaikan karena
yang diinginkan adalah model ARIMA
- Identifikasi Model
Dari plot correlogram baik pada ACF dan PACF didapat model yang terbentuk sebagai berikut:
a. ARIMA (1,1,0)
b. ARIMA (2,1,0)
c. ARIMA (0,1,1)
d. ARIMA (1,1,1)
e. ARIMA (2,1,1)
- Estimasi parameter
a. ARIMA (1,1,0)
Pada menu command ditulis persamaan modelnya dengan syntax ls d(import) c AR(1)
sehingga dihasilkan output untuk menentukan persamaan model dan mendapatkan nilai
Adjusted R-Squared, Standard Error, AIC, dan SC.

Memunculkan persamaan
model ARIMA (1,1,0)

Koefisien AR(1)

Nilai dari Adjusted R-


Squared, Standard Error,
AIC, dan SC
Setelah mendapaat persamaan model, maka selanjutnya dilakukan uji asumsi yaitu non-
autokorelasi, heteroskedastisitas, dan normalitas.

Untuk melakukan uji non-autokorelasi adalah dengan klik View (Pada output persamaan
model) – Residual Diagnostics – Correlogram Q Statistics - OK.

Asumsi non-autokorelasi tidak terpenuhi karena


sampai lag 12 ada nilai prob yang dibawah α (5%)

Untuk uji heteroskedastisitas dengan klik View (Pada output Persamaan model) –
Residual Diagnostics - Heteroskedasticity Tests – Test Type (Breusch-Pagan-Godfrey)
dan Regressors (c Import) – Ok.

Diisi dengan object


dalam kasus ini
objectnya import

Karena nilai prob > α


(5%) maka asumsi
terpenuhi (tidak ada
heteroskedastisitas)
Untuk uji normalitas klik View (Pada output Persamaan Model) – Residual Diagnostics –
Histogram Normality Tests – Ok.

Karena nilai probability < α (5%)


maka asumsi normalitas tidak
terpenuhi

b. ARIMA (2,1,0)
Pada menu command ditulis persamaan modelnya dengan syntax ls d(import) c AR(1)
AR(2) sehingga dihasilkan output untuk menentukan persamaan model dan
mendapatkan nilai Adjusted R-Squared, Standard Error, AIC, dan SC.

Memunculkan Persamaan
model ARIMA (2,1,0)

Koefisien AR(1) dan AR(2)

Nilai dari Adjusted R-


Squared, Standard Error,
AIC, dan SC
Setelah mendapaat persamaan model, maka selanjutnya dilakukan uji asumsi yaitu non-
autokorelasi, heteroskedastisitas, dan normalitas. Dalam melakukan uji asumsi langkah
yang dilakukan sama seperti pada model a ARIMA (1,1,0).

Non-Autokorelasi

Asumsi non-autokorelasi
tidak terpenuhi karena
sampai lag 12 ada nilai
prob yang dibawah α (5%)

Heteroskedastisitas Karena nilai prob > α


(5%) maka asumsi
terpenuhi (tidak ada
heteroskedastisitas)

Normalitas

Karena nilai
probability < α
(5%) maka asumsi
normalitas tidak
terpenuhi
c. ARIMA (0,1,1)
Pada menu command ditulis persamaan modelnya dengan syntax ls d(import) c MA(1)
sehingga dihasilkan output untuk menentukan persamaan model dan mendapatkan nilai
Adjusted R-Squared, Standard Error, AIC, dan SC.

Memunculkan Persamaan
model ARIMA (0,1,1)

Koefisien MA(1)

Nilai dari Adjusted R-


Squared, Standard Error,
AIC, dan SC

Setelah mendapaat persamaan model, maka selanjutnya dilakukan uji asumsi yaitu non-
autokorelasi, heteroskedastisitas, dan normalitas. Dalam melakukan uji asumsi langkah
yang dilakukan sama seperti pada model a ARIMA (1,1,0).

Non-Autokorelasi

Asumsi non-autokorelasi
tidak terpenuhi karena
sampai lag 12 ada nilai
prob yang dibawah α (5%)
Heteroskedastisitas Karena nilai prob > α
(5%) maka asumsi
terpenuhi (tidak ada
heteroskedastisitas)

Normalitas

Karena nilai probability < α


(5%) maka asumsi
normalitas tidak terpenuhi

d. ARIMA (1,1,1)
Pada menu command ditulis persamaan modelnya dengan syntax ls d(import) c AR(1)
MA(1) sehingga dihasilkan output untuk menentukan persamaan model dan
mendapatkan nilai Adjusted R-Squared, Standard Error, AIC, dan SC.

Memunculkan Persamaan
model ARIMA (1,1,1)

Koefisien AR(1) dan MA(1)

Nilai dari Adjusted R-


Squared, Standard Error,
AIC, dan SC
Setelah mendapaat persamaan model, maka selanjutnya dilakukan uji asumsi yaitu non-
autokorelasi, heteroskedastisitas, dan normalitas. Dalam melakukan uji asumsi langkah
yang dilakukan sama seperti pada model a ARIMA (1,1,0).

Non-Autokorelasi

Asumsi non-autokorelasi
tidak terpenuhi karena
sampai lag 12 ada nilai
prob yang dibawah α (5%)

Heteroskedastisitas
Karena nilai prob > α
(5%) maka asumsi
terpenuhi (tidak ada
heteroskedastisitas)

Normalitas

Karena nilai probability < α


(5%) maka asumsi
normalitas tidak terpenuhi
e. ARIMA (2,1,1)
Pada menu command ditulis persamaan modelnya dengan syntax ls d(import) c AR(1)
AR(2) MA(1) sehingga dihasilkan output untuk menentukan persamaan model dan
mendapatkan nilai Adjusted R-Squared, Standard Error, AIC, dan SC.

Memunculkan Persamaan
model ARIMA (2,1,1)

Koefisien AR(1),
AR(2), dan MA(1)

Nilai dari Adjusted R-


Squared, Standard Error,
AIC, dan SC

Setelah mendapaat persamaan model, maka selanjutnya dilakukan uji asumsi yaitu non-
autokorelasi, heteroskedastisitas, dan normalitas. Dalam melakukan uji asumsi langkah
yang dilakukan sama seperti pada model a ARIMA (1,1,0).

Non-Autokorelasi

Asumsi non-autokorelasi
tidak terpenuhi karena
sampai lag 12 ada nilai
prob yang dibawah α
(5%)
Heteroskedastisitas Karena nilai prob > α
(5%) maka asumsi
terpenuhi (tidak ada
heteroskedastisitas)

Normalitas

Karena nilai probability < α


(5%) maka asumsi
normalitas tidak terpenuhi

- Model Terbaik (Pure ARIMA)

Model AIC SC MSE Adjusted R-Squared


ARIMA (1,1,0) 16.48061 16.54276 907.0128 0.201744
ARIMA (2,1,0) 16.43265 16.51552 882.1244 0.244951
ARIMA (0,1,1) 16.38577 16.44792 864.3028 0.275152
ARIMA (1,1,1) 16.39904 16.48191 867.0889 0.270471
ARIMA (2,1,1) 16.41292 16.51652 870.1809 0.265259

Model Signifikansi Non-Autokorelasi Homoskedastisitas Normalitas


AR(1)=√
ARIMA (1,1,0) x √ x
AR(1)=√
ARIMA (2,1,0) AR(2) = √ x √ x

ARIMA (0,1,1) MA(1) = √ x √ x


AR(1) = x
ARIMA (1,1,1) x √ x
MA(1) = √
AR(1) = x
ARIMA (2,1,1) AR(2) = x x √ x
MA(1) = √

Dari model yang ada dipilih satu model terbaik berdasarkan kriteria AIC,SC,MSE dan R-
Squared. Diperoleh model terbaik untuk model ARIMA ialah ARIMA (0,1,1) karena
parameternya signifikan dan nilai AIC, SC, MSE merupakan yang terkecil dibanding model
lainnya sedangkan untuk nilai Adjusted R-Squared adalah yang terbesar dibanding model lain.
- Forecasting
Dari model terbaik untuk ARIMA didapatkan ARIMA (0,1,1) kemudian dilakukan forecast
untuk 12 bulan kedepan yaitu untuk periode Januari 2016 sampai Desember 2016. Nilai MAPE
(Mean Abs. Percent Error), MAE (Mean Absolute Error), dan RMSE (Root Mean Squared Error):

In Sample Out Sample


Model
MAPE MAE RMSE Mape MAE RMSE
ARIMA (0,1,1) 7.849689 641.0105 856.3047 8.194543 759.9247 999.1432

14000
Aktual - ARIMA
12000

10000

8000
In Sample
6000

4000

2000

0
Jul-07

Jul-14
Jun-10

Aug-11
May-06

Apr-09
Nov-09

May-13
Jan-04
Aug-04
Mar-05

Dec-06

Feb-08
Sep-08

Jan-11

Mar-12

Dec-13

Feb-15
Sep-15
Oct-05

Oct-12
Aktual ARIMA (0,1,1)

Aktual - ARIMA
15000
10000
5000 Out Sample
0

Aktual ARIMA (0,1,1)

Periode Actual Forecasting Periode Actual Forecasting


Januari 16 9245 10032.5 Juli 16 7500 9942.5
Februari 16 9041 9786.9 Agustus 16 10611 9084.5
Maret 16 9784 9556.6 September 16 9545 9695.1
April 16 9475 9686.5 Oktober 16 9989 9685.3
Mei 16 9483 9654.0 November 16 10943 9843.4
Juni 16 10340 9636.5 Desember 16 11046 10296.0
2. Model Seasonal ARIMA
- Time Series Plot
Dalam kasus ini terlihat bahwa plotnya cenderung berulang dengan pola berulang tiap tahun
sehingga menjadi indikasi kuat bahwa terdapat faktor musiman sehingga digunakan seasonal
ARIMA. Untuk melihat plot time series dari data import dilakukan dengan mengklik 2 kali pada
object import dan klik View – Graph – Ok.

Klik 2 kali

Maka didapatkan hasil time series plot sebagai berikut:

IMPORT
14,000

12,000

10,000

8,000

6,000

4,000

2,000
04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15
Plot time series yang dihasilkan terlihat bahwa data masih menunjukkan adanya trend naik
membentuk fluktuasi yang berulang sehingga belum stasioner dan perlu dilakukan difference.

- Unit root tes dengan Akaike Info Criterion & Correlogram (tanpa diff)
Untuk melihat stasioneritas dalam mean dilakukan pengujian formal dengan Augmented
Dickey –Fuller dengan cara klik 2 kali pada object import lalu klik view – Unit Root Test – Ok.

Test Type : diisi dengan Automatic Selection : diisi


Augmented Dickey - Fuller dengan Akaike Info Criterion
(AIC).
Sehingga didapatkan hasil sebagai berikut:

Belum stasioner karena prob


> α (5%), sehingga dilakukan
difference

Klik 2 kali pada Object Import -


View – Correlogram – Level (Ok)
Dari hasil unit root test didapatkan nilai prob-nya yaitu 0.3637, karena nilai prob > α (5%)
maka data masih belum stasioner sehingga correlogramnya masih belum bisa diidentifikasi
untuk menentukan model yang tepat

- Unit root tes dengan Akaike Info Criterion & Correlogram (diff musiman)
Pada time series plot teridenifikasi ada faktor musiman sehingga difference yang dilakukan
adalah difference musiman. Untuk melakukan difference musiman dengan lag 12 dilakukan
dengan syntax diff_import_season=d(import,0,12) melalui klik pada Quick – Generate
Series – Enter Equation (Ok)

Difference musiman
import dengan lag 12

Diisi bebas hanya


nama difference-nya

Setelah dituliskan syntax-nya didapatkan hasil difference, serta dengan cara yang sama untuk
uji stasioneritas didapatkan unit root test dan correlogram sebagai berikut

Belum stasioner karena


prob > α (5%)

Hasil difference musiman


dengan lag 12

Setelah dilakukan difference musiman belum memenuhi stasioneritas maka perlu dilakukan
difference sekali lagi yaitu difference non musiman sehingga diperoleh difference gabungan.
- Unit root tes dengan Akaike Info Criterion & Correlogram (diff gabungan)
Setelah dilakukan difference musiman belum memperoleh hasil yang stasioner maka
solusinya adalah dengan melakukan difference sekali lagi yaitu menggunakan difference non
musiman dengan lag 1 sehingga diperoleh difference gabungan. Untuk melakukan difference
gabungan dilakukan dengan syntax diff_import_gabungan=d(import,1,12) melalui klik pada
Quick – Generate Series – Enter Equation (Ok).

Difference gabungan
import dengan lag 12
(musiman) dan lag 1
(non musiman)

Diisi bebas hanya


nama difference-nya

Setelah dituliskan syntax-nya didapatkan hasil difference, serta dengan cara yang sama untuk
uji stasioneritas didapatkan unit root test dan correlogram sebagai berikut

Sudah stasioner karena


prob < α (5%)

Hasil difference gabungan


dengan lag 12 (musiman)
dan lag 1 (non musiman)
Correlogram (Diff
import gabungan)

Dari hasil correlogram didapatkan plotnya untuk ACF terpotong pada 1 sedangkan untuk
PACF terpotong pada 1,2. Pada lag ACF 23 dan 24 terpotong tapi pada lag 12 tidak terpotong
sehingga tidak bisa dimasukkan sebagai orde ACF dan PACF lag 13 diabaikan karena
correlogramnya musiman per 12 bulan.

- Identifikasi Model
Dari plot correlogram baik pada ACF dan PACF didapat model yang terbentuk sebagai berikut:

a. SARIMA (1,1,0) (0,1,0)𝟏𝟐


b. SARIMA (2,1,0) (0,1,0)𝟏𝟐
c. SARIMA (0,1,1) (0,1,0)𝟏𝟐
d. SARIMA (1,1,1) (0,1,0)𝟏𝟐 Lag yang digunakan
e. SARIMA (2,1,1) (0,1,0)𝟏𝟐 ketika melakukan
difference musiman
𝟏𝟐
SARIMA (p,d,q) (P,D,Q)
Model Musiman

P=orde AR Musiman (PACF)


Model Non Musiman Q=orde MA Musiman (ACF)
D=orde difference musiman
p=orde AR (PACF)
q=orde MA (ACF)
d=orde difference

Dari correlogram tidak ada orde AR musiman dan MA musiman yang signifikan karena tidak
terpotong pada lag 12,24,… sehingga dari model musiman hanya D yang signifikan karena
telah dilakukan difference musiman sebanyak sekali.
- Estimasi Parameter
a. SARIMA (1,1,0) (0,1,0)𝟏𝟐
Pada menu command ditulis persamaan modelnya dengan syntax ls d(import,1,12) c
AR(1) sehingga dihasilkan output untuk menentukan persamaan model dan
mendapatkan nilai Adjusted R-Squared, Standard Error, AIC, dan SC.

Memunculkan Persamaan
model SARIMA (1,1,0) (0,1,0)12

Koefisien AR(1)

Nilai dari Adjusted R-


Squared, Standard Error,
AIC, dan SC

Setelah mendapaat persamaan model, maka selanjutnya dilakukan uji asumsi yaitu non-
autokorelasi, heteroskedastisitas, dan normalitas.

Untuk melakukan uji non-autokorelasi adalah dengan klik View (Pada output persamaan
model) – Residual Diagnostics – Correlogram Q Statistics - OK.

Asumsi non-autokorelasi tidak terpenuhi karena


sampai lag 12 ada nilai prob yang dibawah α (5%)
Untuk uji heteroskedastisitas dengan klik View (Pada output Persamaan model) –
Residual Diagnostics - Heteroskedasticity Tests – Test Type (Breusch-Pagan-Godfrey)
dan Regressors (c Import) – Ok.

Diisi dengan
object(import)

Karena nilai prob > α


(5%) maka asumsi
terpenuhi (tidak ada
heteroskedastisitas)

Untuk uji normalitas klik View (Pada output Persamaan Model) – Residual Diagnostics –
Histogram Normality Tests – Ok.

Karena nilai probability < α (5%)


maka asumsi normalitas tidak
terpenuhi
b. SARIMA (2,1,0) (0,1,0)𝟏𝟐
Pada menu command ditulis persamaan modelnya dengan syntax ls d(import,1,12) c
AR(1) AR(2) sehingga dihasilkan output untuk menentukan persamaan model dan
mendapatkan nilai Adjusted R-Squared, Standard Error, AIC, dan SC.

Memunculkan Persamaan
model ARIMA (2,1,0) (0,1,0)12

Koefisien AR(1) dan AR(2)

Nilai dari Adjusted R-


Squared, Standard Error,
AIC, dan SC

Setelah mendapaat persamaan model, maka selanjutnya dilakukan uji asumsi yaitu non-
autokorelasi, heteroskedastisitas, dan normalitas. Dalam melakukan uji asumsi langkah
yang dilakukan sama seperti pada model a SARIMA (1,1,0) (0,1,0)12 .

Non-Autokorelasi

Asumsi non-
autokorelasi
terpenuhi karena
sampai lag 12
tidak ada nilai
prob yang < α (5%)
Heteroskedastisitas

Karena nilai prob > α


(5%) maka asumsi
terpenuhi (tidak ada
heteroskedastisitas)
Normalitas

Karena nilai probability


< α (5%) maka asumsi
normalitas tidak
terpenuhi

c. SARIMA (0,1,1) (0,1,0)𝟏𝟐


Pada menu command ditulis persamaan modelnya dengan syntax ls d(import,1,12) c
MA(1) sehingga dihasilkan output untuk menentukan persamaan model dan
mendapatkan nilai Adjusted R-Squared, Standard Error, AIC, dan SC.

Memunculkan Persamaan
model ARIMA (0,1,1) (0,1,0)12

Koefisien MA(1)

Nilai dari Adjusted R-


Squared, Standard Error,
AIC, dan SC
Non-Autokorelasi

Asumsi non-
autokorelasi
terpenuhi karena
sampai lag 12
tidak ada nilai
prob yang < α (5%)

Heteroskedastisitas

Karena nilai prob > α


(5%) maka asumsi
terpenuhi (tidak ada
heteroskedastisitas)

Normalitas

Karena nilai probability


< α (5%) maka asumsi
normalitas tidak
terpenuhi

d. ARIMA (1,1,1) (0,1,0)𝟏𝟐


Pada menu command ditulis persamaan modelnya dengan syntax ls d(import,1,12) c
AR(1) MA(1) sehingga dihasilkan output untuk menentukan persamaan model dan
mendapatkan nilai Adjusted R-Squared, Standard Error, AIC, dan SC.
Memunculkan Persamaan
model SARIMA (1,1,1) (0,1,0)12

Koefisien AR(1)
dan MA(1)

Nilai dari Adjusted R-


Squared, Standard Error,
AIC, dan SC

Non-Autokorelasi

Asumsi non-
autokorelasi
terpenuhi karena
sampai lag 12
tidak ada nilai
prob yang < α (5%)

Heteroskedastisitas

Karena nilai prob > α


(5%) maka asumsi
terpenuhi (tidak ada
heteroskedastisitas)
Normalitas

Karena nilai probability


< α (5%) maka asumsi
normalitas tidak
terpenuhi

e. SARIMA (2,1,1) (0,1,0)𝟏𝟐


Pada menu command ditulis persamaan modelnya dengan syntax ls d(import,1,12) c
AR(1) AR(2) MA(1) sehingga dihasilkan output untuk menentukan persamaan model dan
mendapatkan nilai Adjusted R-Squared, Standard Error, AIC, dan SC.

Memunculkan Persamaan
model SARIMA (2,1,1) (0,1,0)12

Koefisien AR(1),
AR(2) dan MA(1)

Nilai dari Adjusted R-


Squared, Standard Error,
AIC, dan SC
Non-Autokorelasi

Asumsi non-
autokorelasi
terpenuhi karena
sampai lag 12
tidak ada nilai
prob yang < α (5%)

Heteroskedastisitas

Karena nilai prob > α


(5%) maka asumsi
terpenuhi (tidak ada
heteroskedastisitas)

Normalitas

Karena nilai probability


< α (5%) maka asumsi
normalitas tidak
terpenuhi
- Model Terbaik (Seasonal ARIMA)

Model AIC SC MSE Adjusted R-Squared


SARIMA (1,1,0) (0,1,0)12 16.65425 16.72009 988.0525 0.247642
SARIMA (2,1,0) (0,1,0)12 16.61290 16.70069 963.8206 0.284093
12 16.60198 16.66782 962.1165 0.286622
SARIMA (0,1,1) (0,1,0)
SARIMA (1,1,1) (0,1,0)12 16.60267 16.69046 958.8041 0.291526
12 16.61620 16.72594 961.7423 0.287177
SARIMA (2,1,1) (0,1,0)

Model Signifikansi Non-Autokorelasi Heteroskedastisitas Normalitas


SARIMA (1,1,0) (0,1,0)12 AR(1) = √ × √ ×
AR(1) = √
SARIMA (2,1,0) (0,1,0)12 √ √ ×
AR(2) = √
SARIMA (0,1,1) (0,1,0)12 MA(1) = √ √ √ ×
AR(1) = ×
SARIMA (1,1,1) (0,1,0)12 √ √ ×
MA(1) = √
AR(1) = ×
SARIMA (2,1,1) (0,1,0)12 AR(2) = × √ √ ×
MA(1) =×

Dari model yang ada dipilih satu model terbaik berdasarkan kriteria AIC,SC,MSE dan R-
Squared. Diperoleh model terbaik untuk model SARIMA ialah SARIMA (0,1,1) (0,1,0)12 karena
parameternya signifikan dan nilai AIC, SC, merupakan yang terkecil dibanding model lainnya
tetapi untuk MSE bukan yang terkecil karena yang terkecil adalah model SARIMA (1,1,1)
(0,1,0)12 tetapi ada parameter yang tidak signifikan sedangkan untuk Adjusted R-Squared
yang terbesar adalah model SARIMA (1,1,1) (0,1,0)12 tetapi ada parameter yang tidak
signifikan juga pada model tersebut. Sehingga dengan pertimbangan sedemikian rupa
dipilihlah model terbaik untuk SARIMA ialah model SARIMA (0,1,1) (0,1,0)12.

- Forecasting
Dari model terbaik untuk SARIMA didapatkan SARIMA (0,1,1) (0,1,0)12 kemudian dilakukan
forecast untuk 12 bulan kedepan yaitu untuk periode Januari 2016 sampai Desember 2016.
Nilai MAPE (Mean Abs. Percent Error), MAE (Mean Absolute Error), dan RMSE (Root Mean
Squared Error):

In Sample Out Sample


Model
MAPE MAE RMSE Mape MAE RMSE
SARIMA
8.019114 700.8481 952.8974 3.831277 384.3925 486.6435
(0,1,1)(0,1,0)12
Aktual - SARIMA
16000
14000
12000
10000
8000
6000
4000 In Sample
2000
0

Jul-07

Jul-14
May-06

Apr-09

Jun-10
Nov-09

May-13
Jan-04

Mar-05

Jan-11

Mar-12
Aug-04

Dec-06

Feb-08
Sep-08

Aug-11

Dec-13

Feb-15
Sep-15
Oct-05

Oct-12
Aktual SARIMA (0,1,1)

Aktual - SARIMA
12000
10000
8000
6000 Out Sample
4000
2000
0

Aktual SARIMA (0,1,1)

Periode Actual Forecasting Periode Actual Forecasting


Januari 16 9245 9331.954 Juli 16 7500 7450.713
Februari 16 9041 8612.132 Agustus 16 10611 9835.913
Maret 16 9784 9313.775 September 16 9545 9602.546
April 16 9475 9471.335 Oktober 16 9989 9348.464
Mei 16 9483 8725.771 November 16 10943 10133.81
Juni 16 10340 9928.667 Desember 16 11046 10923.21
3. Model ARIMA With Dummy
- Time Series Plot
Time series plot merupakan sebuah aspek yang penting untuk mempertimbangkan perbedaan
tipe plot data. Dalam metode ARIMA with Dummy didapatkan time series plot yang sama
seperti pada pure ARIMA. Untuk melihat plot time series dari data import dilakukan dengan
mengklik 2 kali pada object import dan klik View – Graph – Ok.

Klik 2 kali

Maka didapatkan hasil time series plot sebagai berikut:

IMPORT
14,000

12,000

10,000

8,000

6,000

4,000

2,000
04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15
Plot time series yang dihasilkan terlihat bahwa data masih menunjukkan adanya trend naik
membentuk fluktuasi yang berulang sehingga belum stasioner dan perlu dilakukan difference.

- Unit root tes dengan Akaike Info Criterion & Correlogram (tanpa diff)
Untuk melihat stasioneritas dalam mean dilakukan pengujian formal dengan Augmented
Dickey –Fuller dengan cara klik 2 kali pada object import lalu klik view – Unit Root Test – Ok.

Automatic Selection :
diisi dengan Akaike
Info Criterion (AIC).
Test Type : diisi dengan
Augmented Dickey - Fuller

Sehingga didapatkan hasil sebagai berikut:

Unit Root Test (Import)

Belum stasioner karena prob


> α (5%), sehingga dilakukan
difference
Correlogram

Klik 2 kali pada Object Import -


View – Correlogram – Level (Ok)

Dari hasil unit root test didapatkan nilai prob-nya yaitu 0.3637, karena nilai prob > α (5%)
maka data masih belum stasioner sehingga correlogramnya masih belum bisa diidentifikasi
untuk menentukan model yang tepat

- Unit root tes dengan Akaike Info Criterion & Correlogram (diff nonmusiman)
Untuk melakukan difference non musiman dengan lag 1 dilakukan dengan syntax
diff_import_non=d(import) melalui klik pada Quick – Generate Series – Enter Equation (Ok)

Difference import dengan


lag 1 (non musiman)

Diisi bebas hanya


nama difference-nya
Setelah dituliskan syntax-nya didapatkan hasil difference, serta dengan cara yang sama untuk
uji stasioneritas didapatkan unit root test dan correlogram sebagai berikut

Unit Root Test (Diff Import)

Sudah stasioner karena


prob < α (5%)

Hasil difference non


musiman dengan lag 1

Correlogram (Diff Import)

Setelah dilakukan difference sekali sudah didapatkan correlogram yang stasioner maka
untuk model dari ARIMA With Dummy mengikuti model pada pure ARIMA.

Dari hasil correlogram didapatkan plotnya untuk ACF terpotong pada 1 sedangkan untuk
PACF terpotong pada 1,2. Pada ACF (13, 23, 32) dan PACF (10, 11, 12, 23) diabaikan karena
yang diinginkan adalah model ARIMA.
- Identifikasi Model
Dari plot correlogram baik pada ACF dan PACF didapat model yang terbentuk sebagai berikut:
a. ARIMA (1,1,0)
b. ARIMA (2,1,0)
c. ARIMA (0,1,1)
d. ARIMA (1,1,1)
e. ARIMA (2,1,1)

- Estimasi Parameter
a. ARIMA (1,1,0)
Pada menu command ditulis persamaan modelnya dengan syntax ls d(import) c AR(1)
@seas(1) @seas(2) @seas(3) @seas(4) @seas(5) @seas(6) @seas(7) @seas(8) @seas(9)
@seas(10) @seas(11) sehingga dihasilkan output untuk menentukan persamaan model
dan mendapatkan nilai Adjusted R-Squared, Standard Error, AIC, dan SC.

Memunculkan persamaan Memunculkan variable dummy


model ARIMA (1,1,0) bulanan sebanyak n-1 (12-1)

Koefisien Variabel
Dummy bila signifikan

Koefisien AR(1)

Nilai dari Adjusted R-


Squared, Standard Error,
AIC, dan SC
Setelah mendapaat persamaan model, maka selanjutnya dilakukan uji asumsi yaitu non-
autokorelasi, heteroskedastisitas, dan normalitas.

Untuk melakukan uji non-autokorelasi adalah dengan klik View (Pada output persamaan
model) – Residual Diagnostics – Correlogram Q Statistics - OK.

Asumsi non-autokorelasi tidak terpenuhi karena


sampai lag 12 ada nilai prob yang dibawah α (5%)

Untuk uji heteroskedastisitas dengan klik View (Pada output Persamaan model) –
Residual Diagnostics - Heteroskedasticity Tests – Test Type (Breusch-Pagan-Godfrey)
dan Regressors (c Import) – Ok.

Diisi dengan
variable dummy Diisi dengan object
dalam kasus ini
objectnya import
Karena nilai prob > α
(5%) maka asumsi
terpenuhi (tidak ada
heteroskedastisitas)

Untuk uji normalitas klik View (Pada output Persamaan Model) – Residual Diagnostics –
Histogram Normality Tests – Ok.

Karena nilai probability < α (5%)


maka asumsi normalitas tidak
terpenuhi

b. ARIMA (2,1,0)
Pada menu command ditulis persamaan model dengan syntax ls d(import) c AR(1) AR(2)
@seas(1) @seas(2) @seas(3) @seas(4) @seas(5) @seas(6) @seas(7) @seas(8) @seas(9)
@seas(10) @seas(11) sehingga diperoleh output untuk menentukan persamaan model
dan mendapatkan nilai Adjusted R-Squared, Standard Error, AIC, dan SC.

Memunculkan Persamaan
Memunculkan variable
model ARIMA (2,1,0)
dummy bulanan n-1 (11)
Koefisien Variabel
Dummy bila signifikan

Koefisien AR(1)
dan AR(2)

Nilai dari Adjusted R-


Squared, Standard Error,
AIC, dan SC

Non-Autokorelasi

Asumsi non-autokorelasi
tidak terpenuhi karena
sampai lag 12 ada nilai
prob yang dibawah α (5%)

Heteroskedastisitas Karena nilai prob > α


(5%) maka asumsi
terpenuhi (tidak ada
heteroskedastisitas)
Normalitas

Karena nilai
probability < α
(5%) maka asumsi
normalitas tidak
terpenuhi

c. ARIMA (0,1,1)
Pada menu command ditulis persamaan model dengan syntax ls d(import) c MA(1)
@seas(1) @seas(2) @seas(3) @seas(4) @seas(5) @seas(6) @seas(7) @seas(8) @seas(9)
@seas(10) @seas(11) sehingga diperoleh output untuk menentukan persamaan model
dan mendapatkan nilai Adjusted R-Squared, Standard Error, AIC, dan SC.

Memunculkan Persamaan
Memunculkan variable
model ARIMA (0,1,1)
dummy bulanan n-1 (11)

Koefisien Variabel
Dummy bila signifikan

Koefisien MA(1)

Nilai dari Adjusted R-


Squared, Standard Error,
AIC, dan SC
Non-Autokorelasi

Asumsi non-autokorelasi
tidak terpenuhi karena
sampai lag 12 ada nilai
prob yang dibawah α (5%)

Heteroskedastisitas

Karena nilai prob > α


(5%) maka asumsi
terpenuhi (tidak ada
heteroskedastisitas)

Normalitas

Karena nilai
probability < α
(5%) maka asumsi
normalitas tidak
terpenuhi

d. ARIMA (1,1,1)
Pada menu command ditulis persamaan model dengan syntax ls d(import) c AR(1) MA(1)
@seas(1) @seas(2) @seas(3) @seas(4) @seas(5) @seas(6) @seas(7) @seas(8) @seas(9)
@seas(10) @seas(11) sehingga dihasilkan output untuk menentukan persamaan model
dan mendapatkan nilai Adjusted R-Squared, Standard Error, AIC, dan SC.

Memunculkan Persamaan Memunculkan variable


model ARIMA (1,1,1) dummy bulanan n-1 (11)
Koefisien Variabel
Dummy bila signifikan

Koefisien AR(1)
dan MA(1)

Nilai dari Adjusted R-


Squared, Standard Error,
AIC, dan SC

Non-Autokorelasi

Asumsi non-autokorelasi
tidak terpenuhi karena
sampai lag 12 ada nilai
prob yang dibawah α (5%)

Heteroskedastisitas

Karena nilai prob > α


(5%) maka asumsi
terpenuhi (tidak ada
heteroskedastisitas)
Normalitas

Karena nilai
probability < α
(5%) maka asumsi
normalitas tidak
terpenuhi
e. ARIMA (2,1,1)
Pada menu command ditulis persamaan model dengan syntax ls d(import) c AR(1) AR(2)
MA(1) @seas(1) @seas(2) @seas(3) @seas(4) @seas(5) @seas(6) @seas(7) @seas(8)
@seas(9) @seas(10) @seas(11) sehingga dihasilkan output untuk menentukan
persamaan model dan mendapat nilai Adjusted R-Squared, Standard Error, AIC, dan SC.

Memunculkan Persamaan Memunculkan variable


model ARIMA (2,1,1) dummy bulanan n-1 (11)

Koefisien Variabel
Dummy bila signifikan

Koefisien AR(1),
AR(2) dan MA(1)

Nilai dari Adjusted R-


Squared, Standard Error,
AIC, dan SC
Non-Autokorelasi

Asumsi non-autokorelasi
tidak terpenuhi karena
sampai lag 12 ada nilai
prob yang dibawah α (5%)

Heteroskedastisitas

Karena nilai prob > α


(5%) maka asumsi
terpenuhi (tidak ada
heteroskedastisitas)

Normalitas

Karena nilai
probability < α
(5%) maka asumsi
normalitas tidak
terpenuhi
- Model Terbaik (ARIMA With Dummy)

Model AIC SC MSE Adjusted R-Squared


ARIMA (1,1,0) 16.42981 16.71988 852.9040 0.294145
ARIMA (2,1,0) 16.36620 16.67698 823.1941 0.342464
ARIMA (0,1,1) 16.33733 16.62740 813.8382 0.357325
ARIMA (1,1,1) 16.34303 16.65382 813.5537 0.357774
ARIMA (2,1,1) 16.35229 16.68380 814.7642 0.355861

Model Signifikansi Non-Autokorelasi Homoskedastisitas Normalitas


AR(1)=√
ARIMA (1,1,0) x √ X
SEAS 1,8 & 11 =√
AR(1)=√
ARIMA (2,1,0) AR(2) = √ x √ X
SEAS 1,8 & 11 =√
MA(1) = √
ARIMA (0,1,1) x √ X
SEAS 1,8 & 11 =√
AR(1) = x
ARIMA (1,1,1) MA(1) = √ x √ X
SEAS 1,8 & 11 =√
AR(1) = x
AR(2) = x
ARIMA (2,1,1) x √ X
MA(1) = x
SEAS 1,8 & 11 =√

- Forecasting
Dari model terbaik untuk ARIMA with Dummy didapatkan ARIMA (0,1,1) lalu dilakukan
forecast 12 bulan kedepan yaitu periode Januari 2016 sampai Desember 2016. Nilai MAPE
(Mean Abs. Percent Error), MAE (Mean Absolute Error), dan RMSE (Root Mean Squared Error):

In Sample Out Sample


Model
MAPE MAE RMSE Mape MAE RMSE
ARIMA (0,1,1)
6.918102 569.0667 777.7293 6.695686 621.2969 953.339
With Dummy
Aktual - Dummy
14000
12000
10000
8000 In Sample
6000
4000
2000
0

Jul-06

Jul-13
Jul-04

Jul-05

Jul-07

Jul-08

Jul-09

Jul-10

Jul-11

Jul-12

Jul-14

Jul-15
Jan-10
Jan-04

Jan-05

Jan-06

Jan-07

Jan-08

Jan-09

Jan-11

Jan-12

Jan-13

Jan-14

Jan-15
Aktual ARIMA 0,1,1(DUMMY)

Aktual - DUMMY
12000
10000
8000
6000
4000
Out Sample
2000
0

Aktual ARIMA (0,1,1) DUMMY

Periode Actual Forecasting Periode Actual Forecasting


Januari 16 9245 9457.239392 Juli 16 7500 9788.378096
Februari 16 9041 9140.34457 Agustus 16 10611 8850.064592
Maret 16 9784 9744.926296 September 16 9545 9567.260082
April 16 9475 9876.81115 Oktober 16 9989 10019.43947
Mei 16 9483 10046.0735 November 16 10943 9613.595998
Juni 16 10340 10069.22155 Desember 16 11046 10608.17523
4. ARIMA Dekomposisi
- Memisahkan Faktor Musiman
Secara umum struktur data time series terdiri dari 4 komponen yaitu seasonal, trend, cyclic,
dan irregular. Dengan metode ARIMA Dekomposisi dilakukan pemisahan salah satu faktor
yang ada pada data time series tersebut, dalam kasus ini yang dipisahkan adalah faktor
musiman (seasonal) dengan cara klik 2 kali pada data (import) – Proc – Seasonal Adjusment
– Census X-12 kemudian pilih multiplicative dan final seasonally seasonal adjusted series,
seperti sebagai berikut:

Klik 2 kali pada data


import
Sehingga hasil data import yang telah dipisahkan faktor musimannya seperti berikut:

Untuk pengolahan data selanjutnya menggunakan import_sa (data import yang sudah
dipisahkan faktor musimannya)
- Time Series Plot
Time series plot merupakan sebuah aspek yang penting untuk mempertimbangkan perbedaan
tipe plot data. Dalam metode ARIMA Dekomposisi digunakan data import_sa karena sudah
dipisahkan faktor musimannya. Untuk melihat plot time series dari data import dilakukan
dengan mengklik 2 kali pada object import_sa dan klik View – Graph – Ok.

Klik 2 kali

Maka didapatkan hasil time series plot sebagai berikut:

IMPORT_SA
14,000

12,000

10,000

8,000

6,000

4,000

2,000
04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15

Plot time series yang dihasilkan terlihat bahwa data masih menunjukkan adanya trend naik
membentuk fluktuasi yang berulang sehingga belum stasioner dan perlu dilakukan difference.
- Unit root tes dengan Akaike Info Criterion & Correlogram (tanpa diff)
Untuk melihat stasioneritas dalam mean dilakukan pengujian formal dengan Augmented
Dickey –Fuller dengan cara klik 2 kali pada object import lalu klik view – Unit Root Test – Ok.

Test Type : diisi dengan Automatic Selection : diisi dengan


Augmented Dickey - Fuller Akaike Info Criterion (AIC).

Unit Root Test Import_SA (tanpa Diff)

Belum stasioner karena prob


> α (5%), sehingga dilakukan
difference (belum bisa
diidentifikasi modelnya)

- Unit root tes dengan Akaike Info Criterion & Correlogram (diff nonmusiman)
Untuk melakukan diff non musiman lag 1 dilakukan dengan menulis syntax
diff_import_SA=d(import_sa) melalui Quick – Generate Series – Enter Equation (Ok)

Difference import dengan


lag 1 (non musiman)

Diisi bebas hanya


nama difference-nya
Setelah dituliskan syntax-nya didapatkan hasil difference, serta dengan cara yang sama untuk
uji stasioneritas didapatkan unit root test dan correlogram sebagai berikut

Sudah stasioner karena


Hasil difference non prob < α (5%)
musiman dengan lag 1

Correlogram (Diff Import)

Setelah dilakukan difference sekali sudah didapatkan correlogram yang stasioner maka
untuk model dari ARIMA Dekomposisi sudah bisa diidentifikasi.

Dari hasil correlogram didapatkan plotnya untuk ACF terpotong pada 1 sedangkan untuk
PACF terpotong pada 1,2,3. Pada ACF (12,13 23, 24) dan PACF (10, 12, 23) diabaikan karena
yang diinginkan adalah model ARIMA.
- Identifikasi Model
Dari plot correlogram baik pada ACF dan PACF didapat model yang terbentuk sebagai berikut:
a. ARIMA Dekomposisi (1,1,0)
b. ARIMA Dekomposisi (2,1,0)
c. ARIMA Dekomposisi (3,1,0)
d. ARIMA Dekomposisi (0,1,1)
e. ARIMA Dekomposisi (1,1,1)
f. ARIMA Dekomposisi (2,1,1)
g. ARIMA Dekomposisi (3,1,1)

- Estimasi Parameter
a. ARIMA Dekomposisi (1,1,0)
Pada menu command ditulis persamaan modelnya dengan syntax ls d(import_sa) c AR(1)
sehingga dihasilkan output untuk menentukan persamaan model dan mendapatkan nilai
Adjusted R-Squared, Standard Error, AIC, dan SC.

Memunculkan persamaan model


ARIMA Dekomposisi (1,1,0)

Koefisien AR(1)

Nilai dari Adjusted R-


Squared, Standard Error,
AIC, dan SC

Setelah mendapaat persamaan model, maka selanjutnya dilakukan uji asumsi yaitu non-
autokorelasi, heteroskedastisitas, dan normalitas.

Untuk melakukan uji non-autokorelasi adalah dengan klik View (Pada output persamaan
model) – Residual Diagnostics – Correlogram Q Statistics - OK.
Asumsi non-autokorelasi tidak terpenuhi karena
sampai lag 12 ada nilai prob yang dibawah α (5%)

Untuk uji heteroskedastisitas dengan klik View (Pada output Persamaan model) –
Residual Diagnostics - Heteroskedasticity Tests – Test Type (Breusch-Pagan-Godfrey) dan
Regressors (c Import) – Ok.

Diisi dengan object


dalam kasus ini
objectnya import_sa

Karena nilai prob > α


(5%) maka asumsi
terpenuhi (tidak ada
heteroskedastisitas)
Untuk uji normalitas klik View (Pada output Persamaan Model) – Residual Diagnostics –
Histogram Normality Tests – Ok.

Karena nilai probability < α (5%)


maka asumsi normalitas tidak
terpenuhi

b. ARIMA Dekomposisi (2,1,0)


Pada menu command ditulis persamaan modelnya dengan syntax ls d(import_sa) c AR(1)
AR(2) sehingga dihasilkan output untuk menentukan persamaan model dan
mendapatkan nilai Adjusted R-Squared, Standard Error, AIC, dan SC.

Memunculkan persamaan model


ARIMA Dekomposisi (2,1,0)

Koefisien AR(1)
dan AR(2)

Nilai dari Adjusted R-


Squared, Standard Error,
AIC, dan SC
Non Autokorelasi

Asumsi non-autokorelasi
tidak terpenuhi karena
sampai lag 12 ada nilai
prob yang dibawah α (5%)

Heteroskedastisitas

Karena nilai prob > α


(5%) maka asumsi
terpenuhi (tidak ada
heteroskedastisitas)

Normalitas

Karena nilai
probability < α
(5%) maka asumsi
normalitas tidak
terpenuhi

c. ARIMA Dekomposisi (3,1,0)


Pada menu command ditulis persamaan modelnya dengan syntax ls d(import_sa) c AR(1)
AR(2) AR(3) sehingga dihasilkan output untuk menentukan persamaan model dan
mendapatkan nilai Adjusted R-Squared, Standard Error, AIC, dan SC.

Memunculkan persamaan model


ARIMA Dekomposisi (3,1,0)
Koefisien AR(1)
AR(2) dan AR(3)

Nilai dari Adjusted R-


Squared, Standard Error,
AIC, dan SC

Non-Autokorelasi

Asumsi non-
autokorelasi
terpenuhi karena
sampai lag 12
tidak ada nilai
prob yang < α (5%)

Heteroskedastisitas
Karena nilai prob > α
(5%) maka asumsi
terpenuhi (tidak ada
heteroskedastisitas)

Normalitas

Karena nilai
probability < α
(5%) maka asumsi
normalitas tidak
terpenuhi
d. ARIMA Dekomposisi (0,1,1)
Pada menu command ditulis persamaan modelnya dengan syntax ls d(import_sa) c MA(1)
sehingga dihasilkan output untuk menentukan persamaan model dan mendapatkan nilai
Adjusted R-Squared, Standard Error, AIC, dan SC.

Memunculkan persamaan model


ARIMA Dekomposisi (0,1,1)

Koefisien MA(1)

Nilai dari Adjusted R-


Squared, Standard
Error, AIC, dan SC

Non – Autokorelasi

Asumsi non-
autokorelasi
terpenuhi karena
sampai lag 12
tidak ada nilai
prob yang < α (5%)

Heteroskedastisitas
Karena nilai prob > α
(5%) maka asumsi
terpenuhi (tidak ada
heteroskedastisitas)
Normalitas

Karena nilai
probability < α
(5%) maka asumsi
normalitas tidak
terpenuhi

e. ARIMA Dekomposisi (1,1,1)


Pada menu command ditulis persamaan modelnya dengan syntax ls d(import_sa) c AR(1)
MA(1) sehingga dihasilkan output untuk menentukan persamaan model dan
mendapatkan nilai Adjusted R-Squared, Standard Error, AIC, dan SC.

Memunculkan persamaan model


ARIMA Dekomposisi (1,1,1)

Koefisien AR(1)
dan MA(1)

Nilai dari Adjusted R-


Squared, Standard
Error, AIC, dan SC

Non – Autokorelasi
Asumsi non-
autokorelasi
terpenuhi karena
sampai lag 12
tidak ada nilai
prob yang < α (5%)
Heteroskedastisitas

Karena nilai prob > α


(5%) maka asumsi
terpenuhi (tidak ada
heteroskedastisitas)
Normalitas

Karena nilai
probability < α
(5%) maka asumsi
normalitas tidak
terpenuhi

f. ARIMA Dekomposisi (2,1,1)


Pada menu command ditulis persamaan modelnya dengan syntax ls d(import_sa) c AR(1)
AR(2) MA(1) sehingga dihasilkan output untuk menentukan persamaan model dan
mendapatkan nilai Adjusted R-Squared, Standard Error, AIC, dan SC.

Memunculkan persamaan model


ARIMA Dekomposisi (2,1,1)

Koefisien AR(1),
AR(2) dan MA(1)

Nilai dari Adjusted R-


Squared, Standard
Error, AIC, dan SC
Non – Autokorelasi

Asumsi non-
autokorelasi
terpenuhi karena
sampai lag 12
tidak ada nilai
prob yang < α (5%)

Heteroskedastisitas

Karena nilai prob > α


(5%) maka asumsi
terpenuhi (tidak ada
heteroskedastisitas)
Normalitas

Karena nilai
probability < α
(5%) maka asumsi
normalitas tidak
terpenuhi

g. ARIMA Dekomposisi (3,1,1)


Pada menu command ditulis persamaan modelnya dengan syntax ls d(import_sa) c AR(1)
AR(2) AR(3) MA(1) sehingga dihasilkan output untuk menentukan persamaan model dan
mendapatkan nilai Adjusted R-Squared, Standard Error, AIC, dan SC.

Memunculkan persamaan model


ARIMA Dekomposisi (3,1,1)
Koefisien AR(1),
AR(2), AR(3)
dan MA(1)

Nilai dari Adjusted R-


Squared, Standard
Error, AIC, dan SC

Non - Autokorelasi

Asumsi non-
autokorelasi
terpenuhi karena
sampai lag 12
tidak ada nilai
prob yang < α (5%)

Heteroskedastisitas

Karena nilai prob > α


(5%) maka asumsi
terpenuhi (tidak ada
heteroskedastisitas)
Normalitas

Karena nilai
probability < α
(5%) maka asumsi
normalitas tidak
terpenuhi
- Model Terbaik (ARIMA Dekomposisi)

Model AIC SC MSE Adjusted R-


Squared
ARIMA Dekomposisi (1,1,0) 16.16170 16.22386 773.2653 0.219859
ARIMA Dekomposisi (2,1,0) 16.12080 16.20368 754.7410 0.256790
ARIMA Dekomposisi (3,1,0) 16.11489 16.21849 749.8144 0.266461
ARIMA Dekomposisi (0,1,1) 16.10248 16.16464 750.3810 0.265352
ARIMA Dekomposisi (1,1,1) 16.10826 16.19113 749.9363 0.266222
ARIMA Dekomposisi (2,1,1) 16.12054 16.22413 751.9883 0.262201
ARIMA Dekomposisi (3,1,1) 16.12888 16.25319 752.5453 0.261108

Model
Signifikansi Non-Autokorelasi Homoskedastisitas Normalitas
Dekomposisi
AR(1)=√
ARIMA (1,1,0) x √ X
AR(1)=√
ARIMA (2,1,0) AR(2) = √ x √ X

AR(1) = √
ARIMA (3,1,0) AR(2) = √ √ √ X
AR(3) = x
MA(1) = √
ARIMA (0,1,1) √ √ X
AR(1) = x
ARIMA (1,1,1) MA(1) = √ √ √ X

AR(1) = x
AR(2) = x
ARIMA (2,1,1) √ √ X
MA(1) = x

AR(1) = x
AR(2) = x
ARIMA (3,1,1) AR(3) = x √ √ x
MA(1) = x
- Forecasting
Dari model terbaik untuk ARIMA with Dummy didapatkan ARIMA (0,1,1) lalu dilakukan
forecast 12 bulan kedepan yaitu periode Januari 2016 sampai Desember 2016. Nilai MAPE
(Mean Abs. Percent Error), MAE (Mean Absolute Error), dan RMSE (Root Mean Squared Error):

In Sample Out Sample


Model
MAPE MAE RMSE Mape MAE RMSE
ARIMA
6.221904 518.4294 740.60914 7.474163 682.92987 1067.7003
Dekomposisi (0,1,1)

Aktual - Dekomposisi
15000

10000

5000 In Sample

0
Jul-07

Jul-14
May-06

Apr-09

Jun-10
Nov-09

May-13

Sep-15
Mar-05

Dec-06

Feb-08
Sep-08

Mar-12

Dec-13

Feb-15
Jan-04
Aug-04

Jan-11
Aug-11
Oct-05

Oct-12
Aktual ARIMA(0,1,1) DEKOMPOSISI

Aktual - Dekomposisi
12000
10000
8000
6000
4000
Out Sample
2000
0

Aktual Dekomposisi ARIMA (0,1,1)

Periode Actual Forecasting Periode Actual Forecasting


Januari 16 9245 9637.825 Juli 16 7500 10327.03
Februari 16 9041 9076.948 Agustus 16 10611 8803.221
Maret 16 9784 9542.584 September 16 9545 9530.872
April 16 9475 10087.27 Oktober 16 9989 9625.054
Mei 16 9483 9672.064 November 16 10943 9759.531
Juni 16 10340 10355.78 Desember 16 11046 10534.49
5. Metode Penggabungan
a. Pure ARIMA * Seasonal ARIMA
Input hasil forecast dari model terbaik untuk PURE ARIMA yaitu ARIMA (0,1,1) dan untuk
Seasonal ARIMA yaitu SARIMA (0,1,1) (0,1,0)12 , seperti berikut:
Kemudian dari hasil forecast untuk 2 model tersebut (PURE ARIMA dan Seasonal ARIMA)
diregresikan dengan langkah Quick – Esimate Equation. Sehingga akan ditampilkan kotak
seperti berikut

Forecast_Seasonal
ARIMA Sebagai
Import Sebagai Variabel X2
Forecast_PURE
Variabel Y ARIMA Sebagai
Variabel X1

Setelah memasukkan variabelnya maka diperoleh hasil persamaan regresi untuk


penggabungan antara PURE ARIMA dan Seasonal ARIMA

Ya(t)=0.536357 ARIMA
+ 0.460169 SARIMA

b. PURE ARIMA * ARIMA With Dummy


Input hasil forecast dari model terbaik untuk PURE ARIMA yaitu ARIMA (0,1,1) dan untuk
ARIMA With Dummy yaitu ARIMA (0,1,1).

Kemudian dari hasil forecast untuk 2 model tersebut (PURE ARIMA dan ARIMA With Dummy)
diregresikan dengan langkah Quick – Esimate Equation. Sehingga akan ditampilkan kotak
seperti berikut
Forecast_ARIMA
With Dummy
Import Sebagai Forecast_PURE
Sebagai Variabel X2
Variabel Y ARIMA Sebagai
Variabel X1

Setelah memasukkan variabelnya maka diperoleh hasil persamaan regresi untuk


penggabungan antara PURE ARIMA dan ARIMA With Dummy

Tidak bisa dipakai


karena koefisiennya
bernilai negatif

c. PURE ARIMA * ARIMA Dekomposisi


Input hasil forecast dari model terbaik untuk PURE ARIMA yaitu ARIMA (0,1,1) dan untuk
ARIMA Dekomposisi yaitu ARIMA Dekomposisi (0,1,1).

Kemudian dari hasil forecast untuk 2 model tersebut (PURE ARIMA dan ARIMA Dekomposisi)
diregresikan dengan langkah Quick – Esimate Equation. Sehingga akan ditampilkan kotak
seperti berikut
Forecast_ARIMA
Import Sebagai Forecast_PURE Dekomposisi Sebagai
ARIMA Sebagai Variabel X2
Variabel Y
Variabel X1

Setelah memasukkan variabelnya maka diperoleh hasil persamaan regresi untuk


penggabungan antara PURE ARIMA dan ARIMA Dekomposisi

Ya(t)=0.063983 ARIMA
+0.931998 DEKOMPOSISI

d. Seasonal ARIMA * ARIMA With Dummy


Input hasil forecast dari model terbaik untuk Seasonal ARIMA yaitu SARIMA (0,1,1) (0,1,0)12 ,
dan untuk ARIMA With Dummy yaitu ARIMA (0,1,1).

Kemudian dari hasil forecast untuk 2 model tersebut (Seasonal ARIMA dan ARIMA With
Dummy) diregresikan dengan langkah Quick – Esimate Equation. Sehingga akan ditampilkan
kotak seperti berikut
Forecast_ARIMA
With Dummy
Forecast_Seasonal Sebagai Variabel X2
Import Sebagai
ARIMA Sebagai
Variabel Y
Variabel X1

Setelah memasukkan variabelnya maka diperoleh hasil persamaan regresi untuk


penggabungan antara Seasonal ARIMA dan ARIMA With Dummy

Ya(t)=0.348721 SARIMA
+ 0.647944 DUMMY

e. Seasonal ARIMA * ARIMA Dekomposisi


Input hasil forecast dari model terbaik untuk Seasonal ARIMA yaitu SARIMA (0,1,1) (0,1,0)12 ,
dan untuk ARIMA Dekomposisi yaitu ARIMA Dekomposisi (0,1,1).

Kemudian dari hasil forecast untuk 2 model tersebut (Seasonal ARIMA dan ARIMA
Dekomposisi) diregresikan dengan langkah Quick – Esimate Equation. Sehingga akan
ditampilkan kotak seperti berikut
Forecast_ARIMA
Dekomposisi Sebagai
Import Sebagai Forecast_Seasonal Variabel X2
Variabel Y ARIMA Sebagai
Variabel X1

Setelah memasukkan variabelnya maka diperoleh hasil persamaan regresi untuk


penggabungan antara Seasonal ARIMA dan ARIMA Dekomposisi

Ya(t)=0.301966 SARIMA
+0.694147 DEKOMPOSISI

f. ARIMA With Dummy * ARIMA Dekomposisi


Input hasil forecast dari model terbaik untuk ARIMA With Dummy yaitu ARIMA (0,1,1), dan
untuk ARIMA Dekomposisi yaitu ARIMA Dekomposisi (0,1,1).

Kemudian dari hasil forecast untuk 2 model tersebut (ARIMA With Dummy dan ARIMA
Dekomposisi) diregresikan dengan langkah Quick – Esimate Equation. Sehingga akan
ditampilkan kotak seperti berikut
Forecast_ARIMA
Import Sebagai Forecast_ARIMA Dekomposisi Sebagai
Variabel Y Dummy Sebagai Variabel X2
Variabel X1

Setelah memasukkan variabelnya maka diperoleh hasil persamaan regresi untuk


penggabungan antara ARIMA With Dummy dan ARIMA Dekomposisi

Ya(t)=0.288950 DUMMY +
0.707231 DEKOMPOSISI

- Model Terbaik dan Forecasting (Metode Penggabungan)

Model In Sample Out Sample


MAPE MAE RMSE MAPE MAE RMSE
PURE ARIMA – SARIMA 6.9309% 601.2478 808.927 5.6377% 540.16601 668.463
PURE ARIMA – DUMMY Tidak Dapat Digunakan Karena Ada Koefisien Yang Bernilai Negatif
PURE ARIMA – DEKOMPOSISI 6.2689% 522.5142 740.0198 7.5167% 690.27501 1059.47
SARIMA –DUMMY 6.7244% 583.2625 776.8656 5.073% 482.8744 707.779
SARIMA – DEKOMPOSISI 6.2848% 550.9584 756.0331 6.1797% 577.62144 820.371
DUMMY - DEKOMPOSISI 6.3045% 525.4797 739.1169 7.2404% 666.8714 1029.21
Aktual - SARIMA*DEKOMPOSISI
14000
12000
10000
8000
6000 In Sample
4000
2000
0

Jun-10
Jul-07

Jul-14
May-06

Apr-09
Nov-09

May-13
Mar-05

Mar-12
Aug-04

Dec-06

Feb-08
Sep-08

Aug-11

Dec-13

Feb-15
Sep-15
Jan-04

Jan-11
Oct-05

Oct-12
Aktual SARIMA - DEKOMPOSISI

Aktual - SARIMA*DEKOMPOSISI
12000

10000

8000

6000 Out Sample


4000

2000

Aktual SARIMA - DEKOMPOSISI

Periode Actual Forecasting Periode Actual Forecasting


Januari 16 9245 9508.000192 Juli 16 7500 9418.338793
Februari 16 9041 8901.307477 Agustus 16 10611 9080.840989
Maret 16 9784 9436.399574 September 16 9545 9515.468536
April 16 9475 9862.068004 Oktober 16 9989 9504.120515
Mei 16 9483 9348.720294 November 16 10943 9834.614306
Juni 16 10340 10186.55237 Desember 16 11046 10610.92561

Anda mungkin juga menyukai