Oleh :
WARRAIHAN J510165066
Diajukan oleh :
WARRAIHAN
J510165066
Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta pada hari …………,………………..
Pembimbing :
Dipresentasikan di hadapan :
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama pasien : Ny. S
Umur : 71 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Karanganyar
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Tanggal Masuk RS : 22 Januari 2017
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Lemas
E. Riwayat Pribadi
1. Riwayat Merokok : disangkal
2. Riwayat minum-minuman beralkohol : disangkal.
3. Riwayat minum jamu : disangkal
4. Riwayat minum NSAID : disangkal
F. Riwayat Lingkungan
Pasien tinggal di wilayah yang tidak padat penduduk. Tinggal bersama suami dan
kedua anaknya. Penghasilan cukup untuk kebutuhan sehari-hari.
G. Anamnesis Sistem
Perkusi :
Kanan : Sonor
Kiri : Sonor
Auskultasi :
Kanan : Suara dasar vesikuler intensitas normal, wheezing (-), ronchi
basah kasar (-), ronchi basah halus (-), krepitasi (-).
Kiri : Suara dasar vesikuler intensitas normal, wheezing (-), ronchi
basah kasar (-), ronchi basah halus (-), krepitasi (-).
12. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada, distended (-), venektasi (-),
sikatrik (-).
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : timpani, pekak alih (-),
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak membesar.
13. Ekstremitas
Superior Inferior
Pucat -/- -/-
Petekiae -/- -/-
Oedema -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
VI. PENATALAKSANAAN
Farmakologis :
Inf RL 20 tpm
Inf Nacl 20 tpm
Inj ondancetron 1amp / 12 jam
Inj omeprazol vial / 12 jam
Inj sohobion drip / 24 jam
Sucralfat syr 3xCI
Humalog 8-8-8
Alprazolam 1 x 0,25 mg
Transfusi PRC 2 Kolf
VII.Follow Up
TANGGA Follow Up Planning terapi Planning
L monitorin
g
25-01-2017 S/ pasien mengeluh - 02 3 Lpm Transfusi
TD: 130/80 pusing(+), nyeri ulu - Infus RL 20 tpm PRC 2kolf
N : 88 hati (+), lemas (+), - Inj ondancetron 1amp/
RR : 24 mual (-), muntah (-), 12jam
S : 36,5 tidak bisa tidur - Inj sohobion drip/ 24 jam
- Inj cefriaxon 1gr/ 12 jam
O/ Keadaan Umum : - Inj omeprazol vial/
tampak sesak napas 12jam
Kesadaran : Compos - Alprazolam 0,5 mg 0-0-1
Mentis - Sucralfat syr 3xCI
Kepala/Leher : - Humalog 12-12-12
CP(+/+) SI(-/-) PKGB
(-/-)
Thorax :
Pulmo : SDV/xxsSDV
ronkhi (-/-)
Wheezing (-/-)
Cor : BJ I/II murni
irregular, gallop (+)
Abdomen : Peristaltik
Nyeri Tekan ulu hati (-
).
Ekstremitas : edema (-
)
A/ DM TYPE II
Anemia
A/ DM TYPE II
Anemia
26-01-2017 S/ pasien mengeluh 02 3 Lpm
TD: 110/70 nyeri dada (+), nyeri -Infus RL 20 tpm
N : 80 ulu hati, mual (-), -Inj sohobion drip/ 24 jam
RR : 22 muntah (-), pusing (+), -Inj cefriaxon 1gr/ 12 jam
S : 36,0 tidak bisa tidur -Inj furosemid 1amp/ 12 jam
-Alprazolam 0,5 mg 0-0-1
O/ Keadaan Umum : -Digoksin 1x1
cukup -ISDN 1x1
Kesadaran : Compos -Sucralfat sirup 3XCI
Mentis
Kepala/Leher :
CP(+/+) SI(-/-) PKGB
(-/-)
Thorax :
Pulmo : SDV/SDV
ronkhi (-/-)
Wheezing (-/-)
Cor : BJ I/II murni
irregular, gallop (+)
Abdomen : Peristaltik
Nyeri Tekan ulu hati
(+).
Ekstremitas : edema (-
)
A/ CHF NYHA IV
Anemia
11-02-2017 S/ pasien mengeluh 02 3 Lpm
TD: 120/60 nyeri dada (+), nyeri -Infus RL 20 tpm
N : 80 ulu hati, mual (-), -Inj sohobion drip/ 24 jam
RR : 20 muntah (-), tidak bisa -Inj cefriaxon 1gr/ 12 jam
S : 36,8 tidur -Inj furosemid 1amp/ 12 jam
-Alprazolam 0,5 mg 0-0-1
O/ Keadaan Umum : -Digoksin 1x1
cukup -ISDN 1x1
Kesadaran : Compos -Sucralfat sirup 3XCI
Mentis
Kepala/Leher :
CP(+/+) SI(-/-) PKGB
(-/-)
Thorax :
Pulmo : SDV/SDV
ronkhi (-/-)
Wheezing (-/-)
Cor : BJ I/II murni
irregular, gallop (+)
Abdomen : Peristaltik
Nyeri Tekan ulu hati
(+).
Ekstremitas : edema (-
)
A/ CHF NYHA IV
Anemia
11-02-2017 S/ pasien mengeluh 02 3 Lpm
TD: 110/60 nyeri dada (+), nyeri -Infus RL 20 tpm
N : 76 ulu hati, mual (-), -Inj sohobion drip/ 24 jam
RR : 20 muntah (-), tidak bisa -Inj cefriaxon 1gr/ 12 jam
S : 36,5 tidur -Inj furosemid 1amp/ 12 jam
-Alprazolam 0,5 mg 0-0-1
O/ Keadaan Umum : -Digoksin 1x1
cukup -ISDN 1x1
Kesadaran : Compos -Sucralfat sirup 3XCI
Mentis
Kepala/Leher :
CP(+/+) SI(-/-) PKGB
(-/-)
Thorax :
Pulmo : SDV/SDV
ronkhi (-/-)
Wheezing (-/-)
Cor : BJ I/II murni
irregular, gallop (+)
Abdomen : Peristaltik
Nyeri Tekan ulu hati
(+).
Ekstremitas : edema (-
)
A/ CHF NYHA IV
Anemia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Diabetes mellitus
A. Definisi
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kompleks dan progresif yang
terapinya secara bertahap perlu ditingkatkan. Jika tidak dikelola dengan baik DM
dapat menyebabkan terjadinya komplikasi menahun, berupa mikroangiopati dan
makroangiopati.
DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-
duanya.
B. Epidemiologi
C. Patogenesis
DMT1 merupakan diabetes yang disebabkan oleh destruksi sel beta yang
mengarah pada kekurangan insulin absolut. Pada DMT2 terjadi gangguan sekresi
insulin yang progresif, dengan latar belakang resistensi insulin. Secara garis besar
patogenesis DM tipe-2 disebabkan oleh delapan hal (omnious octet) berikut :
a. Kegagalan sel beta pancreas
Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat
berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah sulfonilurea,
meglitinid, GLP-1 agonis dan DPP-4 inhibitor.
b. Liver
Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu
gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh liver
(HGP=hepatic glucose production) meningkat. Obat yang bekerja melalui jalur ini
adalah metformin, yang menekan proses gluconeogenesis (Soelistijo., 2015).
c. Otot
Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang
multiple di intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga timbul
gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan
penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja di jalur ini adalah metformin, dan
tiazolidindion.
d. Sel lemak
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin,
menyebabkan peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas
(FFA=Free Fatty Acid) dalam plasma. Penigkatan FFA akan merangsang proses
glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin di liver dan otot. FFA juga
akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini
disebut sebagai lipotoxocity. Obat yang bekerja dijalur ini adalah tiazolidindion.
e. Usus
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding
kalau diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini
diperankan oleh 2 hormon GLP-1 (glucagon-like polypeptide-1) dan GIP
(glucose-dependent insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastric
inhibitory polypeptide). Pada penderita DM tipe-2 didapatkan defisiensi GLP-1
dan resisten terhadap GIP. Disamping hal tersebut incretin segera dipecah oleh
keberadaan ensim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit. Obat
yang bekerja menghambat kinerja DPP-4 adalah kelompok DPP-4 inhibitor.
Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat melalui
kinerja ensim alfa-glukosidase yang memecah polisakarida menjadi monosakarida
yang kemudian diserap oleh usus dan berakibat meningkatkan glukosa darah
setelah makan. Obat yang bekerja untuk menghambat kinerja ensim alfa-
glukosidase adalah akarbosa.
f. Sel Alpha Pancreas
Sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam hiperglikemia
dan sudah diketahui sejak 1970. Sel-α berfungsi dalam sintesis glukagon yang
dalam keadaan puasa kadarnya di dalam plasma akan meningkat. Peningkatan ini
menyebabkan HGP dalam keadaan basal meningkat secara signifikan disbanding
individu yang normal. Obat yang menghambat sekresi glucagon atau menghambat
reseptor glukagon meliputi GLP-1 agonis, DPP-4 inhibitor dan amylin (Soelistijo.,
2015).
g. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis DM
tipe-2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh persen
dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium
Glucose co-Transporter) pada bagian convulated tubulus proksimal. Sedang 10%
sisanya akan di absorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus desenden dan
asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urine. Pada penderita DM
terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2. Obat yang menghambat kinerja SGLT-
2 ini akan jjmenghambat penyerapan kembali glukosa di tubulus ginjal sehingga
glukosa akan dikeluarkan lewat urine. Obat yang bekerja di jalur ini adalah
SGLT-2 inhibitor. Dapaglifozin adalah salah satu contoh obatnya.
h. Otak
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obes
baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan
mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makanan
justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi di otak. Obat
yang bekerja di jalur Ini adalah GLP-1 agonis, amylin dan bromokriptin.
E. Diagnosis
Kiteria diagnosis DM
F. Penatalaksanaan
Terapi non farmakologis
DM dimulai dengan menerapkan pola hidup sehat (terapi nutrisi medis dan
aktivitas fisik) bersamaan dengan intervensi farmakologis dengan obat anti
hiperglikemia secara oral dan/atau suntikan. Obat anti hiperglikemia oral dapat
diberikan sebagai terapi tunggal atau kombinasi.
Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan
bentuk suntikan.
1. Obat Antihiperglikemia Oral
Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5 golongan:
a. Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
Sulfonilure
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan
peningkatan berat badan. Hati-hati menggunakan sulfonilurea pada pasien
dengan risiko tinggi hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati, dan
ginjal).
Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilure
dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan
ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan
Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah
pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat
mengatasi hiperglikemia post prandial. Efek samping yang mungkin terjadi
adalah hipoglikemia.
b. Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin
Metformin
Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer.
Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus DMT2.
Dosis Metformin diturunkan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (GFR
30-60ml/menit/1,73 m2). Metformin tidak boleh diberikan pada beberapa
keadaan sperti: GFR<30 mL/menit/1,73 m2, adanya gangguan hati berat,
serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit
serebrovaskular, sepsis, renjatan, PPOK, gagal jantung [NYHA FC III-
IV]). Efek samping yang mungkin berupa gangguan saluran pencernaan
seperti halnya gejala dispepsia.
Tiazolidindion (TZD).
Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator
Activated Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti yang terdapat
antara lain disel otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek
menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein
pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa dijaringan
perifer. Tiazolidindion meningkatkan retensi cairan tubuh sehingga
dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung (NYHAIII-IV)
karena dapat memperberat edema/retensi cairan. Hati-hati pada gangguan
faal hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara berkala. Obat
yang masuk dalam golongan ini adalah Pioglitazone.
c. Penghambat Absorpsi Glukosa di saluran pencernaan:
Penghambat Alfa Glukosidase.
Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus
halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah
makan. Penghambat glukosidase alfa tidak digunakan pada keadaan:
GFR≤30ml/min/1,73m2, gangguan faal hati yang berat, irritable bowel
syndrome. Efek samping yang mungkin terjadi berupa bloating
(penumpukan gas dalam usus) sehingga sering menimbulkan flatus. Guna
mengurangi efek samping pada awalnya diberikan dengan dosis kecil.
Contoh obat golongan ini adalah Acarbose.
d. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl PeptidaseIV)
Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim
DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam
konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk
meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon bergantung
kadar glukosa darah (glucose dependent). Contoh obat golongan ini adalah
Sitagliptin dan Linagliptin.
e. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Cotransporter 2)
Obat golongan penghambat SGLT-2merupakan obat antidiabetes oral
jenis baru yang menghambat penyerapan kembali glukosa ditubuli distal
ginjal dengan cara menghambat kinerja transporter glukosa SGLT-2. Obat
yang termasuk golongan ini antara lain: Canagliflozin, Empagliflozin,
Dapagliflozin, Ipragliflozin.
Obat antihiperglikemia oral
2. Obat Antihiperglikemia Suntik
Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin, agonis GLP-1 dan
kombinasi insulin dan agonis GLP-1.
a. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolik
Penurunan berat badan yang cepat
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Krisis Hiperglikemia
Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut,
stroke)
Kehamilan dengan DM/Diabetes melitus gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi
Jenis dan Lama Kerja Insulin
Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 6 jenis, yakni :
Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)
Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)
Insulin kerja menengah (Intermediateacting insulin)
Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)
Insulin kerja ultra panjang (Ultra longacting insulin)
Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan
kerja cepat dengan menengah (Premixed insulin)
Efek samping terapi insulin
Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya
hipoglikemia Penatalaksanaan hipoglikemia dapat dilihat
dalam bagian komplikasi akut DM
Efek samping yang lain berupa reaksi alergi terhadap insulin
Karakteristik kerja insulin dapat dilihat pada table dibawah ini :
B. Etiologi
Anemia hanyalah suatu kempulan gejala yang disebabkan berbagai macam penyakit.
Pada dasarnya anemia disebabkan oleh :
Gangguan pembentukan eritrosit oleh sum-sum tulang
Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan)
Proses pengahncuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya.
C. Klasifikasi
Anemia hanyalah suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh berbagai
macam penyebab. Secara umum, anemia dapat diklasifikasikan menurut
morfologi serta etiologinya
a. Anemia menurut morfologi dan etiologi
D. Derajat anemia
Anemia : hemoglobin 10,00-13,00
Anemia ringan : hemoglobin 8,00-09,90
Anemia sedang : hemoglobin 6,00-7,90
Anemia berat : hemoglobin <6,00
F. Diagnosis
Anemia hanyalah suatu sindrom, bukan suatu kesatuan penyakit, yang dapat
disebabkan oleh berbagai penyakit dasar. Hal ini penting diperhatikan dalam
diagnosis anemia. Tahap- tahap dalam diagnosis anemia:
1. Menentukan adanya anemia
2. Menentukan jenis anemia
3. Menentukan etiologi atau penyakit dasar anemia
4. Menentukan ada atau tidaknya penyakit penyerta yang akan mempengaruhi hasil
pengobatan.
Pemeriksaan laboratorium:
Pemeriksaan penyaring
Pemeriksaan darah seri anemia
Pemeriksaan sum-sum tulang
Pemeriksaan khusus
G. Penatalaksanaan
Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian terapi pada pasien anemia :
Pengobatan hendaknya diberikan berdasarkan diagnosis definitif yang telah
ditegakkan
Pemberian hematinik tanpa indikasi yang jelas
Pengobatan anemia dapat berupa : terapi untuk keadaan darurat, terapi suportif, terapi
untuk masing masing anemia.
Pengobatan seperti :
•Pemberian suplemen yang mengandung zat besi, dan vitamin lain yang dibutuhkan
tubuh.
•Pada penderita anemia perlu dilakukan transfusi darah
H. Prognosis
Prognosis umumnya tidak sampai mengancam jiwa, namun sangat tergantung
pada penyakit yang mendasarinya. Bila penyakit yang mendasari teratasi, dengan
nutrisi yang baik, anemia dapat teratasi.