Anda di halaman 1dari 8

KEMAS 11 (1) (2015) 8-15

Jurnal Kesehatan Masyarakat


http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas

ANALISIS PENYEBAB RESISTENSI OBAT ANTI TUBERKULOSIS

Dyan Kunthi Nugrahaeni, Upep Saiful Malik

Program Studi Kesehatan Masyarakat Stikes Jenderal A. Yani Cimahi,

Info Artikel Abstrak


Sejarah Artikel: Jumlah penderita TB Indonesia sekitar 5,8% total TB dunia dan menempati peringkat
Diterima 23 Oktober 2014 keempat dengan angka prevalensi 281/100.000 penduduk. Kendala program pemberan-
Disetujui 25 November 2015 tasan dan penanggulangan TB adalah Resistensi obat anti tuberkulosis, karena pengob-
Dipublikasikan Juli 2013
atan lama, mahal, dan tingginya efek samping. Tujuan penelitian menganalisis penyebab
Keywords: resistensi OAT. Penelitian dilakukan pada tahun 2013 dengan rancangan penelitian
Tuberculosis; MDR-TB; menggunakan kasus kontrol. Sampel kasus penderita TB resisten dan sampel kontrol
XDR-TB; penderita TB yang sembuh masing-masing 26 orang. Data dari hasil pemeriksaan labo-
Inadequate treatment ratorium dan catatan medik di RS Dr. HA. Rotinsulu Kota Bandung. Uji statistik dengan
chi square dan besar risiko dari OR. Hasil penelitian didapatkan 80,8% kategori MDR-
DOI TB dan 19,2% XDR-TB. Penderita TB mengalami efek samping 42,3%, riwayat pengo-
http://dx.doi.org/10.15294/ batan tidak adekuat 96,2%, adanya kontak erat 30,8%, tempat pengobatan sebelumnya
kemas.v11i1.3341
tidak menerapkan DOTS 15,4%. Penyebab resistensi OAT adalah riwayat pengobatan
tidak adekuat (nilai p= 0,001; OR= 40,00, 95%CI: 4,66-343,14). Pencegahan resistensi
OAT dengan penatalaksanaan TB komprehensif, menerapkan program DOTS agar pen-
gobatan tidak terputus dan berkesinambungan.

CAUSE ANALYSIS OF ANTI-TUBERCULOSIS DRUG RESISTANCE

Abstract
Number of case TB Indonesia approximately 5.8% total TB in world, was ranked fourth
with prevalence rate 281/100,000 population. Anti-tuberculosis drug resistant become
problem prevention and eradication TB programmes, because treatment for longer,
expensive, and greater side effects. The purpose this study was analysis causes Anti-
tuberculosis drug resistant. This research was conducted at 2013 with design using case
control. Cases which TB patients drug resistance, control which patients were cured TB
each one as 26 people. Data obtained from the results laboratory and medical records in
hospital Dr. HA. Rotinsulu Bandung. Statictic analyzed using chi-square test and risk factor
from OR. Results showed 80.8% MDR-TB and 19.2% XDR-TB. TB patients who experience
side effects 42.3%, inadequate treatment 96.2%, 30.8% close contact, not implementing
DOTS 15.4%. The causes anti-tuberculosis drug resistance inadequate treatment (P value=
0.001; OR= 40.00, 95%CI: 4.66-343.14). Prevention of anti-tuberculosis drug resistance
by comprehensive TB management, implementing DOTS program that uninterrupted and
continuous treatment.

© 2015 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi: ISSN 1858-1196
Jl. Terusan Jenderal Sudirman Cimahi, 40533, Indonesia
E-mail : dyankunthi@yahoo.co.id
Phone : 081573124330
KEMAS 11 (1) (2015) 8-15

Pendahuluan ada konseling akan berpengaruh pada ketaatan


Tuberkulosis (TB) menjadi masalah pasien dalam pengobatan TB (Nawas, 2010).
kesehatan global, penyebab kesakitan jutaan Pengobatan TB yang tidak adekuat berdampak
penduduk setiap tahun dan menempati pada meningkatnya risiko resistensi
peringkat kedua penyebab kematian karena OAT, diantaranya adalah: monoresistance,
penyakit infeksi di dunia setelah HIV-AIDS. poliresistance, Multiple-drug Resistance (MDR-
Estimasi penyakit TB tahun 2012 didapatkan TB), Extensively-drug Resistance (XDR-TB),
sekitar 8,6 juta kasus baru (incidence rate dan total drug resisten (Total DR).
122/100.000 penduduk), dan total penderita MDR-TB disebabkan karena infeksi
12 juta kasus (prevalence rate 169/100.000 primer dengan bakteri TB resisten atau
penduduk). Indonesia merupakan salah satu pengobatan TB yang tidak tuntas dan tidak
negara dengan jumlah penderita TB cukup adekuat. Insidens MDR-TB meningkat dengan
besar, sekitar 5,8% dari total TB dunia dan rerata 2% per tahun, tahun 2008 sebesar 3,7%
menduduki peringkat terbanyak ke-4 dunia terjadi pada kasus baru dan 20% pada kasus
(WHO, 2013). Estimasi TB Paru tahun 2011 TB yang diobati sebelumnya dengan estimasi
didapatkan sebesar 450.000 kasus (incidence 440.000, range: 390.000-510.000 atau sebesar
rate 187/100.000 penduduk) dan jumlah total 3,6% dari seluruh kasus TB di seluruh dunia
680.000 kasus (prevalence rate 281/100.000 (WHO, 2013).
penduduk) dan angka CDR (Case Detection Indonesia termasuk 27 negara dengan
Rate) sebesar 72% (WHO, 2013). MDR-TB terbanyak, sebesar 1,9% terjadi pada
WHO merekomendasikan berbagai penderita baru, dan 12% pada kasus TB yang
pendekatan diantaranya perawatan dan kontrol sudah diobati sebelumnya (WHO, 2013).
TB yaitu dengan Strategi Stop TB mulai tahun Pengobatan MDR-TB di Indonesia mulai
2006, terkait sasaran Millenium Development Agustus 2009 dengan data penderita yang
Goal’s, yaitu menurunnya angka prevalensi terjaring sampai November 2013 sebanyak
dan angka kematian sebesar 50% tahun 2015 1.947 pasien konfirmasi TB resisten obat dan
dibandingkan tahun 1990, dan mengeliminasi MDR-TB dari 7.310 suspek MDR-TB yang
TB sebagai masalah kesehatan masyarakat. diperiksa, dan sebanyak 1.496 sudah mendapat
WHO merekomendasikan DOTS (Directly pengobatan dengan angka keberhasilan
Observed Treatment Shortcouse chemoterapy) pengobatan sekitar 66% (TB Indonesia, 2013).
sebagai strategi dalam penanggulangan Resistensi obat berhubungan dengan
TB dan menjadi salah satu intervensi yang riwayat pengobatan sebelumnya, pada pasien
efektif. Strategi DOTS dikembangkan untuk dengan riwayat pengobatan sebelumnya,
meningkatkan mutu pelayanan, kemudahan kemungkinan terjadi resistensi sebesar 4 kali
akses, penemuan dan pengobatan sehingga lipat sedangkan terjadinya MDR sebesar 10
dapat memutuskan rantai penularan, serta kali lipat atau lebih dibandingkan dengan
menjamin ketersediaan Obat Anti TB (OAT) pasien yang belum pernah diobati (Burhan,
untuk penanggulangan TB (Ducati, 2006). 2010). Hasil penelitian di poliklinik MDR-TB
Faktor penghambat keberhasilan RS Persahabatan Jakarta faktor tempat pasien
pengobatan TB, diantaranya adalah mendapat OAT mempengaruhi kejadian
pengobatan pasien TB yang tidak lengkap dan resistensi OAT, didapatkan sebesar 56%
tidak adekuat berasal dari ketidakteraturan mendapatkan OAT langsung di tempat praktek
dan ketidakpatuhan pasien minum obat, dokter dan membeli sendiri obat di apotek,
regimen, dosis, dan cara pemakaian obat yang hal tersebut sulit di kontrol tentang jenis obat,
tidak benar, terputusnya ketersediaan OAT, kombinasi obat, dosis obat serta kepastian
dan kualitas obat yang rendah. Pasien dalam bahwa pasien telah minum obat (Munir, 2010).
menjalani pengobatan sering di bawah kondisi Faktor lain faktor penyebab kegagalan
yang sulit dan tantangan yang berat diantaranya pengobatan yang meningkatkan risiko
adalah pengobatan dalam jangka waktu resistensi adalah efek samping pengobatan.
yang lama. Penderita TB tidak mendapatkan Semua OAT yang digunakan dalam pengobatan
informasi yang lengkap tentang TB dan tidak pasien TB mempunyai kemungkinan untuk

9
Diyan Kunthi Nugrahaeni & Upep Saiful Malik / Analisis Penyebab Resistensi Obat Anti Tuberkulosis

timbul efek samping baik ringan, sedang dengan rentang umur antara 15-65 tahun yang
maupun berat. Bila muncul efek samping berobat di RS Paru Dr. HA. Rotinsulu dengan
pengobatan, kemungkinan pasien akan jumlah sampel sebanyak 26 kasus. Kelompok
menghentikan pengobatan secara sepihak kontrol diambil dari penderita TB yang telah
tanpa memberitahukannya cukup besar. menyelesaikan pengobatan di RS Paru Dr. HA.
Resistensi OAT secara mikrobiologi Rotinsulu dan dinyatakan sembuh dengan
disebabkan oleh mutasi genetik dan hal ini jumlah sampel sebanyak 26 responden.
membuat obat tidak efektif melawan basil Teknik pengambilan sampel kasus
mutan, mutasi terjadi spontan dan berdiri adalah dari total penderita TB yang dinyatakan
sendiri menghasilkan resistensi OAT (Sarathy, mengalami resistensi OAT, sedangkan
2012). Resisten lebih dari satu OAT jarang pengambilan sampel kontrol menggunakan
disebabkan genetik dan biasanya merupakan purposive sampling, sesuai dengan kriteria yaitu
hasil penggunaan obat yang tidak adekuat, memiliki data yang lengkap dan matching umur
dan sewaktu penggunaan OAT sebelumnya (umur yang sama dengan kelompok kasus).
(Louw GE, 2009), serta individu yang telah Variabel terikat dalam penelitian ini
terinfeksi dalam jumlah besar populasi kuman yaitu kejadian resistensi Obat Anti Tuberkulosis
Mycobacterium tuberculosis resisten obat. (OAT) dan variabel bebas diantaranya adalah
Terapi TB yang tidak adekuat menyebabkan riwayat efek samping OAT, pengobatan TB
proliferasi dan meningkatkan populasi kuman sebelumnya tidak adekuat, adanya kontak
resisten obat. Kemoterapi jangka pendek erat dan tempat pengobatan TB sebelumnya
pasien resistensi obat menyebabkan kuman tidak menerapkan DOTS dan. Data resistensi
lebih resisten terhadap obat yang digunakan OAT (MDR-TB dan XDR-TB) dan penderita
atau sebagai efek penguat resistensi. Penularan TB yang dinyatakan sembuh diperoleh hasil
kuman resisten obat pada populasi juga pemeriksaan laboratorium yang tercantum
merupakan sumber kasus resistensi obat baru. pada catatan medis penderita TB, data riwayat
Masalah resistensi OAT pada pengobatan efek samping OAT, riwayat pengobatan
TB perlu segera ditanggulangi karena TB sebelumnya, kontak erat dan tempat
angka kejadian resistensi selalu mengalami pengobatan TB sebelumnya tidak menerapkan
peningkatan dari waktu ke waktu. Hasil survei DOTS diperoleh dari catatan medis penderita
secara global menemukan bahwa OAT yang TB di Rumah Sakit Paru Dr. HA. Rotinsulu
resisten terhadap Mycobacterium tuberculosis Kota Bandung tahun 2013.
sudah menyebar dan mengancam kegiatan Data diolah dengan bantuan perangkat
program pemberantasan dan penanggulangan lunak aplikasi pengolahan data dan dianalisis
tuberkulosis di berbagai negara di seluruh secara univariat untuk menggambarkan
dunia (Ducati, 2006). karakteristik responden (jenis kelamin dan
Tujuan penelitian ini adalah untuk pendidikan) dan mengetahui distribusi
menganalisis penyebab kejadian resistensi frekuensi setiap variabel, dan analisis bivariat
OAT yang meliputi karakteristik (jenis kelamin untuk mengetahui hubungan antar variabel
dan pendidikan), riwayat efek samping OAT, dengan menggunakan uji chi square. Uji
pengobatan TB sebelumnya tidak adekuat, kemaknaan menggunakan p value dengan
adanya kontak erat dan tempat pengobatan Confidence Interval 95%. Besarnya faktor risiko
TB sebelumnya tidak menerapkan DOTS pada terjadinya resistensi OAT dilihat berdasarkan
pasien resistensi OAT di Rumah Sakit Paru Dr. besarnya nilai Odd Ratio (OR).
HA. Rotinsulu Kota Bandung pada tahun 2013.
Hasil dan Pembahasan
Metode Hasil penelitian didapatkan dari 26
Penelitian ini merupakan penelitian responden yang resisten OAT sebanyak
analitik dan rancangan yang digunakan 10 orang (38,5%) mengalami resisten obat
adalah studi kasus kontrol (case-control study). kombinasi R, H (Rifampisin dan Isoniazid),
Kelompok kasus adalah semua penderita resisten kombinasi R, H, E, dan S (Rifampisin,
penyakit TB yang mengalami resistensi OAT Isoniazid, Ethambutol, Streptomisin) sebanyak

10
KEMAS 11 (1) (2015) 8-15

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Resistensi OAT menurut Jenis Obat


Jenis Resisten Jumlah Persentase Persentase (%)
Resisten OAT
(n) (%) Kumulatif
R dan H Multiple-drug Resistance 10 38,5 38,5
R, H, dan E Multiple-drug Resistance 2 7,7 46,2
R, H, dan S Multiple-drug Resistance 3 11,6 57,8
R ,H, Z, dan E Multiple-drug Resistance 1 3,8 61,6
R, H, Z, dan S Multiple-drug Resistance 1 3,8 65,4
R, H, E, dan S Multiple-drug Resistance 4 15,4 80,8
R, H, Z, S, dan K Extensively-drug Resistance 1 3,8 84,6
R, H, Z, E, K dll Extensively-drug Resistance 1 3,8 88,4
R, H, Z, E, S, dan K Extensively-drug Resistance 3 11,6 100
Total 26 100
Sumber: data rekam medis penderita TB resisten obat di RS DR. HA. Rotinsulu, Bandung
4 orang (15,4%), dan resisten sebagian besar 57,7%. Hasil uji statistik diperoleh p value=
jenis OAT yang efektif melawan Mycobacterium 0,133 dan OR= 3,08 (95% CI: 0,885-10,725),
tuberculosis yaitu resisten kombinasi obat artinya bahwa riwayat efek samping OAT
R, H, Z, E, S, dan K (Rifampisin, Isoniazid, bukan sebagai penyebab terjadinya resistensi
Pirazinamid, Ethambutol, Streptomisin dan terhadap obat anti tuberkulosis.
Kanamisin) sebanyak 4 orang (11,6%), hasil Penderita TB dengan pengobatan
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1. sebelumnya tidak adekuat dan mengalami
Berdasarkan Tabel 1 didapatkan resistensi OAT lebih besar (96,2%) daripada
bahwa jenis resisten MDR-TB (Multiple-drug penderita TB yang sembuh (23,1%). Hasil uji
Resistance Tuberculosis) yaitu TB resisten statistik diperoleh p value= 0,001 dan OR=
minimal terhadap Rifampisin dan Isoniazid, 40,0 (95% CI: 4,66 - 343,14), artinya bahwa
dengan atau tanpa OAT lini pertama lainnya pengobatan sebelumnya tidak adekuat sebagai
seperti Ethambutol, Streptomisin dan penyebab terjadinya resistensi OAT dan
Pirazinamid, sebanyak 21 orang (80,8%) penderita TB dengan pengobatan sebelumnya
dan kategori Extensively-drug Resistance tidak adekuat berisiko mengalami resistensi
Tuberculosis (XDR-TB) yaitu MDR-TB disertai OAT sebesar 40 kali dibandingkan penderita
resistansi terhadap salah satu obat golongan TB dengan pengobatan yang adekuat.
fluorokuinolon dan salah satu OAT injeksi lini Penderita TB yang memiliki kontak
kedua seperti Kapreomisin (Ca), Kanamisin (K) erat dan mengalami resistensi lebih besar
dan Amikasin (Am) (Martin, 2009) sebanyak 5 (30,8%) dibandingkan penderita TB yang
orang (19,2%). sembuh (15,4%), tetapi penderita TB yang
Pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa tidak memiliki kontak erat tetapi mengalami
penderita TB resisten OAT sebagian besar resistensi obat sebanyak 69,2%. Hasil uji
berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak statistik diperoleh P value= 0,323 dan OR= 2,44
17 orang (65,4%), dan berpendidikan rendah (95% CI: 0,632-9,45), artinya bahwa adanya
19 orang (73,1%), sedangkan penderita TB kontak erat bukan sebagai penyebab terjadinya
yang sembuh didominasi laki-laki yaitu 16 resistensi terhadap obat anti tuberkulosis.
orang (61,5%) dan berpendidikan tinggi yaitu Penderita TB yang mendapatkan tempat
sebanyak 15 orang (57,7%). pengobatan sebelumnya tidak menerapkan
Berdasarkan tabel 2 didapatkan bahwa DOTS dan mengalami resistensi sebanyak
penderita TB yang mempunyai riwayat efek 15,4%, sedangkan penderita TB yang sembuh
samping OAT dan mengalami resistensi lebih sebanyakl 23,1%, dan didapatkan bahwa
besar (42,3%) dibandingkan penderita TB penderita TB yang menerapkan DOTS tetapi
yang sembuh (19,2%), tetapi penderita TB mengalami resistensi OAT sebesar 84,6%.
yang tidak mempunyai riwayat efek samping Hasil uji statistik diperoleh P value= 0,725
OAT tetapi mengalami resistensi obat sebanyak dan OR= 0,606 (95% CI: 0,149-2,46), artinya

11
Diyan Kunthi Nugrahaeni & Upep Saiful Malik / Analisis Penyebab Resistensi Obat Anti Tuberkulosis

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Resistensi OAT menurut Karakteristik dan Faktor Penyebab
Resistensi OAT
Resistensi OAT
OR
Variabel Kasus Kontrol Jumlah P value
(95% CI)
n % n % n %
Jenis Kelamin
Laki-laki 9 34,6 16 61,5 25 48,1 - -
Perempuan 17 65,4 10 38,5 27 51,9
Pendidikan
Rendah 19 73,1 11 42,3 30 57,7 - -
Tinggi 7 26,9 15 57,7 22 42,3
Riwayat efek
3,08
samping OAT
(0,885 - 0,133
Ya 11 42,3 5 19,2 16 30,8
10,725)
Tidak 15 57,7 21 80,8 36 69,2
Pengobatan
sebelumnya tidak 40,0
adekuat 25 96,2 6 23,1 31 59,6 (4,66 - 0,001
Ya 343,14)
Tidak 1 3,8 20 76,9 21 40,4
Adanya kontak
2,44
erat 8 30,8 4 15,4 12 23,1
(0,632 - 0,323
Ada
9,45)
Tidak ada 18 69,2 22 84,6 40 76,9
Tempat
pengobatan 0,606
sebelumnya 4 15,4 6 23,1 10 19,2 (0,149- 0,725
Tidak DOTS 2,46)
DOTS 22 84,6 20 76,9 42 80,8
Jumlah 26 100 26 100 52 100
Sumber: Rekam medis penderita TB resisten obat di RS DR. HA. Rotinsulu, Bandung
bahwa tempat pengobatan sebelumnya tidak efektif untuk melawan dan mengeliminasi
menerapkan DOTS bukan sebagai penyebab Mycobacterium tuberculosis, sehingga obat
terjadinya resistensi obat anti tuberkulosis. tersebut sering digunakan sebagai monoterapi
Resistansi kuman Mycobacterium (pemberian obat hanya satu jenis OAT) dan
tuberculosis (MTB) terhadap OAT adalah terapi singkat. Resisten Rifampisin terjadi pada
keadaan dimana kuman tidak dapat lagi diobati pasien TB yang mendapatkan monoterapi,
dengan OAT yang efektif mengeliminasi MTB dimana rendahnya jumlah Rifampisin
(Syahrini, 2008). Jenis resisten TB diantaranya pada Mycobacterium tuberculosis dapat
adalah: monoresisten, poliresisten, MDR-TB, mempengaruhi permeabilitas membran sel
XDR-TB, dan total drug resisten (Sharma, bakteri dan berhubungan dengan mekanisme
2013). Pada penelitian ini didapatkan responden pompa efluks yaitu pengeluaran obat dari sel
yang mengalami MDR-TB sebanyak 80,8%. bakteri (Goldstein, 2014). Resistensi Isoniazid
MDR-TB yaitu TB resisten minimal terhadap (INH) pada M. tuberculosis disebabkan adanya
Rifampisin dan Isoniazid, dengan atau tanpa mutasi gen yang berperan mengatur atau
OAT lini pertama lainnya seperti Ethambutol, memodulasi mekanisme efluks bakteri (Louw
Streptomisin dan Pirazinamid (Martin, 2009). GE, 2009).
Resisten terhadap Rifampisin dan Isoniazid Penderita TB yang mendapat pengobatan
paling banyak ditemukan, dikarenakan jangka pendek dengan monoterapi menjadi
kedua obat ini merupakan obat yang paling salah satu celah terjadinya TB resisten OAT

12
KEMAS 11 (1) (2015) 8-15

dan bertambah banyak OAT yang resisten diterima dari pasien tidak sesuai dengan kondisi
atau disebut sebagai The amplifier effect atau kenyataan yang sebenarnya seperti pasien
(Kementerian Kesehatan RI, 2013). Hal ini tidak tahu tentang riwayat pernah minum OAT,
berisiko terjadinya XDR-TB yaitu MDR-TB apakah pernah mengalami efek samping obat
disertai resistansi terhadap salah satu obat (Munir, 2010).
golongan fluorokuinolon dan salah satu OAT OAT yang digunakan dalam
injeksi lini kedua seperti Kapreomisin (Ca), pengobatan TB mempunyai kemungkinan
Kanamisin (K) dan Amikasin (Am) (Martin untuk menimbulkan efek samping baik
et al, 2009). Pada penelitian ini didapatkan ringan, sedang maupun berat. Efek samping
responden yang mengalami XDR-TB sebanyak berat atau serius pasien harus menghentikan
19,2%. semua obat, segera dirujuk dengan didampingi
Secara epidemiologi dibuktikan terdapat ke rumah sakit (RS) rujukan MDR TB,
perbedaan antara laki-laki dan perempuan contohnya adalah: kulit dan mata pasien
dalam hal risiko terjangkit penyakit infeksi, nampak kuning, pendengaran berkurang (tuli)
progresivitas penyakit, insidensi dan kematian atau telinga berdengung, mendengar suara-
akibat TB, dimana pada penelitian ini, suara, halusinasi, delusi/waham, bingung,
sebagian besar penderita resistensi AOT adalah reaksi alergi berat yaitu syok anafilaktik dan
perempuan (65,4%). Perkembangan penyakit angionerotik edema. Efek samping ringan
berbeda antara laki-laki dan perempuan, dan sedang penatalaksanaannya oleh dokter
dimana perempuan sering terlambat datang UPK (Unit Pelayanan Kesehatan) satelit tanpa
ke pelayanan kesehatan dibandingkan dengan harus menghentikan pengobatan, contohnya
laki-laki dan pada saat datang ke rumah kemerahan (rash) ringan, kesemutan atau rasa
sakit didiagnosis menderita penyakit dengan panas pada kulit kaki (neuropati perifer), mual
kondisi lebih berat dibandingkan laki-laki. Hal dan muntah, diare, sakit kepala, gangguan tidur,
ini berhubungan dengan aib dan rasa malu tidak ada nafsu makan (anoreksia), bingung
lebih dirasakan pada perempuan dibanding dan depresi (Kementerian Kesehatan, 2013).
laki-laki, perempuan lebih sering mengalami Resistensi obat dapat disebabkan oleh
kekhawatiran akan dikucilkan dari keluarga ketidakpatuhan pasien untuk mengikuti
dan lingkungan akibat penyakitnya. Hambatan petunjuk pengobatan yang justru dapat
ekonomi dan faktor sosial ekonomi kultural menyebabkan efek samping obat TB itu sendiri.
turut berperan termasuk pemahaman tentang Penderita TB yang mengalami efek samping
penyakit paru. Pada perempuan ditemukan pengobatan, kemungkinan besar pasien akan
diagnosis yang terlambat sedangkan pada laki- menghentikan pengobatan secara sepihak
laki cenderung pergi ke pelayanan kesehatan tanpa memberitahukan kepada petugas
ketika mereka mengetahui pengobatan TB kesehatan, kondisi tersebut yang berkontribusi
gratis, sedangkan perempuan tidak (Munir, menyebabkan terjadinya resistensi OAT.
2010). Pada penelitian ini responden yang memiliki
Pendidikan merupakan salah satu riwayat efek samping dan mengalami resistensi
indikator yang menentukan keberhasilan sebanyak 42,3%, sebagian besar mengalami
pengobatan MDR-TB. Penderita dengan gangguan di hepar dengan keluhan mual,
pendidikan rendah akan sulit menerima muntah dan hasil laboratorium fungsi hati
pengobatan MDR TB, dimana pengobatan menunjukan adanya kenaikan angka SGOT
MDR-TB memerlukan waktu yang lama yaitu (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase)
antara 18 – 24 bulan, dengan obat yang lebih dan SGPT (Serum Glutamic Pyruvic
toksik, lebih mahal dengan efek sangat yang Transaminase), peningkatan asam urat dengan
sangat besar (WHO, 2013; Munir, 2010). keluhan nyeri sendi dan diare. Responden yang
Penderita dengan pendidikan yang rendah, tidak mengalami efek samping tapi mengalami
sulit mengetahui data yang sebenarnya resistensi sebanyak 57,7%, ini bisa dipahami,
tentang MDR-TB, mungkin saja saat pasien walaupun tidak ada efek samping tetapi apabila
dianamnesis pasien kurang komunikatif pengobatan tidak adekuat, dan tidak patuh
tentang penyakitnya sehingga keterangan yang dalam menjalani pengobatan, responden dapat

13
Diyan Kunthi Nugrahaeni & Upep Saiful Malik / Analisis Penyebab Resistensi Obat Anti Tuberkulosis

mengalami resistensi OAT. dalam penyebaran penyakit TB karena kuman


Pada penelitian ini pengobatan TB menyebar secara droplet infection melalui
sebelumnya tidak adekuat merupakan udara dari orang yang menderita penyakit
penyebab terjadinya resistensi dengan P value= TB BTA positif yang batuk. Penularan terjadi
0,001 dan OR= 40,0 (95% CI: 4,66 - 343,14), melalui udara yang mengandung bakteri
dimana penderita TB dengan pengobatan Mycobacterium Tuberculosis dalam percikan
sebelumnya tidak adekuat berisiko mengalami ludah yang dikeluarkan oleh penderita TB paru
resistensi OAT sebesar 40 kali. pada waktu bersin, batuk, maupun berbicara.
Hasil ini sesuai dengan penelitian Sarwani Kontak jangka panjang dengan penderita TB
(2006), bahwa seseorang yang mengkonsumsi paru dapat menyebabkan seseorang memiliki
obat TB tidak teratur mempunya risiko 2,3 kali risiko tinggi tertular (Sakamoto K, 2012).
untuk menderita MDR-TB dibandingkan yang Kontak erat adalah orang yang tinggal dalam
mengkonsumsi obat secara teratur. Penelitian satu ruangan selama beberapa jam sehari
Ti T (2006), menyatakan orang yang melakukan dengan pasien MDR-TB, misalnya anggota
pengobatan tidak teratur memiliki risiko keluarga, teman kerja dalam satu ruangan dll.
terkena MDR-TB sebesar 4,8 kali dibandingkan Seseorang yang memiliki kontak erat dengan
dengan yang melakukan pengobatan teratur. pasien MDR–TB berisiko tertular penyakit TB
Penatalaksanaan TB yang tidak adekuat dan dapat menjadi penderita MDR-TB. Pada
sebagai penyebab terjadinya resistensi dapat penelitian ini ditemukan bahwa sebesar 69,2%
ditinjau dari sisi pemberi jasa/petugas kesehatan, penderita MDR-TB yang tidak memiliki kontak
yaitu karena diagnosis tidak tepat, pengobatan erat tetapi mengalami resisten, hal ini dapat
tidak menggunakan paduan yang tepat, dosis, dipahami karena berdasarkan data WHO,
jenis, jumlah obat dan jangka waktu pengobatan penularan pada penderita baru yang berasal
tidak adekuat, dan penyuluhan kepada pasien dari kontak erat dengan penderita MDR-TB
yang tidak adekuat. Penatalaksanaan penyakit hanya sebesar 1,9% sedangkan risiko tertinggi
TB dilihat dari sisi pasien, hal ini karena terjadinya MDR-TB terjadi pada kasus TB yang
penderita TB tidak mematuhi anjuran dokter/ pernah diobati sebelumnya tetapi pengobatan
petugas kesehatan, tidak teratur menelan OAT, yang didapatkan tidak adekuat yaitu sebesar
menghentikan pengobatan secara sepihak 12%.
sebelum waktunya, dan gangguan penyerapan Tahun 1995, program penanggulangan
obat. Penatalaksanaan TB dilihat dari sisi TB mulai menerapkan strategi DOTS yang
program penanggulangan TB, yaitu karena dinilai sebagai strategi yang paling efektif dalam
persediaan OAT yang kurang dan kualitas OAT menanggulangi TB, dalam strategi DOTS ini
yang disediakan rendah. obat-obat anti tuberkulosis disediakan secara
Hasil penelitian menunjukan gratis dengan kualitas dan mutu yang terjamin
bahwa faktor pengobatan sebelumnya bisa dan pasien dipastikan minum obat langsung di
meningkatkan risiko resistensi sebesar 10 kali hadapan petugas untuk mencegah kesalahan
lipat atau lebih dibandingkan dengan yang tanpa dosis, kombinasi obat dan kelalaian dalam proses
riwayat pengobatan sebelumnya. Resistensi terapinya. Tempat pengobatan sebelumnya
OAT yang terjadi merupakan man made dinilai sebagai faktor risiko terjadinya MDR-
phenomena, ditimbulkan karena ulah manusia, TB, dikarenakan bila pasien mendapat
pengobatan yang tidak adekuat (rejimen, pengobatan di tempat yang belum menerapkan
dosis, tidak teratur berobat, monoterapi, dsb) srategi DOTS maka tidak bisa dipastikan
menghasilkan kuman yang resisten dari mutasi tentang jenis obat, kombinasi OAT, dosis obat
alamiah yang sedikit terjadi, menjadi populasi serta kepastian bahwa pasien telah minum obat
yang dominan, bermultiplikasi dan berdampak (Nawas, 2010). Pada penelitian ini didapatkan
pada kondisi klinis. Pada riwayat pengobatan bahwa penderita TB yang menerapkan
sebelumnya kondisi tersebut meningkat karena program DOTS tetapi mengalami resistensi
seringnya kuman berinteraksi dengan obat- OAT sebesar 84,6%. Hal ini dapat terjadi
obat anti tuberkulosis (Nawas, 2010). apabila penderita TB yang berobat di UPK yang
Kontak Erat sangat penting peranannya menerapkan strategi DOTS, tetapi mengalami

14
KEMAS 11 (1) (2015) 8-15

efek samping pengobatan kemungkinan besar Louw, G.E., Warren, R.M., Pittius, G. et.al. 2009.
akan menghentikan pengobatan secara sepihak Minireview: a Balancing Act: Efllux/
sehingga pengobatan menjadi tidak adekuat, hal Influx in Mycobacterial Drug Resisteance,
inilah yang akan berkontribusi menyebabkan Antimicrobial Agent dan Chemoteraphy.
American Society for Microbiology, Agust
terjadinya resistensi OAT.
2009, 53 (8): 3181-3189.
Martin, M., Viveiros, M., Couto, I., Amaral, L. 2009.
Penutup Targeting human macrophages for enhanced
Resistensi OAT di RS Paru Dr. HA. killing of intracellular XDR-TB and MDR-
Rotinsulu terdiri dari resisten MDR-TB dan TB. International Journal Tuberculosis Lung
XDR-TB. Penderita resistensi OAT sebagian Disease, 13 (5): 569–573.
besar berjenis kelamin perempuan dan Munir, S., Nawas, A., Soetoyo, D. 2010. Pengamatan
Pasien Tuberkulosis Paru dengan Multidrug
berpendidikan rendah. Terdapat penderita TB
Resistant (TB-MDR) di Poliklinik Paru RSUP
yang tidak mengalami efek samping pengobatan Persahabatan. Jakarta: Jurnal Respiratory
TB, tidak memiliki kontak erat dengan Indonesia, 30 (2): 92-104.
penderita MDR-TB dan tempat pengobatan Nawas, A. 2010. Penatalaksanaan TB MDR Dan
sebelumnya yang tidak menerapkan DOTS Strategi DOTS Plus. Jurnal Tuberkulosis
juga berisiko mengalami MDR-TB. Hal tersebut Indonesia, 7 (10): 1-7.
dapat terjadi karena terjadinya resistensi Sakamoto, K. 2012. The Pathology of Mycobacterium
OAT sebagian besar disebabkan karena tuberculosis Infection. Journal of Veterinary
pengobatan sebelumnya yang tidak adekuat, Pathology, 49 (3): 423, diunduh 18
seperti diagnosis tidak tepat, pengobatan tidak Januari 2014, http://vet.sagepub.com/
content/49/3/423
menggunakan paduan yang tepat, dosis, jenis,
Sarathy, J.P., Dartois, V., Lee E.J.D. 2012. The Role
jumlah obat dan jangka waktu pengobatan of Transport Mechanisms in Mycobacterium
tidak adekuat, tidak teratur menelan obat anti Tuberculosis Drug Resistance and Tolerance.
tuberkulosis, dan, menghentikan pengobatan Journal of Pharmaceutical, (5): 1210-1235.
secara sepihak sebelum waktunya. Sarwani, D. Nurlaela S. Zahrotul I. 2012. Faktor
Risiko Multidrug Resistant Tuberculosis
Daftar Pustaka (MDR-TB). Jurnal Kesehatan Masyarakat,
Burhan, E. 2010. Peran ISTC Dalam Pencegahan 8(1): 60-66.
MDR. Jurnal Tuberkulosis Indonesia, (7): 12- Ti, T. et.al. 2002. National Anti-tuberculosis Drug
15. Resistance Survey, 2002, in Myanmar.
Ducati, R.G., Netto A.R., Basso L.A. 2006. The International Journal Tuberculosis Lung
resumption of consumption ñ A review on Disease, 10 (10): 1111-6.
tuberculosis. Mem Inst Oswaldo Cruz, Rio de Tuberculosis Indonesia. 2013. Multiple Drug
Janeiro, 101 (7): 697-714. Resisten Tuberculosis (MDR-TB). Tersedia:
Goldstein, B.P. 2014, Resistance to rifampicin: a http://www.tbindonesia.or.id/tb-mdr,
review. The Journal of Antibiotic, japan diperoleh tanggal 01 Desember 2014.
Antibiotoc Reseach Association, (67): 625- WHO. 2013. Global Tuberculosis Report 2012.
630. Switzerland.

15

Anda mungkin juga menyukai