A. LATAR BELAKANG
Bekerja dengan tubuh dan lingkungan yang sehat, aman serta nyaman merupakan hal
yang di inginkan oleh semua pekerja. Lingkungan fisik tempat kerja dan lingkungan
organisasi merupakan hal yang sangat penting dalam mempengaruhi sosial,mental dan phisik
dalam kehidupan pekerja. Kesehatan suatu lingkungan tempat kerja dapat memberikan
pengaruh yang positif terhadap kesehatan pekerja, seperti peningkatan moral pekerja,
penurunan absensi dan peningkatan produktifitas. Sebaliknya tempat kerja yang kurang sehat
atau tidak sehat (sering terpapar zat yang bahaya mempengaruhi kesehatan) dapat
ekonomi dan pembangunan nasional. Hal ini dapat dilihat pada negara-negara yang sudah
maju. Secara umum bahwa kesehatan dan lingkungan dapat mempengaruhi pembangunan
seperti meningkatnya penghasilan pekerja, kondisi tempat tinggal yang lebih baik dan
meningkatkan pelayanan, tetapi kegiatan industrilisasi juga memberikan dampak yang tidak
baik juga terhadap kesehatan di tempat kerja dan masyarakat pada umumnya.
perubahan dalam pembangunan baik dalam bidang tehnologi maupun industri. Dengan
adanya perubahan tersebut maka konsekuensinya terjadi perubahan pola penyakit / kasus-
kasus penyakit karena hubungan dengan pekerjaan. Seperti faktor mekanik (proses kerja,
peralatan) , faktor fisik (panas , Bising, radiasi) dan faktor kimia. Masalah gizi pekerja juga
merupakan hal yang sangat penting yang perlu diperhatikan, stress, penyakit Jantung, tekanan
darah tinggi dan lain-lainnya. Perubahan ini banyak tidak disadari oleh pengelola tempat
kerja atau diremehkan. Atau walaupun mengetahui pendekatan pemecahan masalahnya hanya
dari segi kuratif dan rehabilitatif saja tanpa memperhatikan akan pentingnya promosi dan
pencegahan.
Promosi kesehatan ini dikembangkan dengan adanya Deklarasi Jakarta hasil dari
konferensi Internasional Promosi Kesehatan di Jakarta bulan juli 1997. Dengan komitmen
yang tinggi Indonesia ikut berperan dalam melakukan kegiatan tersebut terutama melalui
program perilaku hidup bersih yang dilakukan di beberapa tatanan diantaranya adalah tatanan
tempat kerja.
kesehatan keselamatan kerja yang memuaskan, karena banyak para pimpinan perusahaan
kurang menghubungkan antara tempat kerja, kesehatan dan pembangunan. Padahal kita
ketahui bahwa pekerja yang sehat akan menjadikan pekerja yang produktif, yang mana sangat
penting untuk keberhasilan bisnis perusahaan dan pembangunan nasional. Untuk itu promosi
kesehatan di tempat kerja merupakan bagian yang sangat penting di tempat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja dewasa ini merupakan istilah yang sangat populer.
Bahkan didalam dunia industri istilah tersebut lebih dikenal dengan singkatan K3L yang
artinya keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan. Aspek lingkungan dalam kaitannya
dengan kesehatan dan keselamatan juga merupakan hal yang penting, namun dalam
pembahasan berikut yang akan menjadi fokus utamanya adalah Keselamatan dan Kesehatan
Kerja.
Keselamatan berasal dari bahasa Inggris yaitu kata ‘safety’ dan biasanya selalu
dikaitkan dengan keadaan terbebasnya seseorang dari peristiwa celaka (accident) atau nyaris
celaka (near-miss). Jadi pada hakekatnya keselamatan sebagai suatu pendekatan keilmuan
faktor yang dapat menyebabkan manusia mengalami kecelakan inilah berkembang berbagai
konsep dan teori tentang kecelakaan (accident theories). Teori tersebut umumnya ada yang
memusatkan perhatiannya pada faktor penyebab yang ada pada pekerjaan atau cara kerja, ada
yang lebih memperhatikan faktor penyebab pada peralatan kerja bahkan ada pula yang
Kesehatan berasal dari bahasa Inggris ‘health’, yang dewasa ini tidak hanya berarti
terbebasnya seseorang dari penyakit, tetapi pengertian sehat mempunyai makna sehat secara
fisik, mental dan juga sehat secara sosial. Dengan demikian pengertian sehat secara utuh
keilmuan maupun pendekatan praktis juga berupaya mempelajari faktor-faktor yang dapat
berbagai cara atau pendekatan untuk mencegah agar manusia tidak menderita sakit, bahkan
(work, occupation) dan sebagian besar waktunya berada dalam situasi bekerja sehingga dapat
terjadi manusia akan menderita penyakit yang mungkin disebabkan oleh pekerjaannya atau
menderita penyakit yang berhubungan dengan pekerjaannya. Karena alasan tersebut
berkembang ilmu yang dikenal dengan kesehatan kerja (occupational health). Kesehatan
manusia menderita penyakit akibat kerja (occupational disease) maupun penyakit yang
mengembangkan berbagai cara atau pendekatan untuk pencegahannya, bahkan berupaya juga
Istilah ‘keselamatan dan kesehatan kerja’, dapat dipandang mempunyai dua sisi
pengertian. Pengertian yang pertama mengandung arti sebagai suatu pendekatan ilmiah
(scientific approach) dan disisi lain mempunyai pengertian sebagai suatu terapan atau suatu
program yang mempunyai tujuan tertentu. Karena itu keselamatan dan kesehatan kerja dapat
digolongkan sebagai suatu ilmu terapan (applied science). Pandangan yang melihat
Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam kerangka sebagai suatu pendekatan ilmiah tampak
understanding the nature of risk to the safety of people and property in both industrial &
storage and handling of hazardous material and domestic and recreational activities.
(OSHA, USA)
Dari definisi tersebut dapat diamati adanya uraian yang menekankan prinsip ilmiah
yang mendasari Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta keilmuan dasar yang menjadi
pendukungnya.
Sedangkan pandangan melihat Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam kerangka
sebagai suatu pendekatan praktis atau suatu program dapat dilihat dari definisi Keselamatan
The promotion and maintenance of the highest degree of physical, mental and social
well being of workers in all occupations; the prevention among workers of departures from
health caused by their working conditions; the protection of workers in their employment
from risks resulting from factors adverse to health; the placing and maintenance of the
summarize: the adaptation of work to man and each man to his job. (Joint committee: ILO
& WHO)
Dengan demikian menjadi semakin jelas bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja
pada hakekatnya merupakan suatu pendekatan ilmiah dan sekaligus merupakan suatu
program.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai suatu program didasari pendekatan ilmiah
dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya (hazard) dan risiko (risk)
terjadinya penyakit dan kecelakaan, maupun kerugian-kerugian lainya yang mungkin terjadi.
Jadi dapat dikatakan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu pendekatan
ilmiah dan praktis dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko kesehatan dan keselamatan
yang mungkin terjadi. Dengan kata lain hakekat dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja
adalah tidak berbeda dengan pengertian bagaimana kita mengendalikan risiko (risk
Kerja tidak saja terbatas pada ilmu keselamatan (safety sciences) dan ilmu kesehatan (health
sciences) seperti ilmu kesehatan kerja (occupational health science), tetapi juga keilmuan
lainnya seperti: higiene industri (industrial hygiene), ergonomi, human factors, epidemiologi,
manajemen, hukum, sosial dan perilaku dan lain-lain sebagainya. Dengan demikian
Keselamatan dan Kesehatan Kerja dapat dipandang sebagai ilmu terapan yang bersifat
multidisiplin, yang kaya dengan keragaman berbagai pendekatan menurut bidang keilmuan
KESIMPULAN NYA
K3 adalah Suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan
baik Jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja khususnya dan manusia pada umumnya, Peralatan
,lingkungan kerja , hasil karya dan budayanya menuju masyarakat yang adil makmur dan
Sejahtera.
cidera, sakit, kecelakaan atau bahkan dapat mengakibatkan kematian yang berhubungan dengan
proses dan sistem kerja. Potensi bahaya mempunyai potensi untuk mengakibatkan kerusakan dan
kerugian kepada : 1) manusia yang bersifat langsung maupun tidak langsung terhadap pekerjaan, 2)
properti termasuk peratan kerja dan mesin-mesin, 3) lingkungan, baik lingkungan di dalam
perusahaan maupun di luar perusahaan, 4) kualitas produk barang dan jasa, 5) nama baik
perusahaan.
1. Potensi bahaya fisik, yaitu potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan-
2. Potensi bahaya kimia, yaitu potesni bahaya yang berasal dari bahan-bahan kimia
yang digunakan dalam proses produksi. Potensi bahaya ini dapat memasuki atau
pengaruh potensi kimia terhadap tubuh tenaga kerja sangat tergantung dari jenis
bahan kimia atau kontaminan, bentuk potensi bahaya debu, gas, uap. asap; daya acun
3. Potensi bahaya biologis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh
kuman-kuman penyakit yang terdapat di udara yang berasal dari atau bersumber pada
A/B, Aids,dll maupun yang berasal dari bahan-bahan yang digunakan dalam proses
produksi.
4. Potensi bahaya fisiologis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau yang disebabkan
oleh penerapan ergonomi yang tidak baik atau tidak sesuai dengan norma-norma
ergonomi yang berlaku, dalam melakukan pekerjaan serta peralatan kerja, termasuk :
sikap dan cara kerja yang tidak sesuai, pengaturan kerja yang tidak tepat, beban kerja
yang tidak sesuai dengan kemampuan pekerja ataupun ketidakserasian antara manusia
dan mesin.
5. Potensi bahaya Psiko-sosial, yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan
oleh kondisi aspek-aspek psikologis keenagakerjaan yang kurang baik atau kurang
mendapatkan perhatian seperti : penempatan tenaga kerja yang tidak sesuai dengan
dan klasifikasi tenaga kerja yang tidak sesuai, kurangnya keterampilan tenaga kerja
dalam melakukan pekerjaannya sebagai akibat kurangnya latihan kerja yang
diperoleh, serta hubungan antara individu yang tidak harmoni dan tidak serasi dalam
kerja.
6. Potensi bahaya dari proses produksi, yaitu potensi bahaya yang berasal atau
ditimbulkan oleh bebarapa kegiatan yang dilakukan dalam proses produksi, yang
sangat bergantung dari: bahan dan peralatan yang dipakai, kegiatan serta jenis
barang / alat kerja/cara kerja yang dapat menimbulkan bahaya baik tehadapap kesehatan maupun
keselamatan .
Contoh => pekerjaan pengurasan tanki atau pekerjaan ketinggian yang dilakukan oleh karyawan
perusahaan sendiri , kemudian digantikan oleh Kontraktor Ahli dalam bidang pengurasan tanki atau
2) Substitute : Ini adalah tahap pengendalian dengan cara mengganti barang / alat / cara kerja
yang dapat menimbulkan bahaya dengan barang/alat/cara kerja yang lain yang tidak berbahaya
Contoh => Pekerjaan pengecatan tadinya dengan cat semprot sehingga menimbulkan pencemaran
udara yang mengganggu pernafasan , kemudian di ubah dengan metode cat sistem celup
3) Engineering : Tahap penanggulangan potensi bahaya dengan cara melakukan rekayasa atau
Contoh => pemasangan frame pada fan, v-belt, benda yang berputar
4) Administrative control/sign/warning : Tahap penanggulangan bahaya secara adminstrative
seperti pembuatan prosedur, pemasangan sign/ rambu, pengaturan jam kerja, pemberian pelatihan,
penetapan aturan khusus, mengikuti aspek hukum/peraturan pemerintah terkait serta penerapan
higine perusahaan
Contoh => pemsangan rambu, pelatihan, pembuatan prosedur, instruksi kerja, peraturan
5) PPE : Penggunaan PPE Adalah hyrarki control yang terakhir ! Yaitu menanggulangi potensi
bahaya dengan memberlakukan pemakaian PPE / Alat Pelindung Diri (APD) bagi setiap pekerja .
Contoh => kewajiban memakai masker , kacamata las, helm, sepatu kaos tangan saat bekerja
KECELAKAAN KERJA
KECELAKAAN
Ialah Setiap kejadian yang tak dinginkan dan menimbulkan kerugian baik bagi pekerja
maupun perusahaan.
Kecelakaan Kerja
sebagaimana dinyatakan dalam UU NO.1 Tahun 1970 dimana untuk dapat disebut sebagai
tempat kerja,
A. SUMBER KECELAKAAN
Beberapa sumber bahaya yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dapat dikategorikan
sebagai berikut:
BAHAN KIMIA
Meliputi bahan mudah terbakar, bersifat racun, korosif, tidak stabil, sangat reaktif,
dan gas yang berbahaya. Penggunaan senyawa yang bersifat karsinogenik dalam industri
maupun laboratorium merupakan problem yang signifikan, baik karena sifatnya yang
berbahaya maupun cara yang ditempuh dalam penanganannya. Beberapa langkah yang harus
ditempuh dalam penanganan bahan kimia berbahaya meliputi manajemen, cara pengatasan,
tempat kerja, dekontaminasi, disposal, prosedur keadaan darurat, kesehatan pribadi para
pekerja, dan pelatihan. Bahan kimia dapat menyebabkan kecelakaan melalui pernafasan
(seperti gas beracun), serapaan pada kulit (cairan), atau bahkan tertelan melalui mulut untuk
Bahan kimia berbahaya dapat digolongkan ke dalam beberapa kategori yaitu, bahan
kimia yang eksplosif (oksidator, logam aktif, hidrida, alkil logam, senyawa tidak stabil secara
termodinamika, gas yang mudah terbakar, dan uap yang mudah terbakar). Bahan kimia yang
korosif (asam anorganik kuat, asam anorganik lemah, asam organik kuat, asam organik
lemah, alkil kuat, pengoksidasi, pelarut organik). Bahan kimia yang merusak paru-paru
(asbes), bahan kimia beracun, dan bahan kimia karsinogenik (memicu pertumbuhan sel
Bakteri, jamur, virus, dan parasit merupakan bahan-bahan biologis yang sering
digunakan dalam industri maupun dalam skala laboratorium. Pada golongan ini bukan hanya
organisme saja, tetapi juga semua bahan biokimia, termasuk di dalamnya gula sederhana,
asam amino, dan substrat yang digunakan dalam proses industri. Penanganan dalam
penyimpanan, proses, maupun pembuangan bahan biologis ini perlu mendapatkan ketelitian
kerusakan sel-sel tubuh yang serius pada karyawan atau tenaga kerja.
ALIRAN LISTRIK
kemungkinan untuk terjadinya kecelakaan kerja. Beberapa faktor yang harus diperhatikan
antara lain:
1. Pemakaian safety switches yang dapat memutus arus listrik jika penggunaan melebihi
peralatan.
3. Penggunaan peralatan yang sesuai dengan kondisi kerja sangat diperlukan untuk
peralatan listrik jatuh atau bersinggungan dengan air. Begitu juga dengan semburan air yang
5. Berhati-hati dalam membangun atau mereparasi peralatan listrik agar tidak membahayakan
penguna yang lain dengan cara memberikan keterangan tentang spesifikasi peralatan yang
telah direparasi.
6. Pertimbangan bahwa bahan kimia dapat merusak peralatan listrik maupun isolator sebagai
pengaman arus listrik. Sifat korosif dari bahan kimia dapat menyebabkan kerusakan pada
komponen listrik.
7. Perhatikan instalasi listrik jika bekerja pada atmosfer yang mudah meledak. Misalnya pada
lemari asam yang digunakan untuk pengendalian gas yang mudah terbakar.
8. Pengoperasian suhu dari peralatan listrik akan memberikan pengaruh pada bahan isolator
listrik. Temperatur sangat rendah menyebabkan isolator akan mudah patah dan rusak.
Isolator yang terbuat dari bahan polivinil clorida (PVC) tidak baik digunakan pada suhu di
o o
bawah 0 C. Karet silikon dapat digunakan pada suhu –50 C. Batas maksimum
pengoperasian alat juga penting untuk diperhatikan. Bahan isolator dari polivinil clorida
dapat digunakan sampai pada suhu 75 oC, sedangkan karet silikon dapat digunakan sampai
Ionisasi radiasi dapat dikeluarkan dari peralatan semacam X-ray difraksi atau radiasi
internal yang digunakan oleh material radioaktif yang dapat masuk ke dalam badan manusia
melalui pernafasan, atau serapan melalui kulit. Non-ionisasi radiasi seperti ultraviolet, infra
merah, frekuensi radio, laser, dan radiasi elektromagnetik dan medan magnet juga harus
MEKANIK
Walaupun industri dan laboratorium moderen lebih didominasi oleh peralatan yang
terkontrol oleh komputer, termasuk didalamnya robot pengangkat benda berat, namun
demikian kerja mekanik masih harus dilakukan. Pekerjaan mekanik seperti transportasi bahan
baku, penggantian peralatan habis pakai, masih harus dilakukan secara manual, sehingga
kesalahan prosedur kerja dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Peralatan keselamatan kerja
seperti helmet, sarung tangan, sepatu, dan lain-lain perlu mendapatkan perhatian khusus
API
Hampir semua laboratorium atau industri menggunakan bahan kimia dalam berbagai
variasi penggunaan termsuk proses pembuatan, pemformulaan atau analisis. Cairan mudah
terbakar yang sering digunakan dalam laboratorium atau industri adalah hidrokarbon. Bahan
mudah terbakar yang lain misalnya pelarut organik seperti aseton, benzen, butanol, etanol,
dietil eter, karbon disulfida, toluena, heksana, dan lain-lain. Para pekerja harus berusaha
untuk akrab dan mengerti dengan informasi yang terdapat dalam Material Safety Data Sheets
(MSDS). Dokumen MSDS memberikan penjelasan tentang tingkat bahaya dari setiap bahan
kimia, termasuk di dalamnya tentang kuantitas bahan yang diperkenankan untuk disimpan
secara aman.
Sumber api yang lain dapat berasal dari senyawa yang dapat meledak atau tidak stabil.
Banyak senyawa kimia yang mudah meledak sendiri atau mudah meledak jika bereaksi
dengan senyawa lain. Senyawa yang tidak stabil harus diberi label pada penyimpanannya.
Gas bertekanan juga merupakan sumber kecelakaan kerja akibat terbentuknya atmosfer dari
SUARA (kebisingan)
Sumber kecelakaan kerja yang satu ini pada umumnya terjadi pada hampir semua
industri, baik industri kecil, menengah, maupun industri besar. Generator pembangkit listrik,
instalasi pendingin, atau mesin pembuat vakum, merupakan sekian contoh dari peralatan
yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja dan gangguan kesehatan kerja. Selain angka
kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin, para pekerja harus memperhatikan berapa lama
mereka bekerja dalam lingkungan tersebut. Pelindung telinga dari kebisingan juga harus
1. terjepit, terlindas
2. teriris, terpotong
3. jatuh terpeleset
5. tertabrak
18. terinjak
a. Korban manusia
o Meninggal
o Luka berat
o Luka ringan
b. Kerugian Material
o Bangunan
o Peralatan/Mesin
o Bahan Baku
o Bahan jadi
kecelakaan tersebut, baru dapat dicari jalan pemecahannya. Penyebab utama yang
sering terjadi adalah situasi dan perilaku pekerja yang tidak aman yang terjadi di
Oleh sebab itu, untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, adalah dengan
Data ini adalah data penting statistik kecelakaan kerja dan analisa kejadian demi
menentukan bagaimana kesalahan itu terjadi. Apabila kita dapat menggunakan data
dengan baik, maka kecelakaan yang sama atau bahkan kecelakaan yang lebih serius
dapat dihindari.
KESEHATAN KERJA
Fokus utama dari kesehatan kerja terletak pada tiga obyek yang berbeda :
3 Pengembangan organisasi dan budaya kerja dalam arah yang mendukung kesehatan
dan keselamatan kerja; dan dalam pelaksanaannya juga mempromosikan iklim sosial yang
positif, operasi yang lancar dan meningkatkan produktifitas perusahaan. Konsep dan budaya
kerja dalam konteks ini adalah refleksi dari sistem-sistem nilai yang essensial yang berlaku
dalam perusahaan. Budaya tersebut tercermin dalam praktek sistem manajemen,
kebijaksanaan personalia, prinsip-prinsip partisipasi, kebijaksanaan pelatihan dan
manajemen mutu dari perusahaan.”
1. Beban kerja
2. Beban tambahan dari lingkungan kerja
3. Kapasitas kerja
Untuk mendapatkan derajat kesehatan tenaga kerja yang optimal dan produktivitas kerja yang
tinggi, maka ketiga faktor itu hendaklah dalam keseimbangan yang serasi
1. 1. Beban Kerja
Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya. Beban kerja tersebut dibagi menjadi :
Secara garis besar faktor dan lingkungan kerja yang dapat mengganggu kesehatan tenaga
kerja adalah :
1. Suara / kebisingan
4. Tekanan udara
5. Penerangan
6. Getaran
Faktor kimia
2. Particulate / aerosol :
3. Cairan / pelarut
Faktor biologik
berupa virus, bakteri, jamur, serangga, cacing, parasit, binatang buas, tumbuhan beracun, dll.
yaitu faktor yang mempengaruhi keserasian antara tenaga dan pekerjaannya (cara kerja,
posisi kerja, alat kerja, beban kerja) ketidakserasian dari faktor di atas dapat menimbulkan
kecelakaan kerja sakit otot, sakit pinggang, cedera punggung, dll.
dapat berupa hubungan kerja yang kurang baik. Sifat pekerjaan yang monoton, tidak sesuai
bakat, kesejahteraan yang kurang, dll. Faktor ini selain menurunkan produktivitas, juga dapat
menimbulkan penyakit-penyakit psikosomatik.
3. Kapasitas Kerja
Ketrampilan
Kesegaran jasmani dan rohani
Keadaan kesehatan
Tingkat gizi
Jenis kelamin
Umur
Ukuran-ukuran tubuh (anthropometri)
1. Penempatan seorang pekerja pada pekerjaan yang tepat Derajat tepat meliputi
tingkat kesehatan, bakat, pengalaman, ketrampilan, motivasi, kelamin, usia, jenis
kelamin, antropometri dll.
2. Mengurangi beban kerja dengan cara memodifikasi cara kerja atau
penyesuaian alat-alat kerja.
1. Konvensi ILO No. 120 (UU No. 3 Tahun 1969 ) tentang Higiene dalam
perniagaan dan kantor-kantor.
2. UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja
3. UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
4. UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
5. PP No. 7 tahun 1973 tentang Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan
dan Penggunaan Pestisida.
6. PP No. 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial
Tenaga Kerja
7. Kepres R.I No. 22 tahun 1993 tentang penyakit yang timbul karena hubungan
kerja
8. PMP No. 7 Tahun 1964 tentang syarat kesehatan, kebersihan, serta
penerangan dalam tempat kerja
9. Permenakertrans No. Per. 01/Men/1979 tentang kewajiban latihan
Hyperkes bagi paramedis perusahaan
10. Permenaker No. Per. 03/Men/1985 tentang keselamatan dan kesehatan
kerja pemakaian Asbes
11. Permenakertrans No. Per. 02/Men/1980 tentang pemeriksaan kesehatan
tenaga kerja dalam penyelenggaraan keselamatan kerja
12. Permenakertrans No. Per. 01/Men/1981 tentang kewajiban melapor
penyakit akibat kerja
13. Permenakertrans No. Per. 03/Men/1982 tentang pelayanan kesehatan
kerja
14. Permenaker No. Per. 03/Men/1986 tentang keselamatan dan kesehatan
kerja di tempat kerja yang mengelola pestisida
15. Permenaker No. Per. 01/Men/1998 tentang penyelenggaraan jaminan
pemeliharaan kesehatan dengan manfaat lebih baik
16. Kepmenaker No. Kepts. 333 tahun 1989 tentang Diagnosis dan pelaporan
penyakit akibat kerja
17. Kepmenaker No. Kep. 187/Men/1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia
Berbahaya Di Tempat Kerja
18. Kepmenaker No. Kep. 51/Men/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor
Fisika Di Tempat Kerja
19. Kepmenakertrans No. Kep. 79/Men/2003 tentang pedoman diagnosis dan
penilaian cacat karena kecelakaan dan penyakit akibat kerja
20. SE. Menakertrans No. SE. 01/Men/1979 tentang Pengadaan Kantin dan
Ruang Makan
21. SE. Menaker No. SE. 01/Men/1997 tentang Nilai Ambang Batas Faktor
Kimia Di Udara Lingkungan Kerja
22. SE. Dirjen Binawas No. SE. 86/BW/1989 tentang perusahaan catering
yang mengelola makanan bagi tenaga kerja
23. Kepts. Dirjen Binawas No. Kepts. 157/BW/1989 tentang Tata Cara dan
Bentuk Laporan Penyelenggaraan Pelayananan Kesehatan Kerja
1 Peraturan Perundangan
2 Standarisasi
Suatu ukuran terhadap besaran-besaran/nilai. Dengan adanya standar K3
yang terukur dan maju akan menentukan tingkat kemajuan K3, karena
pada dasarnya baik buruknya K3 di tempat kerja diketahui melalui
pemenuhan standar K3
3 Inspeksi
4 Riset
6 Persuasif
7 Asuransi
b. Dermatitis Kontak
i. Ada 2 jenis yaitu iritan dan allergi
ii. Lokasi di kulit
c. Penyakit Paru
i. Dapat berupa : Bronchitis kronis, emfisema, karsinoma bronkus,
fibrosis, TBC, mesetelioma, pneumonia, Sarkoidosis.
ii. Disebabkan oleh bahan kimia, fisis, microbiologi.
d. Penyakit Hati dan Gastro-intestinal
i. Dapat berupa : kanker lambung dan kanker oesofagus (tambang
batubara dan vulkanisir karet), Cirhosis hati(alkohol, karbon tetraklorida,
trichloroethylene, kloroform)
ii. Disebabkan oleh bahan kimia
e. Penyakit Saluran Urogenital
i) Dapat berupa : gagal ginjal(upa logam cadmium & merkuri ,pelarut organik,
pestisida, carbon tetrachlorid), kanker vesica urinaria (karet, manufaktur/bahan
pewarna organik, benzidin, 2-naphthylamin).
ii) Disebabkan bahan kimia.
f. Penyakit Hematologi
i. Dapat berupa : anemia (Pb), lekemia (benzena)
ii. disebabkan bahan kimia
g. Penyakit Kardiovaskuler
i. Disebabkan bahan kimia
ii. Dapat berupa : jantung coroner (karbon disulfida, viscon rayon,
gliceril trinitrat, ethylene glicol dinitrat), febrilasi ventricel (trichlorethylene).
h. Gangguan alat reproduksi
i. Dapat berupa : infertilitas (ethylene bromida, benzena, anasthetic
gas, timbal, pelarut organic, karbon disulfida, vinyl klorida, chlorophene), kerusakan
janin (aneteses gas, mercuri, pelarut organik) keguguran (kerja fisik)
ii. Disebabkan bahan kimia dan kerja fisik
i. Penyakit muskuloskeletal
i. Dapat berupa : sindroma Raynaud (getaran 20 – 400 Hz), Carpal
turnel syndroma (tekanan yang berulang pada lengan), HNP/sakit punggung
(pekerjaan fisik berat, tidak ergonomis).
ii. Disebabkan : kerja fisik dan tidak ergonomis.
j. Gangguan telinga
i. Dapat berupa : Penurunan pendengaran (bising diatas NAB)
ii. Disebabkan faktor fisik
k. Gangguan mata
i. Dapat berupa : rasa sakit (penataan pencahayaan), conjungtivitis
(sinar UV), katarak (infra merah), gatal (bahan organik hewan, debu padi), iritasi non
alergi (chlor, formaldehid).
ii. Disebabkan faktor fisik, biologi.
Berikut ini adalah daftar penyakit akibat kerja yang dapat menjadi referensi Anda:
Dengan mengetahui peyakit akibat kerja di atas maka kita harusnya sadar akan kesehatan kita
dan pentingnya kita harus dapat mencegahnya. Bukankah mencegah lebih baik dari
mengobati?
PENGENDALIAN BAHAYA TEMPAT KERJA DAN RAMBU-RAMBU K3
1) Eliminasi
2) Subsitusi
3) Engineering Control
4) Administrative Control
untuk mengidentifikasi hal ini maka langkah awal yang penting adalah
pengenalan/identifikasi bahaya yang bisa timbul dan di evaluasi, kemudian di lakukan
pengendalian,Karena itu, untuk mengantisipasi dan mengetahui kemungkinan bahaya di
tempat kerja di tempuh tiga langkah utama (WHO, 1997), yakni:
B. Rambu-Rambu K3
Rambu – rambu K3 dimaksudkan agar personel (pekerja atau tamu) sadar akan
potensi bahaya yang terdapat pada area kerja yang mana mungkin dapat menimbulkan
kecelakaan. Rambu rambu kesalamatan bukanlah penganti kebutuhan akan pengatuaran
cara pencegahan kecelakaan akan tetapi hanya mengingatkan kita akan bagaimana cara
bertindak dengan aman.
Rambu Perintah
Rambu perintah ini adalah rambu memerintahkan Anda untuk Wajib melakukan
sesuai simbol rambu yang tertera. Ciri-ciri rambu perintah ini adalah berbentuk
lingkaran dengan latar berwarna biru dan simbol berwarna putih.
Rambu Peringatan
Rambu peringatan ini adalah rambu yang meberikan peringatan kepada anda
pengguna lalulintas untuk melakukan sesuai sesuai dengan gambar rambu yang Anda
temukan. Ciri-ciri rambu penringatan yaitu latar belakang berwarna kuning dan simbol
berwarna hitam.
ALAT PELINDUNG DIRI (APD)
Alat Pelindung Diri (APD) dirancang untuk mencegah atau mengurangi tingkat
keparahan cidera terhadap pekerja. Pengurus/perusaha harus memeriksa tempat
kerja dan menentukan bahaya apa yang sesuai dengan penggunaan APD.
Dalam program pengadaan APD untuk melindungi tenaga kerja dalam bekerja, maka
penyimpanan, pemeliharaan APD sebaiknya dibilik yang sangat sensitif terhadap perubahan
tertentu, waktu kadaluarsanya dan tidak akan menimbulkan alergi terhadap sipemakai serta
tidak menularkan penyakit.
1. Fungsi.
Fungsi kaca mata pengaman adalah untuk melindungi mata dari:
Percikan bahan bahan korosif.
Kemasukan debu atau partikel-partikel yang melayang di udara.
Lemparan benda-benda kecil.
Panas dan pancaran cahaya
Pancaran gas atau uap kimia yang dapat menyebabkan iritasi mata.
Radiasi gelombang elekromaknetik yang mengion maupun yang tidak mengion
Benturan atau pukulan benda keras atau benda tajam.
2. Jenis.
Menurut jenis atau bentuknya alat pelindung mata dibedakan menjadi:
Kaca mata (Spectacles/Goggles).
Gambar 3. Kacamata pelindung (Protective Goggles) digunakan pada saat menggerinda
logam/akrilik
Gambar 4. Kacamata pelindung (Protective Goggles) digunakan pada saat melakukan
pengecoran logam
Tameng muka (Face Shield).
Gambar 5. Pelindung muka (face shields) yang digunakan pada saat polishing akrilik
3. Spesifikasi.
1. Alat pelindung mata mempunyai ketentuan sebagai berikut:
Tahan terhadap api.
Tahan terhadap lemparan atau percikan benda kecil.
Lensa tidak boleh mempunyai efek destorsi.
Mampu menahan radiasi gelombang elektromagnetik pada panjang
gelombang
2. Alat pelindung muka mempunyai ketentuan sebagai berikut:
a. Tahan api
b. Terbuat dari bahan :
Gelas atau gelas yang dicampur dengan laminasi alumunium, yang bila pecah
tidak menimbulkan bagian-bagian yang tajam.
Plastik, dengan bahan dasar selulosa asetat, akrilik, policarbonat atau alil
diglikol karbonat.
4. Cara Pemakaian.
a. Kaca mata pengaman.
Pilihan kaca mata yang sesuai, small, medium, atau large.
Buka tangkai kaca mata lekatkan bagian tengah kacamata pada punggung
hidung.
Tempelkan lensa kaca mata.
Kaitkan tangkai kaca mata pada daun telinga.
Usahakan agar mata dan sekitar betul-betul tertutup oleh kacamata.
b. Penutup muka (Face Shield)
Penutup muka yang benar adalah yang dapat dikenakan tanpa dipegang dengan
tangan pekerja. Biasanya penutup muka ini dirancang menjadi satu dengan topi
pengaman atau penutup rambut.
Pilih ukuran penutup muka, sesuai dengan besarnya lingkar kepala (kecil/small,
sedang/medium,atau besar/large).
Periksa bagian luar dan dalam penutup muka, apakah sesuai dengan
spesifikasinya, apakah tudung dalam keadaaan baik, tidak rusak dan bersih.
Kendorkan klep pengatur untuk mempererat kedudukan topi pengaman tudung
atau penutup rambut.
Pakai topi pengaman (tudung atau penutup rambut), eratkan di kepala sehingga
terasa pas dengan cara mengatur klep pengatur.
Atur posisi penutup muka sehingga menutupi seluruh permukaan wajah.
Kencangkan kembali klep pengatur.
B .Pelindung pendengaran.
1. Fungsi.
Untuk melindungi alat pendengaran (telinga) akibat kebisingan, dan melindungi
telinga dari percikan api atau logam-logam yang panas.
2. Jenis.
Secara umum pelindungi telinga 2 (dua) jenis, yaitu:
Sumbat telinga atau ear plug, yaitu alat pelindung telinga yang cara penggunaannya
dimasukkan pada liang telinga
Tutup telinga atau ear muff, yaitu alat pelindung telinga yang penggunaanya
ditutupkan pada seluruh daun telinga.
3. Spesifikasi.
a. Sumbat Telinga atau ear plug.
Sumbatan telinga yang baik adalah yang bisa menahan atau mengabsorbsi
bunyi atau suara dengan frekuensi tertentu saja, sedangkan bunyi atau suara
dengan frekwensi untuk pembicaraan (komunikasi) tetap tidak terganggu.
Biasanya terbuat dari karet, platik ,lilin atau kapas.
Harus bisa mereduksi suara frekwensi tinggi (4000 dba) yang masuk lubang
telinga, minimal sebesar x-85 dba, dimana x adalah intensitas suara atau
kebisingan di tempat kerja yang diterima oleh tanaga kerja.
2. Jenis.
Berdasarkan fungsinya, dibedakan menjadi :
a. Respirator yang berfungsi memurnikan udara (air purifying respirator).
b. Respirator yang berfungsi memasok oksigen atau udara (air supplying respirator).
3. Spesifikasi.
a. Respirator Yang Memurnikan Udara.
Respirator jenis ini dipakai bila pekerja terpajan bahan pencemar di udara (debu,
gas,uap, fume, mist, asap, fog) yang kadar toksisitasnya rendah. Prinsip kerja respirator ini
adalah membersihkan udara terkontaminasi dengan cara filtrasi, adsorbsi, atau
absorbsi.
Menurut cara kerjanya dibedakan menjadi :
1. Respirator yang mengandung bahan kimia (cemical respirators).
2. Respirator dengan katrid (cartridge) bahan kimia.
a. Prinsip cara kerjanya adalah mengadsorpsi bahan pencemar di udara pernafasan.
b. Bahan kimia yang digunakan untuk mengadsorbsi biasanya karbon aktif atau silika
gel.
c. Biasanya penutup sebagian muka dengan satu atau dua katrid yang mengandung
bahan kimia tertentu.
d. Tidak bisa digunakan untuk keadaaan darurat.
e. Hanya mampu memurnikan satu macam atau satu golongan bahan kimia (gas,
uap) saja.
3. Respirator dengan kanister yang berisi bahan kimia.
a. Prinsip cara kerjanya adalah mengadsorbsi bahan pencemar di udara pernafasan
b. Bahan kimia yang digunakan untuk mengadsorbsi adalah yang sesuai dengan
bahan-bahan kima tertentu saja. Misal kanister untuk uap asam klorida (hcl dan
asam sulfat (h2so4) harus menggunakan kanister yang berisi soda
c. Bahan kimia kanister mempuyai batas waktu kedaluwarsa. Batas waktu
kedaluwarsa ini tergantung pada isi kanister, konsentrasi bahan pencemar, dan
akifitas pemakainya.
d. Bisa menutup sebagian muka atau seluruh muka
e. Tidak bisa digunakan dalam keadaaan udara di lingkungan kerja menggandung
bahan kimia gas atau uap toksik dengan kadar yang cukup tinggi.
f. Satu tipe kanister hanya bisa digunakan untuk memurniakan udara
terkontaminasi satu macam atau satu golongan bahan kimia (gas, uap) saja.
D. Pelindung Tangan.
1. Fungsi.
Untuk melindungi tangan dan jari-jari tangan dari pajanan api, panas, dingin, radiasi
elektomagnetik, radiasi mengion, listrik, bahan kimia, benturan dan pukulan, tergores,
terinfeksi. Alat pelindung tangan biasa disebut dengan sarung tangan.
2. Jenis.
Menurut bentuknya, alat pelindung tangan dibedakan menjadi :
a. Sarung tangan biasa atau gloves.
b. Mitten, yaitu sarung tangan dengan ibu jari terpisah, sedangkan empat jari lainya
menjadi satu.
c. Hand pad, yaitu alat pelindung tangan yang hanya melindungi telapak tangan.
d. Sleeve, yaitu alat pelindung dari pergelangan tangan sampai lengan. Biasanya
digabung dengan arung tangan.
3. Spesifikasi.
Alat pelindung tangan harus sesuai antara potensi bahaya dengan bahan sarung
tangan yang dikenakan pekerja.
E. Pakaian Pelindung.
1. Fungsi.
Pakaian pelindung berfungsi untuk melindungi sebagain atau seluruh tubuh dari
kotoran, debu, bahaya percikan bahan kimia, radiasi, panas, bunga api maupun api.
2. Jenis.
a. Apron, yang menutupi hanya sebagian tubuh pemakainya, mulai dari dada sampai
lutut.
b. Overalls, yang menutupi seluruh bagian tubuh.
3. Spesifikasi.
Macam-macam pakaian pelindung adalah:
a. Pakaian pelindung dari kulit, untuk tenaga kerja yang mengerjakan pengelasan.
b. Pakaian pelindung untuk pemadam kebakaran.
c. Pakaian pelindung untuk pekerja yang terpajan radiasi tidak mengion.
d. Pakaian pelindung untuk pekerja yang terpajan radiasi mengion.
e. Pakaian pelindung terbuat dari plastik, untuk tenaga kerja yang bekerja kontak
dengan bahan kimia.
4. Cara pemakaian.
a. Pilih jenis pakaian pelindung yang sesuai dengan potensi bahaya yang dihadapi.
b. Pilih ukurannya yang sesuai dengan ukuran tubuh pemakainya.
c. Cek keadaan fisiknya, apakah dalam keadaan rusak , dan lengkap
d. Kenakan pakaian pelindung dan kacingkan dengan seksama.
e. Gerak-gerakkan anggota badan (kaki, tangan), untuk memastikan apakah pakaian
pelindung telah terpakai dengan nyaman.
F. PELINDUNG KAKI
Safety Bot
Gunanya untuk melindungi kaki supaya tidak cedera. Dengan syarat safety boot
terlindung metal bagian depan, dengan daya tahan terhadap tekanan sampai 2500 pounds
tahan panas, anti minyak dan bahan kimia serta non conductif, dapat menahan benturan 450
kg dari ketinggian 30 cm.
1)Harus memberikan perlindungan yang cukup terhadap bahaya yang dihadapi tenaga
kerja/sesuai dengan sumber bahaya yang ada.
2)Tidak mudah rusak.
3)Tidak mengganggu aktifitas pemakai.
4)Mudah diperoleh dipemasaran.
5)Memenuhi syarat spesifik lain.
6)Nyaman dipakai.
KEBAKARAN
Sifat api
Bahan bakar, panas dan oksigen harus ada untuk menyalakan api.
Bahan bakar adalah bahan yang dapat terbakar, baik padat, cair
maupun gas. Bahan yang mudah terbakar adalah setiap benda yang
mudah menyala dan terbakar dengan cepat.
Panas dapat berasal dari nyala api, percikan bunga api, puntung rokok,
gesekan, sumber listrik, pipa panas dan perlengkapan.
Oksigen umumnya berasal dari udara dan juga sebagian dari reaksi
kimia.
Kelistrikan adalah sifat benda yang muncul dari adanya muatan listrik. Listrik, dapat juga
diartikan sebagai berikut:
Listrik adalah kondisi dari partikel subatomik tertentu, seperti elektron dan proton,
yang menyebabkan penarikan dan penolakan gaya di antaranya.
Listrik adalah sumber energi yang disalurkan melalui kabel. Arus listrik timbul karena
muatan listrik mengalir dari saluran positif ke saluran negatif.
Bersama dengan magnetisme, listrik membentuk interaksi fundamental yang dikenal sebagai
elektromagnetisme. Listrik memungkinkan terjadinya banyak fenomena fisika yang dikenal
luas, seperti petir, medan listrik, dan arus listrik. Listrik digunakan dengan luas di dalam
aplikasi-aplikasi industri seperti elektronik dan tenaga listrik.
Sifat-sifat listrik
Listrik memberi kenaikan terhadap 4 gaya dasar alami, dan sifatnya yang tetap dalam benda
yang dapat diukur. Dalam kasus ini, frase "jumlah listrik" digunakan juga dengan frase
"muatan listrik" dan juga "jumlah muatan". Ada 2 jenis muatan listrik: positif dan negatif.
Melalui eksperimen, muatan-sejenis saling menolak dan muatan-lawan jenis saling menarik
satu sama lain. Besarnya gaya menarik dan menolak ini ditetapkan oleh hukum Coulomb.
Beberapa efek dari listrik didiskusikan dalam fenomena listrik dan elektromagnetik.
Satuan unit SI dari muatan listrik adalah coulomb, yang memiliki singkatan "C". Simbol Q
digunakan dalam persamaan untuk mewakili kuantitas listrik atau muatan. Contohnya,
"Q=0,5 C" berarti "kuantitas muatan listrik adalah 0,5 coulomb".
Jika listrik mengalir melalui bahan khusus, misalnya dari wolfram dan tungsten, cahaya pijar
akan dipancarkan oleh logam itu. Bahan-bahan seperti itu dipakai dalam bola lampu
(bulblamp atau bohlam).
Setiap kali listrik mengalir melalui bahan yang mempunyai hambatan, maka akan dilepaskan
panas. Semakin besar arus listrik, maka panas yang timbul akan berlipat. Sifat ini dipakai
pada elemen setrika dan kompor listrik..
Berkawan dengan listrik
Aliran listrik mengalir dari saluran positif ke saluran negatif. Dengan listrik arus searah jika
kita memegang hanya kabel positif (tapi tidak memegang kabel negatif), listrik tidak akan
mengalir ke tubuh kita (kita tidak terkena strum). Demikian pula jika kita hanya memegang
saluran negatif.
Dengan listrik arus bolak-balik, Listrik bisa juga mengalir ke bumi (atau lantai rumah). Hal
ini disebabkan oleh sistem perlistrikan yang menggunakan bumi sebagai acuan tegangan
netral (ground). Acuan ini, yang biasanya di pasang di dua tempat (satu di ground di tiang
listrik dan satu lagi di ground di rumah). Karena itu jika kita memegang sumber listrik dan
kaki kita menginjak bumi atau tangan kita menyentuh dinding, perbedaan tegangan antara
kabel listrik di tangan dengan tegangan di kaki (ground), membuat listrik mengalir dari
tangan ke kaki sehingga kita akan mengalami kejutan listrik ("terkena strum").
Daya listrik dapat disimpan, misalnya pada sebuah aki atau batere. Listrik yang kecil,
misalnya yang tersimpan dalam batere, tidak akan memberi efek setrum pada tubuh. Pada aki
mobil yang besar, biasanya ada sedikit efek setrum, meskipun tidak terlalu besar dan
berbahaya. Listrik mengalir dari kutub positif batere/aki ke kutub negatif.
Sistem listrik yang masuk ke rumah kita, jika menggunakan sistem listrik 1 fase,
biasanya terdiri atas 3 kabel:
Pertama adalah kabel fase (berwarna merah) yang merupakan sumber listrik bolak-balik
(fase positif dan fase negatif berbolak-balik terus menerus). Kabel ini adalah kabel yang
membawa tegangan dari pembangkit tenaga listrik (PLN misalnya); kabel ini biasanya
dinamakan kabel panas (hot), dapat dibandingkan seperti kutub positif pada sistem listrik arus
searah (walaupun secara fisika adalah tidak tepat).
Kedua adalah (berwarna hitam) kabel netral. Kabel ini pada dasarnya adalah kabel acuan
tegangan nol, yang disambungkan ke tanah di pembangkit tenaga listrik, pada titik-titik
tertentu (pada tiang listrik) jaringan listrik dipasang kabel netral ini untuk disambungkan ke
ground terutama pada trafo penurun tegangan dari saluran tegangan tinggi tiga jalur menjadi
tiga jalur fase ditambah jalur ground (empat jalur) yang akan disalurkan kerumah-rumah atau
kelainnya.
Untuk mengatasi kebocoran arus listrik dari peralatan tiap rumah dipasang kabel grund
(berwarna hitam) dihubungkan dengan logam yang ditancapkan ditanah untuk disatukan
dengan saluran kabel netral dari jala listrik dipasang pada jarak terdekat dengan alat meteran
listrik atau dekat dengan sikring.
Dalam kejadian-kejadian badai listrik luar angkasa (space electrical storm) yang besar, ada
kemungkinan arus akan mengalir dari acuan tanah yang satu ke acuan tanah lain yang jauh
letaknya. Fenomena alami ini bisa memicu kejadian mati lampu berskala besar.
Ketiga adalah kabel tanah atau Ground (berwarna biru, hijau selain warna hitam dan merah).
Kabel ini adalah acuan nol di lokasi pemakai, yang disambungkan ke tanah (ground) di
rumah pemakai, kabel ini benar-benar berasal dari logam yang ditanam di tanah di rumah
kita, kabel ini merupakan kabel pengamanan yang disambungkan ke badan (chassis) alat2
listrik di rumah untuk memastikan bahwa pemakai alat tersebut tidak akan mengalami
kejutan listrik.
Kabel ketiga ini jarang dipasang dirumah-rumah penduduk, pastikan teknisi (instalatir)
listrik anda memasang kabel tanah (ground) pada sistem listrik di rumah. Pemasang ini
penting, karena merupakan syarat mutlak bagi keselamatan anda dari bahaya kejutan listrik
yang bisa berakibat fatal dan juga beberapa alat-alat listrik yang sensitif tidak akan bekerja
dengan baik jika ada induksi listrik yang muncul di chassisnya (misalnya karena efek arus
Eddy).
Unit-unit listrik SI
Unit-unit elektromagnetisme SI
edit
Simbol Nama kuantitas Unit turunan Unit dasar
I Arus ampere A A
Q Muatan listrik, Jumlah listrik coulomb C A·s
V Perbedaan potensial volt V J/C = kg·m2·s−3·A−1
R, Z Tahanan, Impedansi, Reaktansi ohm Ω V/A = kg·m2·s−3·A−2
ρ Ketahanan ohm meter Ω·m kg·m3·s−3·A−2
P Daya, Listrik watt W V·A = kg·m2·s−3
C Kapasitansi farad F C/V = kg−1·m−2·A2·s4
Elastisitas reciprocal farad F−1 V/C = kg·m2·A−2·s−4
ε Permitivitas farad per meter F/m kg−1·m−3·A2·s4
χe Susceptibilitas listrik (dimensionless) - -
Konduktansi, Admitansi,
siemens S Ω−1 = kg−1·m−2·s3·A2
Susceptansi
σ Konduktivitas siemens per meter S/m kg−1·m−3·s3·A2
Medan magnet, Kekuatan medan
H ampere per meter A/m A·m−1
magnet
Φm Flux magnet weber Wb V·s = kg·m2·s−2·A−1
Kepadatan medan magnet, Induksi
B tesla T Wb/m2 = kg·s−2·A−1
magnet, Kekuatan medan magnet
ampere-turns per
Reluktansi A/Wb kg−1·m−2·s2·A2
weber
Wb/A = V·s/A =
L Induktansi henry H
kg·m2·s−2·A−2
μ Permeabilitas henry per meter H/m kg·m·s−2·A−2
χm Susceptibilitas magnet (dimensionless) - -
ledakan karena kelebihan panas, bunga api, arus listrik bocor, beban statis
Jika waktu kejutan listrik lebih lama, bahaya akan makin besar. Tabel di bawah ini
menunjukkan hubungan antara jangka waktu kejutan listrik, kontak tegangan berbahaya
dan
arus berbahaya.
Daya tahan-dalam dari badan manusia adalah sekitar 500 sampai 1.000 Ohm, tetapi
daya
tahan kulit sangat tergantung pada kadar kelembaban. Apabila kulit berkeringat, daya
tahannya berkurang sampai seperduabelas dari saat kering. Daya tahan kulit berubah
dengan
tegangan yang dipakai. Daya tahan kulit sebesar beberapa puluh ribu ohm pada 100
Volt
dalam kondisi kering dapat menghasilkan gangguan pada isolasi pada kondisi basah. Ini
mengakibatkan hanya daya tahan-dalam manusia yang tertinggal, yang membuat
situasi
sangat berbahaya.
Sifat yang khas dari kejutan listrik :
• Ancaman mati dari kejutan listrik adalah sangat tinggi. Lebih dari 20% dari penderita
kejutan listrik memerlukan istirahat 8 hari atau lebih atau berakibat kematian.
• Terdapat banyak kasus kematian yang disebabkan kejutan listrik tegangan rendah.
Selama
jangka waktu lima tahun terakhir, lebih dari sepertiga kematian karena kejutan listrik
disebabkan oleh tegangan rendah 220 Volt atau 100 Volt.
• Kecelakaan mungkin khusus terjadi dalam musim panas. Kecenderungan ini tinggi
pada
fasilitas listrik tegangan rendah.
Secara fisik
Kuat arus dapat merusak jaringan tubuh manusia tergantung dari nilainya. Dari wikipedia,
kita baru merasakan arus pada nilai 5 hingga 10 miliamper untuk tegangan searah (DC) dan
1 hingga 10 miliamper untuk tegangan bolak-balik (AC) pada frekuensi 60 Hz. Tingkat
persepsi ini berlawanan dengan peningkatan frekuensi, kita tidak akan merasakan apa-apa
pada frekuensi di atas 15 hingga 20 kHz. Dapat dikatakan bahwa tingkatan persepsi
terhadap kejut listrik berbeda-beda tergantung pada tegangan, durasi, arus, jalur yang
ditempuh, frekuensi, dan sebagainya.
Terbakar
Pemanasan akibat daya tahan/resistansi tubuh dapat mengakibatkan luka bakar yang
parah. Tegangan senilai 500 hingga 1000 volt cendrung mengakibatkan luka bakar dalam
akibat besarnya energi dari sumber (atau sama dengan durasi dikalikan dengan kuadrat
arus dikalikan resistansi) sedangkan arus mengakibatkan pemanasan pada jaringan tubuh.
Ventricullar fibrilation
Istilah kedokteran yang berhubungan dengan efek kejut listrik terhadap jantung.
Arus untuk tegangan rendah (110 atau 230 V) 50 atau 60-Hz yang mengalir melalui daerah
dada selama beberapa detik dapat menimbulkan efek yang disebut ventricular
fibrillation pada arus sekecil 60 mA! Sedangkan untuk tegangan searah (DC) cuma
butuh 300 hingga 500 mA untuk bisa memodarkan manusianya. Jika arus memiliki akses
langsung ke jantung (misal: melalui cardiac catheter atau elektroda lainnya), bahkan butuh
arus lebih kecil dari 1 mA (AC atau DC)!
Fibrilasi akan mengakibatkan sel otot jatut bergerak suka-sukanya aja tidak terkendali. Jika
tidak segera ditindaki dengan defibrilasi bisa modar! Untuk arus lebih dari 200 mA,
kontraksi otot akan sangat kuat hingga jantung tidak sanggup untuk bergerak sama
sekali!
Arus bisa mengakibatkan interferensi pada sistem kendali syaraf, khususnya jantung dan
paru-paru. Terserang kejut listrik berulang kali atau tingkat parah yang tidak mengakibatkan
kematian dapat menyebabkan neuropathy.
Sebagai catatan, orang bisa pingsan jika arus nembus melalui kepala!
Nah bahasan ini agak di luar konteks kita tapi sebagai pengingat, kebanyakan hingga 80%
cedera dan kematian tidak langsung disebabkan oleh kejut listrik akan tetapi karena hasil
dari kegagalan listrik itu sendiri seperti: panas yang berlebihan dan gelombang tekanannya.
Radiasi dari percikan api akibat short-circuit seperti pada mesin las juga bisa menimbulkan
bahaya jika tidak menggunakan alat pengamanan yang sesuai.
Tambahan
Normalnya tahanan manusia adalah 10.000 ohm dan saat basah adalah 1.000 ohm. Jadi,
saat kita menyentuh sebuah sumber maka kita seperti menambahkan beban paralel dan
semuanya tergantung pada tegangan, arus, frekuensi dan faktor lainnya. Arus cendrung
memilih jalan yang lebih lapang/resistansi lebih kecil ketimbang lewat jalan macet.
Power Failure atau outages sumber listrik utama mati kalau di Indonesia boleh
dikatakan mati lampu/ PLN mati . Penyebabnya mungkin karena korselting atau hubung
singkat, sumber listrik kelebihan beban, peralatan listrik ada yang rusak sehingga breaker
/MCB PLN turun. Bisa juga karena adanya bencana alaml. Hal ini dapat menyebabkan
kerusakan pada hardware computer atau peralatan elektroniknya , kehilangan data, system
computer menjadi crash.
2. Pow er SAG
Yaitu tegangan listrik turun dalam waktu sesaat sampai dengan dibawah 80-85% dari
tegangan normal. Yah kalau di Indonesia tegangan normalnya 220 Vac. Penyebabnya adanya
startup beban (peralatan listrik / elektronik) yang cukup besar (Kita pasti pernah mengalami
pada saat kita menyalakan televisi atau monitor komputer atatu ac terkadang bohlam di
rumah kita redup sesaat kemudian normal kembali, nah itu yang dinamakan sag alias
tegangan turun sesaat), adanya peralatan yang rusak, kapasitas listrik kita misal di rumah
lebih kecil dari yang dibutuhkan / demand. Gangguan seperti ini dapat mengakibatkan
kerusakan pada pada komputer dan mungkin system komputer kita bisa crash. Anda bisa
bayangkan kalau kita sedang memakai komputer terjadi hal seperti ini, komputer kita kalau
tidak restart ya…. Hang.
Yaitu tegangan listrik naik dalam waktu sesaat sampai dengan di atas 110% dari
tegangan normal. Yah kalau di Indonesia tegangan normalnya 220 Vac .. Sedangkan spike
merupakan kejadian dimana tegangan listrik naik begitu cepat dalam sesaat sehingga dapat
mencapai 5KV-60 KV. Penyebabnya biasanya pada saat kita mematikan beban yang berat
atau bisa juga jaringan listrik terkena petir. Gangguan ini dapat menyebabkan kerusakan pada
hardware.
4. U ndervoltage
Dikenal juga dengan istilah BrownOut terjadi saat tegangan listrik turun / berkurang dalam
waktu beberapa lama bisa hitungan menit, sampai hitungan hari . Penyebabnya beban listrik
yang berlebihan sehingga pasokan listrik berkurangi atau adanya beban pada saat baban
puncak misal malam hari. Hal ini dapat menyebabkan peralatan listrik atau elektronik
menjadi rusak.
5. Overvoltage
Hal ini kebalikan dari undervoltage . Hal ini akan menyebabkan komputer atau
peralatan elektronik menjadi panas dan cepat rusak.
7. Frequency Variation
Listrik mempunyai dua istilah yaitu tegangan atau voltase dan frekuensi. Jadi
Frekuensi variation ini adalah frekuensi listrik yang selalu berubah-ubah. Umumnya di
Indonesia frekuensi listriknya 50 Hz. Hal ini dapat menyebabkan hilang data, sistem menjadi
crash dan rusaknya peralatan.
8. Switching Transient
Nilai-nilai tersebut pada Tabel 1 seluruhnya berlaku untuk tanah lembab sampai basah. Pasir
kering mutlak atau batu adalah suatu bahan isolasi yang bagus, sama seperti air destilasi.
Maka elektrode bumi selalu harus ditanam sedalam mungkin dalam tanah, sehingga dalam
musim kering selalu terletak dalam lapisan tanah yang basah.
1.2. Resistans pembumian elektrode bumi t tergantung pada jenis dan keadaan tanah serta
pada ukuran dan susunan elektrode.
Pelat vertikal
Panjang pita
Panjang batang dengan sisi
Jenis elektrode atau penghantar
atau pipa atas + 1 m
pilin
dalam tanah
Tabel 2. Menununjukkan nilai rata-rata dari resistans pembumian untuk elektrode bumi
(lihat tabel 320-2 dalam PUIL 1987)
Contoh: untuk mencapai resistans pembumian suatu elektrode bumi sebesar 5 ohm, maka
menurut Tabel 1 dan 2 untuk tanah liat atau ladang dengan resistans jenis tanah liat atau tanah
ladang dengan t = 100 ohm-m, diperlukan sesuatu elektrode pita dengan panjang 50 m atau
4-elektrode batang, masing-masing panjangnya 5m, yang disusun dalam lingkaran dengan
diameter 15 m.
Untuk pasir basah dengan t=200 ohm maka terdapat resistans pembumian sama dengan 6
ohm dan panjang pita pembumian 100m
Untuk mendapatkan reistans pembumian yang hasilnya sama bila dipakai pelat elektrode,
maka memerlukan bahan yang lebih banyak dari pada elektrode pita atau batang tanah.
- Suatu elektrode pita dengan ukuran 30mm x 4mm (l x t) dengan panjang L=40 mm.
- Resistans jenis tanah rt = 180 ohm-m.
- Resistans pembumian dapat dihitung dengan rumus dalam Tabel 3.
Seperti juga telah dikatakan dalam tulisan Ir. Tadjuddin bahwa untuk memperoleh nilai
tahanan jenis tanah yang akurat diperlukan pengukuran secara langsung pada lokasi. Jika
diperlukan di lapangan harus disiapkan hubungan atau koneksi yang mudah dilepas untuk
dapat diadakan pengukuran pada tiap-tiap elektrode.
Dalam tingkat perencanaan suatu sistim pembumian dengan elektrode bumi adalah sangat
bermanfaat bila dihitung dahulu dengan bantuan resistans jenis tanah supaya mendapat
besarnya biaya yang diperlukan.
Untuk hal tersebut dalam Tabel 3 dapat dilihat rumus-rumus pendekatan untuk resistans
pembumian R suatu elektrode bumi untuk beberapa susunan elektrode bumi. Resistans
pembumian Rt suatu elektrode adalah resistans dari lapisan tanah antara elektrode bumi atau
sistim pembumian dan bumi acuan/referens.
dst.nya
Tabel 3. Rumus untuk menghitung resitans pembumian untuk macam-macam elektrode bumi
Di lapangan atau lokasi sering dilaksanakan dua cara pengukuran untuk menentukan tahanan
jenis tanah untuk memperoleh perubahan dalam lapisan tanah:
Satu elektrode ukur, panjang 1 m ditanamkan tegak lurus dalam lapisan tanah. Dengan alat
ukur jembatan-tahanan, diukur tahanan jenis tanah dalam daerah antara permukaan lapisan
tanah dan dalamnya pemasukan elektrode tersebut. Rumus untuk tahanan pentanahan batang
adalah :
di mana :
Rt = tahanan bentang suatu elektrode dalam ohm,
t = tahanan jenis tanah dalam ohm-meter,
L = panjang elektrode batang dalam m,
d = jari-jari batang elektrode dalam m,
ln = logarithmus (dasar e=2.7182818)
Dapat dilihat bahwa nilai ukur elektrode batang (batang pengukur) dikalikan dengan 1,24
untuk mendapatkan hasil tahanan jenis tanah. Untuk elektrode dengan ukuran yang lain harus
ditentukan faktor yang sesuai.
2.2. Cara mengukur menurut metode von Werner atau cara 4-batang acuan.
Dalam Gambar 1 dapat dilihat cara mengukur resistans jenis tanah dengan digunakan 4-
batang acuan yang dimasukkan dalam tanah dengan jarak a sepanjang satu garis lurus yang
sama dan dihubungkan ke alat ukur resistans pembumian.
Pada ujung-ujung luar batang elektrode 1 dan 4 dialirkan arus dan pada bagian dalam dari
batang elektrode 2 dan 3 diukur susut tegangan dalam lapisan tanah. Dari hasil pengukuran
perbandingan jembatan dapat dibaca nilai tahanan R, maka resistans jenis tanah dapat
dihitung dengan rumus :
Qt = 2 x a x Rt
Bila jarak a dalam m dan R dalam ohm, maka terdapat resistans jenis tanah dalam ohm-m
yang diukur di sini bukan resistans jenis tanah, hanya resistans jenis tanah semu. Cara atau
metode ukur sesuai von Werner ini hanya dapat mengukur lapisan tanah sampai jarak
sedalam a dari elektrode acuan. Dengan merobah-robah jarak a dapat ditemukan nilai tahanan
jenis tanah dalam beberapa lapisan tanah.
Besarnya resistansi pembumian hanya dapat ditentukan dengan pengukuran. Ini tak mungkin
dapat dilakukan dengan alat ukur ohm-meter yang biasa, karena alat ohm-meter mempunyai
tegangan AS yang kecil dan cara pengukuran ini tidak mungkin, karena logam dalam tanah
yang basah menunjukkan elemen galvanis.
Untuk mengukur resistansi pembumian suatu elektrode bumi dapat dilaksanakan menurut
proses pengukur arus-tegangan atau dengan alat ukur pembumian menurut pengukuran cara
kompensasi:
a. Pengukuran dengan metode ukur arus tegangan dalam jaringan dengan titik bintang (netral)
yang dibumikan sesuai PUIL 1987 Pasal 323,
b. Penghantar bumi dari elektrode bumi RA yang akan diukur dihubung dengan konduktor
fase L melalui resistans yang dapat diatur dari 1000 ohm sampai 2000 ohm di belakang gawai
pengaman dalam sirkuit amperemeter, lihat Gambar 2.
Dalam sirkuit tersebut dipasang juga voltmeter dengan tahanan internal R1 dari kira-kira 40
k-ohm, di mana diukur tegangan antara elektrode acuan dan elektrode bumi bantu dengan
jarak 20 ohm. Resistans pembumian dari sistim pembumian pengamanan didapatkan dari
rumus RA = U/1
tegangan ukur antara elektrode bumi bantu dan RA tak boleh melebihi tegangan sentuh
yang diizinkan, karena dapat terjadi kecelakaan,
hanya dapat dilaksanakan dalam jaringan di mana titik netral langsung dibumikan (lihat a),
karena bila terdapat arus bocor kecil yang mengalir ke bumi, dapat menimbulkan susut
tegangan antara RA dan RS, sehingga terdapat hasil pengukuran yang tak tepat.
c. Pengukuran dengan alat ukur pembumian - metode ukur arus - tegangan dengan sumber
tegangan sendiri.
Untuk elektrode tersendiri yang diperlukan untuk pengukuran, jarak antara elektrode bantu H
dan elektrode acuan S dipasang dalam jarak kira-kira 20m, sedangkan untuk elektrode bumi
yang disusun dalam bentuk lingkaran, radial atau kombinasi harus berjarak kira-kira 3 kali
diameter sistim pembumian.
Pengukuran dilakukan dengan alat ukur pembumian dengan sumber tegangan tersendiri.
Tahan elektrode RE yang akan diselidiki adalah tahanan antara koneksi pembumian dan
elektrode acuan, dan terdiri dari tahanan peralihan dari penghantar dalam lapisan tanah dan
tahanan lapisan tanah di sekitar elektrode.
Tahanan peralihan ini adalah relatif kecil, karena bagian penghantar adalah sangat pendek.
Makin jauh dari elektrode, makin menurun tahanan dari lapisan tanah, karena penampang
dari lapisan tanah adalah sangat besar. Dalam jarak 20m untuk pengukuran dapat ditanam
elektrode acuan dalam tanah.
Bila tahanan diukur antara elektrode acuan RS dan elektrode batang RE, maka tentu termasuk
juga tahanan pembumian dari elektrode acuan. Kesulitan ini dapat disingkirkan dengan
susunan sesuai Gambar 3.
Dengan perantara suatu elektrode bantu H, suatu generator G menyuplai ABB dengan
umpama 110 Hz dalam lapisan tanah. Susut tegangan (voltage drop) yang terjadi pada
tahanan RE dari elektrode diukur dengan alat ukur tegangan U. Tahanan dari elektrode bantu
RH sama sekali tak mempunyai pengaruh, juga tidak ada dari tahanan elektrode acuan RS,
bila arus ukur IS dari alat ukur tegangan adalah nol; atau sangat kecil.
Pengukuran resistans pembumian dengan alat ukur pembumian sering digunakan dari pada
pengukuran menurut cara ukur arus-tegangan, karena pengukurannya sangat sederhana dan
tak tergantung dari tegangan jaringan.
Persyaratan bahwa arus ukur IS adalah nol, dapat dicapai dengan pengukuran dengan
rangkaian jembatan. Pada pengukuran ini dengan perbandingan resistans, maka tegangan
antara elektrode pembumian, elektrode acuan dan elektrode bumi bantu dibandingkan, lihat
Gambar 4.
Suatu generator ABB 1-fase membangkitkan arus pembumian, tegangan AS galvanik dalam
lapisan tanah tidak mempengaruhinya.
Alat penunjuk arus A tidak menunjuk adanya arus mengalir, bila tegangan U1 pada resistans
pembumian adalah sama dengan U2 atau pada tahanan perbandingan. Frekuensi generator
menyimpang dari 50 Hz atau 60 Hz, dan mengkontrol rectifier dari amperemeter A, maka
tegangan asing dari jaringan disingkirkan. Hasil nilai tahanan dapat langsung dibaca dari alat
ukur pembumian, Gambar 4 dan 5.
Suatu perhitungan tiap-tiap elektrode dalam jaringan hanya akan menghasilkan resistans
pembumian total yang terlalu kecil, karena tiap-tiap elektrode dalam jaringan akan saling
mempengaruhinya.
Pada pengukuran adalah sangat menentukan, titik pengukur yang mana dipilih, dan untuk
mendapatkan sustu hasil yang tepat, hanya bila diukur dari beberapa titik ukur dari pinggir
keliling jaringan.
Jarak antara titik ukur tergantung dari luasnya jaringan dan biasanya terletak antara 4000m
dan 1000m.
Dari tiap-tiap pengukuran tersebut dapat ditentukan jumlah resistans pembumian dari
jaringan dengan menghitung secara aritmetik. Pada umumnya penyimpangan dari nilai yang
dihasilkan adalah + 10% dari nilai yang sebenarnya dari jumlah resistans pembumian efektif.
Cara mengukur untuk elektrode yang jumlahnya banyak adalah dengan cara atau metode
sudut, di mana jarak antara elektrode ukur dan elektrode bantu yang paling cocok adalah
200m sampai 300m.
GENERATOR
Cara Kerja Pengertian Generator
Cara Kerja Pengertian Generator; generator adalah meggunakan prinsip
percobaannya faraday yaitu memutar magnet dalam kumparan atau sebaliknya,
ketika magnet digerakkan dalam kumparan maka terjadi perubahan fluks gaya
magnet (peribahan arah penyebaran medan magnet) di dalam kumparan dan
menembus tegak lurus terhadap kumparan sehingga menyebabkan beda
potensial antara ujung-ujung kumparan (yang menimbulkan listrik). syarat
utama, harus ada perubahan fluks magnetik, jika tidak maka tidak akan timbul
listrik. cara megubah fluks magnetik adalah menggerakkan magnet dalam
kumparan atau sebaliknya dengan energi dari sumber lain, seperti angin dan air
yang memutar baling2 turbin untuk menggerakkan magnet tersebut.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA TENTANG
PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN
PENETAPAN UANG PESANGON, UANG PENGHARGAAN MASA
KERJA DAN GANTI KERUGIAN DI PERUSAHAAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Perusahaan adalah :
a). Setiap bentuk usaha yang mempekerjakan pekerja dengan tujuan
mencari keuntungan atau tidak
b). Usaha-usaha sosial dan usaha - usaha lain yang tidak berbentuk
perusahaan tetapi mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain
dengan membayar upah, kecuali usaha - usaha sosial yang
pembiayaannya tergantung subsidi pihak lain dan lembaga - lembaga
sosial milik lembaga diplomatik.
2. Pengusaha adalah :
a). Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan
sesuatu perusahaan milik sendiri;
b). Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri
sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c). Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di
Indonesia mewakili perusahaan seba gaimana dimaksud pada huruf a dan
b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
3. Pekerja adalah tenaga kerja yang bekerja pada pengusaha dengan
menerima upah.
4. Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja antara
pengusaha dengan pekerja berdasarkan ijin Panitia Daerah atau Panitia
Pusat.
5. Pemutusan hubungan kerja secara besar - besaran (massal) adalah
pemutusan hubungan kerja terhadap 10 (sepuluh) orang pekerja atau
lebih pada satu perusahaan dalam satu bulan atau terjadi rentetan
pemutusan hubungan kerja yang dapat menggambarkan suatu itikad
pengusaha untuk mengadakan pemutusan hubungan kerja secara besar -
besaran.
6. Uang pesangon adalah pembayaran berupa uang dari pengusaha kepada
pekerja sebagai akibat adanya pemutusan hubungan kerja.
7. Uang penghargaan masa kerja adalah uang jasa sebagaimana dimaksud
dalam Undang - undang No. 12 tahun 1964 sebagai penghargaan
pengusaha kepada pekerja yang dikaitkan dengan lamanya masa kerja.
8. Ganti kerugian adalah pembayaran berupa uang dari pengusaha kepada
pekerja sebagai penggantian istirahat tahunan istirahat panjang, biaya
perjalanan pulang ketempat dimana pekerja diterima bekerja, fasillitas
pengoba tan, fasilitas perumahan dan lain - lain yang ditetapkan oleh
Panitia Daerah atau Panitia Pusat sebagai akibat ada nya pengakhiran
hubungan kerja.
9. Tunjangan tetap adalah suatu imbalan yang diterima oleh pekerja secara
tetap jumlahnya dan teratur pembayaran nya yang tidak dikaitkan dengan
kehadiran ataupun pencapaian prestasi kerja tertentu.
10. Pegawai Perantara adalah Pegawai sebagaimana dimaksud dalam pasal 1
ayat (1) huruf e Undang-undang No:22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian
Perburuhan;
11. Panitia Daerah adalah Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan
Daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (1) huruf f Undang -
undang No. 22 tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan;
12. Panitia Pusat adalah Panitia Penyelesaian Perburuhan Pusat sebagaimana
dimaksud dalam pasal 1 ayat (1) huruf g pengusaha Undang - undang No.
22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan;
13. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenaga
kerjaan.
Pasal 2
(1). Setiap pemutusan hubungan kerja di perusahaan harus mendapatkan ijin
dari Panitia Daerah untuk pemutusan hubungan kerja perorangan dan dari
Panitia Pusat untuk pemutusan hubungan kerja massal.
(2). Pengecualian dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja tanpa meminta ijin kepada
Panitia Daerah atau Panitia Pusat dalam hal :
a. pekerja dalam masa percobaan kerja;
b. pekerja mengajukan permintaan mengundurkan diri secara tertulis
atas kemauan sendiri tanpa mengajukan syarat;
c. pekerja telah mencapai usia pensiun yang ditetapkan dalam
perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau kesepakatan kerja
bersama;
d. berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu;
e. pekerja meninggal dunia.
3. Permohonan ijin pemutusan hubungan kerja tidak dapat diberikan apabila
pemutusan hubungan kerja didasar kan atas :
a. hal - hal yang berhubungan dengan kepengurusan dan atau
keanggotaan serikat pekerja yang terdaftar di Departemen Tenaga
Kerja atau dalam rangka membentuk serikat pekerja atau
melaksanakan tugas - tugas atau fungsi serikat pekerja di luar jam
kerja atau di dalam jam kerja atas ijin tertulis pengusaha atau yang
diatur dalam kesepakatan kerja bersama;
b. pengaduan pekerja kepada pihak yang berwajib mengenai tingkah
laku Pengusaha yang terbukti melanggar peraturan negara;
c. paham, agama, aliran, suku, golongan atau jenis kelamin.
4. Pemutusan hubungan kerja dilarang :
a. pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan
dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan terus
menerus;
b. pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi
kewajiban terhadap negara sesuai dengan peraturan perundang -
undangan yang berlaku;
c. pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya dan yang
disetujui pemerintah;
d. karena alsaan menikah, hamil, melahirkan atau gugur kandungan;
e. karena alasan pekerja wanita melaksanakan kewajiban menyusui
bayinya yang telah diatur dalam perjanjian kerja atau peraturan
perusahaan atau kesepakatan kerja bersama atau peraturan
perundang - undangan;
f. pekerja mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan
dengan pekerja lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah
diatur dalam peraturan perusahaan atau kesepakatan kerja bersama;
5. Keadaan sakit terus menerus sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf
a meliputi :
a. sakit menahun atau berkepanjangan sehingga tidak dapat
menjalankan pekerjaannya secara terus menerus;
b. setelah sakit lama kemudian masuk bekerja kembali tetapi tidak lebih
dari 4 ( empat ) minggu kemudian sakit kembali.
Pasal 3
Ketentuan penyelesaian pemutusan hubungan kerja di tingkat Panitia Daerah
atau Panitia Pusat dalam keputusan Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha
Milik Daerah dengan cara penundukan diri secara sukarela oleh pekerja dan
pengusaha.
Pasal 4
Panitia Daerah dan Panitia Pusat menyelesaikan perkara pemutusan hubungan
kerja berdasarkan tata tertib persidangan menurut peraturan perundang -
undangan yang berlaku
Pasal 5
1). Hubungan kerja yang mensyaratkan adanya masa percobaan kerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a harus dinyatakan
secara tertulis dan diberitahukan kepada pekerja yang bersangkutan;
2). Lamanya masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
paling lama 3 (tiga) bulan dan hanya boleh diadakan untuk satu kali masa
percobaan kerja;
3). Pengusaha yang menerima pekerja yang sebelumnya telah mengikuti
magang atau job training di perusahaannya atau di perusahaan yang
ditunjuk oleh pengusaha yang bersangkutan tidak boleh mempersyaratkan
adanya masa percobaan kerja;
4). Ketentuan adanya masa percobaan kerja tidak berlaku untuk perjanjian
kerja waktu tertentu.
B A B II
PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
DI TINGKAT PERUSAHAAN DAN TINGKAT PEMERANTARAAN
Pasal 6
Pengusaha dengan segala daya upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi
pemutusan hubungan kerja dengan melakukan pembinaan terhadap pekerja
yang bersangkutan atau dengan memperbaiki kondisi perusahaan dengan
melakukan langkah - langkah efisiensi untuk penyelematan perusahaan.
Pasal 7
(1). Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dapat dilakukan oleh
pengusaha dengan cara memberikan peringatan kepada pekerja baik lisan
maupun tertulis sebelum melakukan pemutusan hubungan kerja
(2). Surat peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
berupa surat peringatan tertulis pertama kedua dan ketiga, kecuali dalam
hal pekerja melakukan kesalahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
dan Pasal 18 ayat (1);
(3). Masa berlaku masing - masing surat peringatan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) selama 6 ( enam) bulan, kecuali ditentukan lain dalam
perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau kesepakatan kerja
bersama;
(4). Keabsahan surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
didasarkan pada ketentuan yang berlaku dalam perjanjian kerja atau
peraturan perusahaan atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 8
Penyimpangan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2)
pengusaha dapat memberikan langsung surat peringatan terakhir kepada
pekerja apabila :
a. Setelah 3 (tiga) kali berturut - turut pekerja tetap menolak untuk menaati
perintah atau penugasan yang layak sebagaimana tercantum dalam
perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau kesepakatan kerja
bersama;
b. Dengan sengaja atau lalai mengakibatkan dirinya dalam keadaan tidak
dapat melakukan pekerjaan yang diberikan kepadanya;
c. Tidak cakap melakukan pekerjaan walaupun sudah dicoba dibidang tugas
yang ada;
d. Melanggar ketentuan yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja atau
peraturan perusahaan atau kesepakatan kerja bersama yang dapat
dikenakan peringatan terakhir.
Pasal 9
Setelah mendapatkan surat peringatan terakhir pekerja masih tetap melakukan
pelanggaran lagi, maka pengusaha dapat mengajukan ijin pemutusan hubungan
kerja kepada Panitia Daerah untuk pemutusan hubungan kerja perorangan atau
kepada Panitia Pusat untuk pemutusan hubungan kerja massal.
Pasal 10
(1). Dalam hal pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindarkan maka
pengusaha dan pekerja itu sendiri atau dengan serikat pekerja yang
terdaftar di Departemen Tenaga Kerja pabila pekerja tersebut menjadi
anggotanya, wajib merundingkan secara musyawarah untuk mencapai
kesepakatan penyelesaian mengenai pemutusan hubungan kerja tersebut;
(2). Serikat pekerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merundingkan
penyelesaian pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja yang bukan
anggotanya harus mendapat kuasa secara tertulis dari pekerja yang
bersangkutan;
(3). Setiap perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan
sebanyak - banyaknya 3 (tiga) kali dalam jangka waktu paling lama 30
(tiga puluh) hari takwim dan setiap perundingan dibuat risalah yang
ditandatangani para pihak;
(4). Risalah perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) memuat
antara lain :
a. nama dan alamat pekerja;
b. nama dan alamat serikat pekerja atau organisasi pekerja lainnya yang
terdaftar pada Departemen Tenaga Kerja;
c. nama dan alamat pengusaha atau yang mewakili;
d. tanggal dan tempat perundingan;
e. pokok masalah atau alasan pemutusan hubungan kerja;
f. pendirian para pihak;
g. kesimpulan perundingan;
h. tanggal serta tanda tangan pihak yang melakkuan perundingan.
(5). Dalam hal perundingan sebgaimana dimaksud dalam ayat (1) mencapai
kesepakatan penyelesaian; maka dibuat persetujuan bersama secara
tertulis yang ditanda tangani oleh para pihak dan disampaikan kepada
pihak yang berkepentingan.
(6). Persetujuan bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) disertai bukti
- bukti yang ada harus disampaikan oleh pengusaha kepada Panitia Daerah
untuk permohonan ijin pemutusan hubungan kerja perorangan atau
kepada Panitia Pusat untuk permohonan ijin pemutusan hubungan kerja
massal melalui Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat.
(7). Dalam hal perundingan mencapai persetujuan bersama sebagaimana
dimaksud dalam ayat (5), Panitia Daerah atau Panitia Pusat pada dasarnya
memberikan ijin sesuai dengan hasil kesepakatan, kecuali persetujuan
bersama tersebut tidak sah.
(8). Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak
mencapai kesepakatan penyelesaian, maka sebelum pengusaha
mengajukan permohonan ijin kepada Panitia Daerah untuk pemutusan
hubungan kerja perorangan atau kepada Panitia Pusat untuk pemutusan
hubungan kerja massal, salah satu pihak atau para pihak mengajukan
permintaan untuk diperantarai oleh Pegawai Perantara sesuai dengan
tingkat kewenangannya.
(9). Risalah hasil perundingan baik yang telah tercapai persetujuan bersama
sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) maupun tidak, harus dilampirkan
pada setiap permohonan ijin pemutusan hubungan kerja.
Pasal 11
(1). Pegawai Perantara harus menerima setiap permintaan pemerataan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (8) dan dalam waktu paling
lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya permohonan pemerantaraan harus
sudah mengadakan pemerantaraan menurut peraturan perundang -
undangan yang berlaku;
(2). Dalam hal Pegawai Perantara menerima pemerantaraan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ternyata belum ada perundingan oleh kedua
belah pihak, maka Pegawai Perantara harus mengupayakan untuk
diadakan perundingan terlebih dahulu;
(3). Pegawai Perantara dalam melaksanakan pemerantaraan penyelesaian
pemutusan hubungan kerja harus mengupayakan penyelesaian melalui
perundingan secara musyawarah untuk mufakat.
Pasal 12
(1). Dalam hal pemerantaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2)
tidak tercapai kesepakatan penyelesaian, Pegawai Perantara harus
membuat anjuran secara tertulis yang memuat saran akhir penyelesaian
dengan menyebutkan dasar pertimbangannya dan menyampaikan kepada
para pihak serta mengupayakan tanggapan para pihak dalam waktu paling
lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya anjuran tersebut;
(2). Dalam hal salah satu pihak atau para pihak tidak memberikan tanggapan
dalam waktu 7 (tujuh) hari sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) maka
dianggap menolak anjuran;
(3). Dalam hal salah satu pihak atau para pihak menolak anjuran sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) maka Pegawai Perantara harus
membuat laporan pemerantaraan secara lengkap sehingga memberikan
ikhtisar yang jelas mengenai penyelesaian pemutusan hubungan kerja;
(4). Dalam hal pemerantaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2)
tercapai kesepakatan penyelesaian maka dibuat persetujuan bersama
secara tertulis yang ditanda tangani oleh para pihak dan diketahui oleh
Pegawai Perantara;
(5). Dalam hal pelaksanaan pemerantaraan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (2) terdapat tuntutan yang bersifat normatif antara lain
upah lembur dan tunjangan kecelakaan kerja, maka Pegawai Perantara
meminta bantuan kepada Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Kantor
Departemen Tenaga Kerja setempat untuk menetapkan dan menghitung
hak pekerja tersebut;
(6). Dalam hal pemerantaraan mencapai kesepakatan penyelesaian atau tidak,
Pegawai Perantara harus menyampaikan berkas penyelesaian
pemerantaraan kepada Panitia Daerah untuk pemutusan hubungan kerja
perorangan atau kepada Panitia Pusat untuk pemutusan hubungan kerja
massal disertai data secara lengkap dengan tembusan kepada Kantor
Wilayah Deparetemen Tenaga Kerja setempat.
Pasal 13
Penyelesaian di tingkat pemerantaraan harus sudah selesai paling lama dalam
waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya permintaan pemerantaraan.
BAB III
PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
DI TINGKAT PANITIA DAERAH DAN
PANITIA PUSAT
Pasal 14
(1). Setiap permohonan ijin pemutusan hubungan kerja dibuat di atas kertas
bermaterai cukup sesuai dengan peraturan perundang - undangan yang
berlaku;
(2). Permohonan ijin pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) memuat :
a. nama dan tempat kedudukan perusahaan / pemohon;
b. nama orang yang bertanggung jawab di perusahaan;
c. nama, jabatan, dan alamat pekerja yang dimintakan pemutusan
hubungan kerja;
d. umur, dan jumlah keluarga dari pekerja;
e. masa kerja dan tanggal mulai bekerja;
f. tempat pekerja pertama kali diterima bekerja;
g. rincian penghasilan terakhir berupa uang dan nilai catu yang
diberikan dengan cuma - cuma;
h. upah terakhir yang diteriam pekerja;
i. alasan Pengusaha untuk melakukan pemutusan hubungan kerja
secara terinci;
j. bukti telah diadakan perundingan sebagaimana dimaksud dalam pasal
2 Undang - undang No. 12 Tahun 1964.
k. tanggal terhitung mulai berlakunya pemutusan hubungan kerja
dimohonkan;
l. tempat dan tanggal permohonan ijin pemutusan hubungan kerja
diajukan; dan
m. hal - hal lain yang dianggap perlu.
(3). Permohonan ijin pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) menggunakan bentuk formulir sebagaimana contoh dalam
Lampiran keputusan Menteri ini.
Pasal 15
(1). Dalam hal pekerja mangkir bekerja paling sedikit dalam waktu 5 (lima) hri
kerja berturut - turut dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali
secara tertulis tetapi pekerja tidak dapat memberikan keterangan tertulis
tetapi pekerja tidak dapat memberikan keterangan tertulis dengan bukti
yang sah, maka pengusaha dapat melakukan proses pemutusan hubungan
kerja;
(2). Pekerja yang tidak masuk bekerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
karena melakukan mogok kerja yang dilakukan sesuai peraturan
perundang - undangan yang berlaku tidak dapat dinyatakan sebagai
mangkir.
Pasal 16
(1). Sebelum ijin pemutusan hubungan kerja diberikan oleh Panitia Daerah
atau Panitia Pusat dan apabila pengusaha melakukan skorsing sesuai
ketentuan dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau
kesepakatan kerja bersama, maka pengusaha wajib membayar upah
paling sedikit 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari upah yang diterima
pekerja;
(2). Skorsing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan secara
tertulis dan disampaikan kepada pekerja yang bersangkutan dengan
alasan yang jelas, dan kepada pekerja yang bersangkutan harus diberikan
kesempatan membela diri;
(3). Pemberian upah selam skorsing sebagaiman dimaksud dalam ayat (1)
paling lama 6 (enam) bulan;
(4). Setelah masa skorsing berjalan selama 6 (enam) bulan dan belum ada
putusan Panitia Daerah atau Panitia Pusat, maka upah selanjutnya
ditentukan oleh Panitia Daerah atau Panitia Pusat.
Pasal 17
(1). Sebelum ijin pemutusan hubungan kerja diberikan oleh Panitia Daerah
atau Panitia Pusat sedangkan pengusaha tidak melakukan skorsing
terhadap pekerja maka pengusaha dan pekerja harus tetap memenuhi
segala kewajibannya;
(2). Dalam hal pekerja tidak dapat memenuhi segala kewajibannya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) karena dilarang oleh pengusaha
dan pengusaha tidak melakukan skorsing, maka pengusaha wajib
membayar upah pekerja selama dalam proses sebesar 100% (seratus per
seratus);
(3). Dalam hal pekerja tidak memenuhi segala kewajibannya sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) atas kemauan pekerja sendiri, maka pengusaha
tidak wajib memberikan upah pekerja selama dalam proses;
(4). Dalam hal pegusaha dan pekerja tidak dapat memenuhi segala
kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bukan karena
pekerja dilarang bekerja oleh pengusaha atau bukan atas kemauan
pekerja sendiri, maka pengusaha wajib membayar upah pekerja selam
dalam proses sebesar 75% (tujuh puluh lima per seratus).
Pasal 18
(1). Ijin pemutusan hubungan kerja dapat diberikan karena pekerja melakukan
kesalahan berat sebagai berikut :
a. penipuan, pencurian dan penggelapan barang / uang milik pengusaha
atau milik teman sekerja atau milik teman pengusaha,; atau
b. memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga
merugikan pengusaha atau kepentingan Negara; atau
c. mabok, minum - minuman keras yang memabokkan, madat, memakai
obat bius atau menyalahgunakan obat - obatan terlarang atau obat -
obatan perangsang lainnya yang dilarang oleh peraturan perundang -
undangan, di tempat kerja, dan di tempat - tempat yang ditetapkan
perusahaan; atau
d. melakukan perbuatan asusila atau melakukan perjudian di tempat
kerja; atau
e. menyerang, mengintimidasi atau menipu pengusaha atau teman
sekerja dan memperdagangkan barang terlarang baik dalam
lingkungan perusahaan maupun diluar lingkungan perusahaan; atau
f. menganiaya, mengancam secara phisyk atau mental, menghina
secara kasar pengusaha atau keluarga pengusaha atau teman sekerja;
atau
g. membujuk pengusaha atau teman sekerja untuk melakukan sesuatu
perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau kesusilaan serta
peraturan perundangan yang berlaku; atau
h. membujuk pengusaha atau teman sekerja untuk melakukan sesuatu
perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau kesusilaan serta
peraturan perundangan yang berlaku; atau
i. membujuk pengusaha atau teman sekerja untuk melakukan sesuatu
perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau kesusilaan serta
peraturan perundangan yang berlaku; atau
j. membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan atau
mencemarkan anam baik pengusaha dan atau keluarga pengusaha
yang seharusnya dirahasiakn kecuali untuk kepentingan negara; dan
k. hal - hal lain yang diatur dalam perjanjian kerja atau peraturan
perusahaan atau kesepakatan kerja bersama.
(2). Pengusaha dalam memutuskan hubungan kerja pekerja dengan alasan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus menyertakan bukti yang ada
dalam permohonan ijin pemutusan hubungan kerja;
(3). Terhadap kesalahan pekerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
dilakukan tindakan skorsing sebelum ijin pemutusan hubungan kerja
diberikan Panitia Daerah atau Panitia Pusat;
(4). Pekerja yang diputuskan hubungan kejanya karena melakukan kesalahan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berhak atas uang pesangon
tetapi berhak atas uang penghargaan masa kerja apabila masa kerjanya
telah memenuhi syarat untuk mendapatkan uang penghargaan masa kerja
dan uang ganti kerugian;
(5). Pekerja yang melakukan kesalahan di luar kesalahan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dapat diputuskan hubungan masa kerjanya dengan
mendapat uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan ganti
kerugian;
(6). Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja karena alasan pekerja
melakukan kesalahan berat tetapi pengusahatidak mengajukan
permohonan ijin pemutusan hubungan kerja, maka sebelum ada putusan
Panitia Daerah atau Panitia Pusat, upah pekerja selama proses dibayar
100% (seratus per seratus).
Pasal 19
(1). Pengusaha dapat mengajukan permohonan ijin pemutusan hubungan kerja
dengan alasan pekerja ditahan oleh pihak yang berwajib karena
pengaduan pengusaha maupun bukan;
(2). Dalam hal pekerja ditahan oleh pihak yang berwajib bukan atas
pengaduan pengusaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
permohonan ijin dapat diajukan setelah pekerja ditahan paling sedikit
selama 60 (enam puluh) hari takwim;
(3). Dalam hal pekerja ditahan oleh pihak yang berwajib sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), pengusaha tidak wajib membayar upah tetapi
wajib memberikan bantuan kepada keluarga yang menjadi
tanggungannya, dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Untuk 1 orang tanggungan : 25 % dari upah
b. Untuk 2 orang tanggungan : 35 % dari upah
c. Untuk 3 orang tanggungan : 45 % dari upah
d. Untuk 4 orang tanggungan : 50 % dari upah
(4). Bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diberikan untuk paling
lama 6 (enam) bulan takwim terhitung sejak hari pertama pekerja ditahan
pihak yang berwajib;
(5). Dalam hal pekerja ditahan oleh pihak yang berwajib karena pengaduan
pengusaha dan selama ijin pemutusan hubungan kerja belum diberikan
Panitia Daerah atau Panitia Pusat, maka pengusaha wajib membayar upah
pekerja sekurang - kurangnya 75% (tujuh puluh lima per seratus) dan
berlaku paling lama 6 (enam) bulan takwim terhitung sejak hari pertama
sejak pekerja ditahan;
(6). Dalam hal pekerja dibebaskan dari tahanan karena pengaduan pengusaha
dan ternyata tidak terbukti melakukan kesalahan, maka pengusaha wajib
mempekerjakan kembali pekerja dengan membayar upah penuh beserta
hak lainnya yang seharusnya diterima pekerja terhitung sejak pekerja
ditahan;
(7). Dalam hal pekerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) diputuskan oleh
Pengadilan Negeri terbukti melakukan kesalahan, maka pengusaha dapat
mengajukan permohonan ijin pemutusan hubungan kerja.
Pasal 20
(1). Dengan memperhatikan azas keseimbangan dan keadilan, pekerja dapat
mengajukan permohonan pengakhiran hubungan kerja kepada Panitia
Daerah dan atau Panitia Pusat , apabila pengusaha :
a. melakukan penganiayaan, menghina secara kasar atau mengancam
pekerja;
b. membujuk dan atau menyuruh pekerja untuk melakukan perbuatan
yang bertentangan dengan undang - undang kesusilaan;
c. 3 (tiga) kali berturut - turut atau lebih tidak membayar upah tepat
pada waktu yang telah ditentukan;
d. melalaikan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja;
e. tidak memberikan pekerjaan secukupnya kepada pekerja yang
upahnya berdasarkan hasil pekerjaan;
f. memerintahkan pekerja untuk melaksanakan pekerjaan diluar yang
diperjanjikan;
g. memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan ,
kesehatan dan kesusilaan pekerja sedangkan pekerjaan tersebut tidak
diketahui pada waktu perjanjian kerja dibuat.
(2). Pemutusan hubungan kerja dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) pekerja berhak mendapat uang pesangon, uang penghargaan
masa kerja dan ganti kerugian sesuai ketentuan Pasal 22, Pasal 23 dan 24.
BAB IV
PENETAPAN UANG PESANGON, UANG
PENGHARGAAN MASA KERJA DAN GANTI KERUGIAN
Pasal 21
Dalam hal Panitia Daerah atau Panitia Pusat memberikan ijin pemutusan
hubungan kerja maka dapat ditetapkan pula kewajiban pengusaha untuk
memberikan kepada pekerja yang bersangkutan uang pesangon dan atau uang
penghargaan masa kerja dan atau ganti kerugian.
Pasal 22
Besarnya uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ditetapkan
paling sedikit sebagai berikut :
a. masa kerja kurang dari 1 tahun
..............................................................................
1 bulan
upah ;
b. masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun
...................................
2 bulan
upah ;
c. masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun
...................................
3 bulan
upah ;
d. masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun
..................................
4 bulan
upah ;
e. masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun
...................................
5 bulan
upah ;
f. masa kerja 5 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun 6 bulan
................................... upah ;
g. masa kerja 6 tahun atau lebih
.................................................................................
7 bulan
upah ;
Pasal 23
Besarnya uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
ditetapkan sebagai berikut :
a. masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun 2 bulan upah;
b. masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun 3 bulan upah;
c. masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun 4 bulan upah;
d. masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun 5 bulan upah;
e. masa kerja 15 tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 tahun 6 bulan upah;
f. masa kerja 18 tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 tahun 7 bulan upah;
g. masa kerja 21 tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 tahun 8 bulan upah;
h. masa kerja 24 tahun atau lebih .......................... 10 bulan upah;
Pasal 24
Ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 meliputi :
a. ganti kerugian untuk istirahat tahunan yang belum diambil dan belum
gugur;
b. ganti kerugian untuk istirahat panjang bilamana di perusahaan yang
bersangkutan berlaku peraturan istirahat panjang dan pekerja belum
mengambil istirahat itu menurut perbandingan antara masa kerja pekerja
dengan masa kerja yang ditentukan untuk dapat mengambil istirahat
panjang;
c. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja dan keluarganya ke tempat
dimana pekerja diterim bekerja.
d. penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan
sebesar 15% (lima belas per seratus) dari uang pesangon dan atau uang
penghargaan masa kerjanya telah memenuhi syarat untuk mendapatkan
uang penghargaan masa kerja;
e. hal - hal lain yang ditetapkan oleh Panitia Daerah atau Panitia Pusat.
Pasal 25
(1). Upah sebagai dasar pembayaran uang peangon, uang penghargaan masa
kerja dan ganti kerugian terdiri dari :
a. upah pokok
b. segala macam tunjangan yang bersifat tetap yang diberikan kepada
pekerja dan keluarganya;
c. harga pembelian dari catu yang diberikan kepada pekerja secara
cuma - cuma apabila catu harus dibayar pekerja dengan subsidi maka
sebagai upah dianggap selisih antara harga yang harus dibayar oleh
pekerja.
(2). Dalam hal pekerja diberikan upah atas dasar perhitungan upah borongan
atau potongan, besarnya upah sebulan sama dengan pendapatan rata -
rata selama 3 (tiga) bulan terakhir;
(3). Dalam hal pekerjaan tergantung dari keadaan cuaca dan upahnya
didasrkan pada upah borongan, maka perhitungan upah sebulan dihitung
dari upah rata - rata 12 (dua belas bulan) terakhir;
(4). Bagi pekerja yang menerima upah secara harian atau secara borongan
maka segala macam tunjangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b yang dibayarkan oleh pengusaha dihitung sebagai komponen upah
untuk dasar perhitungan pemberian uang pesangon, uang penghargaan
masa kerja dan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22,
Pasal 23 dan Pasal 24.
Pasal 26
Dalam hal terjadi pemutusan hubunan kerja kaena pekerja mengundurkan diri
secara baik atas kemauan sendiri, maka pekerja berhak atas uang penghargaan
masa kerja dan ganti kerugian sesuai ketentuan Pasal 23 dan Pasal 24
Pasal 27
(1). Dalam hal pemutusan hubungan kerja perorannan bukan karena kesalahan
pekerja tetapi pekerja dapat mewnerima pemutusan hubungan kerja ,
maka pekerja berhak atas uang pesangon paling sedikit 2 (dua) kali sesuai
ketentuan Pasal 22, uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal
23 dan ganti kerugian sesuai ketentuan Pasal 24, kecuali atas persetujuan
kedua belah pihak ditentukan lain
(2). Dalam hal pemutusan hubungan kerja massal karena perusahaan tutup
akibat mengalami kerugian terus menerus disertai dengan bukti laporan
keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik paling sedikit 2 (dua)
tahun terakhir, atau keadaan memaksa (force major) besarnbya uang
pesangon, uang penghargaan masa kerja dan ganti kerugian ditetapkan
berdasarkan ketentuan Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 24, kecuali atas
persetujuan kedua belah pihak.
(3). Dalam hal pemutusan hubungan kerja massal karena perusahaan tutup
bukan karena alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) atau karena
perusahaan melakukan efisiensi, maka pekerja berhak atas uang pesangon
sebesar 2 (dua) kali sesuai ketentuan Pasal 23, dan uang ganti kerugian
sesuai ketentuan Pasal 24, kecuali atas persetujuan kedua belah pihak
ditetapkan lain.
Pasal 28
(1). Dalam hal terjadi pemutusan hubungankerja karena perubahan status,
atau perubahan pemilikan perusahaan sebagian atau seluruhnya atau
perusahaan pindah lokasi dengan syarat - syarat kerja baru yang sama
dengan syarat - syarat kerja lama dan pekerja tidak bersedia untuk
melanjutkan hubungan kerja, maka kepada pekerja dibayarkan uang
pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan ganti kerugian sesuai
ketentuan Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 24.
(2). Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja karena perubahan status
atau perubahan pemilikan perusahaan sebagian atau seluruhnya atau
perusahaan pindah lokasi dan pengusaha tidak bersedia menerima pekerja
di perusahaannya dengan alasan apapun, maka pekerja berhak atas uang
pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 22, uang pengharagaan
masa kerja sesuai ketentuan Pasal 23, dan ganti kerugian sesuai
ketentuan Pasal 24, kecuali atas persetujuan kedua belah pihak. .
(3). Kewajiban untuk membayar uang pesangon, uang penghargaan masa kerja
dan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
dibebankan kepada pengusaha baru kecuali diperjanjikan lain antara
pengusaha lama dengan pengusaha baru.
Pasal 29
Dalam hal Panitia Daerah atau Panitia Pusat menolak permohonan ijin
pemutusan hubungan kerja atau menyatakan hubungan kerja tidak terputus,
maka kepada pekerja dibayarkan upah penuh beserta hak lainnya yang
seharusnya diterima.
Pasal 30
(1). Apabila dalam permohonan ijin pemutusan hubungan kerja kepada Panitia
daerah atau Panitia Pusat terdapat tuntutan upah lembur, Panitia Daerah
atau Panitia Pusat dalam memberikan ijin harus termasuk pula
penyelesaian upah lembur sesuai perhitungan yang telah ditetapkan oleh
Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan, Kantor Draprtemen Tenaga Kerja
setempat.
(2). Apabila jumlah tuntutan upah lembur telah ada kesepakatan bersama
antara pekerja dengan pengusaha dan diketahui oleh Kantor Departemen
Tenaga Kerja setem,pa, maka putusan Panitia Daerah atau Panitia Pusat
sesuai dengan kesepakatan kerja bersama tersebut..
Pasal 31
(1). Dalam hal pekerja putus hubungan kerjanya karena usia pensiun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c, dan dalam
perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau kesepakatan kerja
bersama telah diatur adanya jaminan atau manfaat pensiun maka pekerja
tidak berhak mendapatkan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja
dan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Pasal 23, Pasal
24, kecuali diatur lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama.
(2). Dalam hal perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau kesepakatan
kerja bersama tidak mengatur jaminan atau manfaat pensiun maka
pengusaha wajib memberikan kepada pekerja yang putus hubungan
kerjanya uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 22, dan uang
penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 23, dan ganti kerugian
sesuai ketentuan Pasal 24, kecuali atas persetujuan kedua belah pihak
ditetapkan lain.
Pasal 32
Dalam hal pekerja putus hubungan kerjanya karena meninggal dunia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf e, maka pengusaha wajib
membayar santunan kepada ahli waris pekerja yang sah, uang pesangon sebesar
2 (dua) kali ketentuan Pasal 22, dan uang penghargaan masa kerja sesuai
ketentuan Pasal 23 dan ganti kerugian sesuai Pasal 24.
Pasal 33
Pembayaran uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan ganti kerugian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 harus dilakukan
secara tunai.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 34
(1). Setiap putusan Panitia daerah yang telah mendasarkan putusannya
kepada ketentuan dalam Peratuiran Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-
03/Men/1996 kemudian dimintakan banding setelah dikeluarkannya
Keputusan Menteri ini, maka Panitia Pusat dalam menyelesaikan perkara
banding tersebut tetap mendasarkan putusannya kepada Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-03/Men/1996.
(2). Setiap putusan Panitia Pusat yang telah mendasarkan putusannya kepada
ketentuan dalam Peraturan Menteri tenaga Kerja Nomor Per-03/Men/1996
kemudian oleh Menteri Tenaga Kerja diadakan peninjauan kembali atau
penundaan pelaksanaan putusan, maka dalam mengatur akibat dari
pembatalan atau penundaan pelaksanaan putusan, maka dalam mengatur
akibat dari pembatalan atau penundaan pelaksanaan putusan tersebut
Menteri tetap mendasarkan keputusannya kepada Peraturan Menteri
Tenaga Kerja Nomor Per-03/Men/1996.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 35
Perjanjian Kerja atau Peraturan Perusahaan atau Kesepakatan Kerja Bersama
yang menetapkan pemberian uang pesangon, uang jasa dan ganti kerugian
berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 03/Men/1996, maka sejak
berlakunya Keputusan Menteri ini harus dengan sendirinya penetapan uang
pesangon, uang penghargaan masa kerja dan ganti kerugian didasarkan kepada
Keputusan Menteri ini
Pasal 36
Dengan ditetapkannya Keputusan Menteri ini, maka Peraturan Menteri Tenaga
Kerja nomor Per-03/Men/1996 tentang Penyelesaian Pemutusan Hubungan
Kerja dan Penetapan Uang Pesangon, Uang Jasa dan Ganti Kerugian di
Perusahaan Swasta dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 37
Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan
di : J a k a r t a
Pada
tanggal : 20 Juni 2000
MENTERI TENAGA
KERJA R.
H. BOMER PASARIBU
CONTAMINATION CONTROL
Control contamination
Pengendalian pencemaran adalah istilah generik untuk semua kegiatan yang
bertujuan untuk mengontrol keberadaan, pertumbuhan dan proliferasi
kontaminasi di daerah tertentu. Pengendalian pencemaran dapat merujuk ke
atmosfer serta permukaan, untuk partikulat serta mikroba dan pencegahan
kontaminasi serta dekontaminasi
1.Fungsi
Tujuan dari semua kegiatan kontrol kontaminasi adalah untuk secara
permanen memastikan tingkat kebersihan yang memadai dalam lingkungan
terkendali. Hal ini dicapai dengan menjaga, mengurangi atau memberantas
kontaminasi layak dan non-layak baik untuk keperluan sanitasi atau dalam
rangka untuk mempertahankan tingkat produksi yang efisien.
[Sunting] Penggunaan
2.Jenis-jenis kontaminasi
Artikel ini mungkin memerlukan salinan untuk mengedit tata bahasa, gaya,
kohesi, nada ejaan, atau. Anda dapat membantu dengan mengedit itu.
(Oktober 2011)
Selain materi partikulat, jenis yang paling umum dari kontaminasi, ion dan
molekul (AMC) ada banyak jenis organisme yang berpotensi merugikan proses
dalam lingkungan kritis. Tujuh dari kontaminan yang paling umum adalah:
* Aspergillus niger
* Burkholderia cepacia
* Clostridium difficile
* Escherichia coli
* Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA)
* Pseudomonas aeruginosa
Salmonella enteritidis *
Ini, dan banyak kontaminan merusak lainnya dapat menyusup daerah penting
dalam macam cara. Partikulat dapat masuk melalui udara, kaki, atau pada
operator antara lingkungan eksternal dan di dalam area kritis.
Dengan bukti ini dapat dikatakan bahwa bisnis banyak yang tidak memadai
melindungi diri dari efek berbahaya dari kontaminasi, dan banyak produk
industri lebih banyak ditarik karena proses manufaktur tidak aman.
Studi oleh 3M menunjukkan bahwa lebih dari 80% dari kontaminasi memasuki
Cleanroom melalui pintu masuk dan keluar, sebagian besar pada atau dekat
tingkat lantai [2] Untuk mengatasi hal ini sistem lantai yang cocok yang
digunakan yang efektif menarik, mempertahankan, dan menghambat
pertumbuhan organisme layak.. Studi menunjukkan bahwa jenis yang paling
efektif dari sistem lantai adalah salah satu komposisi polimer. [3]
Polimer tikar sangat efektif karena kelenturan mereka [4] karena mereka
memungkinkan untuk lebih banyak kontak dengan gerigi pada sepatu dan roda
dan dapat mengakomodasi untuk partikel yang lebih efektif sementara yang
tersisa. Potensi elektrostatik menambah efektivitas dari jenis pengendalian
pencemaran seperti memegang partikel sampai sedang dibersihkan. Metode
menarik dan mempertahankan partikel lebih efektif daripada tikar dengan
lapisan perekat aktif yang perlu dikupas dan sering tidak lentur [5] [6]. Selama
tingkat tack matras lebih besar dari donor ( kaki atau roda), kontaminasi
menyentuh permukaan akan dihapus. Permukaan taktik yang sangat tinggi
menimbulkan ancaman kontaminasi karena mereka cenderung menarik off
selama-sepatu perlindungan [7] lantai polimer diproduksi untuk memastikan
tingkat yang lebih tinggi daripada permukaan tackiness datang ke dalam
kontak dengan, tanpa menyebabkan ketidaknyamanan dan berpotensi
merusak. " lengket '.
Artikel utama: sifat antimikroba dari tembaga dan paduan tembaga
antimikroba menyentuh permukaan
5.Pengukuran kontaminasi
PEMETAAN KONTAMINASI HOT CELL ZG-107 IRM. Telah dilakukan pemetaan
kontaminasi permukaan dan kontaminasi udara di dalam hot cell ZG-107.
Pemetaan
kontaminasi bertujuan untuk mengetahui gambaran menyeluruh tingkat
kontaminasi
didalam hot cell ZG-107. Pemetaan dilakukan dengan melakukan smear test
pada titiktitik
tertentu yang diperkirakan tingkat kontaminasinya paling tinggi. Pemetaan
kontaminasi permukaan dan kontaminasi udara dilakukan pada setiap periode
dekontaminasi yaitu : awal sebelum dekontaminasi, tahap pre dekontaminasi
dan tahap
pelaksanaan dekontaminasi. Dari hasil pemetaan kontaminasi permukaan
maupun
udara dapat dilihat bahwa tingkat kontaminasi didalam hot cell lebih tinggi dari
diluar hot
cell dan juga distribusi kontaminasi permukaan tidak merata pada seluruh titik.
Kontaminasi tertinggi berada di posisi lantai sekitar conveyor dimana
pemancar
q/ cm lantai tengah pemancar = 47,678 Bq/ cm 2; diatas
alat Mikroskop optik
pemancar = 586,479 Bq/ cm2 sedangkan MPC = 37 Bq/cm2. Selain itu
nampak bahwa
distribusi kontaminasi permukaan menurun dengan signifikan pada setiap
periode
dekontaminasi. Kontaminasi permukaan setelah proses dekontaminasi berada
dibawah
nilai batas yang diijinkan.
Kata kunci : pemetaan kontaminasi, smear test, hot cell.
PENDAHULUAN
Instalasi Radiometalurgi (IRM) yang berfungsi sebagai fasilitas uji pasca
irradiasi elemen
bakar nuklir terletak di dalam kawasan Puspiptek Serpong, dikelola oleh Pusat
Teknologi Bahan
Bakar Nuklir (PTBN). Berdasarkan keputusan kepala BATAN No.
123/KA/VIII/2007 tentang Rincian
Tugas Unit Kerja di Lingkungan BATAN, PTBN mempunyai tugas melaksanakan
Pengembangan
Teknologi Bahan Bakar Nuklir. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam pasal 262
Peraturan Kepala BATAN No. 123/KA/VIII/2007, PTBN menyelenggarakan
fungsi : sebagai
laboratorium uji pasca irradiasi elemen bahan bakar dan bahan struktur
beserta komponennya[1].
Fasilitas untuk melihat mikrosruktur elemen bakar nuklir terdapat di Hot cell
ZG-104 s/d ZG-
107. Di dalam hot cell ZG-107 terletak alat Mikroskop Optik serta uji
kekerasan[2]. Mikroskop Optik
tersebut pada saat ini sedang tidak berfungsi. Dalam rangka memfungsikan
kembali Mikroskop Optik
tersebut, maka hot cell ZG-107 perlu didekontaminasi terlebih dahulu sebelum
personel
diperbolehkan masuk melakukan dekontaminasi dan perbaikan mikroskop
optik, ini dimaksudkan
untuk menjamin keselamatan personel pekerja radiasi.
Untuk mengetahui gambaran menyeluruh tingkat kontaminasi dan paparan
radiasi yang ada
didalam hot cell ZG-107, maka perlu dilakukan pemetaan radioaktifitas Hot cell
ZG-107 yang meliputi
pengukuran paparan radiasi, pengukuran kontaminasi permukaan dan
pengukuran kontaminasi
udara.
Pengukuran kontaminasi permukaan dilakukan dengan melaksanakan smear
test yaitu
dengan mengambil cuplikan menggunakan kertas filter pada titik titik tertentu
yang diperkirakan
Hasil-hasil Penelitian EBN Tahun 2008 ISSN 0854 - 5561
316
kontaminasi permukaannya tinggi seperti pada daerah sekitar conveyor, dekat
filter, pada bagian
atas Mikroskop Optik, tangan manipulator, dinding serta langit langit. Pada
titik titik tersebut diduga
kontaminasinya tinggi karena ZG 107 melakukan pengujian bahan bakar bekas
pasca iiradiasi.
Pengukuran kontaminasi udara dilakukan dengan mengambil cuplikan udara
menggunakan
penghisap udara.
Untuk daerah kerja, batasan kontaminasi permukaan yang dipakai ialah [3] :
Daerah kontaminasi rendah, lebih kecil dari 0,37 Bq/cm2 untuk pemancar α
(untuk β lebih
kecil dari 3,7 Bq/cm2). Daerah kontaminasi sedang, untuk pemancar α ≥ 0,37
Bq/cm2 tetapi < 3,7
Bq/cm2 , untuk pemancar β > 3,7 Bq/cm2 tetapi < 37 Bq/cm2. Daerah
kontaminasi tinggi, batasan
untuk α ≥ 3,7 Bq/cm2 dan untuk β > 37 Bq/cm2.
Batasan kontaminasi udara yang dipakai ialah tidak melebihi 20 Bq/Cm3 untuk
pemancar α
dan tidak melebihi 200 Bq/Cm3 untuk pemancar β. Batasan paparan radiasi
yaitu 25 μSv/jam .
METODOLOGI
Bahan :
1. Sumber Pu dan Sr
2. Kertas filter dengan diameter 58 mm
3. Pengusap terbuat dari bahan kayu
4. Double tape
5. Petridis
6. Pinset dan penjepit panjang
Alat :
1. Tele Surveymeter
2. Radiameter
3. Portable Scaler Ratemeter (PSR-8)
4. Air sampler
Cara Kerja :
Pelaksanaan pemetaan kontaminasi Hot Cell ZG 107 dilakukan dengan cara
mengukur
paparan radiasi, kontaminasi udara dan kontaminasi permukaan di beberapa
titik. Untuk posisi titik
paparan radiasi dan kontaminasi permukaan atap hot cell Zg 107 ditunjukkan
pada Denah 1. Posisi
titik kontaminasi permukaan di dalam hot cell ditunjukkan pada Denah 2.
Pengukuran kontaminasi
awal permukaan dilakukan dengan cara usap menggunakan pengusap yang
dijepitkan pada tangan
manipulator. Hasil pemetaan kontaminasi permukaan awal diguakan sebagai
acuan untuk
melakukan proses dekontaminasi. Jika hasil tes usap menunjukkan adanya
kontaminasi berada di
atas nilai batas dosis (NBD) yang diijinkan, maka dilakukan dekontaminasi
secara remote
menggunakan manipulator. Untuk mengetahui penurunan kontaminasi
permukaan, dilakukan tes
usap lagi. Langkah berikutnya adalah mengambil cuplikan udara dan paparan
dengan membuka
pintu atas Hot Cell ZG 107. Tingkat kontaminasi permukaan dan udara dihitung
dengan
menggunakan persamaan 1 dan 2. Tingkat kontaminasi udara digunakan untuk
menentukan
perlengkapan proteksi radiasi yang dipakai personil dekontaminasi. Tingkat
paparan radiasi
digunakan untuk menentukan lamanya pekerja radiasi dapat melakukan proses
dekontaminasi di
dalam Hot Cell. Dekontaminasi di dalam hot cell 107 oleh personil dilakukan
berdasarkan fungsi
ISSN 0854 - 5561 Hasil-hasil Penelitian EBN Tahun 2008
317
waktu dan perlengkapan proteksi yang dipersyaratkan. Test usap dilakukan
kembali untuk
menentukan tingkat keamanan pekerja radiasi dalam melakukan perbaikan
mikroskop optik.
Hasil-hasil Penelitian EBN Tahun 2008 ISSN 0854 - 5561
Pengukuran kontaminasi zat radioaktif dipermukaan lantai dihitung dengan
menggunakan
persamaan (1) :
Ak=N× 1
A
×1
E
×1
P ..................................(1)
dengan :
Ak = aktivitas kontaminasi radioaktif α, Bq/Cm2
N = cacah netto cuplikan, Cps
A = luas permukaan yang di usap,100 Cm2
E = efisiensi alat cacah, %
P = fraksi yang diambil dalam tes usap (10%)
Pengukuran kontaminasi udara dihitung dengan menggunakan persamaan (2) :
VE
=N
11
Ak ..................................(2)
dengan :
Ak = aktivitas kontaminasi radioaktif , Bq/Cm3
N = cacah netto cuplikan, Cps
V = volume udara yang dihisap, Cm3
E = efisiensi alat cacah, %
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengambilan test usap menggunakan tangan manipulator antara sebelum
proses
dekontaminasi dan setelah deko manipulator menunjukkan ada beberapa titik
titik pengambilan yang
tidak terwakili, hal ini karena tingkat kesulitan pengambilan test usap dengan
tangan manipulator
dimana didalam hot cell ada sedotan udara yang mengakibatkan terlepasnya
kertas filter dari
pengusap.
Hasil pengukuran radioaktifitas permukaan di luar atap hot cell 107 ( tabel 1.)
menunjukkan
bahwa paparan radiasi dan radioaktifitas permukaan di bawah nilai batas yang
diijinkan sehingga
personil yang berkepentingan dengan proses dekontaminasi dapat berada
dalam area Green House
tanpa dibatasi oleh waktu dan menggunakan perlengkapan proteksi radiasi
standar (jas lab, shoe
cover, sarung tangan ).
Radioaktifitas permukaan di dalam hot cell 107 menunjukkan distribusi yang
tidak merata
dimana ada beberapa titik yang melampaui nilai batas yang diijinkan (tabel 2.)
yaitu lantai sekitar
conveyor dimana pemancar q/ cm lantai tengah
pemancar = 47,678 Bq/ cm 2 ;
diatas alat Mikroskop optik pemancar = 586,479 Bq/ cm 2 MPC = 37 Bq/
cm 2 Kontaminasi
permukaan di dalam hot cell ZG 107 jauh melebihi nilai batas yang diijinkan,
sehingga
direkomendasikan untuk dilakukan dekontaminasi secara remote dengan
menggunakan kain basah
yang direkatkan pada tangan manipulator untuk mengurangi kontaminan yang
ada. Dekontaminasi
secara remote dilakukan berulang-ulang diharapkan dapat mengambil
kontaminan sebanyakbanyaknya
terutama pada titik titik yang terukur melebihi batasan yang diijinkan. Setelah
dekontaminasi secara remote, radioaktifitas permukaan menunjukkan nilai
dibawah nilai batas yang
diijinkan
Hasil pengukuran paparan radiasi di luar dan di dalam hot cell ditunjukkan
pada Tabel 3.
Dari Tabel 3 menunjukkan bahwa paparan radiasi di luar hot cell berada di
bawah batasan paparan
radiasi yaitu 25 μSv/jam, sehingga aman bagi pekerja radiasi. Tetapi paparan
radiasi yang berada di
Hasil-hasil Penelitian EBN Tahun 2008 ISSN 0854 - 5561
320
dalam hot cell jauh melebihi batasan paparan radisi terutama yang tertinggi di
daerah dekat
conveyor sehingga berdasarkan perhitungan paparan radiasi yang boleh
diterima dalam satu hari
(200 μSv/jam) maka pekerja radiasi dapat bekerja di dalam hot cell paling lama
40 menit.
Tabel 3. Paparan radiasi setelah pintu atas ZG 107 dibuka
Tanggal Posisi Paparan ( Sv /jam)
Dalam hot cell 300 11 Agustus 2008 (dekat conveyor)
Luar hot cell 0,250
Pada Tabel 4 menunjukkan radioaktifitas udara di dalam ZG 107 saat tutup hot
cell dibuka
cacah langsung = (18,18 Bq/m3dan (18,47 Bq/m3; kondisi radioaktifitas
udara 1 jam dibuka
menunjukkan penurunan (15,38 Bq/m3dan (13,47Bq/m3 MPC
kontaminasi udara (= 20 Bq/m3
dan (200 Bq/m3. Kontaminasi udara di dalam ZG 107 dengan waktu tunda
pencacahan 4 jam =
(0,393 Bq/m3 dan (0,325 Bq/m3 untuk I jam dibuka (0,228 Bq/m3 dan
(0,278 Bq/m3.
Radioaktifitas udara di dalam hot cell ZG 107 setelah 1 jam dibuka masih
berada di bawah nilai
batas yang diijinkan tetapi untuk menjamin keamanan personil dekontaminasi
maka disarankan
memakai perlengkapan keselamatan tambahan seperti full mask.
KESIMPULAN
Dari kegiatan pemetaan kontaminasi hot cell zg 107 didapatkan gambaran
menyeluruh tingkat
kontaminasi di dalam Hot Cell ZG 107 dengan cara mengambil test usap pada
titik-titik tertentu
pada awal dekontaminasi, setelah dekontaminasi manipulator dan setelah
dekontaminasi oleh
personil. Hasil pemetaan kontaminasi permukaan awal sebelum dekontaminasi
ada beberapa
titik yang tingkat kontaminasinya melampaui nilai batas yang diijinkan dan
setelah dekontaminasi
secara remote dengan manipulator menunjukkan penurunan kontaminasi
permukaan hingga
berada di bawah nilai batas yang diijinkan.