Anda di halaman 1dari 12

ASKEP TRAUMA CAPITIS

RESUME KEPERAWATAN
PADA NY. S DENGAN TRAUMA CAPITIS (TCR)
DIRUANGAN ICU RSUD KABUPATEN MAMUJU

OLEH :
NAMA : LUKMAN
NIM : 012010005
CI LAHAN CI INSTITUSI

Ns. Hermawati, S. Kep


Mustadiarto, S. Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)


ANDINI PERSADA MAMUJU SUL-BAR
TAHUN AKADEMIK 2013/2014
SI KEPERAWATAN
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA TRAUMA KAPITIS
A. Pengertian
Trauma capitis adalah gangguan traumatic yang menyebabkan gangguan fungsi otak
disertai atau tanpa disertai perdarahan in testina dan tidak mengganggu jaringan otak tanpa
disertai pendarahan in testina dan tidak mengganggu jaringan otak. Brunner & Suddarth
(2000)
Trauma merupakan penyebab utama kematian pada populasi dibawah umur 45 tahun
dan merupakan penyebab kematian no. 4 pada seluruh populasi.Lebih dari 50% kematian
disebabkan oleh cidera kepala. Kecelakaan kendaraan bermotor menrupakan penyebab cedera
kepala pada lebih dari 2 juta orang setiap tahunnya, 75.000 orang meninggal dunia dan lebih
dari 100.000 orang yang selamat akan mengalami disabilitas permanent” (York, 2000).
1. Tipe-Tipe Trauma :
a. Trauma Kepala Terbuka: Faktur linear daerah temporal menyebabkan pendarahan epidural,
Faktur Fosa anterior dan hidung dan hematom faktur lonsitudinal. Menyebabkan kerusakan
meatus auditorius internal dan eustachius.
b. Trauma Kepala Tertutup
1) Comosio Cerebri, yaitu trauma Kapitis ringan, pingsan + 10 menit, pusing dapat
menyebabkan kerusakan struktur otak.
2) Contusio / memar, yaitu pendarahan kecil di jaringan otak akibat pecahnya pembuluh darah
kapiler dapat menyebabkan edema otak dan peningkatan TIK.
3) Pendarahan Intrakranial, dapat menyebabkan penurunan kesadaran, Hematoma yang
berkembang dalam kubah tengkorak akibat dari cedera otak. Hematoma disebut sebagai
epidural, Subdural, atau Intra serebral tergantung pada lokasinya.
Ada berbagai klasifikasi yang di pakai dalam penentuan derajat kepala.
The Traumatic Coma Data Bank mendefinisakan berdasarkan skor Skala Koma Glasgow
(cited in Mansjoer, dkk, 2000: 4):
2. Cidera kepala ringan/minor (kelompok resiko rendah)
a. Skor skala koma Glasglow 15 (sadar penuh,atentif,dan orientatif)
b. Tidak ada kehilangan kesadaran(misalnya konkusi)
c. Tidak ada intoksikasi alkohaolatau obat terlarang
d. Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing

e. Pasien dapat menderita abrasi,laserasi,atau hematoma kulit kepala

f. Tidak adanya kriteria cedera sedang-berat.


3. Cidera kepala sedang (kelompok resiko sedang)
a. Skor skala koma glasgow 9-14 (konfusi, letargi atau stupor)
b. Konkusi
c. Amnesia pasca trauma

d. Muntah
Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda battle,matarabun,hemotimpanum,otorhea atau
rinorhea cairan serebrospinal).

4. Cidera kepala berat (kelompok resiko berat)


a. Skor skala koma glasglow 3-8 (koma)
b. Penurunan derajat kesadaran secara progresif
c. Tanda neurologis fokal
d. Cidera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresikranium.
Menurut Keperawatan Klinis dengan pendekatan holistik (1995: 226):
1. Cidera kepala ringan /minor
a. SKG 13-15
b. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.Tidak ada
fraktur tengkorak,tidak ada kontusio cerebral,dan hematoma.
2. Cidera kepala sedang
a. SKG 9-12
b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.Dapat
mengalami fraktur tengkorak.
3. Cidera kepala berat
a. SKG 3-8
b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam,juga meliputi kontusio
serebral,laserasi atau hematoma intrakranial.
Annegers ( 1998 ) membagi trauma kepala berdasarkan lama tak sadar dan lama amnesia
pasca trauma yang di bagi menjadi :
1. Cidera kepala ringan,apabila kehilangan kesadaran atau amnesia berlangsung kurang
dari 30 menit
2. Cidera kepala sedang,apabila kehilangan kesadaran atau amnesia terjadi 30 menit
sampai 24 jam atau adanya fraktur tengkorak
3. Cidera kepala berat,apabiula kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 24
jam,perdarahan subdural dan kontusio serebri.
Arif mansjoer, dkk (2000) mengklasifikasikan cidera kepala berdasarakan
mekanisme, keparahan dan morfologi cidera.
1. Mekanisme : berdasarkan adanya penetrasi durameter:
a. Trauma tumpul : Kecepatan tinggi(tabrakan mobil).
: Kecepatan rendah(terjatuh,di pukul).

b. Trauma tembus(luka tembus peluru dan cidera tembus lainnya.


2. Keparahan cidera
a. Ringan : Skala koma glasgow(GCS) 14-15.
b. Sedang : GCS 9-13.
c. Berat : GCS 3-8.
4. Morfologi
a. Fraktur tengkorak : kranium: linear/stelatum; depresi/non depresi;
terbuka/tertutupBasis:dengan/tanpa kebocoran cairan serebrospinal, dengan/tanpa
kelumpuhan nervus VII.
b. Lesi intrakranial : Fokal: epidural, subdural, intraserebral. Difus: konkusi ringan,
konkusi klasik, cidera difus.
5. Jenis-jenis cidera kepala (Suddarth, dkk, 2000, l2210-2213)
a. Cidera kulit kepala. Cidera pada bagian ini banyak mengandung pembuluh darah, kulit
kepala berdarah bila cidera dalam. Luka kulit kepala maupun tempat masuknya infeksi
intrakranial. Trauma dapat menyebabkan abrasi, kontusio, laserasi atau avulsi.
b. Fraktur tengkorak. Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak di
sebabkan oleh trauma. Adanya fraktur tengkorak biasanya dapat menimbulkan dampak
tekanan yang kuat. Fraktur tengkorak diklasifikasikan terbuka dan tertutup. Bila fraktur
terbuka maka dura rusak dan fraktur tertutup keadaan dura tidak rusak.
c. Cidera Otak. Cidera otak serius dapat tejadi dengan atau tanpa fraktur tengkorak, setelah
pukulan atau cidera pada kepala yang menimbulkan kontusio, laserasi dan hemoragi otak.
Kerusakan tidak dapat pulih dan sel-sel mati dapat diakibatkan karena darah yang mengalir
berhenti hanya beberapa menit saja dan kerusakan neuron tidak dapat mengalami regenerasi.

6. Komosio. Komosio umumnya meliputi sebuah periode tidak sadarkan diri dalam
waktu yang berakhir selama beberapa detik sampai beberapa menit. Komosio
dipertimbangkan sebagai cidera kepala minor dan dianggap tanpa sekuele yang
berarti. Pada pasien dengan komosio sering ada gangguan dan kadang efek residu
dengan mencakup kurang perhatian, kesulitan memori dan gangguan dalam kebiasaan
kerja.
7. Kontusio. Kontusio serebral merupakan didera kepala berat, dimana otak mengalami
memar, dengan kemungkinan adanya daerah haemoragi. Pasien tidak sadarkan dari,
pasien terbaring dan kehilangan gerakkan, denyut nadi lemah, pernafsan dangkal,
kulit dingin dan pucat, sering defekasi dan berkemih tanpa di sadari.
8. Haemoragi intrakranial. Hematoma (pengumpulan darah) yang terjadi di dalam kubah
kranial adalah akibat paling serius dari cidera kepala, efek utama adalah seringkali
lambat sampai hematoma tersebut cukup besar untuk menyebabkan distorsi dan
herniasi otak serta peningkatan TIK.
9. Hematoma epidural (hamatoma ekstradural atau haemoragi). Setelah cidera kepala,
darah berkumpul di dalam ruang epidural (ekstradural) diantara tengkorak dan dura.
Keadaan ini karena fraktur tulang tengkorak yang menyebabkan arteri meningeal
tengah putus /rusak (laserasi), dimana arteri ini berada di dura dan tengkorak daerah
inferior menuju bagian tipis tulang temporal; haemoragi karena arteri ini
menyebabkan penekanan pada otak.
10. Hematoma sub dural. Hematoma sub dural adalah pengumpulan darah diantara dura
dan dasar, suatu ruang yang pada keadaan normal diisi oleh cairan. Hematoma sub
dural dapat terjadi akut, sub akut atau kronik. Tergantung ukuran pembuluh darah
yang terkena dan jumlah perdarahan yang ada. Hematoma sub dural akut d
hubungkan dengan cidera kepala mayor yang meliputi kontusio dan laserasi.
Sedangkan Hematoma sub dural sub akut adalah sekuele kontusio sedikit berat dan di
curigai pada pasien gangguan gagal meningkatkan kesadaran setelah trauma kepala.
Dan Hematoma sub dural kronik dapat terjadi karena cidera kepala minor dan terjadi
paling sering pada lansia.
11. Haemoragi intraserebral dan hematoma. Hemoragi intraserebral adalah perdaraan ke
dalam substansi otak. Haemoragi ini biasanya terjadi pada cidera kepala dimana
tekanan mendesak ke kepala sampai daerah kecil (cidera peluru atau luka tembak;
cidera kumpil).
B. Etiologi
Cedera kepala dapat disebabkan oleh dua hal antara lain :

1. Benda Tajam. Trauma benda tajam dapat menyebabkan cedera setempat.


2. Benda Tumpul, dapat menyebabkan cedera seluruh kerusakan terjadi ketika energi/
kekuatan diteruskan kepada otak.
Kerusakan jaringan otak karena benda tumpul tergantung pada :
a. Lokasi
b. Kekuatan
c. Fraktur infeksi/ kompresi
d. Rotasi
e. Delarasi dan deselarasi
Mekanisme cedera kepala
1) Akselerasi, ketika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam. Contoh :
akibat pukulan lemparan.
2) Deselerasi. Contoh : kepala membentur aspal.

3) Deformitas. Dihubungkan dengan perubahan bentuk atau gangguan integritas bagan tubuh
yang dipengaruhi oleh kekuatan pada tengkorak.
C. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala cedera kepala dapat dikelompokkan dalam 3 kategori utama (
Hoffman, dkk, 1996):

1. Tanda dan gejala fisik/somatik: nyeri kepala, dizziness, nausea, vomitus


2. Tanda dan gejala kognitif: gangguan memori, gangguan perhatian dan berfikir
kompleks
3. Tanda dan gejala emosional/kepribadian: kecemasan, iritabilitas
Gambaran klinis secara umum pada trauma kapitis :

a. Pada kontusio segera terjadi kehilangan kesadaran.


b. Pola pernafasan secara progresif menjadi abnormal.
c. Respon pupil mungkn lenyap.
d. Nyeri kepala dapat muncul segera/bertahap seiring dengan peningkatan TIK.
e. Dapat timbul mual-muntah akibat peningkatan tekanan intrakranial.
f. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan motorik
dapat timbul segera atau secara lambat.

D. Pemeriksaan Dianostik:

1. CT –Scan : mengidentifikasi adanya sol, hemoragi menentukan ukuran ventrikel


pergeseran cairan otak.
2. MRI : sama dengan CT –Scan dengan atau tanpa kontraks.
3. Angiografi Serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti pergeseran
jaringan otak akibat edema, perdarahan dan trauma.
4. EEG : memperlihatkan keberadaan/ perkembangan gelombang.
5. Sinar X : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (faktur pergeseran struktur
dan garis tengah (karena perdarahan edema dan adanya frakmen tulang).
6. BAER (Brain Eauditory Evoked) : menentukan fungsi dari kortek dan batang otak..
7. PET (Pesikon Emission Tomografi) : menunjukkan aktivitas metabolisme pada otak.
8. Pungsi Lumbal CSS : dapat menduga adanya perdarahan subaractinoid.
9. Kimia/elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berpengaruh dalam
peningkatan TIK.
10. GDA (Gas Darah Arteri) : mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang
akan dapat meningkatkan TIK.
11. Pemeriksaan toksitologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap
penurunan kesadaran.
12. Kadar antikonvulsan darah : dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi yang
cukup efektif untuk mengatasi kejang.
E. Komplikasi

1. Kebocoran cairan serebrospinal akibat fraktur pada fossa anterior dekat sinus frontal
atau dari fraktur tengkorak bagian petrous dari tulang temporal.
2. Kejang. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama dini,
minggu pertama) atau lanjut (setelah satu minggu).
3. Diabetes Insipidus, disebabkan oleh kerusakan traumatic pada rangkai hipofisis
meyulitkan penghentian sekresi hormone antidiupetik.
F. Penatalaksanaan Medik
Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah terjadinya cedera
otak sekunder.Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor sistemik seperti hipotesis atau
hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan otak (Tunner, 2000). Pengatasan nyeri yang
adekuat juga direkomendasikan pada pendertia cedera kepala (Turner, 2000).

Penatalaksanaan umum adalah sebagai berikut :


1. Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi.
2. Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma.
3. Berikan oksigenasi.
4. Awasi tekanan darah
5. Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neuregenik.
6. Atasi shock
7. Awasi kemungkinan munculnya kejang.
Penatalaksanaan lainnya:
a. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan
berat ringannya trauma.
b. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi vasodilatasi.

c. Pemberian analgetika

d. Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau glukosa 40 % atau
gliserol 10 %.

e. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin).

f. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah tidak dapat diberikan
apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5% , aminofusin, aminofel (18 jam pertama dan
terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikana makanan lunak.

g. Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari), tidak terlalu banyak cairan. Dextrosa 5%
untuk 8 jam pertama, ringer dextrose untuk 8 jam kedua dan dextrosa 5% untuk 8 jam ketiga.
Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah, makanan diberikan melalui ngt (2500-3000
tktp). Pemberian protein tergantung nilai urea N.
Tindakan terhadap peningktatan TIK

1. Pemantauan TIK dengan ketat.


2. Oksigenisasi adekuat.
3. Pemberian manitol.
4. Penggunaan steroid.
5. Peningkatan kepala tempat tidur.
6. Bedah neuro.
Tindakan pendukung lain

1. dukungan ventilasi.
2. Pencegahan kejang.
3. Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi.
4. Terapi anti konvulsan.
5. Klorpromazin untuk menenangkan pasien.
6. Pemasangan selang nasogastrik.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Guyton dan Hall. 1996. Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta : EGC.
Marlyn E Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Brunner & Suddarth, 2002,Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa : Waluyo
Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.Made Karyasa, EGC,Jakarta.
NANDA, 2001-2002,NursingDiagnosis: Definitions and Classification. Philadelphia,USA
Judith M Wilkinson, 2007, Buku Saku Daignosis Keperawatan: dengan intervensi NIC dan Kriteria
Hasil NOC, EGC., Jakarta.
Arif Mansjoer, dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius., Jakarta.
Marilynn E. Doengoes,1993, Rencana Asuhan Keperawatan, alih bahasa : I Made Kariasa, S.Kep.,
Ni Made Sumarwati, S.Kep: EGC, Jakarta

PENGKAJIAN KEPERAWATAN
PADA NY. ”N“ DENGAN TCR
A. Identitas
1. Nama :Ny. “N”
2. No. RM : 03 73 41
3. Tanggal : 04 September 2013
4. Agama : Islam
5. Alergi :-
6. Umur : 41 Tahun
7. Jenis kelamin : Perempuan
8. Hari rawat ke :5
9. Status : Menikah
10. BB :-
11. Alamat rumah : Polo lereng
12. Diagnose medis : TCR
13. Alasan dirawat di ICU/ICCU :-
Pengkajian fisik dan pengkajian umum
1. Kardiovaskuler
Keperawatan :Perfusi jaringan serebral tidak efektif b/d interupsi aliran darah
2. Pernapasan
Keperawatan : Resiko terhadap ketidakefektifan pola nafas b/d kerusakan
neurovaskuler, kerusakan persepsi atau kognitif, obstruksi trakeo bronkial
3. Neurologis dan sensori
Keperawatan :Perubahan persepsi sensori b/d perubahan resepsi sensori,
transmisi.
4. Gastrointestinal
Diagnosa Keperawatan :
5. Nutrisi
Diagnosa Keperawatan :Resiko infeksi b/d jaringan trauma, penurunan kerja silia,
kekurangan nutrisi, respon inflamasi tertekan
6. Cairan
Diagnosa Keperawatan :
7. Muskuloskeletal
Diagnosa Keperawatan :
8. Genitourinaria
Diagnosa Keperawatan :
9. Integument
Diagnosa Keperawatan :
10. Endokrin
Diagnosa Keperawatan :
11. Psikososial
Diagnosa Keperawatan :Perubahan proses pikir b/d perubahan fisiologis, konflik
psikologis.
12. Istirahat tidur :Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi atau
kognitif, penurunan kekuatan
13. Monitoring tiap jam : -
14. Terapi/program medis : WT, Hecting, Amoxilin, LFD RL, TT 0.5, AS. Mentenumen
15. Hasil uji diagnostik :

Anda mungkin juga menyukai