Anda di halaman 1dari 25

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang
melimpah, khususnya sumber pangan. Pangan merupakan kebutuhan dasar yang
dibutuhkan manusia untuk melanjutkan hidupnya. Pangan sebagai sumber zat gizi
meliputi karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air menjadi landasan
utama bagi manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus
kehidupan. Pangan dikelompokkan menjadi dua yakni pangan hewani dan pangan
nabati. Pangan hewani meliputi daging, ikan, kerang, telur, susu dan hasil susu.
Sementara pangan nabati meliputi serelia/ biji Kacang-kacangan/ biji sayuran
dalam bentuk akar-akaran, daun-daunan, pucuk-pucuk, labu dan sayur buah, biji-
bijian semua biji yang tidak termasuk serelia dan kacang-kacangan, buah-buahan
segar dan kering, bumbu dan rempah-rempah, serta pangan lainnya seperti madu,
gula, jamur.
Komoditas peternakan umumnya memiliki masa simpan yang singkat
karena mudah rusak (perishabele). Usaha untuk memperpanjang umur simpan
dan meningkatkan cita rasa dapat dilakukan dengan pengolahan bahan pangan
tersebut. Salah satu contoh pengolahan untuk memperpanjang umur simpan bahan
pangan yaitu dengan mengolahnya menjadi abon. Abon merupakan salah satu
jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau, ikan laut) yang disuwir-
suwir dengan berbentuk serabut atau dipisahkan dari seratnya. Kemudian
ditambahkan dengan bumbu-bumbu selanjutnya digoreng. Dalam SNI 01-3707-
1995 disebutkan abon adalah suatu jenis makanan kering berbentuk khas, dibuat
dari daging, direbus disayat-sayat, dibumbui, digoreng dan dipres. Produk yang
dihasilkan mempunyai bentuk lembut, rasa enak, bau khas, dan mempunyai daya
simpan yang relatif lama (Anjarsari, 2010). Abon tidak hanya berbahan dasar
daging namun juga bisa menggunakan ikan.
Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak
dikonsumsi masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat
mengalami proses pembusukan. Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan
untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak memberikan
kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak. Ada bermacam-macam
pengawetan ikan, antara lain dengan cara: penggaraman, pengeringan,
pemindangan, perasapan, peragian, dan pendinginan ikan.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui cara
pengolahan abon ikan dan tingkat kesukaan panelis terhadap dua macam proporsi
bahan baku pengolahan abon ikan.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Abon Ikan


2.1.1 Pengertian Abon Ikan
Abon ikan merupakan produk olahan hasil perikanan yang dibuat dari
daging ikan, melalui kombinasi proses pengolahan yaitu proses pengukusan,
penggilingan dan penggorengan dengan penambahan bahan pembantu dan bahan
penyedap (Tridiyani, 2012). Penambahan bumbu-bumbu pada pengolahan abon
ikan bertujuan untuk meningkatkan cita rasa dan memperpanjang masa simpan.
Seperti halnya produk abon yang terbuat dari daging ternak, abon ikan cocok
dikonsumsi sebagai pelengkap makan roti ataupun sebagai lauk- pauk. Produk
yang dihasilkan mempunyai bentuk lembut, rasa enak, bau khas, dan mempunyai
daya simpan yang relatif lama (Anjarsari, 2010).
2.1.2 Cara Pembuatan Abon Ikan
Proses pengolahan abon ikan cukup sederhana. Bahan yang diperlukan
adalah ikan dan bumbu-bumbu. Ikan yang digunakan hendaknya masih dalam
keadaan segar bermutu baik serta ditangani dengan baik dan benar. Jenis ikan
yang biasa diolah menjadi abon umumnya adalah ikan pelagis yaitu ikan
cakalang, tenggiri, tongkol dan lain-lain (Afrianto dan Liviawaty 2005). Bumbu-
bumbu yang biasa digunakan dalam pembuatan abon ikan terdiri dari bawang
merah, bawang putih, ketumbar, lengkuas, garam, gula pasir, santan kelapa, daun
salam dan daun sereh. Rasa abon ikan pada dasarnya dapat diubah-ubah sesuai
selera dengan mengubah komposisi bumbu yang digunakan (Wibowo 2002).
2.1.3 Standar Mutu Abon Daging
Abon sebagai salah satu produk industri pangan yang memiliki standar mutu
yang telah ditetapkan oleh Departemen Perindustrian. Penetapan standar mutu
merupakan acuan bahwa suatu produk tersebut memiliki kualitas yang baik dan
aman bagi konsumen. Para produsen abon disarankan membuat produk abon
dengan memenuhi Standar Industri Indonesia (SII). Standar SII dapat dilihat pada
tabel 1.
Tabel 1. Standar Industri Indonesia untuk Abon No 0368-80,0368-85
Komponen Nilai
Lemak (Maksimum) 30%
Gula (Maksimum) 30%
Protein 20%
Air (Maksimum) 10%
Abu (Maksimum) 9%
Aroma, Warna dna Rasa Khas
Logam Berbahaya (Cu, Pb, Mg, Zn dan As) Negatif
Jumlah Bakteri (Maksimum) 3000/g
Bakteri Bentuk Koli Negatif
Jamur Negatif
Sumber : Standar Industri Indonesia

2.2 Bahan dan Fungsinya


2.2.1 Ikan
Ikan merupakan sumber alami asam lemak Omega 3 yaitu Eicosa
Pentaenoic Acid (EPA) dan Decosa Hexaenoic Acid (DHA), yang berfungsi
mencegah arterosklerosis (terutama EPA). Keduanya dapat menurunkan secara
nyata kadar trigliserida di dalam darah dan menurunkan kadar kolesterol di dalam
hati dan jantung. Kadar asam lemak Omega 3 dalam beberapa jenis ikan laut di
perairan Indonesia berkisar antara 0,1 – 0,5 g/100g daging ikan seperti ikan sidat,
terubuk, tenggiri, kembung, layang, bawal, seren, slengseng, tuna dan sebagainya
(Suriawiria, 2002).
2.2.2 Jantung Pisang
Jantung pisang mengandung karbohidrat, protein, mineral (terutama
fosfor, kalsium. dan besi) maupun vitamin seperti beta karotin, Vitamin B1 dan C.
Sebagai sayur, jantung pisang juga mengandung serat pangan yang tinggi.
2.2.3 Bawang Putih dan Bawang Merah
Bumbu adalah penguat rasa pada masakan. Penambahan bumbu bumbu
antara lain bawang merah, bawang putih, jahe, dan merica halus bertujuan untuk
menghasilkan cita rasa bakso yang menjadi lezat dan mantap (Wibowo, 2009).
2.2.4 Garam
Garam dapur (NaCl) merupakan bahan tambahan yang hampir selalu
digunakan untuk membuat suatu masakan. Rasa asin yang ditimbulkan oleh
garam dapur berfungsi sebagai penguat rasa yang lainnya. Garam dapat berfungsi
sebagai pengawet karena berbagai mikroba pembusuk, khususnya yang bersifat
proteolitik sangat peka terhadap kadar garam. Garam sebagai bahan pengawet
karena kemampuannya untuk menarik air keluar dari jaringan (Afrianto dan
Liviawaty 2005). Selain itu, garam juga berfungsi untuk memperbaiki penampilan
tekstur daging ikan (Assadad dan Bagus, 2011).
2.2.5 Gula Merah
Penggunaan gula dan garam dalam pembuatan abon bertujuan menambah
cita rasa dan memperbaiki tekstur suatu produk abon. Pada pembuatan abon, gula
mengalami reaksi millard. Sehingga menimbulkan warna kecoklatan yang dapat
menambah daya tarik suatu produk abon dan memberikan rasa manis (Ulfa,
2012).
2.2.6 Serai
Penambahan daun serai untuk mengharumkan makanan karena aroma
yang dihasilkannya. Batang dan daun sereh wangi mengandung zat-zat seperti
geraniol, methilheptenon, terpen, terpen alkohol, asam organik dan terutama
sitronelal (Newsroom 2007 dalam Utami 2010).
2.2.7 Santan
Santan kelapa merupakan emulsi lemak dalam air yang terkandung dalam
kelapa yang berwarna putih yang diperoleh dari daging buah kelapa. Kepekatan
santan kelapa yang diperoleh tergantung pada tua atau muda kelapa yang akan
digunakan dan jumlah dalam pembuatan air yang ditambahkan. Penambahan
santan kelapa akan menambah cita rasa dan nilai gizi suatu produk yang akan
dihasilkan oleh abon. Santan akan menambah rasa gurih karena kandungan
lemaknya yang tinggi. Berdasarkan hasil penelitian abon yang dimasak dengan
menggunakan santan kelapa akan lebih gurih rasanya dibandingkan abon yang
dimasak tidak menggunakan santan kelapa. Pada pengolahan oleh panasakan
terjadi browning pada berbagai bahan makanan. Browning ini dikehendaki karena
menimbulkan aroma, tekstur dan cita rasa yang dikehendak (Cahyono dan
Yuwono, 2014).
2.2.8 Minyak goreng
Minyak yang biasa digunakan untuk menggoreng adalah minyak yang
berasal dari tumbuhan atau minyak nabati. Minyak goreng berfungsi untuk
memperbaiki tekstur fisik bahan pangan dan sebagai penghantar panas sehingga
proses pemanasan menjadi lebih efisien dibanding proses pemanggangan dan
perebusan. Proses penggorengan juga dapat meningkatkan cita rasa, kandungan
gizi dan daya awet serta menambah nilai kalori bahan pangan (Winarno 1997).
Selain itu, penampakan bahan pangan menjadi lebih menarik, serta permukaan
yang kering (Dewi dan Hidajati, 2012).

2.3 Faktor yang Mempengaruhi


Faktor-faktor yang mempengaruhi syarat mutu abon antara lain kadar air,
kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak (Ade, 2012). Kadar air berpengaruh
terhadap masa simpan atau keawetan abon. Kadar air yang rendah dapat
menghambat dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme penyebab kebusukan.
Kadar abu brerpengaruh terhadap tingkat penerimaan konsumen. Abu merupakan
sumber mineral, mineral termasuk mikronutrient sehingga hanya dibutuhkan
dalam jumlah sedikit. Kadar protein sebagai petunjuk berapa jumlah daging/ikan
yang digunakan untuk abon. kadar lemak berhubungan dengan bahan baku yang
digunakan, yaitu ada tidaknya penggunaan minyak goreng.
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah :
1. Kompor portabel
2. Timbangan
3. Wajan
4. Baskom
5. Dandang
6. Spatula
7. Gelas ukur
8. Pisau
9. Piring
10. Sendok
11. Talenan
12. Cobek
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah :
1. Ikan tongkol
2. Jantung pisang
3. Garam
4. Gula merah
5. Cabe merah
6. Cabe rawit
7. Serai
8. Minyak goreng
9. Santan
10. Air
11. Tisu
12. Label
3.2 Metode Percobaan
3.2.1 Skema Kerja Pembuatan Abon Ikan

Jantung pisang

Ikan Sortasi

Penyiangan Pencucian

Penimbangan Pemotongan
Santan, bawang,
serai, gula, cabai
Pengukusan Pengukusan

Pengecilan ukuran Pencampuran Penghalusan

Penggorengan

Pengepresan

Pengujian

Pada pembuatan abon ikan, langkah pertama yang dilakukan adalah


menyiapkan alat dan bahan. Kemudian, jantung pisang disortasi untuk
memisahkan antara bagian yang rusak dan tidak. Jantung pisang yang sudah
disortasi lalu dipotong untuk memperbesar luas permukaannya sehingga
memudahkan proses pengolahan selanjutnya. Selanjutnya, potongan jantung
pisang ditimbang sesuai formulasi abon ikan yang akan diolah, g untuk formulasi
ikan 70% : jantung pisang 30%, dan g untuk formulasi ikan 50% : jantung pisang
50%. Perbedaan formulasi ini bertujuan untuk mengetahui formulasi manakah
yang paling disukai oleh konsumen dan untuk mengetahui mutu dari masing-
masing formulasi. Jantung pisang dikukus untuk memudahkan proses penyuwiran.
Penyuwiran bertujuan untuk memperbesar luas permukaan sehingga ketika diolah
bumbu-bumbu mudah meresap. Kemudian menyiapkan sampel ikan. Sampel ikan
dilakukan penyiangan untuk memisahkan bagian sarkasdan non sarkas ikan.
Bagian sarkas ikan yang diperoleh kemudian ditimbang sesuai formulasi abon
ikan, g untuk formulasi ikan 70% : jantung pisang 30%, dan g untuk formulasi
ikan 50% : jantung pisang 50%. Perbedaan formulasi ini bertujuan untuk
mengetahui formulasi manakah yang paling disukai oleh konsumen dan untuk
mengetahui mutu dari masing-masing formulasi. Sampel ikan dikukus untuk
memudahkan proses penyuwiran. Setelah dikukus ikan disuwir untuk
memperbesar luas permukaan sehingga bumbu-bumbu mudah meresap. Bumbu
yang digunakan yaitu dua buah cabai merah, tiga buah cabai rawit, garam, bawang
merah, bawang putih, dan gula merah dihaluskan untuk memudahkan peresapan
bumbu. Bumbu ini bertujuan untuk menambahkan cita rasa dari abon ikan.
Setelah bumbu disiapkan, bumbu dipanaskan hingga mengeluarkan aroma sedap
lalu ditambahkan serai untuk menambah aroma abon ikan. Setelah bumbu sedikit
kering ditambahkan suwiran ikan dan jantung pisang lalu ditambahkan santan.
Penambahan santan bertujuan untuk . Abon ikan digoreng hingga kering sehingga
dapat memperpanjang umur simpan karena penurunan kadar air sehingga mikroba
tidak dapat tumbuh. Setelah kering, abon ikan dipress untuk mengurangi minyak
yang terikat pada abon ikan. Kemudian dilakukan pengujian organoleptik meliputi
tekstur, rasa, aroma, warna dan keseluruhan untuk mengetahui mutu masing-
masing formulasi berdasarkan kesukaan konsumen.
BAB 4. PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan


4.1.1 Hasil Pengamatan
a. Uji Kecerahan coloreader
Nilai L
Perlakuan
L Standart Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
Daging ikan
70%, jantung
94,35 -31,0 -29,8 -29,8
pisang 30%
(256)
Daging ikan
50%, jantung
94,35 -31,2 -31,4 -31,6
pisang 50%
(890)
b. Analisa Sensori Kesukaan
Perlakuan Panelis tekstur Warna aroma rasa keseluruhan
Krisna 4 4 3 4 2
Nindy 3 3 2 4 4
Brian 4 3 3 5 4
Yoaga 3 3 5 5 4
Wiwik 4 4 3 4 5
Kelvin 4 2 3 5 4
Ayyin 2 4 3 3 3
Indri 4 2 4 2 3
Ariqoh 5 4 4 5 4
Lutfi 4 3 4 5 4
Rahita 3 2 3 4 3
Abon Ikan
Edi 4 3 3 5 4
(Ikan 70% :
Azazila 4 3 3 4 3
30% jantung
Amalia 3 3 4 3 4
pisang)
Sinta 4 4 4 4 4
Tara 3 4 4 4 4
Fifi 4 3 3 5 4
Tiwi 3 3 3 3 3
Adis 3 4 4 4 4
Nana 3 4 4 4 4
Amel 3 4 4 4 4
Ratna 3 4 4 5 4
Fitri 3 4 4 2 3
Dimas 3 4 4 4 4
Dian 3 3 3 3 4
Perlakuan Panelis tekstur Warna aroma rasa keseluruhan
Krisna 2 5 4 4 4
Nindy 4 5 4 5 5
Brian 5 5 4 5 5
Yoaga 4 4 2 4 3
Wiwik 4 4 4 5 5
Kelvin 3 5 4 3 3
Ayyin 4 5 5 4 4
Indri 4 5 3 4 4
Ariqoh 4 5 4 5 5
Lutfi 4 4 4 4 4
Rahita 4 4 5 5 4
Abon Ikan
Edi 5 4 3 5 5
(Ikan 50% :
Azazila 4 2 4 4 3
50% jantung
Amalia 3 4 4 3 3
pisang)
Sinta 3 3 4 3 3
Tara 4 2 3 3 2
Fifi 4 4 4 5 4
Tiwi 3 4 3 4 4
Adis 3 4 4 3 4
Nana 4 3 5 5 5
Amel 4 3 4 3 3
Ratna 3 4 4 4 4
Fitri 4 4 3 4 4
Dimas 2 2 2 4 3
Dian 3 3 4 2 4
Keterangan skala penilaian organoleptik :

1 = sangat tidak suka

2 = tidak suka
3 = netral

4 = suka

5 = sangat suka

4.1.2 Hasil Perhitungan

a. Uji Warna

Ulangan *L Perlakuan (Daging ikan : Jantung pisang)


70% : 30% 50% : 50%
1 63.55 63.15
2 64.55 62.95
3 64.55 62.75
Rata-rata 64.15 62.95

b Uji Organoleptik Kesukaan


Rata-rata skoring
Perlakuan Tekstur Warna Aroma Rasa Keseluruhan
Ikan 70% : Jantung pisang 3,44 3,16 3,52 4,68 3,72
30%
Ikan 50% : jantung pisang 3,64 3,88 3,76 4 3,88
50%

4.2 Analisa Hasil Percobaan


4.2.1 Uji Warna (coloreader)
Kecerahan warna (*L) menunjukkan warna gelap hingga putih terang
dengan nilai berkisar antara 0-100. Menurut Winarno (2008) menyatakan bahwa
warna dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan suatu
produk. Warna yang terbentuk pada masing-masing sampel merupakan
perpaduan dari kombinasi atau pencampuran bahan baku. Tingkat kecerahan
dapat mempengaruhi warna. Tingkat kecerahan abon ikan ketika dilakukan
pengamatan menggunakan coloreader disajikan pada Gambar 1.
64.15

62.95

ikan 70% : jantung pisang ikan 50% : jantung pisang


30% 50%

Gambar 1. Tingkat Kecerahan Abon Ikan


Hasil pengamatan menggunakan coloreader menunjukkan abon ikan
formulasi ikan tongkol : jantung pisang 70% : 30% memiliki nilai kecerahan
yang tinggi. Hal ini dikarenakan adanya perubahan kimia dalam makanan seperti
pencoklatan dan karamelisasi. Perubahan warna pada proses pengolahan seperti
penggorengan disebabkan oleh reaksi maillard, pada reaksi ini, terjadi reaksi
antara asam amino dan gula pereduksi. Reaksi maillard diawali dengan reaksi
gugus amino pada asam amino, peptida atau protein dengan gugus hidroksil
glikosidik pada gula. Rangkaian reaksi diakhiri dengan pembentukan polimer
nitrogen berwarna coklat (De Man, 1997). Jantung pisang merupakan sumber
protein sekaligus karbohidrat. Formulasi abon ikan : jantung pisang yang
seimbang cenderung lebih gelap daripada formulasi yang dominan ikan tongkol.
Hal ini sudah sesuai dengan literatur yang menyatakan semakin besar kandungan
protein dan karbohidrat dalam suatu bahan pangan maka akan semakin besar pula
perubahan kimia (pencoklatan) yang terjadi akibat reaksi maillard yang terjadi
(Aida dkk., 2014).
4.2.2 Analisa Sensoris
Mutu sensori dilakukan menggunakan metode kesukaan skoring. Panelis
diminta untuk memberi nilai terhadap sampel yang disajikan sesuai kesukaan
masing-masing. Hasil uji kesukaan skoring abon ikan meliputi warna, rasa, aroma
tekstur dan keseluruhan dengan variasi formulasi ikan dan jantung pisang dapat
dilihat pada Gambar 2. Analisa sensoris ini bertujuan untuk mendapatkan sampel
yang paling disukai oleh panelis. Analisa sensoris untuk produk perikanan
merupakan cara yang mudah dan cepat. Meskipun demikian, kelemahan dari cara
ini adalah tingginya subyektivitas dari para panelis, terlebih apabila panelis yang
melakukan asesmen bukan panelis terlatih. Oleh karena itu, pelaksanaan asesmen
sensori untuk menentukan mutu/kondisi ikan, keterlibatan panelis terlatih mutlak
diperlukan (Ariyani, 2010).
4.68
3.64 3.88 3.76 4 3.88
3.52 3.72
3.44
3.16

tekstur warna aroma rasa kesluruhan

Gambar 2. Uji Sensoris Abon Ikan

a. Tekstur
Tekstur merupakan salah satu parameter dalam pengujian organoleptik
yang dapat dirasakan melalui kulit atau pun dalam indera pencecap. Tekstur yang
paling penting pada makanan lunak dan renyah. Ciri yang sering diacuh adalah
kekerasan dan kandungan air. Tekstur adalah kehalusan suatu irisan saat disentuh
dengan jari oleh panelis ( De man, 1997).
Dari data hasil perhitungan yang diperoleh, dapat dilihat jika mutu abon
ikan formulasi ikan 70% : jantung pisan 30% adalah 3,44 dan formulasi ikan 50%
: 50% jantung pisang adalah 3,64. Hal ini dikarenakan jumlah ikan yang tinggi
cenderung lebih sulit dikeringkan sehingga tekstur yang diperoleh cenderung
menyerupai buliran ikan kukus. Lain halnya abon ikan yang disubstitusikan
jantung pisang dengan jumlah yang seimbang, jantung pisang ikut berperan dalam
menghasilkan tekstur abon yang dihasilkan. Sifat jantung pisang yang tipis
sehingga memudahkan menguapnya kadar air dari jantung pisang sehingga proses
pengeringan lebih mudah dilakukan. Parameter tekstur abon harus diperhatikan
karena berkaitan erat dengan kadar air yang terikat pada bahan. abon ikan yang
kering cenderung dikehendaki untuk memperpanjang masa simpan dari abon ikan
(Ade, 2012).
b. Warna
Warna merupakan salah satu faktor mutu sehingga warna dijadikan atribut
organoleptik yang penting dalam bahan pangan (Winarno, 2004). Warna
merupakan kesan pertama yang ditangkap panelis sebelum mengenali rangsangan-
rangsangan yang lain karena prefensi konsumen sering kali ditentukan
berdasarkan penampakan luar suatu produk pangan. Warna sangat penting bagi
setiap makanan sehingga warna yang menarik akan mempengaruhi penerimaan
konsumen yang berfungsi sebagai indokator kematangan, kesegaran, dan lain
sebagainya.
Dari hasil perhitungan diketahui jika mutu warna abon ikan formulasi ikan
70% : jantung pisang 30% adalah 3,16 sedangkan formulasi ikan 50% : jantung
pisang 50% adalah 3,88. Formulasi ikan : jantung pisang yang seimbang lebih
disukai oleh panelis. Warna abon ikan formulasi ini cenderung lebih cokelat gelap
dibandingkan abon warna ikan formulasi ikan : jantung pisang 70 : 30 yang
cenderung berwarna cokelat pucat. Warna dasar abon yang sering ditemukan di
pasaran adalah berwarna cokelat gelap sehingga cukup mempengaruhi panelis
untuk menyukai sampel abon yang berwarna gelap. Perubahan warna terjadi
karena adanya reaksi maillard dan karamelisasi akibat temperatur yang tinggi
sehingga mengakibatkan browning atau pencoklatan (Aida dkk.,2014). Namun di
beberapa produk pangan, proses browning cenderung dikehendaki, karena
timbulnya warna cokelat sering kali dijadikan sebagai indokator akhir kematangan
produk pangan (Hasrati, 2011).
c. Aroma
Aroma sangat menentukan tingkat penerimaan dari produk. Aroma yang
enak atau khas akan meningkatkan selera konsumen. Melalui aroma, panelis dapat
mengetahui bahan yang terkandung dalam suatu produk. Menurut Soekarto
(1985), bahwa aroma yang dihasilkan dari bahan makanan banyak menentukan
kelezatan masakan tersebut. Industri makanan menganggap sangat penting
melakukan uji aroma karena dengan cepat memberikan hasil penilaian
produksinya disukai atau tidak disukai.
Dari hasil perhitungan diketahui jika mutu aroma abon ikan formulasi ikan
70% : 30% jantung pisang adalah 3,52 dan formulasi ikan 50% : 50% jantung
pisang adalah 3,76. Mutu aroma formulasi ikan : jantung pisang yang seimbang
cenderung disukai oleh panelis. Hal ini karena tingginya jumlah ikan akan
menghasilkan aroma amis yang lebih menyengat sehingga kurang disukai panelis
sedangkan formulasi yang imbang, bau amis ikan cenderung ditutupi oleh
komponen lain seperti bumbu dan penambahan santan. Untuk menghilangkan bau
amis biasanya dapat dihilangkan dengan penambahan rempah kunyit, namun pada
praktikum kali ini tidak digunakan rempah itu sehingga bau amis masih tercium
kuat (Montolalu, et al., 2013).
d. Rasa
Rasa merupakan salah satu atribut mutu yang menentukan dalam
penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Menurut Winarno (1997), bahwa
rasa suatu makanan faktor yang turut menentukan daya terima konsumen. Rasa
dipengaruhi oleh beberapa komponen, yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan
interaksi dengan komponen rasa yang lain. Kenaikan temperatur akan menaikkan
rangsangan pada rasa manis tetapi akan menurunkan rangsangan pada rasa asin
dan pahit (Sulthoniyah, et al., 2013).
Dari hasil perhitungan diketahui jika mutu rasa abon ikan formulasi 70% :
30% jantung pisang adalah 4,68 sedangkan formulasi ikan 50% : jantung pisang
50% adalah 4,0. Abon ikan dengan formulasi ikan tongkol yang dominan
cenderung disuka oleh panelis. Hal ini dikarenakan ikan tongkol kaya akan asam
lemak omega-3 sehingga produk yang dihasilkan cenderung lebih gurih
dibandingkan dengan abon ikan yang formulasi ikan : jantung pisangnya
seimbang. Anjarsari (2010) menyatakan bahwa abon ikan yang disukai konsumen
yaitu abon ikan yang memiliki rasa enak khas ikan segar.
e. Keseluruhan
Keseluruhan merupakan atribut yang mewakili seluruh kenampakan abon
ikan dan juga rasa. Berdasarkan hasil perhitungan abon ikan formulasi ikan 70% :
30% jantung pisang memiliki mutu keseluruhan adalah 3,72 dan formulasi ikan
50% : 50% jantung pisang adalah 3,88. Secara overall abon ikan formulasi ikan :
jantung pisang yang seimbang lebih disukai oleh panelis. Abon ikan ini memiliki
nilai lebih dari analisa parameter warna, tekstur, aroma. Namun untuk parameter
rasa, panelis cenderung lebih suka formulasi ikan 70% : 30% jantung pisang
namun tidak berarti abon ikan formulasi 50% ikan : 50% jantung tidak memiliki
rasa yang gurih karena abon ikan formulasi ini masih bisa dinikmati.
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum ini dapat ditarik kesimpulan bahwa proses
pembuatan abon ikan yaitu persiapan bahan meliputi penyortiran dan pencucian
bahan, penyiangan ikan, pengukusan, penyuwiran, pencampuran dengan bumbu-
bumbu, penggorengan kemudian pengepressan. Berdasarkan analisa sensoris yang
dilakukan, panelis cenderung menyukai abon dengan formulasi ikan : jantung
pisang yaitu 50% : 50%. Abon dengan formulasi ikan 70% : 30% jantung pisang
memiliki tingkat kecerahan lebih tinggi dibandingkan formulasi ikan 50% : 50%
jantung pisang.

5.2 Saran
Adapun saran untuk praktikum ini adalah lebih berhati-hati dan
bersungguh-sungguh selama praktikum agar supaya praktikum berjalan lancar dan
cepat selesai.
DAFTAR PUSTAKA

Ade. 2012. Abon Daging. Yogyakarta. Kanisius.


Afrianto, E dan Liviawaty. 2005. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Yogyakarta :
Penerbit Kanisius.
Aida, Mamuaja, dan Agustin. 2014. Pemanfaatan Jantung Pisang (Musa
Paradisiaca) dengan Penambahan Daging Ikan Layang (Decapterus sp.)
pada Pembuatan Abon. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan, Vol. 2 No. 1 Th.
2014.
Anjarsari, B. 2010. Pangan Hewani (Fisiologi Pasca Mortem dan Teknologi).
Bandung : Graha Ilmu.
Ariyani, Farida dan Dwiyitno. 2010. Kajian Sensoris dengan Metode Demerit
Point Score terhadap Penurunan Kesegaran Ikan Nila selama Pengesan.
Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Vol. 5 No. 2.
Peneliti pada Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi
Kelautan dan Perikanan.
Assadad, Luthfi dan Bagus Sediadi Bandol Utomo. 2011. Pemanfaatan Garam
dalam Industri Pengolahan Produk Perikanan. Squalen Vol. 6 No.1, Mei
2011. Pada Balai Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan
Perikanan.
Cahyono, M dan S. Yuwono. 2014. Pengaruh Proporsi Santan dan Lama
Pemanasan terhadap Sifat Kimia dan Organoleptik Bumbu Gado-Gado
Instan. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No. 3 P 1095 – 1106, Juli
2016. Universitas Brawijaya Malang.
deMan, M John. 1997. Kimia Makanan. Bandung : ITB
Dewi, M. T. I. dan Hidajati, N. 2012. Peningkatan Mutu Minyak Goreng Curah
Menggunakan Absorben Bentonit Teraktivasi. Unesa Journal of Chemistry,
1, 47-53.
Hasrati, Endah dan Rini Rusnawati. 2011. Kajian Penggunaan Daging Ikan
Mas (Cyprinus carpio linn)terhadap Tekstur dan Cita Rasa Bakso Daging
sapi. Jurnal Agromedia, Vol. 29 No.1 Stip Farming Semarang.
Montolalu, Siska, N. Lontaan, S. Sakul, A. Dp. Mirah. 2013. Sifat Fisio-Kimia
dan Mutu Organoleptik Bakso Broiler dengan Menggunakan Tepung Ubi
Jalar (Ipomoea batatas L.). Jurnal Zootek Vol.32.
SII. 1985. Standar Industri Indonesia untuk Abon No 0368-80,0368-85
Soekarto, S. 1985. Penilaian Organoleptik. Jakarta : Bathara Karya Aksara.
Sulthoniyah, Siti T.M., et al. 2012. Pengaruh Suhu Pengukusan terhadap
Kandungan Gizi dan Organoleptik Abon Ikan Gabus (Ophiocephalus
striatus). Thpi Student Journal Vol 1No 1 : 33 – 45. Universitas Brawijaya.
Suriawiria U. 2005. Mikrobiologi Dasar. Jakarta : Papas Sinar Sinanti.
Tridiyani, Anisa. 2012. Perubahan Mutu Abon Ikan Marlin Kemasan Vakum -
Non Vakum Pada Berbagai Suhu Penyimpanan dan Pendugaan Umur
Simpannya. Bogor : IPB Press.
Ulfa, Maria. 2012. Abon Ikan Bandeng (Chanos chanos). Jurusan Perikanan
Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Jurnal Abon Ikan
Vol. 1 No.3 : 34 – 37.
Utami, R. P. 2010. Pengaruh Variasi Kadar Gula dan Lama Pengukusan terhadap
Kualitas Abon Katak Lembu (Rana catesbina shaw). Skripsi. Yogyakarta :
Universitas Atma Jaya.
Wibowo, S. 2002. Industri Pemindangan Ikan. Jakarta : Penebar Swadaya
Wibowo, Singgih. 2009. Membuat Bakso Sehat dan Enak. Jakarta : Penebar
Swadaya.
Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama.
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.
Winarno, F. G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
CARA PERHITUNGAN
1. Perhitungan Organoleptik Abon Ikan (rata-rata skor)
a. Tekstur
- Ikan 70% : jantung pisang 30%
4+3+4+3+4+4+2+4+5+4+3+4+4+3+4+3+4+3+3+3+3+3+3+3+3
=
25
= 3,44
- Ikan 50% : jantung pisang 50%
2+4+5+4+4+3+4+4+4+4+4+5+4+3+3+4+4+3+3+4+4+3+4+2+3
=
25

= 3,64
b. Warna
- Ikan 70% : jantung pisang 30%
4+3+3+3+4+2+4+2+4+3+2+3+3+3+4+4+2+4+4+2+4+3+2+3+4
=
25
= 3,16
- Ikan 50% : jantung pisang 50%
5+5+5+4+4+5+5+5+5+4+4+4+2+4+3+2+4+4+4+3+3+4+4+2+3
=
25
= 3,88
c. Aroma
- Ikan 70% : jantung pisang 30%
3+2+3+5+3+3+3+4+4+4+3+3+3+4+4+4+3+3+4+4+4+4+4+4+3
=
25
= 3,52
- Ikan 50% : jantung pisang 50%
4+4+4+2+4+4+5+3+4+4+5+3+4+4+4+3+4+3+4+5+4+4+3+2+4
=
25
= 3,76
d. Rasa
-Ikan 70% : jantung pisang 30%
4+4+5+5+4+5+3+2+5+5+4+5+4+3+4+4+5+3+4+4+4+5+2+4+3
=
25
= 4,68
- Ikan 50% : jantung pisang 50%
4+5+5+4+5+3+4+4+5+4+5+5+4+3+3+3+5+4+3+5+3+4+4+4+2
=
25
=4
e. Keseluruhan
- Ikan 70% : jantung pisang 30%
2+4+4+4+5+4+3+3+4+4+3+4+3+4+4+4+4+3+4+4+4+4+3+4+4
=
25
= 3,72
- Ikan 70% : jantung pisang 30%
4+5+5+3+5+3+4+4+5+4+4+5+3+3+3+2+4+4+4+5+3+4+4+3+4
=
25
= 3,88

Uji Kecerahan Coloreader


Daging ikan 70% dan Jantung pisang 30% (kode sampel = 256)
- Ulangan 1 = L standart + dL = 94.35 + (–31.0) = 63.35
- Ulangan 2 = L standart + dL = 94.35 + (–29.8) = 64.55
- Ulangan 3 = L standart + dL = 94.35 + (–29.8) = 64.55
𝑈𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 1+𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 2+ 𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 3 63.35+64.55+64.55 182,45
Rata-rata = = = =64.15
3 3 3

Daging ikan 50% dan Jantung pisang 50% (kode sampel = 890)
- Ulangan 1 = L standart + dL = 94.35 + (–31.2) = 63.15
- Ulangan 2 = L standart + dL = 94.35 + (–31.4) = 62.95
- Ulangan 3 = L standart + dL = 94.35 + (–31,6) = 62.75
𝑈𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 1+𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 2+ 𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 3 63.15+62,95+62,75 188.85
Rata-rata = = = = 62.95
3 3 3
DOKUMENTASI

Penyiangan Ikan

Penimbangan Ikan

Pembelahan Jantung Perebusan Jantung Bumbu-bumbu


Pisang Pisang Tambahan

Pencampursan dan Penimbangan minyak Penumisan bumbu


penghalusan bumbu sebanyak 50 ml hingga tidak ada air
Pengecilan Ukuran Ikan tongkol
setelah dikukus
Penggorengan abon

Penambahan Santan Pengeluaran minyak Abon siap saji


50 ml dari abon

Uji Sensori Abon Ikan Tongkol

Anda mungkin juga menyukai