Anda di halaman 1dari 1

Ada sebuah anekdot tentang sebuah organisasi masyarakat islam.

Alkisah seorang
jurnalis televise diturunkan untuk meliput kasus bentrokan di Jawa Timur, tepatnya di
Pamekasan Madura.Sang jurnalis mewawancarai seorang warga yang terlibat bentrokan.
“Nama sampeyan, siapa?” Tanya sang jurnalis. ”Zaenuddin, pak” jawab si narasumber
dengan logat Madura yang kental. “Agama sampeyan?” tanya lanjut sang jurnalis. ”NU,
pak!” jawab Zaenuddin dengan singkat. Begitu sebuah organisasi Islam, baik
Muhammadiyah, Nahdatul Ulama ataupun ormas lainnya melekat pada berbagai lapisan
masyarakat, baik sebagai sebuah organisasi semata sampai pada hal yang menjurus aliran
dan cara pandang dalam beragama..
Islam agama Rahmatan Lilalamin, rahmat bagi semua orang dan memandang
perbedaan dan cara pandang dalam ajaran islam sebagai suatu rahmat, tak terkecuali
menyangkut masalah penentuan hari lebaran yang berbeda.
Nahdatul Ulama, yang disokong oleh pemerintah menentukan hari Lebaran Idul
Fitriyang diikuti oleh banyak masyarakat Indonesia, pada hari Selasa, 24 Oktober 2006,
dengan alasan belum terlihatnya hilal atau bulan yang sampai hari minggu, 22 Oktober
2006 atau 29 Ramadhan, sehi8ngga ramadhan ditetapkan sampai 30 hari. Sedangkan
pihak Muhammadiyah, meski berseberangan dengan pemerintah, mereka tetap
melakukan lebaran Idul Fitri yang ditentukan menurut sistem hisab, yakni Senin 23
Oktober 2006.
Bahkan, ada sejulah kelompok Haidir, yang mengaku pengikut Nabi Khaidir,
pimpinan Ustadz Rangka di Balangkakoci, Kecamatan Parangloe, kabupaten Gowa, telah
merayakan Idul Fitri pada hari Minggu, 22 Oktober 2006.
Selain itu, para pengikut ajaran Wetu Telu, suku Sasak, desa Bayan, Lombok
Nusa Tenggara Barat, baru merayakan lebaran Idul Fitri 1 Syawal, pada hari Jumat sore,
27 Oktober 2006.Penentuan hari lebaran, berdasarkan kesepakatan dari rapat 44 kepala
suku, yang telah mereka percayakan.
Menilik dari persoalan diatas, perbedaan penentuaan hari lebaran, yang
diperlukan adalah sebuah toleransi tingkat tinggi serta niat untuk saling menghargai dan
menghormati perbedaan itu.Dan telah disepakati, terjadinya perbedaan pendapatyang
dapat dipahami semua pihak itu menunjukkan keluwesannya ajaran islam, sekaligus
sebagai rahmat.
Tak bijak memang rasanya, jika menyangkut masalah penentuan hari lebaran,
terjadi sikap saling mencerca, menjatuhkan dan menggap paham ini paham yang baik dan
paham itu, paham yang menyimpang sekaligus menyesatkan.Sebuah kondisi yang
bertentangan dengan makna Idul Fitri, kembali ke dasar, kembali ke kesucian diri. Lalu,
akibat perbedaan hari lebaran kita saling berselisih paham.
Sekali lagi, Islam Rahmatan Lilalamin, rahmat bagi semua alam semesta, dan
rasncu rasanya jika hanya persoalan perbedaan ormas yang diusung dan perbedaan hari
lebaran, masyarakat saling memojokkan dan mencaci maki sesama muslim, dan bukan
tidak mungkin hal itu akan menjadi bumerang bagi umat islam, dan merusak citra islam
di mata dunia.

Anda mungkin juga menyukai