Anda di halaman 1dari 18

BAB I

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang
secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis
jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada
orang lain (Santa, dkk, 2009).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB (Myobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru,
tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. (Depkes RI, 2010).
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium Tubercolosis. Bakteri ini lebih sering menginfeksi
organ paru-paru dibandingkan bagian lain dari tubuh manusia, sehingga selama
ini kasus tuberkulosis yang sering terjadi di Indonesia adalah kasus tuberkulosis
paru/TB Paru (Indriani et al., 2010). Penyakit tuberculosis biasanya menular
melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mycobacterium Tubercolosis yang
dilepaskan pada saat penderita batuk. Selain manusia, satwa juga dapat terinfeksi
dan menularkan penyakit tuberkulosis kepada manusia melalui kotorannya
(Wiwid, 2010)
B. Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Myobacterium tuberculosae, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um.
Tergolong dalam kuman Myobacterium tuberculosae complex adalah :
1. M. Tuberculosae
2. Varian Asian
3. Varian African I
4. Varian African II
5. M. bovis.
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang
membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut
bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia
dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan
dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena
kuman bersifat dormant, tertidur lama selama bertahun-tahun dan dapat
bangkit kembali menjadikan tuberkulosis aktif lagi. Di dalam jaringan, kuman
hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag
yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak
mengandung lipid (Asril Bahar, 2009).
Cara penularan TB (Depkes, 2010)
a. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
b. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan
sekitar 3000 percikan dahak.
c. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan
dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan
lembab.
d. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

C. Manifestasi Klinis
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang
lebih dari satu bulan (Depkes, 2010).
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau
malah banyak pasien ditemukan Tb paru tanpa keluhan sama sekali dalam
pemeriksaan kesehatan.
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-
kadang dapat mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat sembuh
sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya
sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari demam influenza ini.
2. Batuk-Batuk Darah
Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar. Keterlibatan bronkus pada tiap
penyakit tidaklah sama, maka mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit
berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau
berbulan-bulan peradangan bermula. Keadaan yang adalah berupa batuk
darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah
pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus
dinding bronkus.

3. Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak
napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.

4. Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi
gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise
sering ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan makin
kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan keringat pada
malam hari tanpa aktivitas. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan
terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
D. Patofisiologi
Tempat masuk kuman M. tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis terjadi
melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung
kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Saluran
pencernaan merupakan tempat masuk utama jenis bovin, yang penyebarannya
melalui susu yang terkontaminasi.
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas
perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya sel
T) adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal,
melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan
limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas (lambat).
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan
seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami
nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel
epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi
menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk
suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru dinamakan fokus
Gohn dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer
dinamakan kompleks Gohn respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis
adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan
kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke
dalam percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat akan terulang kembali ke
bagian lain dari paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga
tengah atau usus. Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan
dan meninggalkan jaringan parut bila peradangan mereda lumen bronkus dapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan
rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat
mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan
perkejuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas keadaan ini
dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan
dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar
melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar
getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil dapat menimbulkan
lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran
limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen
merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis
milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga
banyak organisme masuk kedalam sistem vaskular dan tersebar ke organ-organ.
E. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis TB menurut Depkes (2006):
1. Diagnosis TB paru
Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu
sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).
a. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan
lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai
penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
b. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada
TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
c. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas
penyakit.
d. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.

2. Diagnosis TB ekstra paru.


a. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk
pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran
kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang
belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lainlainnya.
b. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat
ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis
tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan
alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi,
foto toraks dan lain-lain.
3. Diagnosis TB menurut Asril Bahar (2010):
a. Pemeriksaan Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis
untuk menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di
daerah apeks paru (segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus
bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di
daerah hilus menyerupai tumor paru.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-
kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada
saat tuberkulosis baru mulai sedikit meninggi dengan hitung jenis
pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap
darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit
kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai
turun ke arah normal lagi.
c. Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya
kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu
pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan
yang sudah diberikan.
d. Tes Tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang
atau pernah mengalami infeksi M. Tuberculosae, M. Bovis, vaksinasi
BCG dan Myobacteria patogen lainnya.
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Primer
1. Airway
Adanya sumbatan atau obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan refleks batuk. Jika ada obstruksi maka lakukan :
a. Chin lift atau jaw trust
b. Suction atau hisap
c. Guedel airway
d. Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi netral
2. Breathing
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot
bantu apas, dan peningkatan frekuensi pernapasan yang sering didapatkan
pada klien meningitis disertai adanya gangguan pada sistem pernapasan.
Palpasi thoraks hanya dilakukan apabila terdapat deformitas pada tulang dada
pada klien dengan efusi pleura masif (jarang terjadi pada klien dengan
meningitis). Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien
dengan meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer di paru.
3. Circulationtekanan darah dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi
disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
4. Dissability
Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon terhadap nyeri
atau atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS.
5. Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cidera yang
mungkin ada, jika ada kecurigan cedera leher atau tulang belakang, maka
imobilisasi in line harus dikerjakan (Muttaqin, 2010).
B. Pengkajian sekunder
1. Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat
tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah
kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya
penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang
lain.
2. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di
rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat
malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong
penderita untuk mencari pengonbatan.
3. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang
mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura
serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.
4. Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita
penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
5. Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah
punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain
6. Pola fungsi kesehatan
1). Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Pada klien dengan TB paru
biasanya tinggal didaerah yang berdesak – desakan, kurang cahaya
matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek.
2). Pola nutrisi dan metabolic
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan
menurun.
3). Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi
maupun defekasi
4). Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu
aktivitas
5). Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru
mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
6). Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit
menular.
7). Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan
pendengaran) tidak ada gangguan.
8). Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan
rasa kawatir klien tentang penyakitnya.
Pola reproduksi dan seksualPada penderita TB paru pada pola reproduksi
dan seksual akan berubah karena kelemahan dan nyeri dada.
7. Pemeriksaan fisik
Berdasarkan sistem – sistem tubuh
1). Sistem integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
2). Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan
napas yang tertinggal, suara napas melemah.
Palpasi : Fremitus suara meningkat.
Perkusi : Suara ketok redup.
Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan
yang nyaring.
3). Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
4). Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.
5). Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
6). Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan
keadaan sehari – hari yang kurang meyenangkan.
7). Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456
8) Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
C. Pemeriksaan Penunjang dan Laboraterium
1. Darah : Leokosit sedikit meninggi
2. LED meningkat
3. Sputum : BTA Pada BTA (+) ditermukan sekurang-kurangnya 3
batang kuman pada satu sediaan dengna kata lain 5.000 kuman dalam 1 ml
sputum.
4. Test Tuberkulin : Mantoux Tes (PPD)
5. Roentgen : Foto PA
D. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret
kental atau sekret darah
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveoler-
kapiler
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
4. Nyeri Akut berhubungan dengan nyeri dada pleuHipertemia berhubungan
dengan proses inflamasi
E. Rencana Keperawatan
1. Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif
Definisi : Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari
saluran pernafasan untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas.
Batasan Karakteristik :
Dispneu, Penurunan suara nafas, Orthopneu, Cyanosis, Kelainan suara nafas
(rales, wheezing), Kesulitan berbicara, Batuk, tidak efekotif atau tidak ada.
Noc :
Respiratory status : Ventilation
Respiratory status : Airway patency
Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan
mudah, tidak ada pursed lips)
NIC : Airway suction
1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
3. Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
4. Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.
5. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion
nasotrakeal
6. Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan
7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan
dari nasotrakeal
8. Monitor status oksigen pasien
9. Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suksion
2. Gangguan Pertukaran gas
Definisi : Kelebihan atau kekurangan dalam oksigenasi dan atau pengeluaran
karbondioksida di dalam membran kapiler alveoli
Batasan karakteristik :
Gangguan penglihatan, penurunan CO2, takikardi, hiperkapnia, keeletihan,
somnolen Iritabilitas, hypoxia, kebingungan, dyspnoe, nasal faring, AGD
Normal.
Faktor faktor yang berhubungan :
Ketidakseimbangan perfusi ventilasi
Perubahan membran kapiler-alveolar
NOC :
Respiratory Status : Gas exchange
Respiratory Status : ventilation
Vital Sign Status
Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress
pernafasan
NIC :
1. Airway Management
2. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
3. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
4. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
5. Pasang mayo bila perlu
6. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
7. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
8. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


Definisi : Intake nutrisi tidak cukup untuk keperluan metabolisme tubuh.
Batasan karakteristik :
Berat badan 20 % atau lebih di bawah ideal
Dilaporkan adanya intake makanan yang kurang dari RDA (Recomended Daily
Allowance)
Membran mukosa dan konjungtiva pucat
Kelemahan otot yang digunakan untuk menelan/mengunyah
Luka, inflamasi pada rongga mulut
Mudah merasa kenyang, sesaat setelah mengunyah makanan
Faktor-faktor yang berhubungan :
Ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-
zat gizi berhubungan dengan faktor biologis, psikologis atau ekonomi.
NOC : Nutritional Status : food and Fluid Intake
Kriteria Hasil :
1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
4. Tidak ada tanda tanda malnutrisi
5. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
NIC : Nutrition Management
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien.
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
5. Berikan substansi gula
6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
7. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
4. Hipertermia
Definisi : suhu tubuh naik diatas rentang normal
Batasan Karakteristik:
kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal
serangan atau konvulsi (kejang)
kulit kemerahan
pertambahan RR
Faktor faktor yang berhubungan :
Penyakit/ trauma
Peningkatan metabolism
Aktivitas yang berlebih
Pengaruh medikasi/anastesi
NOC : Thermoregulation
Kriteria Hasil :
1. Suhu tubuh dalam rentang normal
2. Nadi dan RR dalam rentang normal
3. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman
NIC : Fever treatment
1. Monitor suhu sesering mungkin
2. Monitor IWL
3. Monitor warna dan suhu kulit
4. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
5. Monitor penurunan tingkat kesadaran
6. Monitor WBC, Hb, dan Hct
7. Monitor intake dan output
8. Berikan anti piretik
9. Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
5. Nyeri
Definisi : Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang
muncul secara aktual atau potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan
adanya kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri Internasional): serangan mendadak atau
pelan intensitasnya dari ringan sampai berat yang dapat diantisipasi dengan akhir
yang dapat diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan.
Batasan karakteristik :
1. Laporan secara verbal atau non verbal
2. Fakta dari observasi
3. Posisi antalgic untuk menghindari nyeri
5. Gerakan melindungi
Faktor yang berhubungan :
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis)
NOC :
1. Pain Level,
2. Pain control,
Kriteria Hasil :
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
NIC : Pain Management
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri
pasien
4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol
nyeri masa lampau
7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
8. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2010. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis. Depkes RI : Jakarta.
Mansjoer, A dkk. 20011. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all 2012. Nursing Interventions Classification (NIC)
Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Santosa, Budi. 2009. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
Tambayong, J. 2010. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai