Anda di halaman 1dari 8

A.

STRUKTUR ATOM
1. Perkembangan Model Atom
Model Atom Dalton
– Atom adalah partikel terkecil suatu zat atau materi, yang tidak dapat dibagi lagi.
– Atom mempunyai sifat yang sama atau identik untuk unsur tertentu.
– Atom akan berikatan untuk membentuk suatu molekul.
Model Atom Thomson
– Atom adalah materi pejal bermuatan positif dikelilingi muatan negatif. Atom
mempunyai sifat netral.
– Terkenal dengan model atom roti kismis, karena bagian pejal bermuatan positif dan
elektron (bermuatan negatif) mengelilingi seperti kismis dalam roti.
Model Atom Rutherford
– Atom adalah inti bermuatan positif dikelilingi elektron bermuatan negatif. Massa atom
terkonsentrasi pada bagian inti (pusat).
– Atom bersifat netral karena jumlah muatan positif sama dengan jumlah muatan negatif.
Model Atom Niels Bohr
– Atom adalah inti bermuatan positif dikelilingi elektron bermuatan negatif pada orbit
tertentu.
– Elektron beredar pada lintasan dengan tingkat energi tertentu. Perpindahan elektron
disertai penyerapan atau pelepasan energi.
– Atom seperti sistem tata surya yaitu inti atom sebagai matahari dan elektron sebagai
planet-planet di sekitarnya dalam orbit tertentu.
Model Atom de Broglie (mekanika gelombang)
– Gerakan materi adalah suatu gerakan gelombang. Dengan demikian elektron yang
merupa-kan materi adalah juga gerakan gelombang.
– Elektron tidak mempunyai lintasan tertentu. Elektron menempati jarak-jarak tertentu
dari inti atom.
– Kedudukan elektron tidak dapat dipastikan, hanya merupakan kebolehjadian.

A. JENIS-JENIS IKATAN KIMIA


1. Ikatan Antaratom
a. Ikatan Ion atau Ikatan Elektrovalen
Ikatan atom unsur logam (elektropositif) dengan atom unsur nonlogam (elektronegatif).
Unsur logam memberikan elektronnya pada unsur non logam.
b. Ikatan Kovalen
Ikatan atom unsur nonlogam dengan atom unsur nonlogam. Pemakaian bersama elektron
dari kedua unsur tersebut.
c. Ikatan Kovalen Polar
Ikatan kovalen di mana pasangan elektron ikatan (PEI) tertarik lebih kuat ke salah satu
atom. Pasangan elektron akan tertarik ke atom yang memiliki keelektronegatifan lebih
besar.
d. Ikatan Kovalen Nonpolar
Ikatan kovalen dimana pasangan elektron ikatan (PEI) tertarik sama kuat ke seluruh atom.
e. Ikatan Kovalen Rangkap
Ikatan atom unsur nonlogam dengan atom unsur nonlogam. Terdapat pemakaian
bersama lebih dari satu pasang elektron.
f. Ikatan Kovalen Koordinasi
Ikatan atom unsur nonlogam dengan atom unsur nonlogam. Pemakaian bersama elektron
dari salah satu unsur.
Sifat-sifat ikatan ion dan kovalen
Ikatan ion Ikatan kovalen
Daya hantar listrik Daya handar listrik
kuat. kurang.
Titik leleh dan titik Titik leleh dan titik
didih tinggi. didih rendah.
Pada suhu kamar Pada suhu kamar
senyawanya berfasa senyawanya berfasa
padat. padat, cair, atau gas.

2. Ikatan Antarmolekul

a. Ikatan Van Der Waals

Ikatan yang terjadi akibat adanya gabungan gaya London dan gaya tarik antar dipol.

Gaya dispersi (gaya London)

– Terjadi gaya tarik menarik antara mole-kul-molekul nonpolar yang terkena aliran elektron
(dipol sesaat) dengan molekul nonpolar di sebelahnya yang terpengaruh (dipol terimbas)
yang berdekatan.

– Gaya tarik antarmolekulnya relatif lemah.

Contoh: H2, N2, CH4, dan gas-gas mulia.

Gaya tarik dipol

– Gaya tarik antara molekul-molekul kutub positif dengan kutub negatif.

– Gaya tarik antar molekulnya lebih kuat dari gaya tarik antara molekul dipol sesaat-
dipol terimbas.
b. Ikatan Hidrogen
Terjadi antara atom H dari suatu molekul dengan atom F atau atom O atau atom N pada
molekul lain. Ada perbedaan suhu tinggi dan sangat polar di antara molekul-molekulnya.
Contoh: HF, H2O, dan NH3.
c. Ikatan Logam
Ikatan ion logam dengan ion logam dengan bantuan kumpulan elektron sebagai pengikat
atom-atom positif logam. Ikatannya membentuk kristal logam. Contoh: campuran tembaga
dengan seng membentuk kuningan.

C. SIFAT-SIFAT KOLOID
1. Efek Tyndall: peristiwa menghamburnya cahaya bila dipancarkan melalui sistem koloid.
2. Gerak Brown: gerakan dari partikel terdispersi dalam sistem koloid yang terjadi karena
adanya tumbukan antarpartikel, gerakan ini sifatnya acak dan tidak berhenti.
3. Elektroforesis: suatu proses pengamatan migrasi atau berpindahnya partikel-partikel
dalam sistem koloid karena pengaruh medan listrik.
4. Adsorpsi: proses penyerapan bagian permukaan benda atau ion yang dilakukan sistem
koloid sehingga sistem koloid ini mempunyai muatan listrik.
5. Koagulasi: suatu keadaan di mana partikel-partikel koloid membentuk suatu gumpalan
yang lebih besar. Penggumpalan ini dikarenakan oleh beberapa faktor, contohnya, karena
penambahan zat kimia atau enzim tertentu.
Koloid Berdasar Daya Tarik terhadap Air
1. Koloid Liofil
(Yunani: lio = cairan, philia = menyukai)
Suatu sistem koloid di mana zat terdispersi mempunyai afinitas (daya tarik) besar
terhadap medium pendispersinya. Contoh: agar-agar, kanji.
2. Koloid Liofob
(Yunani: lio = cairan, phobia = membenci)
Suatu sistem koloid di mana zat terdispersi mempunyai afinitas (daya tarik) kecil terhadap
medium pendispersinya. Contoh: sol-sol logam.
Perbedaan Koloid Liofil dan Koloid Liofob
LIOFIL LIOFOB
Stabil pada kondisi zat yang terdispersi Stabil hanya bila zat yang terdispersi
mempunyai konsentrasi kecil maupun mempunyai konsentrasi kecil.
besar.
Koagulasi terjadi bila zat elektrolit yang Mudah berkoagulasi (mengendap) dalam
ditambahkan dalam jumlah banyak. zat elektrolit.
Ketika berkoagulasi bentuk gumpalan Ketika berkoagulasi bentuk gumpalan
seperti gel. seperti mayonaise (granul).
Kestabilan tidak terpengaruh dialisis. Kestabilan terpengaruh dialisis.
Peristiwa efek Tyndall tidak terlihat jelas. Peristiwa efek Tyndall terlihat jelas.
Reversibel, bila dikeringkan dapat Tidak reversibel, bila dikeringkan tidak
membentuk koloid kembali dengan dapat membentuk koloid kembali.
penambahan pendis-persi seperti semula.
Viskositas besar pada pendispersi murni, Viskositas kecil.
bila lama didiamkan akan menyerupai
agar-agar.
Tekanan permukaan pendispersi Tekanan permukaan pendispersi tidak
terpengaruh partikel terdispersi. terpengaruh partikel terdispersi.

D. PEMBUATAN SISTEM KOLOID


Ada dua metode pembuatan sistem koloid
Larutan Kondensasi Koloid Dispersi Suspensi
1. Kondensasi
a. Reduksi-oksidasi
Pada pembuatan sol belerang dengan reaksi:
2 H2S(g) + SO2(aq) → 3 S (koloid) + 2 H2O(l)
b. Dekomposisi
Pada pembuatan sol perak klorida dengan reaksi:
AgNO3(aq) + HCl(aq) → AgCl ( koloid ) + HNO3(aq)
c. Hidrolisis
Pada pembuatan sol besi (III) hidroksida dengan reaksi:
FeCl3(aq) + 3 H2O(l) → Fe(OH)3 (koloid) + 3 HCl(aq)
2. Dispersi
a. Mekanik
Menggerus butir kasar sampai terbentuk partikel dengan ukuran tertentu (koloid) dan
kemudian mencampurkannya dengan media pendispersi sambil dilakukan pengadukan.
b. Peptisasi
Memecah butir-butir kasar dengan zat pemecah semacam peptid sampai terbentuk suatu
partikel koloid dengan ukuran yang sudah ditentukan, misalnya proses pemecahan
protein dengan bantuan enzim.
c. Menggunakan busur Bredig
Cara ini biasanya dilakukan untuk pembuatan sol-sol logam, dengan membuat logam sebagai
elektroda dan kemudian diberi kejutan listrik sehingga logam terlepas ke air sebagai media
dan kemudian logam tersebut mengalami kondensasi membentuk koloid.
Manfaat Koloid dan Kerugian Yang Ditimbulkannya
1. Dialisis
Proses penghilangan ion-ion yang mengganggu kestabilan koloid, di mana dalam proses ini
sistem koloid dimasukkan dalam suatu kantong dari selaput semipermiabel (selaput yang
dapat melewatkan partikel-partikel kecil tetapi menahan koloid supaya tidak keluar).
Contoh: Proses dialisis digunakan pada proses cuci darah pada pasien yang mengalami sakit
gagal ginjal, prosesnya sendiri disebut hemodialisis.
2. Koloid pelindung
Koloid pelindung dibuat untuk menstabilkan sistem koloid yang perlu dijaga kestabilannya, di
mana koloid pelindung ini akan membungkus partikel zat terdispersi supaya tidak
mengelompok.
Contoh: Gelatin digunakan sebagai koloid pelindung es krim yaitu untuk mencegah
pembentukan kristal es.
3. Pengolahan Air
Pada pengolahan air bersih juga menggunakan dasar-dasar sifat koloid: adsorpsi dan
koagulasi.
– Koagulasi terjadi karena tawas (aluminium sulfat) berfungsi sebagai penggumpal lumpur
koloid sehingga pada proses selanjutnya lumpur ini akan mudah disaring.
– Adsorpsi juga terjadi karena tawas dapat membentuk Al(OH)3 yang dapat menyerap
(mengadsorpsi) zat-zat pewarna dan pencemar lainnya.
4. Polusi
Polusi, khususnya polusi udara, umumnya dikarenakan oleh partikel-partikel polutan yang
berbentuk koloid, seperti misalnya debu dan asap.

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA LAJU REAKSI


1. Konsentrasi
Bila konsentrasi bertambah maka laju reaksi akan bertambah. Sehingga konsentrasi berbanding lurus dengan
laju reaksi. Contoh: Persamaan reaksi:
2SO2 + O2 → 2SO3,
semakin besar konsentrasi SO2 dan O2 maka tumbukan antarmolekul-molekulnya untuk membentuk SO3 juga
semakin cepat.

2. Luas Permukaan Bidang Sentuh


Semakin luas permukaan bidang sentuhnya maka laju reaksi juga semakin bertambah. Luas permukaan bidang
sentuh berbanding lurus dengan laju reaksi.
Contoh: Apabila kita melarutkan gula batu yang bermassa 100 gram dan melarutkan gula dalam bentuk serbuk
bermassa sama dalam air yang kondisinya sama maka serbuk gula akan lebih dahulu larut, hal ini dikarenakan
luas permukaan sentuh serbuk gula lebih besar jika dibandingkan dengan gula batu (padat).

3. Suhu
Suhu juga berbanding lurus dengan laju reaksi karena bila suhu reaksi dinaikkan maka laju reaksi juga semakin
besar. Umumnya setiap kenaikan suhu sebesar 10oC akan memperbesar laju reaksi dua sampai tiga kali, maka
berlaku rumus:
V1 = laju mula-mula
V2 = laju setelah kenaikan suhu
T1 = suhu mula-mula
T2 = suhu akhir
Catatan:
Bila besar laju 3 kali semula maka (2) diganti (3).
Bila laju diganti waktu maka (2) diganti (12).

4. Katalisator
Katalisator adalah suatu zat yang akan mempercepat (katalisator positif) atau memperlambat (katalisator negatif
= inhibitor) reaksi tetapi zat ini tidak berubah secara tetap. Artinya bila proses reaksi selesai zat ini akan kembali
sesuai asalnya.
Secara grafik dapat digambarkan sebagai berikut:
DengankatalisatorHasil reaksiJalannya reaksiTanpa katalisator
Catatan:
Katalisator akan memperkecil energi aktivasi atau energi pengaktifan yaitu energi minimum yang diperlukan
pereaksi untuk melangsungkan proses reaksi.
A. REAKSI ENDOTERM DAN EKSOTERM
Reaksi endoterm terjadi jika dalam suatu reaksi kimia, sistem menyerap kalor dari lingkungan.
Grafik Reaksi Endoterm:
Hasil reaksipereaksiEnergi aktivasiΔ HΔ H = H hasil – H pereaksi, dengan H hasil > H pereaksinilai Δ H = + (positif)
Reaksi eksoterm terjadi jika dalam suatu reaksi kimia, sistem melepas kalor ke lingkungan.
Grafik Reaksi Eksoterm
pereaksiEnergi aktivasiHasil reaksiΔ HΔ H = H hasil – H pereaksi, dengan H pereaksi > H hasil nilai Δ H = –(negatif)

B. ENTALPI DAN JENIS-JENIS ENTALPI


Entalpi adalah jumlah energi secara total yang dimiliki oleh suatu sistem, energi ini akan selalu tetap jika tidak ada
energi lain yang keluar masuk. Satuan entalpi adalah joule atau kalori, dengan 1 joule = 4,18 kalori.

1. Entalpi Pembentukan (Hf)


Kalor (energi) yang dibutuhkan atau dilepas pada peristiwa pembentukan 1 mol senyawa dari unsur-unsur
pembentuknya.
Contoh: Pembentukan 1 mol senyawa NH3 dari unsur-unsurnya yaitu 0,5 mol N2 dan 1,5 mol H2.
12 N2+ 32 H2 NH3
koefisien 1 (tidak ditulis) menunjukkan 1 mol NH3

2. Entalpi Penguraian (Hd)


Kalor (energi) yang dibutuhkan atau dilepas pada peristiwa penguraian 1 mol senyawa menjadi unsur-unsur
pembentuknya.
Contoh: Penguraian 1 mol senyawa H2O menjadi unsur-unsurnya yaitu 1 mol H2 dan 0,5 mol O2.
H2O H2 + 12O2

3. Entalpi Pembakaran (Hc)


Kalor (energi) yang dibutuhkan atau dilepas pada peristiwa pembakaran 1 mol senyawa atau 1 mol unsur, menjadi
senyawa lain dan atau unsur lain.
Contoh: Pembakaran 1 mol senyawa C3H8 oleh 5 mol O2 menjadi 3 mol CO2 dan 4 mol H2O.
C3H8 + 5 O2 3 CO2 + 4 H2O

C. MENGHITUNG ENTALPI
1. Berdasarkan Hukum Hess
Perubahan entalpi yang terjadi pada suatu reaksi hanya tergantung pada keadaan mula-mula dan keadaaan akhir
reaksi, jadi tidak tergantung pada proses reaksinya.
Jadi:
C(s) + ½ O2(g) CO (g) ΔH = –A kJ/mol
C(s) + O2(g) CO2(g) ΔH = –B kJ/mol
CO (g)+ ½ O2(g) CO2(g) ΔH = –C kJ/mol
Persamaannya menjadi:
C(s) + ½ O2(g) CO (g) ΔH = –A kJ/mol
CO2(g) C(s)+ O2(g) ΔH = +B kJ/mol
CO (g) + ½ O2(g) CO2(g) ΔH = –C kJ/mol
Menurut Hukum Hess, pada reaksi di atas berlaku:
Δ H reaksi = – A + B – C

2. Berdasarkan Data Entalpi Pembentukan (Hf)


Dengan menggunakan rumus:
ΔH = H hasil reaksi – H pereaksi
3. Berdasarkan Kalorimetri
q = m . c . ΔT
q = kalor reaksi
m = massa jenis pereaksi
c = kalor jenis air
ΔT = suhuakhir - suhuawal

4. Berdasarkan Energi Ikatan


Energi yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan antar atom tiap mol suatu zat dalam fasa gas.

a. Energi Ikatan Rata-rata


ΔH = Σ energi pemutusan ikatan – Σ energi ikatan pembentukan
Energi rata-rata yang dibutuhkan untuk memutuskan 1 mol senyawa gas menjadi atom-atomnya untuk lebih
dari tiga atom dalam molekulnya.
b. Energi Atomisasi
ΔH atomisasi = Σ energi ikatan
Energi yang dibutuhkan untuk memutus molekul kompleks dalam 1 mol senyawa menjadi atom-atom gasnya.

D. PERGESERAN KESETIMBANGAN
Menurut Le Chatelier
Apabila dalam suatu sistem setimbang diberi suatu aksi dari luar maka sistem tersebut akan berubah sedemikian
rupa supaya aksi dari luar tersebut berpengaruh sangat kecil terhadap sistem.
Perubahan sistem akibat aksi dari luar = Pergeseran kesetimbangan
Pergeseran kesetimbangan terjadi karena hal-hal sebagai berikut.
1. Perubahan Konsentrasi
Apabila salah satu konsentrasi zat diperbesar maka kesetimbangan mengalami pergeseran yang berlawanan
arah dengan zat tersebut, bila konsentrasi diperkecil maka kesetimbangan akan bergeser ke arahnya.
2. Perubahan Tekanan
Apabila tekanan dalam sistem kesetimbangan tersebut diperbesar maka kesetimbangan bergeser ke arah zat-
zat yang mempunyai koefisien kecil. Apabila tekanan dalam sistem kesetimbangan tersebut diperkecil maka
kesetimbangan bergeser ke arah zat-zat yang mempunyai koefisien besar.
3. Perubahan Volume
Apabila volume dalam sistem kesetimbangan tersebut diperbesar maka kesetimbangan bergeser ke arah zat-
zat yang mempunyai koefisien besar. Apabila volume dalam sistem kesetimbangan tersebut diperkecil maka
kesetimbangan bergeser ke arah zat-zat yang mempunyai koefisien kecil.
Catatan: Untuk perubahan tekanan dan volume, jika koefisien zat-zat di kiri (pereaksi) dan kanan (hasil reaksi)
sama maka tidak terjadi pergeseran kesetimbangan
4. Perubahan Suhu
Apabila suhu reaksi dinaikkan atau diperbesar maka kesetimbangan akan bergeser ke zat-zat yang membutuhkan
panas (ENDOTERM). Sebaliknya jika suhu reaksi diturunkan kesetimbangan akan bergeser ke zat-zat yang
melepaskan panas (EKSOTERM).

Anda mungkin juga menyukai