Identifikasi zat warna perlu dilakukan bila kita akan melakukan pencelupan
terhadap bahan tekstil. Untuk identifikasi ini perlu diketahui jenis seratnya dan cara
identifikasinya. Semua cara identifikasi menentukan golongan zat warna, bukan jenis
zat warna dari suatu golongan zat warna.
Cara identifikasi zat warna menurut Amerika Assosiation of Textile Chemist and
Colorists (AATCC) meliputi semua golongan zat warna pada serat selulosa, serat
protein, serat rayon asetat, serat nylon, serat poliester dan acrilic. Cara identifikasi
ini berdasarkan pada pemisahan golongan zat warna secara sistematik.
1.15.1. Zat Warna pada Kain Selulosa
Serat selulosa mudah dikenal dengan uji pembakaran yang akan memberikan abu
yang rapuh dan bau seperti kertas terbakar. Kemudian dilakukan pemisahan
secara sistimatik untuk mengetahui golongan zat warna yang ada.
Zat warna yang ada mungkin digunakan untuk mencelup serat selulosa adalah : zat
warna direk, asam, basa, direk dengan penyempurnaan resin, belerang, bejana,
anilin, direk dengan pengerjaan iring, naftol, pigmen dan zat warna reaktif.
Pengujian zat warna pada serat kapas dan rayon dilakukan dengan cara yang
sama. Zat warna yang dipakai untuk mencelup serat selulosa dapat
digolongkan sebagai berikut.
1.1 5.1 .1. Golongan I
Golongan ini meliputi zat warna direk, asam, basa dan direk dengan penyempurnaan
resin. Penggolongan ini didasarkan atas kelunturan zat warnazat warna tersebut
dalam larutan amonia atau asetat encer mendidih yang dilakukan menurut urutan
yang ditentukan.
- Zat warna direk
Cara identifikasi zat warna direk ini adalah dengan mengerjakan contoh uji dalam
tabung reaksi yang diberi 5 – 10 ml air dan - 1 ml amonia pekat.
Larutan yang berisi contoh uji ini kemudian dididihkan, supaya melunturkan zat
warna sampai larutannya cukup banyak untuk dapat mencelup kapas kembali. Setelah
zat warna yang luncur cukup banyak, contoh uji dikeluarkan dan ke dalam tabung
reaksi dimasukan sepotong kain kapas putih dan garam dapur sedikit.
Larutan dididihkan selama 1 menit, dinginkan sampai suhu kamar, kainnya
diambil, dicuci dan diamati pewarnaan pada kain kapas putih tersebut.
Pencelupan kembali pada kain kapas putih dalam larutan amonia dan garam
dapur yang menghasilkan warna yang sama dengan warna contoh uji,
menunjukkan uji positif zat warna direk.
basa, beitsa
yang menunjukkan ada tidaknya zat warna yang luntur dalam air. Untuk pengujian
terhadap beberapa jenis zat warna pigmen dan zat warna reaktif hasilnya
menunjukkan reaksi yang sama.Zat warna reaktif bentuk struktur kimianya
bermacam-macam, tetapi untuk identifikasinya dapat digabungkan dengan dasar
mengetahui jenis gugus reaktifnya.
P E N C E L U P A N (D Y E I N G)
Tahap-tahap pencelupan :
1. Migrasi
Pada tahap ini, zat warna dilarutkan dan diusahakan agar larutan zat
warna bergerak menempel pada bahan. Zat warna dalam larutan mempunyai
muatan listrik sehingga dapat bergerak kian kemari. Gerakan tersebut
menimbulkan tekanan osmosis yang berusaha untuk mencapai keseimbangan
konsentrasi, sehingga terjadi difusi dari bagian larutan dengan konsentrasi tinggi
menuju konsentrasi rendah. Bagian dengan konsentrasi rendah terletak di
permukaan serat, yaitu pada kapiler serat. Jadi zat warna akan bergerak
mendekati permukaan serat.
2. Adsorpsi
3. Difusi
Fiksasi terjadi karena adanya ikatan antara molekul zat warna dengan
serat, yaitu ikatan antara gugus auksokrom dengan serat.
1. Ikatan hydrogen
H-O-H H
H-O-H----O
2. Ikatan elektrovalen
Ikatan elektrovalen adalah ikatan antara zat warna dengan serat yang
timbul karena adanya gaya tarik-menarik antara muatan yang berlawanan.
Misalnya ikatan antara serat dengan gugus anion pada molekul zat warna.
Ikatan Van der Waals terjadi apabila antara zat warna dengan serat
mempunyai gugus hidrokarbon yang sesuai sehingga saat pencelupan zat warna
cenderung lepas dari air dan bergabung dengan serat.
4. Ikatan kovalen
Ikatan kovalen terjadi pada pencelupan serat dengan zat warna reaktif,
sifatnya paling kuat dibanding ikatan yang lain.
Zat warna meliputi semua bahan pewarna yang dapat larut dalam air dan
mempunyai daya tarik terhadap serat pada bahan tekstil. Suatu zat dapat
berlaku sebagai zat warna apabila :
1. Zat warna subtantif, yaitu zat warna yang larut dalam air dan langsung dapat
mewarnai bahan.
2. Zat warna ajektif, yaitu zat warna yang memerlukan obat bantu untuk dapat
mewarnai bahan.
Zat warna direk mempunyai tahan sinar yang cukup baik, namun tahan
cucinya kurang baik, sehingga memerlukan kerja iring untuk memperbaikinya.
Kerja iring dilakukan untuk memperbesar molekul zat warna dengan
menggunakan formaldehid, garam-garam diazonium, dan garam logam agar
tidak mudah luntur. Garam diazonium akan menggandeng garam lain sehingga
molekul zat warna menjadi besar. Selain itu, zat warna direk juga tidak tahan
terhadap oksidasi dan reduksi.
Pada pencelupan dengan zat warna direk, gugus hidroksil dalam molekul
selulosa memegang peranan penting. Akan terjadi ikatan hidrogen antara gugus
hidroksil dengan gugus amina dalam molekul zat warna direk, menurut reaksi :
H H -NR
a. Golongan A
Zat warna direk golongan ini mudah bermigrasi sehingga mempunyai daya
perata yang tinggi. Pada awal pencelupan mungkin tidak akan rata, namun
dengan pendidihan yang cukup akan diperoleh hasil yang rata.
Mula-mula zat warna dibuat pasta dengan air dingin dan zat pembasah.
Lalu ditambah air mendidih dan diaduk hingga larut sempurna. Larutan tersebut
ditambah Na2CO3 1-3% untuk menghilangkan kesadahan air. Selanjutnya
ditambah NaCl 5-20% tergantung ketuaan warna yang diinginkan. Bahan dicelup
pada suhu 40-500C sambil dinaikkan suhunya hingga mendidih selama 30-40
menit. Pencelupan dilanjutkan selama 45-60 menit pada suhu mendidih
tersebut. Apabila hasil celupan kurang rata, maka dapat diperpanjang waktunya
selama beberapa menit.
b. Golongan B
Zat warna direk golongan ini mempunyai daya perata yang rendah
sehingga penyerapannya perlu diatur dengan penambahan elektrolit. Apabila
pada awal pencelupan tidak akan rata, maka sulit diperbaiki.
c. Golongan C
Zat warna direk golongan ini mempunyai daya perata yang rendah dan
sangat peka terhadap elektrolit. Penyerapannya sangat baik walaupun tanpa
penambahan elektrolit, namun perlu dilakukan pengaturan suhu pencelupan.
Zat kation aktif antara lain dikenal dengan nama dagang Neofix, amigen,
sandofix WE. Zat tersebut akan bergabung dengan anion dan zat warna direk
membentuk senyawa yang lebih komplek untuk memperbaiki ketahanan
cucinya. Bahan yang telah dicelup dan dibilas, dikerjakan dalam larutan zat
kation aktif 1-3% pada suhu 60-700C selama 15 menit. Pengerjaan iring dengan
zat kation aktif ini dapat menurunkan ketahanan sinarnya.
Zat warna basa dikenal juga dengan nama zat warna kationik atau
Mauvin, terutama digunakan untuk mewarnai serat protein, seperti wol dan
sutra. Zat warna ini tidak mempunyai afinitas terhadap selulosa, sehingga perlu
pengerjaan pendahuluan (Mordanting) dengan asam tannin agar dapat
digunakan untuk mewarnai serat selulosa.
Zat warna basa merupakan zat warna subtantif dengan kecerahan dan
intensitas yang tinggi. Tahan sinarnya jelek, tahan cucinya kurang baik. Zat
warna ini mudah larut dalam alkohol.
Zat warna basa tidak mempunyai afinitas terhadap selulosa sehingga bila
dicelup langsung akan luntur kembali. Afinitasnya tinggi terhadap serat protein,
karena akan terbentuk ikatan garam sehingga dapat berikatan dengan zat warna
basa :
NH2+-wol-COO- + D+ wol-COOD
a. Serat selulosa
Bahan yang telah dimasak dikerjakan dalam larutan asam tanin pada
suhu mendidih selama 10-20 menit. Pengerjaan diteruskan selama 2 jam
dengan tetap mempertahankan suhu larutan. Bahan diperas lalu dikerjakan lagi
dalam larutan tartar emetic pada suhu kamar selama 30 menit, selanjutnya
bahan dibilas dan diperas. Kemudian bahan dicelupkan dalam larutan celup yang
mengandung 1-3% asam asetat 30% dan 1/3 bagian larutan zat warna pada
suhu kamar selama 15 menit. Lalu 1/3 bagian lagi dimasukkan dan suhu
dinaikkan hingga 400C. Setelah 20 menit, sisa larutan zat warna dimasukkan
dan suhu dinaikkan hingga 700C.
b. Serat sutra
c. Serat wol
Bahan wol yang telah dimasak dimasukkan ke dalam larutan celup yang
mengandung larutan zat warna dan 1-3% asam asetat pada suhu kamar selama
10 menit. Kemudian suhu dinaikkan hingga mendidih dan pencelupan
dilanjutkan selama 30-45 menit, lalu bahan dibilas hingga bersih.
d. Serat poliakrilat
Zat warna reaktif pada awalnya dikenal dengan nama dagang Procion.
Biasa digunakan untuk mencelup serat selulosa. Serat protein seperti wol dan
sutra juga dapat dicelup dengan zat warna ini. Pencelupan serat nilon dengan
zat warna reaktif akan menghasilkan warna muda dengan kerataan yang baik.
Zat warna reaktif tergolong ke dalam zat warna yang larut dalam air. Zat
warna ini berikatan kovalen dengan serat selulosa, sehingga zat warna tersebut
merupakan bagian dari serat. Oleh karena itu, sifat tahan cuci dan tahan
sinarnya sangat baik. Berdasar cara pemakaiannya, digolongkan menjadi:
a. Zat warna reaktif dingin, mempunyai kereaktifan tinggi dan dicelup pada suhu
rendah.
b. Zat warna reaktif panas, mempunyai kereaktifan rendah dan dicelup pada suhu
tinggi.
Mekanisme pencelupan dengan zat warna reaktif terdiri dari dua tahap.
Tahap pertama merupakan penyerapan zat warna ke dalam serat. Pada tahap ini
tidak terjadi reaksi antara zat warna dengan serat. Zat warna lebih banyak
terserap ke dalam serat dari pada terhidrolisa. Penyerapan ini dibantu dengan
penambahan elektrolit. Tahap kedua merupakan fiksasi, yaitu reaksi antara zat
warna dengan serat. Reaksi ini terjadi dengan penambahan alkali.
a. Serat selulosa
Mula-mula zat warna reaktif dingin dibuat pasta dengan air dingin lalu
ditambah air hangat hingga larut sempurna. Bahan yang telah dimasak
dikerjakan dalam larutan celup pada suhu 400C selama 30 menit. Kemudian
ditambahkan 30-60 g/l NaCl dan dilanjutkan selama 30 menit, lalu ditambah
alkali, seperti natrium karbonat dan dilanjutkan lagi selama 30-45 menit. Bahan
dicuci dengan air dingin, lalu dengan air mendidih untuk menghilangkan sisa-
sisa zat warna yang terhidrolisa. Selanjutnya bahan dicuci dengan sabun
mendidih dan dibilas hingga bersih. Proses pencelupan dengan zat warna reaktif
panas sama, hanya suhu pencelupan setelah penambahan alkali dinaikkan
hingga 85-950C
b. Serat sutra
Bahan yang telah di-degumming dicelup dalam larutan celup pada suhu
kamar selama 20 menit. Selanjutnya ditambah 20 g/l garam dapur dan
dinaikkan suhunya hingga 500C. Setelah 15 menit ditambahkan 2 g/l natrium
karbonat dan pencelupan diteruskan selama 40 menit. Bahan dicuci sabun panas
dan dibilas hingga bersih. Pada pencelupan dengan zat warna reaktif panas suhu
pencelupan setelah penambahan natrium karbonat dinaikkan hingga 70-900C.
c. Serat wol
Bahan yang telah dimasak dicelup dalam larutan celup yang mengandung
zat warna dan ammonium asetat pH 7 untuk warna muda dan pH 5.5 untuk
warna tua pada suhu 400C selama 30 menit. Selanjutnya suhu dinaikkan hingga
mendidih dan pencelupan dilanjutkan selama 1 jam. Bahan dicuci bersih.
d. Serat poliamida
Bahan yang telah dimasak dicelup dalam larutan celup yang mengandung
zat warna dan 4% asam asetat 80% pada suhu 400C. Setelah beberapa menit
suhu dinaikkan hingga 950C dan pencelupan dilanjutkan selama 1 jam. Bahan
dicuci bersih.
a. Golongan I
Sering disebut zat warna asam celupan rata (leveldying) atau zat warna
asam terdispersi molekul (molecularly dispersid). Pemakaiannya memerlukan
asam kuat pH 2-3, dapat memakai asam sulfat atau asam formiat. Pada
umumnya mempunyai ketahanan sinar yang baik, tetapi ketahanan cucinya
kurang.
Mula-mula zat warna dibuat pasta dengan air dingin kemudian ditambah
air hangat hingga larut sempurna. Bahan wol yang telah dimasak dikerjakan
dalam larutan yang mengandung 10-20% garam glauber dan 2-4% asam sulfat
pada suhu 400C selama 10-20 menit sehingga diperoleh pH yang rata di seluruh
bahan. Zat warna yang telah dilarutkan dimasukkan dan suhu dinaikkan hingga
mendidih selama 45 menit. Selanjutnya ditambahkan 1-3% asam asetat 30%
atau 1% asam sulfat pekat dan pencelupan dilanjutkan selama beberapa menit.
b. Golongan II
Mula-mula zat warna dibuat pasta dengan air dingin kemudian ditambah
air hangat hingga larut sempurna. Bahan wol yang telah dimasak dikerjakan
dalam larutan yang mengandung 10-15% garam glauber dan 3-5% asam asetat
30% pada suhu 400C selama 10-20 menit. Zat warna yang telah dilarutkan
dimasukkan dan suhu dinaikkan hingga mendidih selama 45 menit. Selanjutnya
ditambahkan 1-3% asam asetat 30% dan 1% asam sulfat pekat dan pencelupan
dilanjutkan selama 40-45 menit.
c. Golongan III
Mula-mula zat warna dibuat pasta dengan air dingin kemudian ditambah
air hangat hingga larut sempurna. Bahan wol yang telah dimasak dikerjakan
dalam larutan yang mengandung 2-4% ammonium sulfat pada suhu 400C
selama 10-20 menit sehingga diperoleh pH yang rata di seluruh bahan. Zat
warna yang telah dilarutkan dimasukkan dan suhu dinaikkan hingga mendidih
selama 45 menit. Pencelupan dilanjutkan selama 1 jam pada suhu mendidih.
Proses pencelupan serat sutra sama, hanya suhunya lebih rendah, yaitu
850C. Hal ini disebabkan karena kekuatan serat akan menurun pada suhu
mendidih.
Mekanisme utama pada pencelupan serat protein dengan zat warna asam
adalah pembentukan ikatan garam dengan gugus amino dalam serat. Dalam
keadaan isoelektrik serat wol mengandung ikatan garam yang netral sebagai
berikut :
+
H3N-wol-COO-
Dengan penambahan ion hydrogen dari asam, akan terbentuk ion
ammonium bebas yang bermuatan positif sebagai berikut :
+
H3N-wol-COO- + H+ +H3N-wol-COOH
sehingga dapat mengikat anion dari zat warna asam sebagai berikut :
+
H3N-wol-COOH + D- DH3N-wol-COOH
Zat warna belerang merupakan suatu zat warna yang mengandung unsur
belerang di dalam molekulnya, baik sebagai kromofor maupun gugus lain yang
berguna dalam pencelupannya. Zat warna ini tidak larut dalam air dan dapat
dipakai untuk mencelup serat selulosa dan serat wol. Agar dapat digunakan
untuk mewarnai serat selulosa harus direduksi terlebih dahulu. Reduktor yang
dapat dipakai yaitu natrium sulfide, natrium hidrosulfit atau campuran keduanya.
Sifat tahan cuci dan tahan sinarnya baik, harganya sangat murah. Hasil celupan
dengan zat warna belerang dapat menimbulkan kemunduran kekuatan bahan.
Mekanisme pencelupan dengan zat warna belerang terdiri dari tiga tahap, yaitu :
Zat utama yang dapat dipakai untuk melarutkan zat warna adalah natrium
sulfida dengan atau tanpa tambahan natrium karbonat. Reaksinya adalah
sebagai berikut :
b. Pencelupan
Zat warna tereduksi yang telah berada di dalam serat harus diubah
menjadi bentuk semula dengan ukuran molekul yang besar agar tidak dapat
keluar lagi dari serat. Reaksinya adalah sebagai berikut :
Pencelupan dengan menggunakan zat warna belerang dilakukan sebagai berikut
:
a. Serat selulosa
Mula-mula zat warna dibuat pasta dengan air dingin, ditambah larutan
natrium sulfida dan natrium karbonat. Bahan yang telah dimasak dimasukkan ke
dalam larutan celup yang mengandung zat warna, 2 g/l natrium karbonat, dan
5-25% natrium klorida pada suhu hangat. Setelah merata, larutan celup
dipanaskan hingga 1000C dan pencelupan dilanjutkan selama 60 menit. Bahan
dicuci bersih, dioksidasi dengan larutan natrium perborat, disabun dan dibilas.
Serat sutra dan wol dapat juga dicelup dengan zat warna belerang,
terutama untuk warna hitam. Untuk menghindari kerusakan, alkalinitas larutan
celupnya perlu dikurangi.
Mula-mula zat warna dibuat pasta dengan koloid pelindung 5% dan air
hangat, ditambah natrium sulfit dan diencerkan dengan air panas. Setelah 10
menit ditambah larutan natrium sulfida, dipanaskan hingga larut.
Bahan wol yang telah dimasak dimasukkan ke dalam larutan celup beserta
amonium sulfat pada suhu 800C selama 45 menit. Bahan dicuci bersih.
Zat warna bejana merupakan salah satu zat warna alam yang telah lama
digunakan untuk mewarnai bahan tekstil. Zat warna ini terutama digunakan
untuk mewarnai serat selulosa. Selain itu dapat juga digunakan untuk mencelup
serat wol.
Zat warna bejana termasuk dalam golongan zat warna yang tidak larut
dalam air dan tidak dapat mewarnai serat selulosa secara langsung. Dalam
pemakaiannya harus direduksi (dibejanakan) menjadi larutan yang mempunyai
afinitas terhadap selulosa, yaitu larutan leuko. Warna larutan leuko lebih muda
dibanding warna aslinya. Setelah berada di dalam serat, bentuk leuko tadi
dioksidasikan kembali menjadi bentuk semula yang tidak larut di dalam air. Oleh
karena itu hasil celupannya mempunyai tahan cuci yang sangat baik. Sifat tahan
sinar dan tahan terhadap larutan hipoklorit juga baik.
Afinitas larutan leuko terhadap serat selulosa sangat besar. Hal ini sering
menyebabkan hasil celupan tidak rata. Untuk mengatasinya, dilakukan
pencelupan cara pigment padding, dimana zat warna yang tidak mempunyai
afinitas tersebut didistribusikan secara merata pada bahan sebelum direduksi
dan dioksidasi. Berdasar cara pemakaiannya, digolongkan menjadi 4 golongan,
yaitu :
Mekanisme pencelupan dengan zat warna bejana terdiri dari 3 hal pokok, yaitu :
Zat utama yang digunakan adalah reduktor kuat natrium hidrosulfit dan
alkali kuat natrium hidroksida. Reaksinya adalah sebagai berikut :
D=C=O + Hn D=C-OH
ZW bejana
D-C-OH + NaOH D=C-ONa + H2O
senyawa leuko
c. Pembangkitan (oksidasi)
Agar senyawa leuko yang telah berada di dalam serat tidak kembali lagi,
perlu dioksidasi menjadi molekul semula yang berukuran besar. Reaksinya
adalah sebagai berikut :
a. Serat selulosa
Bahan dari serat kapas yang telah dimasak dikerjakan dalam larutan celup
tersebut. Untuk golongan IK, suhu pencelupan dimulai pada 40-500C, dengan
penambahan elektrolit kemudian larutan celup dibiarkan turun suhunya sehingga
akan menambah penyerapan. Sedangkan untuk golongan IW, IN, atau IN
spesial, pencelupan dimulai pada suhu 20-300C, lalu dinaikkan perlahan-lahan
hingga mencapai suhu yang diinginkan. Pencelupan berlangsung selama 30-60
menit. Bahan dicuci, dioksidasi, disabun panas dan dibilas.
b. Serat sutra
Zat warna dispersi termasuk golongan zat warna yang tidak larut dalam
air, namun pada umumnya dapat terdispersi dengan sempurna. Zat warna
tersebut sebenarnya tidak dapat digunakan untuk mewarnai serat hidrofob. Pada
pemakaiannya diperlukan zat pengemban (carrier) atau adanya suhu tinggi.
Sifat tahan cuci dan tahan sinarnya cukup baik. Ukuran molekulnya berbeda-
beda, yang sangat erat hubungannya dengan sifat kerataan dalam pencelupan
dan sifat sublimasi.
a. penggabungan zat pengemban dan zat warna sehingga menambah kelarutan zat
warna dalam larutan. Penambahan kelarutan ini menyebabkan penambahan
konsentrasi, sehingga terjadi difusi zat warna.
b. zat pengemban bersifat hidrofil dan mempunyai afinitas terhadap serat sehingga
memperbesar penggelembungan serat. Akibatnya pori-pori terbuka dan molekul
zat warna teradsorb.
c. tidak terjadi reaksi antara zat pengemban dan zat warna. Pada pengerjaan
reduksi dalam larutan reduktor yang alkalis zat pengemban akan keluar.
Zat warna akan tetap tinggal di dalam serat dan serat akan merapat kembali
sehingga zat warna akan tertahan dengan baik di dalam serat.
Fungsi zat pengemban dalam pencelupan serat poliester digantikan oleh
penggunaan suhu tinggi disertai tekanan. Akibatnya serat akan menggelembung
dan zat warna dapat masuk ke dalam serat. Terutama dilakukan pada
pencelupan benang dengan warna tua. Untuk pencelupan kain umumnya
dilakukan fiksasi dengan bantuan panas. Energi panas akan melunakkan serat
dan melelehkan zat warna sehingga dapat berdifusi ke dalam serat. Setelah
pencelupan selesai, serat akan kembali ke bentuk semula, dengan zat warna
tertahan di dalamnya. Cara ini sesuai dengan solid solution theory, yaitu zat
padat yang terlarut di dalam zat padat lainnya.
Bahan selulosa asetat yang telah dimasak dicelup dalam larutan celup
yang mengandung 1.5 ml/l zat pendispersi dan zat warna dispersi pada suhu
kamar selama 15 menit. Selanjutnya suhu dinaikkan perlahan-lahan hingga 70-
800C dan pencelupan dilanjutkan selama 1 jam. Bahan dicuci bersih.
b. Serat poliester
Bahan poliester yang telah dimasak dikerjakan dalam larutan celup yang
mengandung zat warna dispersi, 1 ml/l asam asetat, 1 ml/l zat pendispersi, dan
zat penyangga pH 5-5.5 pada suhu 600C selama 15 menit. Suhu dinaikkan
hingga 1300C dan pencelupan dilanjutkan selama 30-60 menit. Bahan direduksi,
dicuci, disabun dan dibilas.
3) secara termosol
Bahan poliester yang telah dimasak direndam peras dalam larutan celup
zat warna dispersi, kemudian dikeringkan. Selanjutnya zat warna difiksasi
dengan pemanasan. Bahan direduksi, dicuci, disabun dan dibilas.
c. Serat poliakrilat
Bahan poliakrilat yang telah dimasak dikerjakan dalam larutan celup yang
mengandung zat warna dispersi, 1 g/l natrium dihidrogen fosfat, 0.5 ml/l asam
asetat 80%, zat pendispersi pada suhu mendidih selama 90 menit. Bahan dicuci,
disabun dan dibilas.
d. Serat poliamida
Bahan poliamida yang telah dimasak dikerjakan dalam larutan celup yang
mengandung zat warna dispersi dan 2 ml/l zat pendispersi pada suhu kamar
selama 15 menit. Suhu dinaikkan hingga mendidih dan pencelupan dilanjutkan
selama 45 menit. Bahan dicuci, disabun dan dibilas.
Zat warna pigmen merupakan zat warna yang tidak larut dalam air dan
tidak mempunyai afinitas terhadap bahan tekstil. Resin pengikat akan
membentuk lapisan film yang dapat melindungi zat warna pigmen dan mampu
berikatan dengan serat sehingga tahan cucinya baik.
Zat warna naftol atau zat warna ingrain merupakan zat warna yang
terbentuk di dalam serat dari senyawa penggandeng (coupler) yaitu naftol dan
garam pembangkit, yaitu senyawa diazonium yang terdiri dari senyawa amina
aromatik. Penggunaannya terutama untuk mewarnai serat selulosa. Dapat juga
untuk mewarnai serat protein dan serat poliester.
Zat warna naftol termasuk golongan zat warna azo yang tidak larut dalam
air. Daya serapnya terhadap selulosa kurang baik dan bervariasi. Dapat
digolongkan menjadi 3, yaitu yang mempunyai subtantivitas rendah (Naftol AS),
subtantivitas sedang (Naftol AS-G), dan subtantivitas tinggi (Naftol AS-BO).
Ketahanan gosoknya kurang, terutama dalam keadaan basah. Sedang
tahan cuci dan tahan sinarnya sangat baik. Zat warna naftol akan mempunyai
afinitas terhadap selulosa setelah diubah menjadi naftolat, yaitu dengan
melarutkannya dalam larutan alkali.
Mekanisme pencelupan dengan zat warna naftol meliputi empat hal, yaitu
:
a. Pembuatan naftolat
ONa
Zat utama yang digunakan adalah natrium hidroksida. Larutan naftolat yang
terbentuk jernih. Pembuatannya dilakukan dengan mendispersikan naftol
dengan spirtus ditambah larutan natrium hidroksida, lalu ditambah air dingin.
Dapat juga dilakukan dengan mendispersikan naftol dalam koloid pelindung
(TRO) ditambah larutan natrium hidroksida, lalu ditambah air panas. Reaksinya
adalah sebagai berikut :
+ NaOH
+ H2O
b. Pencelupan
Zat warna naftol tidak larut dalam air dan tidak mempunyai afinitas
terhadap selulosa. Namun setelah dilarutkan menjadi larutan naftolat timbul
afinitasnya sehingga dapat mewarnai serat. Bahan yang telah dicelup perlu
diperas sebelum dibangkitkan warnanya dengan garam diazonium untuk
mengurangi terjadinya pembangkitan warna pada permukaan serat yang dapat
menyebabkan ketahanan gosoknya berkurang.
c. Diazotasi
d. Pembangkitan
a. Serat selulosa
Bahan selulosa yang telah dimasak dicelup dalam larutan zat warna
naftol dengan penambahan 10-15 ml/l natrium hidroksida dan 30 g/l natrium
klorida. Selanjutnya bahan diperas dan dibangkitkan di dalam larutan garam
diazonium. pH larutan pembangkit dipertahankan pada 4.5-5 dengan larutan
penyangga, yaitu natrium asetat dan asam asetat. Kadang-kadang sebagai
pembangkit digunakan basa naftol yang telah diazotasi menjadi garam
diazonium.
b. Serat protein
Bahan wol yang telah dimasak dicelup dalam larutan zat warna naftol
pada suhu 500C selama 30 menit. Selanjutnya bahan diperas dan dibangkitkan
di dalam larutan garam diazonium selama 30 menit. Bahan diperas, dicuci air
dingin, disabun pada 500C selama 10 menit dan dibilas.