Disusun Oleh :
1. Dewi Ratih Anggraeni H2A014014
2. Vian Aprilya H2A014023
3. Eva Jannati H2A014047
4. Aoulia Ajeng Rahmawati H2A014056
KEPANITERAAN UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Stroke atau serangan otak adalah sindrom klinis yang awal timbulnya
mendadak, progresif, cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang
berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-
mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik.Stroke
merupakan kelainan otak yang makin banyak dijumpai di masyarakat. Stroke juga
merupakan salah satu penyakit pembuluh darah otak yang dikategorikan sebagai
penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan keganasan, disamping
sebagai penyebab kecacatan jangka panjang nomor satu di dunia.1,2Secara umum
stroke dapat dibagi menjadi dua yaitu stroke iskemik yaitu stroke yang disebabkan
oleh penyumbatan pada pembuluh darah diotak dan stroke hemoragik yaitu stroke
yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak.
Jumlah penderita stroke di Indonesia kian meningkat dari tahun ke tahun.
Setiap tahun diperkirakan 500 ribu orang mengalami serangan stroke, dari jumlah
itu sekitar 2,5 persen diantaranya meninggal dunia dan sisanya mengalami cacat
ringan maupun cacat berat.2 Kejadian stroke dapat ditimbulkan oleh banyak faktor
risiko, diantaranya faktor risiko tidak terkendali seperti usia, jenis kelamin,
genetik, serta ras/etnik. Sedangkan untuk faktor risiko terkendali diantaranya
adalah hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, obesitas,
hiperkolesterolemia, merokok, serta konsumsi alkohol berlebihan dan masih
banyak lagi faktor risiko kejadian stroke. Beberapa faktor risiko terkendali
tersebut, tiga diantaranya akan dibahas di dalam penelitian ini yaitu hipertensi,
diabetes melitus, dan obesitas.4
Hipertensi selalu menarik perhatian dikarenakan prevalensinya yang selalu
meningkat serta merupakan penyebab paling lazim terhadap kejadian stroke.
Sebuah data mengatakan bahwa 60% penderita hipertensi yang tidak terobati akan
mengalami stroke. Risiko terjadinya stroke 4,5 kali lebih besar pada orang
hipertensi daripada orang normotensi, sehingga hal itulah yang menyebabkan
hipertensi menjadi faktor risiko terpenting sebagai penyebab stroke. Sedangkan
untuk faktor diabetes melitus memiliki risiko 3 kali lipat lebih besar untuk terkena
stroke, ditambah lagi dengan adanya penyakit lain yang dapat memperbesar risiko
stroke karena sekitar 40% penderita diabetes pada umumnya juga mengidap
hipertensi. Sebuah data menunjukkan bahwa obesitas berhubungan dengan
kejadian stroke, meskipun tidak selalu penderita obesitas akan langsung
mengalami stroke namun dengan adanya penyakit kronik seperti diabetes akan
menyebabkan penderita tersebut semakin berisiko tinggi mengalami stroke karena
hal ini disebabkan 80% penderita obesitas juga menderita diabetes melitus.4
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn S
Tempat, Tanggal Lahir : Yogyakarta, 03 Desember 1967
Umur :50 tahun
Agama : Islam
Alamat : Semarang
Pekerjaan : Sopir
Pendidikan terakhir: SMP
Status : Sudah menikah
No. RM :-
Tanggal Masuk RS: Senin, 06 April 2018 pukul 19.45 WIB
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara Alloanamnesis di Ruang Alamanda RSUD
Tugurejo Semarang, tanggal 11 April 2018, pukul 11.45 WIB
Keluhan utama : Nyeri kepala
a. Onset : 1 Minggu yang lalu
b. Lokasi : kepala
c. Kualitas : nyeri kepala terasa berputar
d. Kuantitas : dirasakan terus menerus
e. Factor memperberat : saat beraktivitas
f. Factor memperingan : saat meminum obat dan beristirahat
g. Gejala Penyerta : muntah sejak satu minggu dan semakin parah pada
sehari sebelum masuk Rumah Sakit dan pada kaki dan tangan kanan tidak
bisa digerakan.
Riwayat Pribadi :
Pasien merokok, jarang berolahraga, dan memiliki pola makan yang tidak
teratur, setiap pagi minum teh tetapi riwayat minum air putih juga baik.
BB : 72 Kg
TB : Tidak dilakukan
Status Gizi : Tidak dilakukan
Status Internus
Thorax :
Pergerakan dinding thorax statis simetris,dinamis simetris, ictus
cordis tidak tampak.
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC IV LMCS, tak kuat angkat
Perkusi :
- Batas atas jantung : ICS II Linea parasternal sinistra
- Pinggang jantung : ICS III Linea parasternal sinistra
- Batas kiri bawah jantung: ICS V 1cm medial Linea mid
clavicula sinistra
- Batas kanan bawah jantung: ICS V Linea sternalisdextra
Auskultasi: Bunyi jantung I & II (+) normal, bising (-), gallop (-)
Pulmo :
Dextra Sinistra
Depan
Inspeksi Simetris statis & dinamis, Simetris statis &
retraksi (-) dinamis, retraksi (-)
Palpasi Stem fremitus normal Stem fremitus normal
kanan = kiri kanan = kiri
Perkusi Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang
SD paru vesikuler (+), paru
Auskultasi suara tambahan paru: SD paru vesikuler
wheezing (-), ronki (-) (+),suara tambahan
paru: wheezing (-),
ronki (-)
Belakang
Palpasi Stem fremitus kanan = Stem fremitus kanan =
kiri kiri
Perkusi Sonor seluruh lapang Sonor seluruh lapang
paru paru
Auskultasi SD paru vesikuler (+), SD paru vesikuler (+),
suara tambahan paru : suara tambahan paru:
wheezing (-), ronki (-) wheezing (-), ronki (-)
Abdomen
- Inspeksi : Dinding abdomen datar, spider nevi (-), massa (-
),warna kulit sama dengan warna kulit sekitar
- Auskultasi : Bising usus (+) normal (14x/menit)
- Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen, pekak hepar (+),
ascites (-)
- Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar & lien tak teraba
Ekstremitas :
Atas: Akral pucat (-/-), deformitas (-/-), CRT (<2 dtk),Akral dingin (-/-)
Bawah: Akral pucat (-/-), deformitas(-/-), CRT(< 2 dtk),Akral dingin (-/-)
Status Neurologis
Kesadaran : Somnolen
Kuantitatif : 12
Kualitatif : Tidak dapat dinilai
Orientasi : Tidak dapat dinilai
Jalan Pikiran : Tidak dapat dinilai
Kecerdasan : Tidak dapat dinilai
Daya ingat baru : Tidak dapat dinilai
Daya ingat lama : Tidak dapat dinilai
Kemampuan bicara : Terganggu karena pelo
Sikap tubuh : Tidak dapat dilakukan
Cara berjalan :-
Gerakan abnormal :-
N. I LubanghidungKanan LubanghidungKiri
(OLFAKTORIUS)
DayaPembau Normosmia Normosmia
N. IX KANAN KIRI
(GLOSSOFARINGEUS)
Arkus Faring Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Daya Kecap 1/3 Belakang + +
Reflek Muntah Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Sengau - -
Tersedak + +
N. XII (HIPOGLOSUS)
Sikap lidah N
Artikulasi Kurangjelas
Tremor lidah -
Menjulurkan lidah Tidak dapat dinilai
Kekuatan lidah Kurang
Trofiotot lidah -
Fasikulasi lidah -
Badan:
Trofi otot punggung : Normotrofi
Trofi otot dada : Normotrofi
Nyeri membungkukan : Tidak dilakukan
Vertebra : bentuk lurus, nyeri tekan (-), gerakan tidak
dilakukan
Sensitabilitas : Tidak dilakukan
Reflek dinding perut : Tidak dilakukan
Palpasi :
Lengan atas Kanan Kiri
Gerakan - +
Kekuatan 1 5
Tonus Hipotoni Normotoni
Trofi Normotrofi Normotrofi
Sensibilitas
- Nyeri Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Palpasi :
Tungkai atas Kanan Kiri
Gerakan - +
Kekuatan 1 5
Tonus Hipotoni Normotoni
Trofi Normotrofi Normotrofi
Sensibilitas
- Nyeri Tidak dilakukan Tidak dilakukan
FUNGSI VEGETATIF
1. Vasomotorik : baik
2. Sudomotorik : baik
3. Miksi : inkonteninsia urine (-), retensio urine (-), anuria (-), poliuria (-)
4. Defekasi : inkontinentia alvi (-), retensio alvi (-)
VIII. PROGNOSIS
1. Quo ad vitam : dubia ad bonam
2. Quo ad sanam : dubia ad malam
3. Quo ad fungsionam : dubia ad malam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Stroke atau serangan otak adalah sindrom klinis yang awal timbulnya
mendadak, progresif, cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global,
yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian,
dan semata-mata di sebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non
traumatik.1
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik
yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau
lebih pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang
menyebabkan cacat atau kematian.2
Stroke non hemoragik sekitar 85%, yang terjadi akibat obstruksi atau
bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat
disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh
otak atau pembuluh atau organ distal. Trombus yang terlepas dapat menjadi
embolus.3
B. Etiologi
Stroke non hemoragik bisa terjadi akibat suatu dari dua mekanisme
patogenik yaitu trombosis serebri atau emboli serebri.4
Trombosis serebri menunjukkan oklusi trombotik arteri karotis atau
cabangnya, biasanya karena arterosklerosis yang mendasari. Proses ini sering
timbul selama tidur dan bisa menyebabkan stroke mendadak dan lengkap.
Defisit neurologi bisa timbul progresif dalam beberapa jam atau intermiten
dalam beberapa jam atau hari.4
Emboli serebri terjadi akibat oklusi arteria karotis atau vetebralis atau
cabangnya oleh trombus atau embolisasi materi lain dari sumber proksimal,
seperti bifurkasio arteri karotis atau jantung. Emboli dari bifurkasio karotis
biasanya akibat perdarahan ke dalam plak atau ulserasi di atasnya di sertai
trombus yang tumpang tindih atau pelepasan materi ateromatosa dari plak
sendiri. Embolisme serebri sering di mulai mendadak, tanpa tanda-tanda
disertai nyeri kepala berdenyut.4
C. Klasifikasi
Stroke non hemoragik yang mencakup5
a. TIA (Transient Ischemic Attack)
b. Stroke in-evolution
c. Stroke trombotik
d. Stroke embolik
e. Stroke akibat komperesi terhadap arteri oleh proses di luar arteri seperti
tumor, abses, granuloma.
Berdasarkan subtipe penyebab3
a. Stroke lakunar
b. Stroke trombotik pembuluh besar
c. Stroke embolik
d. Stroke kriptogenik
D. Faktor risiko
Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi pada
stroke non hemoragik, diantaranya yaitu faktor risiko yang tidak dapat di
modifikasi dan yang dapat di modifikasi. Penelitian yang dilakukan Rismanto
(2006) di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokertomengenai gambaran
faktor-faktor risiko penderita stroke menunjukan faktor risiko terbesar adalah
hipertensi 57,24%, diikuti dengan diabetes melitus 19,31% dan
hiperkolesterol 8,97%.6,7Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :6,7
1. Usia
Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan
akan meningkat dua kali dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65
tahun dan hampir 13% berumur di bawah 45 tahun. Menurut Kiking
Ritarwan (2002), dari penelitianya terhadap 45 kasus stroke didapatkan
yang mengalami stroke non hemoragik lebih banyak pada tentan umur
45-65 tahun.7,8
2. Jenis kelamin
Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata bahwa
kaum pria lebih banyak menderita stroke di banding kaum wanita,
sedangkan perbedaan angka kematianya masih belum jelas. Penelitian
yang di lakukan oleh Indah Manutsih Utami (2002) di RSUD Kabupaten
Kudus mengenai gambaran faktor-faktor risiko yang terdapat pada
penderita stroke menunjukan bahwa jumlah kasus terbanyak jenis
kelamin laki-laki 58,4% dari penelitianya terhadap 197 pasien stroke non
hemoragik.7,9
3. Heriditer
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya
hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh
darah, dan riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih
anggota keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65
tahun, meningkatkan risiko terkena stroke. Menurut penelitian Tsong Hai
Lee di Taiwan pada tahun 1997-2001 riwayat stroke pada keluarga
meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 29,3%.10
E. Patofisiologi
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang
yang dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah.
Semua orang memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi
koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak
membentuk hanya sekitar 2% (1200-1400 gram) dari berat tubuh total, tetapi
mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam
darah arterial. Dalam jumlah normal darah yang mengalir ke otak sebanyak
50-60ml per 100 gram jaringan otak per menit. Jumlah darah yang diperlukan
untuk seluruh otak adalah 700-840 ml/menit, dari jumlah darah itu di
salurkan melalui arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis (dekstra
dan sinistra), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai
sirkulasi arteriserebrum anterior, yang kedua adalah vertebrobasiler, yang
memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi
arteri serebrum posterior, selanjutnya sirkulasi arteri serebrum
anterior bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk
suatu sirkulus Willisi.5,13
Gangguan pasokan darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-
arteri yang membentuk sirkulus willisi serta cabang-cabangnya. Secara
umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus 15 sampai 20 menit,
akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu di ingat bahwa oklusi di
suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang di perdarahi
oleh arteri tersebut dikarenakan masih terdapat sirkulasi kolateral yang
memadai ke daerah tersebut. Proses patologik yang sering mendasari dari
berbagi proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarhai
otak diantaranya dapat berupa :11
1. Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti
pada aterosklerosis dan thrombosis.
2. Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya
syok atauhiperviskositas darah.
3. Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal
dari jantung atau pembuluh ekstrakranium.
Dari gangguan pasokan darah yang ada di otak tersebut dapat menjadikan
terjadinya kelainian-kelainan neurologi tergantung bagian otak mana yang
tidak mendapat suplai darah, yang diantaranya dapat terjani kelainan di system
motorik, sensorik, fungsi luhur, yang lebih jelasnya tergantung saraf bagian
mana yang terkena.
F. Gejala Klinis
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah diotak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan
lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi, kesadaran biasanya tidak
mengalami penurunan, menurut penelitian Rusdi Lamsudi pada tahun 1989-
1991 stroke non hemoragik tidak terdapat hubungan dengan terjadinya
penurunan kesadaran, kesadaran seseorang dapat di nilai dengan
menggunakan skala koma Glasgow yaitu :1,10,16
Tabel 2.1. Skala koma Glasgow.1
Buka mata (E) Respon motorik (M) Respon verbal (V)
1. Tidak ada 1. Tidak ada gerakan 1. Tidak ada suara
respons
2. Respons dengan 2. Ekstensi abnormal 2. Mengerang
rangsangan nyeri
3. Buka mata 3. Fleksi abnormal 3. Bicara kacau
dengan perintah
4. Buka mata 4. Menghindari nyeri 4. Disorientasi tempat
spontan dan waktu
5. Melokalisir nyeri 5. Orientasi baik dan
sesuai
6. Mengikuti perintah
G. Diagnosis
1.Gambaran Klinis
a) Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang
mengalami defisit neurologi akut (baik fokal maupun global) atau
penurunan tingkat kesadaran. Tidak terdapat tanda atau gejala yang
dapat membedakan stroke hemoragik dan non hemoragik meskipun
gejala seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan tingkat
kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa gejala
umum yang terjadi pada stroke meliputi hemiparese, monoparese, atau
qudriparese, hilangnya penglihatan monokuler atau binokuler,
diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan kesadaran
tiba-tiba. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri namun
umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya
gejala-gejala tersebut juga penting untuk menentukan perlu tidaknya
pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat mengganggu
dalam mencari gejala atau onset stroke seperti:
Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak
didapatkan hingga pasien bangun (wake up stroke).
Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk
mencari pertolongan.
Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke
seperti kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom,
ensefalitis, dan hiponatremia.19
b) Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab
stroke ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang
menyerupai stroke, dan menentukan beratnya defisit neurologi yang
dialami. Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaaan kepala dan
leher untuk mencari tanda trauma, infeksi, dan iritasi menings.
Pemeriksaan juga dilakukan untuk mencari faktor resiko stroke seperti
obesitas, hipertensi, kelainan jantung, dan lain-lain.19
c) Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi
gejala stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki
gejala seperti stroke, dan menyediakan informasi neurologi untuk
mengetahui keberhasilan terapi. Komponen penting dalam
pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan status mental dan
tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik dan
sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks tendon profunda. Tengkorak
dan tulang belakang pun harus diperiksa dan tanda-tanda meningimus
pun harus dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada stroke harus
dibedakan dengan Bell’s palsy di mana pada Bell’s palsy biasanya
ditemukan pasien yang tidak mampu mengangkat alis atau
mengerutkan dahinya.19,20
Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri
yang tersumbat:21
Sirkulasi terganggu Sensomotorik Gejala klinis lain
Sindrom Sirkulasi Anterior
A.Serebri media (total) Hemiplegia kontralateral Afasia global (hemisfer dominan),
(lengan lebih berat dari Hemi-neglect (hemisfer non-
tungkai) hemihipestesia dominan), agnosia, defisit
kontralateral. visuospasial, apraksia, disfagia
A.Serebri media (bagian Hemiplegia kontralateral Afasia motorik (hemisfer
atas) (lengan lebih berat dari dominan), Hemi-negelect
tungkai) hemihipestesia (hemisfer non-dominan),
kontralateral. hemianopsia, disfagia
A.Serebri media (bagian Tidak ada gangguan Afasia sensorik (hemisfer
bawah) dominan), afasia afektif (hemisfer
non-dominan), kontruksional
apraksia
A.Serebri media dalam Hemiparese kontralateral, Afasia sensoris transkortikal
tidak ada gangguan sensoris (hemisfer dominan), visual dan
atau ringan sekali sensoris neglect sementara
(hemisfer non-dominan)
A.Serebri anterior Hemiplegia kontralateral Afasia transkortikal (hemisfer
(tungkai lebih berat dari dominan), apraksia (hemisfer non-
lengan) hemiestesia dominan), perubahan perilaku dan
kontralateral (umumnya personalitas, inkontinensia urin dan
ringan) alvi
Sindrom Sirkulasi Posterior
A.Basilaris (total) Kuadriplegia, sensoris Gangguan kesadaran samapi ke
umumnya normal sindrom lock-in, gangguan saraf
cranial yang menyebabkan
diplopia, disartria, disfagia,
disfonia, gangguan emosi
A.Serebri posterior Hemiplegia sementara, Gangguan lapang pandang bagian
berganti dengan pola gerak sentral, prosopagnosia, aleksia
chorea pada tangan,
hipestesia atau anestesia
terutama pada tangan
Pembuluh Darah Kecil
Lacunar infark Gangguan motorik murni,
gangguan sensorik murni,
hemiparesis ataksik, sindrom
clumsy hand
2.Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran
dan mungkin pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia,
trombositosis, trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat
menunjukkan kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti
anemia.22
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan
yang memiliki gejala seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat
pula menunjukka penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes,
gangguan ginjal). Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan
kemungkinan koagulopati pada pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga
berguna jika digunakan terapi trombolitik dan antikoagulan. Biomarker
jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke dengan
penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya
hubungan anatara peningkatan enzim jantung dengan hasil yang buruk dari
stroke.22
3.Gambaran Radiologi
a) CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke
hemoragik dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke
non hemoragik memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin.
Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi
anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan
lain yang gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma,
abses).22
Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus
dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense
regional yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam
terdapat daerah hipodense yang luas di otak maka diperlukan
pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain
terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon sign,
hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya
perberdaan gray-white matter.22
CT perfusion merupakan modalitas baru yang berguna untuk
mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan
pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region otak dapat
diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di
daerah tersebut.3
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT
angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek
pengisian arteri serebral yang menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh
darah penyebab stroke. Selain itu, CTA juga dapat memperkirakan
jumlah perfusi karena daerah yang mengalami hipoperfusi
memberikan gambaran hipodense.22
b) MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan
oklusi lebih awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan
pemeriksaan MRI lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta
waktu pemeriksaan yang agak panjang. Protokol MRI memiliki
banyak kegunaan untuk pada stroke akut.22
c) USG, ECG, EKG, Chest X-Ray
Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika
dicurigai stenosis atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan
pemeriksaan dupleks karotis. USG transkranial dopler berguna untuk
mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih lanjut termasuk di
antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri vertebrobasiler.
Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien
dengan stroke non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli
kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi
diseksi aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk
mengidentifikasi trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga
berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan foto
thoraks.22
H. Penatalaksanaan
Terapi pada stroke iskemik dibedakan menjadi fase akut dan pasca fase akut:23
1. Fase Akut (hari ke 0 – 14 sesudah onset penyakit)
Sasaran pengobatan pada fase ini adalah menyelamatkan neuron yang
menderita jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang
menyertai tidak mengganggu/mengancam fungsi otak. tindakan dan
obat yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap
cukup, tidak justru berkurang. Karena itu dipelihara fungsi optimal:23
Respirasi : jalan napas harus bersih dan longgar
Jantung : harus berfungsi baik, bila perlu pantau
EKG
Tekanan darah : dipertahankan pada tingkat optimal,
dipantau jangan sampai menurunkan perfusi otak
Gula darah : kadar gula yang tinggi pada fase akut tidak
boleh diturunkan secara drastis, terutama bila pasien memiliki
diabetes mellitus kronis
Balans cairan : bila pasien dalam keadaan gawat atau
koma balans cairan, elektrolit, dan asam basa darah harus
dipantau
Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme
otak yang menderita di daerah iskemi (ischemic penumbra) masih
menimbulkan perbedaan pendapat. Obat-obatan yang sering dipakai
untuk mengatasi stroke iskemik akut:23
a) Mengembalikan reperfusi otak
1. Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang
diberikan secara intravena akan mengubah plasminogen
menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik yang mampu
menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan
lainnya. Pada penelitian NINDS (National Institute of
Neurological Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA
diberikan dalam waktu tida lebih dari 3 jam setelah onset
stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari
dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya
diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah pemberian rt-
PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya minimal.
Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral,
yang diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di Amerika
Serikat telah mendapat pengakuan FDA pada tahun 1996.24
2. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan
stroke yang mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah
antikoagulan tidak banyak artinya bilamana stroke telah terjadi,
baik apakah stroke itu berupa infark lakuner atau infark massif
dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan penggunaan
heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri
karotis dan infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan
yang terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan
intraserebral karena pemberian heparin tersebut.24
3. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara
menurunkan sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang
mendorong adhesi seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan
obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai
bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi
1.300 mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan
dipiridamol. Aspirin harus diminum terus, kecuali bila terjadi
reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam
sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah.
Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif.
Ikatan protein plasma: 50-80%. Waktu paro (half time) plasma:
4 jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid
dan glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung pH.Sekitar 85%
dari obat yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana
alkalis. Reaksi yang merugikan: nyeri epigastrik, muntah,
perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom Reye.25
Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi
aspirin, dapat menggunakan tiklopidin atau clopidogrel.
Obat ini bereaksi dengan mencegah aktivasi platelet,
agregasi, dan melepaskan granul platelet, mengganggu
fungsi membran platelet dengan penghambatan ikatan
fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi
platelet-platelet. Berdasarkan sejumlah 7 studi terapi
tiklopidin, disimpulkan bahwa efikasi tiklopidin lebih baik
daripada plasebo, aspirin maupun indofen dalam mencegah
serangan ulang stroke iskemik. Efek samping tiklopidin
adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen). Bila
obat dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah
putih tiap 15 hari selama 3 bulan. Komplikasi yang lebih
serius, tetapi jarang, adalah purpura trombositopenia
trombotik dan anemia aplastik.25
b) Anti-oedema otak
Untuk anti-oedema otak dapat diberikan gliserol 10% per
infuse 1gr/kgBB/hari selama 6 jam atau dapat diganti dengan
manitol 10%.
c) Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan
ketahanan neuron yang iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti
iskemik dengan memperbaiki fungsi sel yang terganggu akibat
oklusi dan reperfusi.24
I. PROGNOSIS
Stroke berikutnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yang paling
penting adalah sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang
dihasilkan.Usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi
bersamaan juga mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, agak kurang
dari 80% pasien dengan stroke bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan
didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar 35%. Angka
yang terakhir ini tidak mengejutkan, mengingat usia lanjut di mana biasanya
terjadi stroke. Dari pasien yang selamat dari periode akut, sekitar satu
setengah samapai dua pertiga kembali fungsi independen, sementara sekitar
15% memerlukan perawatan institusional.26,27
PEMBAHASAN
HMRS pasien Ny. P umur 63 tahun datang ke RSUD tugerejo dengan
keluhan kelemahan anggota gerak kanan, pelo, wajah kemerahan dan perot
kekanan, nyeri kepala, serta pandangan kabur. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
tekanan darah 250/110 mmhg. Tanggal 7 april 2015 saat pemeriksaan pasien
sudah tidak nyeri kepala maupun pandangan kabur, pasien masih mengalami
kelemahan anggota gerak kiri, wajah perot dan masih bicara pelo.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 150/85mmhg (hipertensi
grade 1) status generalis dalam batas normal, status neurologis terdapat gangguan
bicara karena pelo. Pemeriksaan nervus kranialis didapatkan ptosis dextra (+),
reflek cahaya direct dan indirect dextra (+ lambat), mengerutkan dahi (-), tidak
bisa mengangkat bahu kiri, lidah deviasi kekiri dan kekuatan lidah kurang.
Pemeriksaan motorik didapatkan tonus otot lengan atas hipertoni, kekuatan otot
extremitas sup-inf 555/221 - 555/111, gerakan extremitas sup-inf : +++/--- - +++/-
--. Pemeriksaan Reflek fisiologis dalam batas normal, dan reflek patologis
Hofman Trommer tangan kiri (+).
Hipertensi menurut JNC 7merupakan faktor resiko yang dapat
dimodifikasi.Makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena
mempermudah terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah, sehingga
mempermudah terjadinya penyumbatan atau perdarahan otak.
Gangguan neurologis yang biasanya terjadi pada stroke yaitu berupa
gangguan motorik (hemiparese), sensorik (anestesia, hiperestesia,
parastesia/geringgingan, gerakan yang canggung serta simpang siur, gangguan
nervus kranial, saraf otonom (gangguan miksi, defekasi, saliva), fungsi luhur
(bahasa, orientasi, memori, emosi) yang merupakan sifat khas manusia, dan
gangguan koordinasi (sidrom serebelar).
Pada kasus ini, terdapat Ptosis dextra (+) dan reflek cahaya direct dan
indirect dextra (+ lambat) menandakan adanya paresis N.III dextra
(Okulomotorius). Wajah kanan bagian bawah yang merot menandakan adanya
paresis N.VII sentral sinistra (Fasialis).
Gangguan bicara karena pelo adalah salah satu keluhan dan temuan dari
pemeriksaan.Dalam berbicara, artikulasi pasien tidak jelas (disartria).Pada
pemeriksaan ditemukan pula lidah deviasi kekiri dan kekuatan lidah kurang.Ini
menandakan adanya paresis N.XII (Hipoglosus) dextra.
Pada pemeriksaan motorik didapatkan tonus otot lengan atas hipertoni,
kekuatan otot extremitas sup-inf: 555/221 - 555/111, gerakan extremitas sup-inf :
+++/--- - +++/---. Pemeriksaan Reflek fisiologis dalam batas normal, dan refleks
patologis Hofman Trommer tangan kiri (+).
Lesi pada hemisfer otak termasuk dalam lesi UMN sehingga gejala yang
ditunjukkannya adalah tonus otot meninggi atau hipertonia, hiperefleksia, klonus,
refleks patologik, dan spastik. Ini terlihat pada anggota gerak bagian kiri yang
mengalami kelumpuhan berupa gangguan gerakan (gerakan extremitas sup-inf :
+++/--- - +++/---), hilangnya kekuatan (kekuatan otot extremitas sup-inf: 555/221
- 555/111), yang disertai tanda hipertonia pada otot lengan atas, refleks fisiologis
(+) pada semua anggota gerak, dan positifnya refleks patologis Hofman Trommer
tangan kiri (+).
Pengaturan motorik anggota gerak di persarafi oleh jaras kortikospinalis
(piramidalis). Jaras ini akan menyilang ke kontralateral pada decussatio
piramidalis di medulla oblongata. Sehingga lesi di salah satu hemisfer akan
menimbulkan efek pada sisi kontralateralnya.Pada pasien terjadi
hemiparesissinistra sehingga kemungkinan besar terjadi kerusakan pada hemisfer
dextra otak.
Berdasarkan Skor Stroke Siriraj, didapatkan nilai -2,5, yang dapat
disimpulkan pada pasien ini etiologinya adalah Stroke non Hemoragik. Hal ini
diperkuat dengan hasil pemeriksaan CT Scan yang menunjukkan adanya
gambaran dua infark baru dan satu infark lama.
Untuk menurunkan faktor resiko stroke yaitu hipertensi, pasien diberi obat
antihipertensi yang aman bagi ginjal (mengingat kreatinin serum: 1,5 mg/dl). Obat
yang menjadi pilihan terapi adalah amlodipine dengan dosis awal 5mg/hari.Obat
antiplatelet juga sebaiknya diberikan berupa aspirin dosis rendah 100 mg/hari.
Pasien diberikan edukasi mengenai penyakitnya, tentang terapinya, anjuran untuk
melakukan kontrol rehabilitasi medik dan tekanan darah rutin, serta gaya hidup
sehat untuk mencegah berulangnya Stroke serta mempercepat kesembuhan.
Prognosis pasien inipada kehidupan dan kesembuhannya baik, mengingat
keluhan mulai berkurang sejak dirawat di RS.Namun untuk prognosis fungsi
tubuh mungkin jelek karena hasil pemulihan tidak bisa seperti sedia kala dan
butuh waktu yang lama.
DAFTAR PUSTAKA