PENDAHULUAN
Kelainan testis yang cukup sering salah satunya adalah torsio testis, dimana torsio
testis, epididimitis, dan torsi dari appendix testis merupakan 3 penyebab tersering nyeri
skrotum akut. Torsio testis adalah suatu keadaan dimana funikulus spermatikus terpeluntir
yang mengakibatkan oklusi dan strangulasi dari vaskularisasi vena atau arteri ke testis dan
epididimis. Torsio testis merupakan suatu keadaan yang termasuk gawat darurat dan butuh
segera dilakukan tindakan bedah. Kondisi ini, jika tidak segera ditangani dengan cepat dalam
4 hingga 6 jam setelah onset nyeri maka dapat menyebabkan infark dari testis yang
selanjutnya akan diikuti oleh atrofi testis.1
Torsio testis juga merupakan kegawatdaruratan urologi yang paling sering terjadi pada
laki-laki dewasa muda, dengan angka kejadian 1 diantara 4000 orang dibawah usia 25 tahun
dan paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun). Janin yang masih
berada di dalam uterus atau bayi baru lahir tidak jarang menderita torsio testis yang tidak
terdiagnosis sehingga mengakibatkan kehilangan testis baik unilateral ataupun bilateral.
Torsio testis harus selalu dipertimbangkan pada pasien-pasien dengan nyeri akut pada
skrotum dan kondisi tersebut juga harus dibedakan dari keluhan-keluhan nyeri pada testis
lainnya agar tidak terjadi kesalahan diagnosis yang dapat berujung pada kesalahan terapi.1,2
Penatalaksanaan torsio testis menjadi tindakan darurat yang harus segera dilakukan
karena angka keberhasilan serta kemungkinan testis tertolong akan menurun seiring dengan
bertambahnya lama waktu terjadinya torsio. Adapun penyebab tersering hilangnya testis
setelah mengalami torsio adalah keterlambatan dalam mencari pengobatan (58%), kesalahan
dalam diagnosis awal (29%), dan keterlambatan terapi (13%).1,2
1
BAB II
PEMBAHASAN
a) Anatomi Scrotum
Scrotum adalah sebuah kantong kulit yang terdiri dari dua lapis: kulit dan fascia
superficialis. Fascia superficialis tidak mengandung jaringan lemak, tetapi pada fascia
superficialis terdapat selembar otot polos yang tipis, dikenal sebagai tunica dartos, yang
berkontraksi sebagai reaksi terhadap dingin, dan dengan demikian mempersempit luas
permukaan kulit. Fascia superficialis dilanjutkan ke arah ventral menjadi lapis dalamnya yang
berupa selaput pada dinding abdomen ventrolateral dan ke arah kaudal dilanjutkan menjadi
fascia superficialis perineum.3
Arteri untuk scrotum ialah :
1. Ramus perinealis dari arteria pudenda interna.
2. Arteriae pudendae externae dari arteria femoralis.
3. Arteria cremasterica dari arteria epigastrica inferior.3
Vena scrotales mengiringi arteri-arteri tersebut. Pembuluh limfe ditampung oleh
nodi lymphoidei inguinales superficialis.3
2
Innervasi pada scrotum ialah :
1. Ramus genitalis dari nervus
genitofemoralis (L1,L2) yang
bercabang menjadi cabang
sensoris pada permukaan
scrotum ventral dan lateral.
2. Cabang nervus ilioinguinalis
(L1), juga untuk permukaan
skrotum ventral.
3. Ramus perinealis dari nervus
pudendalis (S2-S4) untuk
permukaan scrotum dorsal.
4. Ramus perinealis dari nervus
cutaneus femoris posterior
(S2,S3) untuk permukaan
scrotum kaudal.3
b) Anatomi Testis
Kedua testis terletak dalam scrotum dan menghasilkan spermatozoon dan hormon,
terutama testosterone. Permukaan masing-masing testis tertutup oleh lamina visceralis tunicae
vaginalis, kecuali pada tempat perlekatan epididimis dan funiculus spermaticus. Tunica
vaginalis ialah sebuah kantong peritoneal yang membungkus testis dan berasal dari processus
vaginalis embrional. Lamina parietalis tunicae vaginalis berbatasan langsung pada fascia
spermatica interna dan lamina visceralis tunicae vaginalis melekat pada testis dan epididimis.
Sedikit cairan dalam rongga tunica vaginalis memisahkan lamina visceralis terhadap lamina
parietalis dan memungkinkan testis bergerak secara bebas dalam scrotum.3
Vaskularisasi testis berasal dari arteria testicularis. Vena-vena meninggalkan testis
dan berhubungan dengan plexus pampiniformis yang melepaskan vena testicularis dalam
canalis inguinalis. Limfe dari testis disalurkan ke nodi lymphoidei lumbales dan nodi
lymphoidei pre-aortici. Saraf autonom testis berasal dari plexus testicularis sekeliling arteria
3
testicularis. Saraf ini mengandung serabut parasimpatis dari nervus vagus dan serabut
simpatis dari segmen medulla spinalis.3
4
Pada fascia cremasterica terdapat musculus cremaster yang secara refleks
mengangkat testis ke atas ke dalam scrotum, terutama sewaktu dingin. Musculus cremaster,
yang berasal dari musculus obliquus internus abdominis, memperoleh persarafan dari ramus
genitalis nervi genitofemoralis (L1,L2).3
Komponen funiculus spermaticus ialah :
1. Ductus deferens (vas deferens), pipa berotot dengan kepanjangan sekitar 45 cm
yang menyalurkan mani dari epididimis.
2. Arteria testicularis yang berasal dari permukaan lateral aorta, dan memasok
darah kepada testis dan epididimis.
3. Arteri untuk ductus deferens dari arteria vesicalis inferior.
4. Arteria cremasterica dari arteria epigastrica inferior.
5. Plexus pampiniformis, anyaman pembuluh balik yang dibentuk melalui
anastomosis beberapa sampai dua belas vena.
6. Serabut saraf simpatis pada arteri, dan serabut simpatis dan parasimpatis pada
ductus deferens.
7. Ramus genitalis nervi genitofemoralis mempersarafi musculus cremaster.
8. Pembuluh limfe untuk menyalurkan limfe dari testis dan struktur berdekatan ke
nodi lymphoidei lumbales dan nodi lymphoidei pre-aortici.3
6
2.5 Patofisiologi Torsio Testis
Terdapat dua jenis torsio testis berdasarkan patofisiologinya yaitu intravagina dan
ekstravagina torsio. Torsio intravagina terjadi di dalam tunika vaginalis dan disebabkan oleh
karena abnormalitas dari tunika pada spermatic cord di dalam scrotum. Secara normal, fiksasi
posterior dari epididimis dan investment yang tidak komplet dari epididimis dan testis
posterior oleh tunika vaginalis memfiksasi testis pada sisi posterior dari scrotum. Kegagalan
fiksasi yang tepat dari tunika ini menimbulkan gambaran bentuk ‘bell-clapper’ deformitas,
dan keadaan ini menyebabkan testis mengalami rotasi pada cord sehingga potensial terjadi
torsio. Torsio ini lebih sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda.8
Ekstravagina torsio terjadi bila seluruh testis dan tunika terpuntir pada axis vertical
sebagai akibat dari fiksasi yang tidak komplet atau non fiksasi dari gubernakulum terhadap
dinding scrotum, sehingga menyebabkan rotasi yang bebas di dalam scrotum. Kelainan ini
sering terjadi pada neonatus dan pada kondisi undesensus testis.8
7
ETIOLOGI
Testis berotasi
Funiculus spermaticus
terpeluntir
Iskemia testis
Nekrosis
b) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat membantu membedakan torsio testis dengan penyebab akut
scrotum lainnya. Testis yang mengalami torsio pada scrotum akan tampak bengkak dan
hiperemis. Eritema dan edema dapat meluas hingga scrotumsisi kontralateral. Testis yang
8
mengalami torsio juga akan terasa nyeri pada palpasi. Jika pasien datang pada keadaan
dini, dapat dilihat adanya testis yangterletak transversal atau horisontal. Seluruh testis
akan bengkak dan nyeri sertatampak lebih besar bila dibandingkan dengan testis
kontralateral oleh karenaadanya kongesti vena. Testis juga tampak lebih tinggi di dalam
scrotum disebabkan karena pemendekan dari spermatic cord. Hal tersebut
merupakan pemeriksaan yang spesifik dalam menegakkan dianosis. Biasanya nyeri juga
tidak berkurang bila dilakukan elevasi testis (Prehn sign).7
Pemeriksaan fisik yang paling sensitif pada torsio testis ialah hilangnya refleks
cremaster. Dalam satu literatur disebutkan bahwa pemeriksaan inimemiliki sensitivitas
99% pada torsio testis.7
c) Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan urin dilakukan untuk menyingkirkan diagnosa infeksi traktus
urinarius pada pasien dengan nyeri akut pada skrotum. Piuria dengan atau tanpa
bakteri mengindikasikan adanya suatu proses infeksi dan mungkin mengarah kepada
epididimitis. Selain itu perlu jugadilakukan pemeriksaan darah dan sediment urin.6
2. Pemeriksaan Radiologis
Color Doppler Ultrasonography :6
1) Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat aliran darah pada arteri
testikularis.
2) Merupakan Gold Standar untuk pemeriksaan torsio testis dengan 82-90%
dan spesifitas 100%.
3) Pemeriksaan ini menyediakan informasi mengenai jaringan di sekitar testis
yang echotexture. Ultrasonografi dapat menemukan abnormalitas yang
terjadi pada skrotum seperti hematom, torsio appendiks dan hidrokel.
4) Pada torsio testis, akan timbul keadaan echotexture selama 24-48 jam dan
adanya perubahan yang semakin heterogen menandakan proses nekrosis
sudah mulai terjadi.
9
Gambar 2.8Pemeriksaan Color Doppler Ultrasonography
Nuclear Scintigraphy :6
1) Pemeriksaan ini menggunakan technetium-99 tracer dan dilakukan untuk melihat
aliran darah testis.
2) Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengkonfirmasi hasil pemeriksaan aliran darah
yang meragukan dengan memakai ultrasonografi.
3) Memiliki sensitivitas dan spesifitas 90-100% dalam menentukan daerah iskemia
akibat infeksi.
4) Pada keadaan scrotum yang hiperemis akan timbul diagnosis negatif palsu
5) Adanya daerah yang mengandung sedikit proton pada salah satu scrotum
merupakan tanda patognomonik terjadinya torsio.
10
2.7 Diagnosis Banding Torsio Testis
Torsio testis harus selalu dibedakan dengan kondisi-kondisi lain sebagai penyebab dari
akut scrotum, antara lain:4,6
1. Epididimitis akut.
Penyakit ini secara umum sulit dibedakan dengan torsio testis. Nyeri scrotum
akut biasanya disertai dengan kenaikan suhu, keluarnya nanah dari uretra, adanya
riwayat coitus suspectus (dugaan melakukan senggama dengan selain istrinya),
atau pernah menjalani kateterisasi uretra sebelumnya. Pada pemeriksaan,
epididimitis dan torsio testis, dapat dibedakan dengan Prehn’s sign, yaitu jika
testis yang terkena dinaikkan, pada epididimis akut terkadang nyeri akan
berkurang (Prehn’s sign positif), sedangkan pada torsio testis nyeri tetap ada
(Prehn’s sign negatif). Pasien epididimitis akut biasanya berumur lebih dari 20
tahun dan pada pemeriksaan sedimen urin didapatkan adanya leukosituria dan
bakteriuria.
2. Hernia scrotalis incarserata
Biasanya didahului dengan anamnesis didapatkan benjolan yang dapat keluar
dan masuk ke dalam scrotum.
3. Hidrokel
Pada anamnesis sebelumnya sudah ada benjolan di dalam scrotum
4. Tumor testis
Benjolan tidak dirasakan nyeri kecuali terjadi perdarahan di dalam testis
11
dilakukan tanpa anestesi. Selain itu, testis mungkin tidak sepenuhnya terdetorsi atau
dapat kembali menjadi torsio tak lama setelah pasien pulang dari rumah sakit. Sebagai
tambahan, mengetahui ke arah mana testis mengalami torsio adalah hampir tidak
mungkin, yang menyebabkan tindakan detorsi manual akan memperburuk derajat
torsio.1
2. Operatif
Dilakukan untuk reposisi dan setelah itu dilakukan penilaian apakah testis yang
mengalami torsio masih viable (hidup) atau sudah mengalami nekrosis. Jika testis
masih hidup, dilakukan orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos kemudian
disusul orkidopeksi pada testis kontralateral.6
Torsio testis merupakan kasus emergensi, harus dilakukan segala upaya untuk
mempercepat proses eksplorasi dan pembedahan. Hasil pembedahan tergantung dari
lamanya iskemia, oleh karena itu, waktu sangat penting. Biasanya waktu terbuang
untuk pemeriksaan pencitraan, laboratorium, atau prosedur diagnostik lain yang
mengakibatkan testis tak dapat dipertahankan.1
Tujuan dilakukannya eksplorasi yaitu :1
a. Untukmemastikan diagnosis torsio testis
b. Melakukandetorsi testis yang torsio
c. Memeriksaapakah testis masihviable
12
d. Membuang (jika testis sudahnonviable) ataumemfiksasijika testis masihviable
e. Memfiksasi testis kontralateral
Perbedaan pendapat mengenai tindakan eksplorasi antara lain disebabkan oleh
kecilnya kemungkinan testis masih viable jika torsio sudah berlangsung lama (>24-48
jam). Sebagian ahli masih mempertahankan pendapatnya untuk tetap melakukan
eksplorasi dengan alasan medikolegal, yaitu eksplorasi dibutuhkan untuk
membuktikan diagnosis, untuk menyelamatkan testis (jika masih mungkin), dan untuk
melakukan orkidopeksi pada testis kontralateral. Saat pembedahan, dilakukan juga
tindakan preventif pada testis kontralateral. Hal ini dilakukan karena testis kontralaeral
memiliki kemungkinan torsio di lain waktu.1
Jika testis masih hidup, dilakukan orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos
kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral. Orkidopeksi dilakukan dengan
mempergunakan benang yang tidak diserap pada 3 tempat untuk mencegah agar testis
tidak terpuntir kembali, sedangkan pada testis yang sudah mengalami nekrosis
dilakukan pengangkatan testis (orkidektomi) dan kemudian disusul orkidopeksi pada
testis kontralateral. Testis yang telah mengalami nekrosis jika tetap dibiarkan berada
dalam skrotum akan merangsang terbentuknya antibodi antisperma sehingga
mengurangi kemampuan fertilitas dikemudian hari.6
13
atrofi testis. Atrofi testikular dapat terjadi dalam waktu 8 jam setelah onset iskemia. Insiden
terjadinya atrofi testis meningkat bila torsio telah terjadi 8 jam atau lebih. Komplikasi klinis
dari torsio testis adalah kesuburan yang menurun dan hilangnya testikular apabila torsi
tersebut tidak diperbaiki dengan cukup cepat. Tingkat yang lebih ekstrim dari torsi testis
mempengaruhi tingkat iskemia testikular dan kemungkinan penyelamatan.9
Komplikasi torsi testis yang paling signifikan adalah infark gonad. Kejadian ini
bergantung pada durasi dan tingkat torsi. Analisis air mani abnormal dan apoptosis testikular
kontralateral juga merupakan sekuel yang diketahui mengikuti ketegangantestis. Oleh karena
itu, resikos subfertilitas harus dibicarakan dengan pasien. Testis yang telah mengalami
nekrosis jika tetap dibiarkan berada di dalam scrotum akan merangsang terbentuknya antibodi
antisperma sehingga mengurangi kemampuan fertilitas dikemudian hari. Komplikasi lain
yang sering timbul dari torsio testis meliputi yaitu hilangnya testis, infeksi, dan infertilitas
sekunder.10
14
BAB III
KESIMPULAN
Torsio testis adalah suatu keadaan dimana funikulus spermatikus terpuntir yang
mengakibatkan oklusi dan strangulasi dari vaskularisasi vena atau arteri ke testis dan
epididimis.Adanya kelainan sistem penyanggah testis menyebabkan testis dapat mengalami
torsio jika bergerak secara berlebihan. Beberapa keadaan yang menyebabkan pergerakan yang
berlebihan itu antara lain adalah perubahan suhu yang mendadak, ketakutan, latihan yang
berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi, atau trauma yang mengenai scrotum.
Faktor predisposisi lain terjadinya torsio meliputi peningkatan volume testis, tumor testis,
testis yang terletak horizontal, riwayat kriptorkismus, dan pada keadaan dimana spermatic
cord intrascrotal yang panjang.
Pada torsio testis, pasien mengeluh nyeri hebat di daerah skrotum, yang sifatnya
mendadak dan diikuti pembengkakan pada testis. Keadaan itu disebut akut scrotum. Nyeri
dapat menjalar ke daerah inguinal atau perut sebelah bawah. Gejala lain yang juga dapat
muncul adalah mual dan muntah, kadang-kadang disertai demam ringan.
Penegakan diagnosa pada torsio testis dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang yang meliputi pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
radiologi dengan color doppler ultrasonography dan nuclear scintigraphy.
Penatalaksanaan torsio testis dibagi menjadi dua yaitu non-operatif dengan detorsi
manual dan tindakan operatif. Bila dilakukan penanganan sebelum 6 jam hasilnya baik, 8 jam
memungkinkan pulih kembali, 12 jam meragukan, 24 jam dilakukan orkidektomi.
15
DAFTAR PUSTAKA
16