Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM

INTEGUMEN DERMATITIS SEROBOIK

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 5

1. BAIQ RIA SYAFRAINI


2. HAERUL WARISI
3. IVAN HERBIANTO

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG STRATA I
MATARAM
2017

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat tuhan yang maha esa, berkat limpahan rahmat dan
petunjuk dari-nya penulis dapat menyelesaikan makalah Asuhan Keperawatan Pada Klien
Dengan Gangguan Sistem Integumen Dermatitis Seroboik.
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui dan memahami tentang pemeriksaan
sistem integumen serta memenuhi tugas mata kuliah sistem integumen. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah yaitu ibu Istianah, S.Kep , Ns., M.Kep , tim
penulis serta teman teman yang telah membantu penulis dalam menghadapi berbagai masalah
dalam penyusunan makalah ini.
Menulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.
Terimakasih dan semoga makalah ini memberikan manfaat positif bagi pembaca dan kita
semua.

Mataram, Oktober 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman judul……………………………………………………………………………………

Kata pengantar…………………………………………………………………………………...

Daftar isi…………………………………………………………………………………………..

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………..5

A. Latar Belakang……………………………………………………………………….5
B. Tujuan………………………………………………………………………………..6
C. Manfaat…………………………………………………………………………........6

BAB II KONSEP DASAR PENYAKIT………...………………………………………………7

A. Definisi dermatitis seroboik……………………………………………………..…7


B. Etiologi dermatitis seroboik………………………………………………………..8
C. Manifestasi kliis dermatitis seroboik………………………………………………8
D. Patofisiologi dermatitis seroboik…………………………………………………..9
E. Patway dermatitis seroboik……………………………………………………….10
F. Komplikasi dermatitis seroboik…………………………………………………..10
G. Pemeriksaan penunjang dermatitis seroboik……………………………………11
H. Terapi pada dermatitis seroboik…………………………………………………12
I. PENELITIAN TERKAIT?

BAB III KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN………………………………..…14

A. Pengkajian………………………………………………………………………..14
B. Diagnosa Keperawatan……………………………………………………….....17
C. Intervensi Keperawatan………………………………………………………….19
D. Implementasi Keperawatan……………………………………………………...21
E. Evaluasi Keperawatan…………………………………………………………...23

3
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………….24

A. Kesimpulan……………………………………………………………………….24
B. Saran………………………………………………………………………………24

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kata “dermatitis” berarti adanya inflamasi pada kulit. Ekzema merupakan bentuk
khusus dari dermatitis. Beberapa ahli menggunakan kata ekzema untuk menjelaskan
inflamasi yang dicetuskan dari dalam pada kulit. Prevalensi dari semua bentuk ekzema
adalah 4,66%, termasuk dermatitis atopik 0,69%, eczema numular 0,17%, dan dermatitis
seboroik 2,32% yang menyerang 2% hingga 5% dari penduduk.
Seborrhea biasa disebut dengan Dermatitis seboroik (DS) atau Seborrheic eczema
merupakan penyakit yang umum, kronik, dan merupakan inflamasi superfisial dari kulit,
ditandai oleh pruritus, berminyak, bercak merah dengan berbagai ukuran dan bentuk yang
menutup daerah inflamasi pada kulit kepala, muka, dan telinga. Daerah lain yang jarang
terkena, seperti daerah presternal dada. Beberapa tahun ini telah didapatkan data bahwa
sekurang–kurangnya 50% pasien HIV terkena dematitis seboroik. Ketombe berhubungan
juga dermatitis seboroik, tetapi tidak separah dermatitis seboroik. Ada juga yang
menganggap dermatitis seboroik sama dengan ketombe.
DS adalah dermatosis papuloskuamosa kronik yang biasanya mudah ditemukan
pada tempat-tempat seboroik. Penyakit ini dapat menyerang anak-anak paling sering pada
usia di bawah 6 bulan maupun dewasa. DS dikaitkan dengan peningkatan produksi
sebum pada kulit kepala dan folikel sebasea terutama pada daerah wajah dan badan.
Jamur Pityrosporum ovale kemungkinan merupakan faktor penyebab. Banyak percobaan
telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini dengan mikroorganisme tersebut
yang juga merupakan flora normal kulit manusia. Pertumbuhan P. Ovale yang berlebihan
dapat mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat produk metaboliknya yang masuk ke
dalam epidermis maupun karena jamur itu sendiri melalui aktivasi sel limfosit T dan sel
Langerhans. Akan tetapi, faktor genetik dan lingkungan diperkirakan juga dapat
mempengaruhi onset dan derajat penyakit.

5
B. Tujuan
Tujuan Penulisan Makalah Ini Adalah :
1. Untuk Mengetahui Definisi Dermatitis Seroboik.
2. Untuk Mengetahui Apa Saja Yang Menajdi Etiologi Dermatitis Seroboik.
3. Untuk Mengetahui Manifestasi Kliinis Pada Dermatitis Seroboik.
4. Untuk Mengetahui Bagaimana Patofisiologi Dermatitis Seroboik.
5. Untuk Mengetahui Patway Dermatitis Seroboik.
6. Untuk Mengetahui Komplikasi Yang Terjadi Pada Dermatitis Seroboik.
7. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Diagnostic Dermatitis Seroboik.
8. Untuk Mengetahui Terapi Pada Dermatitis Seroboik.
9. PENELITIAN TERKAIT ?
C. Manfaat
1. Pembaca Dapat Memahami Bagaimana Konsep Dasar Penyakit Dermatitis Seroboik.
2. Dapat Mengetahui Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Penyakit Dermatitis
Seroboik.

6
BAB II

KONSEP DASAR PENYAKIT DERMATITIS SEROBOIK

A. DEFINISI
Dermatitis seboroik merupakan kelainan inflamasi kronik kulit kepala yang
mengalami remisi dan eksaserbasi dengan area seboroik tempat predileksi. (Arif
Muttaqin & Kumala Sari, 2011).
Dermatitis seboroik adalah penyakit papul oskuamosa kronis yang menyerang
bayi dan orang dewasa sering ditemukan pada bagian tubuh dengan konsentrasi folikel
sebaseus yang tinggi dan aktif termasuk wajah, kulit kepala, telinga, badan bagian atas
dan fleksura ( inguinal, dan aksila).
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang sering terdapat pada daerah
tubuh berambut, terutama pada kulit kepala, alis mata dan muka, kronik dan superfisial,
didasari oleh faktor konstitusi. (Arif Mutaqqin, 2012)
Dermatitis seborik (DS) atau seborheic eczema merupakan penyakit yang umum,
kronik dan, dan merupakan inflamasi superfisial dari kulit, ditandai oleh pruritus,
berminyak, bercak merah dengan berbagai ukuran dan bentuk yang menutup daerah
inflamasi pada kulit kepala, muka, serta telinga. (Arif Mutaqqin, 2012)
Daerah lain yang jarang terkena adalah daerah presternal dada. Beberapa tahun ini
telah didapatkan data bahwa sekurang-kurangnya 50% pasien HIV terkena dermatitis
seboroik.
Dermatitis seboroik adalah dermatosis papulosquamous kronis umum yang
mudah dikenali.Penyakit ini dapat timbul pada bayi dan dewasa dan seringkali
dihubungkan dengan peningkatan produksi sebum (sebaseus atau seborrhea) kulit kepala
dan daerah folikel kaya sebaseus pada wajah dan leher.Kulit yang terkena berwarna
merah muda, bengkak, dan ditutupi dengan sisik berwarna kuning-coklat dan krusta.
(Fitzpatrick, 2010)
Dermatitis seboroik (DS) memiliki predisposisi genetik, hormon-hormon, status
nutrisi, infeksi, dan sires emosional memengaruhi perjalanannya. Remisi dan
eksaserbasi keadaan ini harus dijelaskan kepada pasien.

7
B. ETIOLOGI
Etiologi dan prognosis penyakit ini masih belum diketahui dengan pasti. Faktor
predisposisinya adalah kelainan konsitusi berupa status seboroik yang lazim didapat
secara genetic. Dermatitis ini lebih sering menyerang daerah-daerah yang mengandung
banyak glandula sebasea. Akan tetapi, pada kondisi terakhir menyebutkan bahwa
hiperskresi dari sebum tidak tampak pada pasien yang terkena dermatitis seboroik apabila
dibandingkan dengan kelompok sehat. Pengaruh hormonal juga sebaiknya
dipetimbangkan mengingat penyakit ini jarang terlihat sebelum puberitas. (SUMBER)
Suatu jamur pityrosporum ovale, didapatkan pada beberapa pasien dengan lesi
pada kulit kepala. P.ovale secara fisiologis dapat didapatkan pada kulit kepala yang
normal. Ragi dari genus kini menonjol dan dapat ditemukan pada daerah seboroik pada
tubuh yang kaya akan lipid sebasea, misalnya kepala dan punggung. Pertumbuhan
P.ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat produk
metaboliknya yang masuk ke dalam epidermis maupun karna sel jamur itu sendiri melalui
aktifitas sel limfosit T dan sel Langerhans. (Arif Mutaqqin, 2012).

C. MANIFESTASI KLINIS
Lesi dermatitis seboroik tipikal adalah bercak-bercak eritema, dengan sisik-sisik
yang berminyak. Penyakit ini suka muncul di bagian-bagian yang kaya kelenjar sebum,
seperti kulit kepala, garis batas rambut, alis mata, glabela, lipatan nasolabial, telinga,
dada atas, punggung, ketiak, pusar dan sela paha. Pasien sering mengeluhkan rasa gatal,
terutama pada kulit kepala dan pada liang telinga. Lesi pada kulit kepala dapat menyebar
ke kulit dahi dan membentuk batas eritema bersisik yang disebut “corona seborrheica”.
(SUMBER)
Dua bentuk dermatitis seboroik bisa terjadi pada dada, tipe petaloid dan tipe
pitiriasiform. Tipe petaloid diawali dengan papul-papul folikuler dan perifolikuler merah
hingga coklat, yang berkembang menjadi bercak-bercak yang mirip bentuk mahkota
bunga. Tipe pitiriasiform mungkin merupakan bentuk berat dari dermatitis seboroik
petaloid. Tipe ini mempunyai bercak-bercak yang mengikuti garisgaris kulit yang mirip
pityriasis rosea. Dermatitis seboroik juga dapat mengenai liang telinga yang

8
gambarannya seperti dermatitis kronis. Gejala yang umum lainnya dari dermatitis
seboroik adalah blefaritis dengan kerak-kerak berwarna kekuningan sepanjang pinggir
kelopak mata. Bila hanya manifestasi ini yang ada, maka diagnosis tidaklah sulit. Varian
serius dari penyakit kulit ini adalah exfoliative erythroderma (seborrheic erythroderma).
(Brunner & Suddarth, 2001)
- Adanya tanda-tanda radang akut kenaikan suhu tubuh, kemerahan, dan gangguan
fungsi kulit.
- Lesi berupa eritema, dengan sisik-sisik yang beminyak agak kekuningan dengan rasa
gatal yang ringan.
- Bentuk paling ringan adalah pitiriasis sika (ketombe, dandruff) yang hanya mengenai
kulit kepala berupa skuama halus dan kasar, banyak pada remaja. Bentuk yang
berminyak disebut pitiriasis steatoides, dapat disertai eritema dan krusta tebal
- Pada bentuk yang berat terdapat bercak-bercak berskuama dan berminyak, disertai
eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas ke dahi, glabela, telinga posaurikular, dan
leher.
- Pada bentuk yang lebih berat, seluruh kepala tertutup krusta kotor dan berbau tidak
sedap. Pada bayi, skuama yang kekuningan dan kumpulan debris epitel yang lekat
pada kulit disebut cradle cap.
- Pada daerah supraorbital skuama halus dapat terlihat di alis mata, kulit di bawahnya
eritematosa dan gatal, disertai bercak skuama kekuningan. Dapat pula terjadi
blefaritis, yaitu pinggiran kelopak mata merah disertai skuama halus.
- Tempat predileksi adalah kepala, dahi, glabela, telinga posaurikular, liang telinga
luar, leher, lipatan nasolabial, daerah sternal, aerola mammae, lipatan pada bawah
mammae pada wanita, interskapuler, umbilikus, lipat paha, dan daerah anogenital.
Pada daerah pipi, hidung, dan dahi.
-
D. PATOFISIOLOGI
Seboroik merupakan keadaan terjadinya produksi sebum (secret dari kelenjar
sebasea) yang berlebihan pada daerah-daerah dimana kelenjar tersebut berada dalam
jumlah besar (wajah, kulit kepala, alis mat, kelopak mata, kedua sisi hidung serta bibir
atas, daerah pipi, telinga, aksila, dibawah payudara, lipatan paha dan lipatan gluteus

9
didaerah pantat). Dengan adanya kondisi anatomis dimana secara predileksi didaerah
tersebut banyak dipasok kelenjar sebasea atau yang terletak diantara lipatan kulit tempat
bakteri dalam jumlah yang besar sehingga memungkinkan adanya respon inflamasi yang
lebih tinggi. (Arif Mutaqqin, 2012).
TAMBAHKAN PATOFISIOLOGINYA

E. PATWAY

10
F. KOMPLIKASI
Dermatitis membandel seperti seboroik dengan diare kronis dan kegagalan
tumbuh (penyakit leiner) yang dapat menunjukkan disfungsi sistem kekebalan tubuh.
Dermatitis seboroik dapat bersama-sama dengan akne yang berat. Jika meluas dapat
menjadi eritroderma, yang pada bayi disebut penyakit Leiner.
Dermatitis seboroik yang meluas sampai menyerang menyerang saluran
telingaluar bisa menyebabkkan otitis eksterna yaitu radang yang terdapat pada saluran
telinga bagian luar. Jika tidak mendpatkan pengobatan yang adekuat, maka DS akan
mmeluaske daerah sternal, aerola mamae, umbilikus, lipat paha dan daerah anogenital.
Karenakerontokan yang berlebihpun dapat menyebabkan kebotakan (Djuanda, Adhi,
2007).
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien dermatitis seboroik adalah pemeriksaan
hispatologi walaupun gambarannya kadang juga ditemukan pada penyakit lain, seperti
dermatitis atopik dan psoriasis. Gambaran hispatologi bergantung pada stadium penyakit.
Pada bagian epidermis dijumpai parakeratosis dan akantosis (Muttaqin & Sari, 2013).
Pada bagian epidermis. Dijumpai parakeratosis dan akantosis. Pada korium,
dijumpai pembuluh darah melebar dan sebukan perivaskuler. Pada DS akut dan subakut,
epidermisnya ekonthoik, terdapat infiltrat limfosit dan histiosit dalam jumlah sedikit pada
perivaskuler superfisial, spongiosis ringan hingga sedang, hiperplasia psoriasiform
ringan, ortokeratosis dan parakeratosis yang menyumbat folikuler, serta adanya skuama
dan krusta yang mengandung netrofil pada ostium folikuler. Gambaran ini merupakan
gambaran yang khas. Pada dermis bagian atas, dijumpai sebukan ringan limfohistiosit
perivaskular. Pada DS kronik, terjadi dilatasi kapiler dan vena pada pleksus superfisial
selain dari gambaran yang telah disebutkan di atas yang hamper sama dengan gambaran
psoriasis (Muttaqin & Sari, 2013).
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain: Kultur jamur
dan kerokan kulit amat bermanfaat untuk menyingkirkan tinea kapitis maupun infeksi
yang disebabkan kuman lainnya.
Pemeriksaan serologis untuk menyingkirkan dermatitis atopik. Pemeriksaan
komposisi lemak pada permukaan kulit dimana memiliki karakteristik yang khas yakni

11
menigkatnya kadar kolesterol, trigliserida dan parafin disertai penurunan kadar squalene,
asam lemak bebas dan wax ester.
Pemeriksaan histopatologi: gambaran dermatitis kronis, spongiosis lebih jelas.
Pada epidermis dapat ditemukan parakeratosis fokal dengan abses Munro. Pada dermis
terdapat pelebaran ujung pembuluh darah di puncak stratum papilaris disertai sebukan
sel-sel neutrofil dan monosit.
Pemeriksaan KOH 10-20 %: negatif, tidak ada hifa atau blastokonidia.
H. TERAPI
Oleh karena tidak ada pengobatan seboroik yang diketahui, maka tujuan terapinya
adalah untuk mengendalikan kelainan tersebut dan memberikan kesempatan kepada kulit
untuk memperbaiki dirinya sendiri. Penatalaksanaan yang digunakan, meliputi
pengobatan topical dan pengobatan sistemik.
1. Pengobatan topical
Pengobatan topical dapat mengontrol dermatitis seboroik dan dandruff kronik
pada stadium awal. Dermatitis seboroik pada badan dan muka akan bereaksi
terhadap penggunaan preparat topical krim kortikosteroid yang mengurangi respon
inflamasi sekunder. Namun demikian, obat ini harus dogunakan dengan hati-hati
jika akan dioleskan didekat kelopak mata karena dapat memicu glaucoma dan
katarak pada orang yang memiliki predisposisi.
Prinsip utama terapi ketombe adalah keramas yang besar dan sering (setiap hari
atau setidaknya tiga kali seminggu) dengan menggunakan sampo obat. Dua atau
tiga jenis sampo harus dipakai secara bergantian agar keadaan seboroik tidak
resisten terhadap jenis sampo tertentu. Sampo atau obat keramas harus dibiarkan
sedikitnya selama 5-10 menit. Setelah kondisi kulit kepala membaik, intensitas
terapi dapat dikurangi. Sampo antiseboroik adalah sampo yang mengandung
suspensi selenium sulfida, sampo zinc pyrithione, sampo asam salisilat-sulfur, dan
sampo tar yang mengandung sulfur, serta asam salisilat.
Steroid topikal potensi rendah dapat efektif mengobati dermatitis seboroik pada
bayi dan dewasa pada daerah fleksura maupun dermatitis seboroik recalcitrant
persistent pada dewasa. Topikal golongan azol dapat dikombinasikan dengan
regimen desonide (satu dosis perhari selama dua minggu) untuk terapi pada wajah.

12
Dapat juga diberikan salep yang mengandung asam salisil 2%, sulfur 4%, dan ter
2%. Pada bayi dapat diberikan asam salisil 3-5% dalam minyak mineral.
2. Sistemik
Dapat diberikan antihistamin ataupun sedative. Pemberian dosis rendah dari terapi
oral bromide dapat membantu penyembuhan. Terapi oral yang menggunakan dosis
rendah dari preparat hemopoetik yang mengangung potassium bromide, sodium
bromide, nikel sulfat, dan sodium klorida dapat memberikan perubahan yang berarti
dalam penyembuhan DS dan dandruff setelah penggunaan sepuluh minggu. Pada
keadaan yang berat dapat diberikan kortikosteroid sistemik, dosis prednisolon 20-30
mg sehari, jika ada perbaikan, dosis diturunkan perlahan. Kalau ada infeksi
sekunder dapat diberikan antibiotik. (Arief Mutaqqin, 2012).

PENELITIAN TERKAIT?

13
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Biodata
Biodata meliputi nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat klien.
2. Keluhan utama
Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ketempat palayanan kesehatan
adalah gatal pada lesi yang timbul
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang
Kien mengeluh gatal dialami sejak lama atau baru, gatalnya menetap atau
hilang timbul, tampak menggaruk, nampak ada lesi di kaki atau bagian-
bagian tubuh lainnya. Kembangkan pola PQRST pada setiap keluhan klien,
klien biasanya mengalami gatal yang terus menerus, adanya keluhan yang
paling dominan seperti sering gatal/ menggaruk pada area yang memiliki
kelenjar sebasea, terdapat lesi pada kulit penyebab terjadinya penyakit, klien
merasakan gatal, kemerahan dan nyeri disekitar kulit yang terkena dan
biasanya pasien datang kerumah sakit dengan keluhan tersebut.
b. Riwayat penyakit dahulu
Sering diderita kembali oleh klien yang pernah mengalami penyakit ini
atau memiliki riwayat penyakit seperti ini
c. Riwayat penyakit keluarga
Ada anggota keluarga atau teman dekat yang terinfeksi virus ini
d. Riwayat psikososial
Klien dengan penyakit kulit, terutama yang lesinya berada pada bagian
yang dapat dilihat oleh orang, biasanya mengalami gangguan konsep diri.hal
itu meliputi perubahan citra tubuh, ideal diri tubuh, ideal diri, harga diri,
penampilan peran, atau identitas diri. Reaksi yang mungkin timbul adalah:
Menolak untuk menyentuh atau melihat salah satu bagian tubuh, Menarik diri
dari kontak social, Kemampuan untuk mengurus diri berkurang.
e. Kebiasaan sehari-hari

14
Dengan adanya gatal kebiasaan sehari-hari klien juga dapat mengalami
gangguan, terutama untuk istirahat/tidur dan aktivitas. Penyakit ini sering
diderita oleh klien yang mempunyai kebiasaan menggunakan alat-alat pribadi
secara bersama-sama, tidak memperhatikan kebersihan diri dan perlengkapan
diri, terutama seperti sepatu dan kaus kaki.
4. Pengkajian Fungsi Gordon
a. Pola Persepsi Kesehatan
Ketidak tahuan klien tentang informasi dari penyakit yang dideritanya.
b. Pola Nutrisi Metabolik
Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan
banyak, kurus, makannya sering, kehausan, mual dan muntah.
c. Pola Eliminasi
Urine dalam jumlah banyak, urin encer berwarna pucat dan kuning,
perubahan dalam feses (diare), sering buang air besar dan terkadang diare,
keringat berlebihan, berkeringat dingin.
d. Pola Latihan-Aktivitas
Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan dan sirkulasi.
Pentingnya latihan/gerak dalam keadaan sehat dan sakit, gerak tubuh dan
kesehatan berhubungan satu sama lain
Kemampuan klien dalam menata diri apabila tingkat kemampuan 0: mandiri,
1: dengan alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3 : dibantu orang dan alat 4 :
tergantung dalam melakukan ADL, kekuatan otot dan Range Of Motion,
riwayat penyakit jantung, frekuensi,irama dan kedalam nafas,bunyi nafas
riwayat penyakit paru.
e. Pola Istirahat Dan Tidur
Insomnia sehingga sulit untuk berkonsentrasi, pola tidur terganggu karena
adanya pruritus
f. Pola Konsep Diri-persepsi Diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap
kemampuan. Kemampuan konsep diri antara lain gambaran diri, harga diri,
peran, identitas dan ide diri sendiri.

15
g. Pola Peran-Hubungan
Nervus, tegang, gelisah, cemas, mudah tersinggung. Bila biasa
menyesuaikan tidak akan menjadi masalah dalam hubungannya dengan
anggota keluarganya.
h. Pola Reproduksi/Seksual
Menggambarkan kepuasan atau masalah yang aktual atau dirasakan
dengan seksualitas Dampak sakit terhadap seksualitas, riwayat haid,
pemeriksaan mamae sendiri, riwayat penyakit hub sex, pemeriksaan genital.
i. Pola Koping – Toleransi stress.
Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik. Emosi labil
(euforia sedang sampai delirium), depresi.
j. Pola Nilai Kepercayaan
Tergantung pada kebiasaan, ajaran dan aturan dari agama yang dianut oleh
individu tersebut.
5. Pemeriksaan integument
a. Warna
Pemeriksaan fisik pada infeksi bakteri, ditemukan karakteristik lesi adalah
vesikel yang berkembang menjadi sebuah bula kurang dari 1 cm pada kulit
normal, dengan sedikit atau tidak ada kemerahan disekitarnya. Awalnya
vesikel berisi cairan bening yang menjadi keruh. bula akan pecah, pabila bula
pecah akan meninggalkan jaringan parut di pinggiran. Infeksi jamur : lesi pada
bagian muka, leher, ekstremitas, lesi berbentuk cincin atau lingkaran yang
khas dan berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama.
b. Kelembapan
Kelembapan kulit yang dikaji adalah tingkat hidrasi kulit terhadap basah
dan minyak. Kelembapan biasa dipengaruhi oleh usia. Semakin tua usia
seseorang, kelembapan akan semakin menurun. Apabila ada infeksi bakteri,
virus, dan jamur maka kelembapan akan cenderung mengering atau basah
disekitar lesi.
c. Suhu

16
Suhu dikaji menggunakan dorsal tangan secara keseluruhan. Dalam
keadaan normal permukaan kulit akan terasa hangat secara keseluruhan.
Apabila ada infeksi biasanya akan memyebabkan hipertermi.
d. Turgor
Turgor adalah elastisitas kulit. Pengkajian fisik bisa dilihat dengan cara
mencubit kulit, berapa lama kulit dan jaringan dibawahnya kembali ke bentuk
semula. Angka normal turgor < 3 detik.
e. Texture
Texture bisa dilihat dengan menekankan ibu jari secara lembut ke daerah
kulit. Normal terasa halus, lembut dan kenyal. Abnormal terasa bengkak atau
atrofi.
f. Lesi
Lesi dilihat dimana lokasinya, distribusi, ukuran, warna, adanya drainase.
g. Edema
Edema adalah penumpukan cairan yang berlebih pada jaringan.
Pemeriksaan pitting edema dilakukan pada tibia dan kaki. Yang perlu dikaji
dari edema adalah konsistensi, temperature, bentuk, mobilisasi.
h. Odor
Odor atau bau ditemui apabila ada bakteri pada kulit, infeksi, hygine tidak
adekuat.
i. Kuku
Inpeksi : ketebalan, waran, bentuk, tekstur. Palpasi : CRT 3-5 detik.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN (SESUAIKAN JUMLAH DX DENGAN MK


YANG ADA DI PATHWAY)
1. Analisa Data
Symtom Etiologi Problem
DS : klien mengeluh Stress emosional, Gangguan rasa nyaman
tidak nyaman dan perubahan (nyeri dan gatal)
merasa gatal di kulitnya, suhu/kelembaban udara,
setelah di garuk terasa infeksi bakteri/jamur,

17
nyeri. alergi

DO : tampak kemerahan Dermatitis
dan terdapat lesi di. ↓
P : lokasi yang digaruk Pelepasan histamine
Q : sepeerti teriris jika ↓
kena air Gatal dan
R : nyeri terasa hanya di ketidaknyamanan
tempat yang sudah
digaruk
S : 3 (dari 10)
T : terjadi jika kena air
dan keringat
DS : klien mengeluh Stress eosional, perubahan Kerusakan integritas
gatal dan keinginan suhu/kelembaban, infeksi kulit
untuk menggaruk daerah bakteri/jamur, alergi
yang gatal tersebut, ↓
akibatnya terjadi Dermatitis
kemerahan dan Pelepasan histamine
penebalan pada area Gatal dan
tersebut. ketidaknyamanan
DO : tampak kemerahan ↓
dan penebalan pada Timbul keinginan untuk
sebagian daerah yang menggaruk
gatal. ↓
Terjadinya kemerahan dan
penebalan pada area
tersebut
Kerusakan integritas kulit

18
2. Rumusan Diagnosa (SESUAIKAN JUMLAH DIAGNOSA DENGAN MK
YANG ADA DI PATHWAY)
a. Gangguan rasa nyaman nyeri dan gatal berhubungan dengan adanya lesi.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi dermatitis, respon
menggaruk.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN (SESUAI JUMLAH DIAGNOSA)
Diagnosa Tujuan dan criteria hasil intervensi Rasional
Keperawatan
Gangguan rasa Tujuan : Setelah dilakukan 1. kaji jenis dan 1. Dapat
nyaman nyeri tidakan keperawatan selama tingkat nyeri mengetahui
dan gatal 3x24 jam, diharapkan nyeri pasien. tentukan kriteria nyeri
berhubungan berkurang atau teradaptasi apakah nyerinya pasien
dengan adanya dengan criteria hasil : kronis atau akut. 2. Untuk
lesi. 1. Gatal berkurang 2. Minta pasien memfasilitasi
2. Dapat untuk pengkajian
mengidentifikasi menggunakan yang akurat
aktifitas yang sebuah skala 1 tentang tingkat
meningkatkan atau sampai 10 untuk nyeri pasien
menurunkan nyeri menjelaskan 3. Digunakan
3. Pasien melaporkan tingkat nyerinya sebagai
nyeri berkurang (dengan nilai 10 antiinflamasi,
4. Nyeri menandakan analgetik dan
hilang/berkurang tingkat nyeri pengaruh
dengan skala 0-1 paling berat) antipiretik
3. Berikan obat
sesuai indikasi ,
zat
antiinflamasi,
analgetik dan
pengaruh
antipiretik

19
(morfin)
meklopenamat.

Kerusakan Setelah dilakukan tidakan 1. Anjurkan pasien 1. dengan mandi


integritas kulit keperawatan selama 3x24 Mandi paling air akan
berhubungan jam, diharapkan gatal dan tidak sekali meresap dalam
dengan lesi berkurang atau sehari selama 15 saturasi kulit.
inflamasi teradaptasi dengan criteria – 20 menit. Pengolesan
dermatitis, hasil : Segera oleskan krim pelembab
respon Klien akan mempertahankan salep atau krim selama 2 – 4
menggaruk. kulit agar mempunyai yang telah menit setelah
hidrasi yang baik dan diresepkan mandi untuk
turunnya peradangan, setelah mandi. mencegah
ditandai dengan : Mandi lebih penguapan air
1. Mengungkapkan sering jika tanda dari kulit.
peningkatan dan gejala 2. air panas
kenyamanan kulit. meningkat. menyebabkan
2. Berkurangnya 2. Anjurkan klien vasodilatasi
derajat mandi dengan yang akan
pengelupasan kulit air hangat meningkatkan
3. Berkurangnya 3. Anjurkan klien pruritus
kemerahan mandi 3. sabun yang
4. Berkurangnya lecet menggunakan mengandung
karena garukan sabun yang pelembab lebih
5. Penyembuhan area mengandung sedikit
kulit yang telah pelembab atau kandungan
rusak sabun sensitive, alkalin dan tidak
hindari mandi membuat kulit
busa. kering, sabun
4. Oleskan/berikan kering dapat
salep atau krim meningkatkan

20
yang sudah di keluhan
resepkan sesuai 4. salep atau krim
dosis. akan
melembabk
an kulit

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan Implementasi Respon Hasil
Gangguan rasa nyaman 1. kaji jenis dan 1. Klien tampak
nyeri dan gatal tingkat nyeri pasien. tidak nyeri lagi
berhubungan dengan tentukan apakah
adanya lesi. nyerinya kronis atau
akut.
2. Minta pasien untuk
menggunakan
sebuah skala 1
sampai 10 untuk 2. Klien
menjelaskan tingkat mengungkapkan
nyerinya (dengan nyeri sudah
nilai 10 berkurang tidak
menandakan tingkat sesakit seperti
nyeri paling berat) sebelum
3. Berikan obat sesuai pengobatan.
indikasi , zat Dengan skala
antiinflamasi, nyeri : 1
analgetik dan
pengaruh antipiretik
(morfin)
meklopenamat.
3. Klien memakai
obat yang

21
diberikan.
Kerusakan integritas kulit 1. Anjurkan pasien 1. klien mengatakan
berhubungan dengan Mandi paling tidak mandi cukup lama
inflamasi dermatitis, sekali sehari selama dan setelah mandi
respon menggaruk. 15 – 20 menit. langsung
Segera oleskan mengoleskan krim
salep atau krim yang sudah
yang telah diberikan.
diresepkan setelah
mandi. Mandi lebih
sering jika tanda
dan gejala
meningkat.
2. Anjurkan klien 2. klien mengatakan
mandi dengan air mandi dengan air
hangat hangat pada pagi
3. Anjurkan klien hari
mandi 3. klien mengatakan
menggunakan mandi dengan
sabun yang sabun untuk kulit
mengandung sensitive
pelembab atau
sabun sensitive,
hindari mandi busa.
4. Oleskan/berikan 4. klien mengoleskan
salep atau krim salep yang di
yang sudah di berikan sesuai
resepkan sesuai intruksi
dosis.

MASUKAN: BUAT
SECARA TEORI SAJA

22
KAENA BLM ADA
PASIEN

E. EVALUASI KEPERAATAN
1. Terjadinya penurunan atau hilangnya rasanya nyeri yang dirasakan
2. Hilang atau berkurangnya lesi pada kulit
3. Hilang atau berkurangnya rasa gatal yang dirasakan klien
4. Kondisi kulit klien bias membaik dan tidak ada penebalan kulit

23
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dermatitis seborik (DS) atau seborheic eczema merupakan penyakit yang umum,
kronik dan, dan merupakan inflamasi superfisial dari kulit, ditandai oleh pruritus,
berminyak, bercak merah dengan berbagai ukuran dan bentuk yang menutup daerah
inflamasi pada kulit kepala, muka, serta telinga. (Arif Mutaqqin, 2012)
Daerah lain yang jarang terkena adalah daerah presternal dada. Beberapa tahun ini
telah didapatkan data bahwa sekurang-kurangnya 50% pasien HIV terkena dermatitis
seboroik.

B. Saran
Diperlukan suatu pemahaman yang baik agar tidak salah dalam memahami
tentang seborrhea atau dermatitis seboroik, khususnya mengenai konsep dasar penyakit
dermatitis seroboik dan konsep dasar asuhan keperawatan dermatitis seroboik.

1. Perhatikan penulisan, hurup besar kecil, spasi, singkatan dan istilah asing harus cetak miring dan
setiap baba da dihalaman baru
2. TAMBAHKAN PATOFISIOLOGI
3. Jika ada gambar lebih baik dimasukkan
4. Penelitian terkait belum ada
5. Diagnose keperawatan, intervensi ditambahkan sesuai dengan pathway
6. Daftar pustaka ditambahkan
7. Perhatikan kerapian penulisan, rata kiri kanan
8. Semua istilah asing dicetak miring

24
DAFTAR PUSTAKA

Djuanda Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin, Edisi Kelima. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Doenges, M.E., Marry, F..M And Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan :
Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Muttaqin Arif, Sari Kumala. 2013. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen.
Jakarta: Salemba Medika
Eva Silvia & Yunita Tanjung. 2014. Factor-Faktor Yang Mempengaruhi Angka Kejadian
Dermatitis Seroboik Berdasarkan Letak Lokasi Lesi Dirumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr.
H Abdul Moloek. Jurnal Medika Malahayati. Vol 1 Nomor 4 : 152-157
Lunny Gayatri & Jusuf Barkabah. 2011. Dermatitis Seroboik Pada Hiv/Aids. Bekala Ilmu
Kesehatan Kulit Dan Kelamin. Volime 23 Nomor 3 :229-233
Luis J. Borda & Tongyu C. Wikramanayake. 2015. Seborrheic Dermatitis And Dandruff :
A Comprehenshive Review. J Clin Investigast Dermatol.No 3 Vol 2

25

Anda mungkin juga menyukai