Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari terkadang tanpa disadari kita menggunakan


kata-kata yang salah alias tidak sesuai dengan ejaan dalam Bahasa Indonesia.
Salah satu atau dua ejaan kata dalam tulisan kita mungkin sah-sah saja bagi
umum, namun tidak halnya bagi dosen atau guru bahasa indonesia. Ejaan yang
baku sangat penting untuk dikuasai dan digunakan ketika membuat suatu karya
tulis ilmiah.
Kita menyadari bahwa sistem Ejaan Yang Disempurnakan masih ada
rumpangya dalam beberapa hal, seperti penulisan kata majemuk, huruf kapital,
dan tanda-tanda baca. Oleh karena itu, wajarlah jika kemudian dirasakan
kekurangannya di sana-sini karena perjalanan hidup ejaan sejak than 1972 yaitu
Ejaan baku yang digunakan saat ini adalah ejaan bahasa Indonesia yang
mengalami perubahan dari masa-kemasa dimulai dari ejaan Van Ophuijsen,
Ejaan Soewandi, Ejaan Pembaharuan, Ejaan Melindo, ejaan LBK, hingga Ejaan
yang disempurnakan.
Dalam pembicaraan tentang sejarah ini kita perlu memerhatikan
bagaimana ejaan itu dimasyarakatkan sampai ditetapkan secara resmi oleh
pemerintah. Terlihat nanti bahwa perubahan sistem ejaan itu melalui jalan yang
liku-liku.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Ejaan?
2. Apa Sajakah Macam-Macam Ejaan?
3. Bagaimanakah Periode Ejaan Berlangsung?
4. Apa Faktor yang Menyebabkan Berubahnya Ejaan?

C. Tujuan

1
1. Mahasiswa dapat menelusuri sejarah perkembangan ejaan di Indonesia
2. Untuk menjelaskan alasan perubahan ejaan hingga ditetapkannya Ejaan
Yang Disempurnakan

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Ejaan
Ejaan ialah perlambangan fonem1 dengan huruf. Selain itu ejaan
berarti ketetapan tentang bagaimana satuan-satuan morfologi kata dasar, kata
ulang, kata majemuk, kata imbuhan dan partikel-partikel dituliskan. Ketetapan
tentang bagaimana penulisankalimat dan bagian-bagian kalimat dengan
memekai tanda baca.
Ejaan adalah penggambaran bunyi bahasa (kata, kalimat, dsb) dengan
kaidah tulisan (huruf) yang distandarisasikan dan mempunyai makna. Ejaan
biasanya memiliki tiga aspek yaitu:
1. aspek fonologis yang menyangkut penggambaran fonem dengan huruf dan
penyusunan abjad
2. aspek morfologis yang menyangkut penggambaran satuan-satuan morfemis
3. aspek sintaksis yang menyangkut penanda ujaran berupa tanda baca.
Ejaan dapat diartikan sebagai perlambangan bunyi-bunyi bahasa
dengan huruf. Secara khusus ejaan berarti keseluruhan ketentuan yang
mengatur perlambangan bunyi bahasa termasuk pemisahan dan
penggabungannya.

 Menurut Para Ahli


Menurut Chaer (2006: 36) ejaan adalah konvensi grafts, perjanjian di antara
anggota masyarakat pemakai suatu bahasa untuk menuliskan bahasanya, yang
berupa pelambangan fonem dengan huruf, mengatur cara penulisan kata dan

1 Fonem : Bunyi-bunyi bahasa yang sering di ucapkan dan gambar bunyi bahasa yang sering
diucapakan juga diartikan: kesatuan bahasa yang terkecil yang dapat membedakan arti.

2
penulisan kalimat, beserta dengan tanda-tanda bacanya.

Wirjosoedarmo (1984: 61) berpendapat bahwa ejaan adalah aturan


menuliskan bunyi ucapan dalam bahasa dengan tanda-tanda atau lambang-
lambang.

Menurut Arifin (2004: 170) ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana


melambangkan bunyi ujaran dan bagaimana antar hubungan antara lambang-
lambang itu (pemisahan dan penggabungannya dalam suatu bahasa).
Selanjutnya secara teknis, ejaan adalah penulisan huruf, penulisan kata, dan
pemakaian tanda baca.

Keraf (1984: 47) berpendapat bahwa ejaan adalah keseluruhan peraturan


bagaimana menggambarkan lambang-larnbang bunyi-ujaran dan bagaimana
inter-relasi antara lambang-lambang itu (pemisahannya, penggabungannya)
dalam suatu bahasa.

Kridalaksana (2008: 54) mengemukakan bahwa ejaan adalah penggambaran


bunyi bahasa dengan kaidah tulis menulis yang distandarisasikan yang lazirn
mempunyai 3 aspek, yakni aspek fonologis yang menyangkut penggambaran
fonem dengan huruf dan penyusunan abjad, aspek morfologis yang
menyangkut penggambaran satuan-satuan morfcmis, dan aspek sintaksis yang
menyangkut penanda ujaran berupa tanda baca.

Menurut KBBI (2005: 285) ejaan adalah kaidah-kaidah cara menggambarkan


bunyi-bunyi (kata, kalimat, dsb) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta
penggunaan tanda baca.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa


ejaan adalah kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi bahasa dengan kaidah
dalam bentuk tulisan yang mempunyai 3 aspek, yakni aspek fonologis yang

3
menyangkut penggambaran fonern dengan huruf dan penyusunan abjad, aspek
morfologis yang menyangkut penggambaran satuan-satuan morfeinis, aspek
sintaksis yang menyangkut penanda ujaran berupa tanda baca.

Adapun fungsi ejaan antara lain sebagai :

 Landasan pembakuan tata bahasa.

 Landasan pembakuan kosakata dan peristilah.

 Alat penyaring masuknya unsur-unsur bahasa lain kedalam bahasa


indonesia.

Secara praktis ejaan berfungsi untuk membantu pembaca dalam


memahami dan mencerna informasi yang disampaikan secara tertulis.

B. Macam-Macam Ejaan

Ada beberapa macam ejaan dalam Bahasa Indonesia, diantaranya :

1. Ejaan Van Ophusyen

Ejaan Van Ophusyen disebut juga Ejaan Balai pustaka. Masyarakat


pengguna bahasa menerapkannya sejak tahun 1901 sampai 1947. Ejaan ini
merupakan karya Ch. A. Van Ophusyen, dimuat dalam kitab Logat
Melayoe (1901).

Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:

1. Jika pada suatu kata berakhir dengan huruf /a/ mendapat akhiran /i/,
maka di atas akhiran itu diberi tanda trema /”/. Huruf ï ini untuk
membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus
disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramaï. Juga
digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa

2. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.

3. Huruf /u/ ditulis /oe/ untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer,
dsb.

4
4. Tanda diakritik2, seperti koma hamzah /k/ ditulis dengan tanda /’/ dan
tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.

5. Huruf /c/ yang pelafalannya keras diberi tanda /’/ diatasnya.

6. Kata ulang diberi angka 2, misalnya: janda2 (janda-janda)


7. Kata majemuk dirangkai ditulis dengan 3 cara :
a. Dirangkai menjadi satu, misalnya /hoeloebalang, apabila/, dsb.
b. Dengan menggunakan tanda penghubung misalnya /rumah-sakit/,dsb.
c. Dipisahkan, misalnya /anak-negeri/,dsb.

Ajaran Ophuysen tidak dipakai lagi karena beberapa pertimbangan berikut

1. Adanya gugus konsonan dalam bahasa indonesia tidak menimbulkan


kesulitan apapun dalam lafal bagi pemakai bahasa Indonesia.

2. Kita menghendaki agar ejaan kata pungut dalam bahasa Indonesia


sedapat-dapatnya dekat dengan ejaan asli kata asalnya.

3. Dalam pemungutan kata asing kita sukar menghindari adanya gugus


tugas konsonan.

Berdasarkan tiga hal tersebut maka ajaran Ophuysen


dikesampingkan. Selain itu kelemahan ejaan ini banyaknya tanda-
tanda diakritik.

2. Ejaan Republik/ Ejaan Suwandi

Sistem ejaan suwandi merupakan sistem ejaan latin untuk bahasa


Indonesia.

Ciri khusus Ejaan Republik/ Suwandi :

1. Huruf /oe/ dalam ejaan Van Ophusyen berubah menada /u/.

2 Diakritik (pengucapan bahasa Inggris: [daɪ.əˈkrɪtɨk]) (atau tanda diakritik') adalah tanda baca tambahan pada
huruf yang sedikit banyak mengubah nilai fonetis huruf tersebut, misal tanda ´ pada é.

5
2. Tanda trema pada huruf /a/ dan /i/ dihilangkan.

3. Koma hamzah ditulis dengan /k/ misalanya kata menjadi katak.

4. Penulisan kata ulang dapat dilakukan dengan dua cara. Contohnya :


Berlari-larian; Berlari2-an.

5. Penulisan kata majemuk dapat dilakukan dengan tiga cara.


Contohnya : Tata laksana; Tata-laksana; Tatalaksana.

6. Huruf /e/ keras dan /e/ lemah ditulis tidak menggunakan tanda,
misalnya ejaan, seekor, dsb.

7. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai


dengan kata yang mendampinginya.

8. Kata yang berasal dari bahasa asing yang tidak menggunakan /e/
lemah (pepet) dalam bahasa Indonesia ditulis tidak menggunakan
/e/ lemah, misalnya : /putra/ bukan /putera/, /praktek/ bukan
/peraktek/, dsb.

3. Ejaan Malindo

Ejaan Malindo (Melayu-Indonesia) adalah suatu ejaan dari perumusan


ejaan melayu dan Indonesia. Perumusan ini berangkat dari kongres Bahasa
Indonesia tahun 1954 di Medan, Sumatera Utara. Ejaan Malindo ini belum
sempat diterapkan dalam kegiatan sehari-hari karena saat itu terjadi
konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia.

4. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)

6
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) merupakan penyempurnaan dari
ejaan-ejaan sebelumnya. EYD (Ejaan yang Disempurnakan) adalah tata
bahasa dalam Bahasa Indonesia yang mengatur penggunaan bahasa
Indonesia dalam tulisan, mulai dari pemakaian dan penulisan huruf capital
dan huruf miring, serta penulisan unsur serapan. EYD disini diartikan
sebagai tata bahasa yang disempurnakan.Dalam penulisan karya ilmiah
perlu adanya aturan tata bahasa yang menyempurnakan sebuah karya
tulis.Karena dalam sebuah karya tulis memerlukan tingkat kesempurnaan
yang mendetail. Singkatnya EYD digunakan untuk membuat tulisan
dengan cara yang baik dan benar.

EYD diresmikan pada saat pidato kenegaraan memperingati HUT


Kemerdekaan RI XXVII, 17 agustus 1972. Kemudian dikukuhkan dalam
Surat Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972. EYD ini hasil kerja panitia
ejaan Bahasa Indonesia yang dibentuk tahun 1966.

Ciri khusus Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) :

1. Perubahan huruf /j/, /dj/, /nj/, /ch/, /tj/, /sj/ pada ejaan Republik
menjadi /y/, /j/, /ny/, /kh/, /c/, /sy/.

Perubahan:

Indonesia
Malaysia
(pra- Sejak 1972
(pra-1972)
1972)

tj ch C

dj j J

7
ch kh Kh

nj ny Ny

sj sh Sy

j y Y

oe* u U

Catatan: Tahun 1947 "oe" sudah digantikan dengan "u". Contoh :

Jang > yang

Djadi > jadi

Njonja > nyonya

Chabar > khabar

Tjepat > cepat

Sjarat > syarat

2. Kata ulang ditulis dengan satu cara yakni menggunakan tanda hubung
(tidak diperkenankan menggunakan tanda angka /2/)
Contoh :
Besar2 > Besar-besar
Se-besar2-nya > sebesar-besarnya

8
Sayur2-an > sayur-sayuran

Penulisan kata ulang dengan menggunakan angka /2/ hanya


diperkenankan pada tulisan cepat atau notula.

3. Penulisan kata majemuk harus dipisahkan dan tidak perlu menggunakan


tanda hubung. Contoh :
Duta-besar > duta besar
Kaya-raya > kaya raya
Tata-usaha > tata usaha

4. Gabungan kata yang sudah dianggap senyawa (satu kata) ditulis


serangkai. Contohnya : Assalamualaikum, hulubalang, dsb.

5. Kata ganti ku, mu, kau, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya. Contohnya : kumiliki, dipukul, barangmu, pacarku, dsb.

6. Kata depan di dan ke ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.


Contohnya : di Surabaya bukan disurabaya
ke sini bukan kesini
di sini bukan disini

7. Partikel pun terpisah dari kata yang mendahuluinya, kecuali pun yang
menjadi kelompok kata. Contohnya :
Kapan pun aku tetap menantimu
Meskipun demikian aku tak akan marah (meskipun adalah kelompok
kata)

8. Penulisan kata si dan sang dipisah dari kata yang mengikutinya.


Contohnya : Si penjual bakso bukan sipenjual bakso
Sang pujangga bukan sangpujangga

9. Partikel per berarti tia-tiap dipisah dari kata yang mengikutinya.


Contohnya :
Per orang bukan perorang
Per lembar bukan perlembar

9
C. Periode Ejaan
Genearologi bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu yang
disesuaikan dengan perkembangan masyarakat hingga saat ini. Terdapat tiga
periodesasi bahasa Melayu yang terbagi menjadi Melayu klasik, Melayu
tengahan, dan Melayu baru.
Periode Melayu klasik dapat dibuktikan dengan adanya prasasti
Sajamerta kemudian prasasti Manjucrirgha yang ditemukan di Jawa Tengah.
Prasasti tersebut berasal dari tahun yang sama dengan dinasti Syailendra,
sekitar abad kesembilan Masehi. Pada periode Melayu tengahan, pengaruh
Islam sangat kuat dalam penyebaran tradisi penulisan Arab-Melayu. Periode
Melayu tengahan tidaklah bertahan lama karena bangsa Eropa yang menjajah
Indonesia menyebarluaskan pemakaian huruf latin dalam berbahasa. Tahun
1850, Rochussen menetapkan penggunaan huruf latin dalam bahasa Melayu.
Kemudian pada tahun 1897, usulan penyeragaman ejaan untuk bahasa Melayu
diusulkan oleh Fokker. Peristiwa itu yang menandai awal periode Melayu baru
tetapi penggunaan huruf latin dan ejaan bahasa Melayu baru resmi ditetapkan
pada tahun 1901.
Dalam periode ini, ejaan yang digunakan adalah ejaan van Ophuijen.
Ejaan bahasa Indonesia semakin berkembang. Setelah van Opuhujien, ejaan
Soewandi muncul pasca kemerdekaan. Diikuti oleh ejaan pembaharuan,
Melindo, ejaan baru, dan yang digunakan hingga saat ini adalah EYD atau
ejaan yang disempurnakan.

 Tahapan Ejaan-ejaan untuk bahasa Melayu/Indonesia sebagai berikut :

Ejaan van Ophuijsen (1901)


Penulisan Ejaan yang Disempurnakan pada masa-kemasa mengalami
perubahan yang dimulai dari ejaan Van Ophuijsen yang terdengar dalam
Kongres Bahasa Indonesia I, 1983, di Solo. E j a a n v a n O p h u y s e n i n i
m e r u p a k a n e j a a n y a n g p e r t a m a k a l i b e r l a k u dalam bahasa Indonesia
yang ketika itu masih bernama bahasa Melayu.

10
Ejaan Van Ophuijsen yakni ejaan resmi untuk bahasa Melayu yang
disusun oleh Prof. Ch. A. Van Ophuysen dengan bantuan beberapa orang guru
bahasa Melayu seperti Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib
Soetan Ibrahim pada tahun 1896.
Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin.
Pedoman tata bahasa yang kemudian dikenal dengan nama ejaan van
Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial dan diterbitkan pada tahun
1901.

Ejaan Republik (1947)


Kemudian ejaan Van Ophuysen pada tanggal 19 Maret 1947
disederhanakan oleh Mr. Soewandi . Ejaan ini kemudian dikenal dengan nama
Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi. Setelah perubahan ejaan yang ini,
muncullah reaksi setelah pemulihan kedaulatan (1949) yang melahirkan ide
yang muncul dalam Kongres Bahasa Indonesia II di Medan (1954). Waktu itu
pejabat Mentri Pendidikan dan kebudajaan adalah Mr. Muh. Yamin yang
memutuskan :
 Ejaan sedapat-dapatnya menggambarkan satu fonem dengan satu huruf
 Penetapan hendaknya dilakukan oleh suatu badan yang kompeten
 Ejaan itu hendaknya praktis tetapi ilmiah.
Pada tanggal 19 Maret 1947 ejaan Soewandi diresmikan menggantikan
ejaan van Ophuijsen. Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi julukan ejaan
Republik. Hal-hal yang perlu diketahui sehubungan dengan pergantian
ejaan itu adalah sebagai berikut.
a. Huruf oe diganti dengan u, seperti pada guru, itu, umurBunyi
hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k, seperti pada kata-kata
tak, pak, maklum, rakjat.
b. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti anak2, ber-jalan2,
ke-barat2-an.
c. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan
kata yang mengikutinya, seperti kata depan di pada dirumah,
dikebun, disamakan dengan imbuhan di- pada ditulis, dikarang.

11
Van Ophui jsen 1901 Soewandi 1947
Boekoe Buku
Ma’lum Maklum
‘adil Adil
Pende’ Pendek

Ejaan Pembaharuan (1957)


Perubahan selanjutnya ialah ejaan pembaruan oleh Prijono sebagai
Dekan Fakultas Universitas Indonesia yang menonjolkan beberapa huruf baru.
Kemudian pada Kongres II di Singapura dicetuskan suatu resolusi untuk
menyatukan ejaan bahasa Melayu di semenanjung Melayu dengan bahasa
Indonesia di Indonesia.
Perubahan ejaan ini melakukan perubahan penting pada huruf
<e>dengan pemberian tanda aksen aigu, bunyi <ng>, <tj>, <nj>, <dj>diganti
dengan lambing <ƞ>, <tj>, <ń>, dan <j>, huruf <j diganti dengan <y>, vocal
rangkap /ai/, /au/,/dan /oi/

Ejaan Melindo (Melayu Indonesia) (1959)


Perkembangan selanjutnya ialah disetujinya perjanjian Persekutuan
tanah melayu dan Repoblik Indonesia yang menghasilkan konsep ejaan
melindo (Ejaan Melayu-Indonesia)pada tahun 1959. Konsep ejaan ini dikenal
pada akhir tahun 1959. Dalam konsep ini telah memunculkan huruf-huruf baru.
Dengan munculnya huruf baru ini menjadi suatu kendala karena pada huruf
baru ini tidak ditemukannya dalam mesin tik (kecuali c dan j), sehingga huruf
tersebut tidak jadi dipakai atau diciptakanya.
Ejaan LBK (1966)
Ketidak setujuan atas konsep melindo, maka muncullah konsep baru
yaitu konsep LBK. Dimana konsep ini sama sekali tidak menggunakan huruf-
huruf baru, dn konsepnya akan menyusun ejaan yang standar semakin penting.
Pemyusunan ini dituliskan dalam seminar sastra 1968 dengan konsep ejaan
baru. Konsep tersebut dinamakan Ejaan Lembaga dan Kesusastraan (LBK).

Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) (1972)


Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan Bahasa Indonesia yang
berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan
Republik atau Ejaan Soewandi.Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden

12
Republik Indonesia meresmikan pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia.
Peresmian ejaan baru itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang
berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai
patokan pemakaian ejaan itu.

Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa


Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya tanggal 12
Oktober 1972, No. 156/P/1972 (Amran Halim, Ketua), menyusun buku
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang berupa
pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman
Umum Pembentukan Istilah. Sejak saat itulah konsep ini diberi nama ejaan
yang Disempurnakan. Jika dianalogkan dengan Ejaan Van Ophuijsen dan
Ejaan Soewandi, ejaan yang disempurnakan dapat disebut sebagai Ejaan
Mashuri karena Mashurilah yang dengan sepenuh tenaga sebagai Mentri
pendidikan dan kebudayaan, memperjuangkan sampai diresmikan oleh
Presiden.

Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah:

 'tj' menjadi 'c' : tjutji → cuci


 'dj' menjadi 'j' : djarak → jarak
 'j' menjadi 'y' : sajang → saying
 'nj' menjadi 'ny' : njamuk → nyamuk
 'sj' menjadi 'sy' : sjarat → syarat
 'ch' menjadi 'kh' : achir → akhir
 awalan 'di-' dan kata depan 'di' dibedakan penulisannya. Kata
depan 'di' pada contoh "di rumah", "di sawah", penulisannya
dipisahkan dengan spasi, sementara 'di-' pada dibeli, dimakan
ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
 Sebelumnya "oe" sudah menjadi "u" saat Ejaan Van
Ophuijsen diganti dengan Ejaan Republik. Jadi sebelum EYD,
"oe" sudah tidak digunakan.

13
D. Faktor Penyebab Berubahnya Ejaan

Ejaan digunakan dalam bahasa tulis. Di dalamnya berisi kaidah yang


mengatur :
1. Bagaimana menggambarkan lambang-lambang bunyi ujaran
2. Bagaimana menggambarkan hubungan antara lambang-lambang itu,
baik pemisahan atau penggabungan dalam suatu bahasa.

Secara teknis ejaan yang dimaksud sebagai cara penulisan huruf, penulisan
kata, penulisan kalimat. Dan penulisan tanda-tanda baca atau pungtiasi. Seperti
yang telah dijelaskan di pembahasan sebelumnya, bahwa bahasa Indonesia
pernah merumuskan berbagai system ejaan diantaranya ejaan Van opuijsen
(1901), ejaan soewandi (1947), ejaan pembaharuan (1957), ejaan melindo
(1972), ejaan LBK (1966), dan ejaan yang disempurnakan (1972).

Perubahan itu disebabkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :


1. Pertimbangan teknis, yang menghendaki agar setiap fonem
dilambangkan oleh satu huruf
2. Pertimbangan praktis, yang menghendaki agar disesuaikan dengan
keperluan seperti mesin tukis atau keadaan percetakan
3. Pertimbangan ilmiah, yang menghendaki agar perlambangan
mencerminkan studi yang mendalam tentang kenyataan linguistic
maupun social yang berlaku.
4. Pertimbangan konotatif, yang menghendaki bagaimana bunyi it
menunjukkan perbedaan makna.
5. Pertimbangan politis, karena ada kepentingan-kepentingan di
dalamnya, karena pemerintah pada waktu itu mengharuskan untuk
menertibkan penggunaan tata istilah, serta
6. Banyaknya elemen yang sulit direalisasikan oleh bangsa Indonesia.

14
Dari beberapa proses perubahan ejaan bahasa Indonesia dari ejaan Van
Ophuijsen ke ejaan yang Disempurnakan, dapat disimpulkan :
o Yang pertama pada ejaan Van Ophuijsen. pada ejaan ini perlu diubah
karena masih kurang praktis pada penggunaan bahasa. Dimana bahasa
pada Van Ophuijsen masih menggunakan nama bahasa Melayu. Selain
itu penggunaan tanda diakritik masih menimbulkan kesulitan bagi
pemakainya.
o Kedua pada ejaan soewandi masih melakukan pengubahan pada tanda
diakritik atau bahkan dihilangkan, akan tetapi, ada lambang hamzah
yang diganti dengan huruf <k>. Ejaan Soewandi ternyata masih kurang
praktis karena belum ada penggantian bunyi pada huruf-huruf koma
wasla dan koma ain pada kata-kata yang berbunyi sentak. Ejaan
berikutnya adalah ejaan pembaharuan yang diubah karena
kekurangannya pada penggunaan huruf-huruf baru.
o Kemudian muncullah Ejaan Melindo, yang ternyata sama halnya pada
ejaan pembaharuan yang masih menggunakan huruf baru. Namun huruf
baru yang digunakan ini terdapat beberapa huruf yang tidak dapat
dituliskan pada mesin tik.
o Sehingga pada Ejaan LBK muncullah konsep baru dengan
menghilangkan tanda-tanda diakritik agar huruf dapat ditulis dan
diketik dengan mudah.
Dari beberapa sebab pengubahan ejaan diatas yang diciptakan
melalui berbagai pertemuan, perjanjian, kongres-kongres,maupun
dalam seminar, tidak memunculkan konsep yang praktis jadi salah satu
tujuan pengubahan ini, agar masyrakat Indonesia dapat bersatu.
Maksudnya dengan ejaan yang disempurnakan dapat memperstatukan
sekelompok orang menjadi satu masyarakat bahasa. Yang kedua,
Pemberi kekhasan agar dapat menjadi pembeda dengan masyarakat
pemakai bahasa lainnya. Ketiga, Pembawa Kewibawaan yang dapat
memperlihatkan kewibawaan pemakainya.

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan

15
Bahasa Indonesia pernah merumuskan berbagai system ejaan
diantaranya ejaan Van opuijsen (1901), ejaan soewandi (1947), ejaan
pembaharuan (1957), ejaan melindo (1972), ejaan LBK (1966), dan ejaan yang
disempurnakan (1972). Perubahan itu disebabkan pertimbangan-pertimbangan
sebagai berikut :
1. Pertimbangan teknis, yang menghendaki agar setiap fonem dilambangkan
oleh satu huruf
2. Pertimbangan praktis, yang menghendaki agar disesuaikan dengan
keperluan seperti mesin tukis atau keadaan percetakan
3. Pertimbangan ilmiah, yang menghendaki agar perlambangan
mencerminkan studi yang mendalam tentang kenyataan linguistic maupun
social yang berlaku
4. Konotatif, yang menghendaki bagaimana bunyi itu menunjukkan
perbedaan makna
5. Pertimbangan politis, karena ada kepentingan-kepentingan di dalamnya,
karena pemerintah pada waktu itu mengharuskan untuk menertibkan
penggunaan tata istilah, serta
6. Banyaknya elemen yang sulit direalisasikan oleh bangsa Indonesia.

2. Saran

Dengan mengetahui dengan jelas proses pergantian aturan ejaan yang


ditetapkan dan sudah mengerti bagaimana aturan ejaan yang seharusnya
digunakan, maka dalam berbahasa Sudah selayaknya kita sebagai bagian dari
bangsa Indonesia dapat menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar
khususnya dalam bahasa tulis. Dengan adanya penjabaran tentang pamakaian
Ejaan Yang Disempurnakan diharapkan para pembaca dapat memahami dan
menerapkan penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan dalam pembuatan suatu
karya tulis. Dan semoga penjabaran ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

16
Hasyim,Munira.2011.Sejarah Pengkajian Bahasa Indonesia.Makassar

Sumber Internet :

http://id.wikipedia.org/wiki/Ejaan

http://rangrangbuana.blogspot.com/2011/02/makalah-analisis-ejaan.html

http://tripangesti.blogspot.com/2011/02/macam-macam-ejaan_12.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Diakritik

http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesia

http://adhymb.blogspot.com/2012/09/normal-0-false-false-false-en-us-x-
none.html

http://nuruladitya20.blogspot.com/2010/07/perubahan-bunyi-bentuk-dan-
makna-dalam.html

http://fitriaapriliaismail.blogspot.com/2011/10/sejarah-perkembangan-ejaan-di-
indonesia.html

17

Anda mungkin juga menyukai