Anda di halaman 1dari 17

Makalah Aborsi

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Aborsi atau keguguran kandungan merupakan suatu isu yang kontroversial. Pertimbangan
pelaksanaan aborsi harus dilihat dari aspek etika dan profesionalisme kedokteran, hukum yang
berlaku, serta agama. Pelaksanaan aborsi harus melalui pertimbangan berbagai pihak yang
terlibat serta kompeten.
Aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi secara prematur dari uterus─embrio, atau fetus
yang belum dapat hidup. Dengan kata lain, aborsi adalah berhentinya kehamilan sebelum usia
kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin.
Ada dua macam aborsi, yaitu aborsi spontan dimana aborsi terjadi secara alami, tanpa
intervensi tindakan medis (aborsi spontanea), dan aborsi yang direncanakan melalui tindakan
medis dengan obat-obatan, tindakan bedah, atau tindakan lain yang menyebabkan pendarahan
lewat vagina (aborsi provokatus).
Dalam makalah ini, penulis bertujuan untuk mencoba menganalisis tindakan aborsi dari
segala aspek yang terkait sehingga dapat dicapai kesimpulan yang tepat tentang pertimbangan
pelaksanaan aborsi. Penulis dapat belajar untuk mengetahui penerapan etika dan profesionalisme
kedokteran, aspek medikolegal dan agama dalam kasus tersebut.

B. TUJUAN PENULISAN

 Mengetahui status aborsi, baik dalam aspek etika dan profesionalisme kedokteran,
medikolegal dan agama.
 Mengetahui tindakan terbaik yang dapat dilakukan untuk pasien tersebut.

C MANFAAT PENULISAN

 Mahasiswa dilatih untuk memecahkan berbagai macam kasus yang memerlukan


pertimbangan dari beberapa aspek, selain aspek medis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) tertulis : “Setiap dokter senantiasa
mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.” Namun dalam sumpah dokter,
terdapat pernyataan: “Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan.”
Dalam pernyataan ini, yang dimaksud makhluk insani masih belum dapat ditentukan dengan
jelas dan pasti, mulai kapan awal kehidupan ditentukan, sehingga menimbulkan pertentangan.
Karena itu Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) masih mengadakan perundingan
tentang lafal sumpah dokter Indonesia melalui hasil referendum dari anggota IDI untuk memilih
apakah kata “mulai dari saat pembuahan” hendak dihilangkan atau diubah.Sikap etis profesional
berarti bekerja sesuai standar, melaksanakan advokasi, menjamin keselamatan pasien,
menghormati terhadap hak-hak pasien. Kriteria perilaku profesional antara lain mencakup
bertindak sesuai keahlian dan didukung oleh keterampilan, bermoral tinggi, memegang teguh
etika profesi, serta menyadari ketentuan hukum yang membatasi gerak.
Seluruh peraturan tentang kegiatan yang terkait dengan perihal kesehatan termasuk dalam
hukum kesehatan. Dalam KUHP, pasal 346 hingga pasal 350 mengatur batasan-batasan aborsi.
Namun dalam KUHP, kesengajaan aborsi sangat tidak dibenarkan. (KUHP, 2008)
Dalam UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan pasal 15, dinyatakan bahwa dalam upaya
menyelamatkan Ibu dan atau janinnya dapat dilakukan tindakan tertentu. Namun, tindakan
tertentu ini belum dijelaskan lebih detil, seperti apa dan kriteria tertentu dalam pelaksanaan
tindakan medis yang dimaksud. (UU Kesehatan, 1992)
Secara umum, agama apapun melarang aborsi. Dalam agama Islam, umumnya hukum-
hukum yang ada melarang aborsi. Firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Isra : 31 : “Dan janganlah
kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rizki
kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa besar.”.
Hadis riwayat Imam Al-Bukhari juga menyatakan : “Seseorang dari kamu ditempatkan
penciptaannya di dalam perut ibunya dalam selama empat puluh hari, kemudian menjadi
‘alaqah selama itu pula (40 hari); kemudian menjadi mudhghah selama itu pula (40 hari);
kemudian Allah mengutus seorang malaikat lalu diperintahkan empat kalimat (hal), dan
dikatakan kepadanya: Tulislah amal, rizki dan ajalnya, serta celaka atau bahagia(nya);
kemudian ditiupkan ruh padanya.”. Dalam Islam, kaidah fiqih secara umum menyatakan : 1)
“Menghindarkan kerusakan (hal-hal negatif) diutamakan dari pada mendatangkan
kemaslahatan.”; 2) “Keadaaan darurat membolehkan hal-hal yang dilarang (diharamkan).”;
dan 3) “Hajat terkadang dapat menduduki keadaan darurat.” (MUI, 2005).
Depresi pada ibu hamil sedikit banyak mempengaruhi perkembangan janin, bahkan
masih berpengaruh dalam tahap perkembangan awal bayi setelah kelahiran. Peningkatan
hormon stres pada ibu juga mengakibatkan hal yang sama pada janin. Hal ini tidak
membahayakan nyawa ibu, hanya dapat mengakibatkan bayi lahir prematur dan berat badan
dibawah normal. Selain itu, respon bayi terhadap lingkungannya kurang peka bila dibandingkan
dengan bayi dari ibu yang tidak mengalami depresi. (Field, et.al., 2004)

BAB III
PEMBAHASAN
A.Etika Kedokteran
Menurut etika kedokteran, setiap dokter harus menghormati setiap makhluk insani.
Namun karena masih terdapat pertentangan maksud pasal dan sumpah dokter yang berkaitan
dengan waktu dimulainya suatu awal kehidupan, maka dalam etika kedokteran, pelaksanaan
aborsi dalam kasus ini diserahkan kembali kepada hati nurani masing-masing dokter.
Dalam etika profesionalisme, apabila seorang dokter tidak memberanikan dirinya untuk
melaksanakan tindakan aborsi, maka dokter tersebut dapat merekomendasikan pelaksanaan
aborsi tersebut kepada dokter lain yang jelas kompeten di bidangnya, dengan tetap memantau
dan bertanggung jawab atas keselamatan dan perkembangan pasien selanjutnya.
Republik Indonesia yang berdasarkan hukum telah membuat hukum yang mengatur
aborsi, dalam KUHP dan UU Kesehatan. KUHP menyatakan segala macam bentuk aborsi
dilarang, bahkan dengan tujuan menyelamatkan nyawa Ibu. Sementara UU Kesehatan
menyatakan pembolehan aborsi apabila nyawa Ibu dapat terancam apabila kehamilan diteruskan
lebih lanjut.
Dilihat dari sudut pandang agama, secara umum agama yang penulis anut (Islam) tidak
membolehkan pelaksanaan aborsi. Namun, fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan
antara lain, kehamilan akibat perkosaan dapat digugurkan, apabila usia kehamilan tidak lebih
dari 40 hari. Hal ini pun harus ditetapkan oleh tim yang berwenang yang terdiri dari keluarga
korban, dokter, dan polisi. Hal ini mungkin didasarkan pada pertimbangan bahwa depresi yang
diderita pasien akan mencapai tahapan yang lebih buruk, misalnya mengarah ke percobaan
bunuh diri, jika kehamilan diteruskan. Dibandingkan jika pasien bunuh diri (kemudian
membunuh diri sendiri dan janin─yang belum ditiupkan ruhnya), lebih baik jika aborsi
dilakasanakan, apabila memang dapat menjadi jalan pengobatan bagi pasien. Fatwa MUI ini jelas
bukan sekadar pertimbangan asal-asalan. Fatwa ini merupakan konsensus bersama sejumlah
besar cendekiawan muslim yang sudah mempretimbangkan matang-matang sebab dan akibatnya.
Depresi pada kehamilan memang mempengaruhi perkembangan janin dan perkembangan
bayi pada tahap-tahap awal kelahiran, namun tidak berpengaruh luas pada tumbuh kembang anak
selanjutnya. Masalah mungkin hanya berupa masalah psikologis, namun secara fisik ibu hamil
yang depresi tidak mempunyai dampak yang membahayakan selain bunuh diri apabila memang
tingkat depresinya sudah menngkhawatirkan.

B.Pengertian Aborsi
Pengertian aborsi menurut : Encyclopedia Britania “ The American College Of Obstericians and
Gyneologist “ ada dua jenis aborsi :
1. Accident abortion, yaitu penghentian kehamilan sebelum kematangan yang terjadi secara
alami, tanpa perlakuan medis.
2. Therapeutic abortion, artinya bahwa penghentian kehamilan melakukan perlakuan tenaga
medis, melalui operasi atau penggunaan RU486 atau beberapa .
Pengertian aborsi menurut : Beberapa kelompok masyarakat yang pro kehidupan mendefinisikan
aborsi sebagai sebuah tujuan untuk menghalangi proses perkembangan yang dari waktu ke waktu
konsepsi hingga melahirkan.
Pengertian aborsi menurut : Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan bahwa aborsi
sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan atau kurang dari 22
minggu.
Pengertian aborsi menurut Ensiklopedia Indonesia sebagai berikut : ‘Pengakhiran kehamilan
sebelum masa gestasi 28 minggu atau sebelum janin mencapai berat 1.000 gram.’ Definisi lain
menyatakan, aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Aborsi merupakan suatu proses pengakhiran
hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh.

C.Macam-macam Tindakan Aborsi


Ada 2 macam tindakan aborsi, yaitu:
1.Aborsi dilakukan sendiri
2.Aborsi dilakukan orang lain
Aborsi dilakukan sendiri
Aborsi yang dilakukan sendiri misalnya dengan cara memakan obat-obatan yang membahayakan
janin, atau dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang dengan sengaja ingin menggugurkan
janin.
Aborsi dilakukan orang lain
Orang lain disini bisa seorang dokter, bidan atau dukun beranak. Cara-cara yang digunakan juga
beragam.
Aborsi yang dilakukan seorang dokter atau bidan pada umumnya dilakukan dalam
5 tahapan, yaitu:
1. Bayi dibunuh dengan cara ditusuk atau diremukkan didalam kandungan
2. Bayi dipotong-potong tubuhnya agar mudah dikeluarkan
3. Potongan bayi dikeluarkan satu persatu dari kandungan
4. Potongan-potongan disusun kembali untuk memastikan lengkap dan tidak tersisa
5.Potongan-potongan bayi kemudian dibuang ke tempat sampah / sungai, dikubur di
tanah kosong, atau dibakar di tungku
(1) (2)
Sedangkan seorang dukun beranak biasanya melaksanakan aborsi dengan cara memberi ramuan
obat pada calon ibu dan mengurut perut calon ibu untuk mengeluarkan secara paksa janin dalam
kandungannya. Hal ini sangat berbahaya, sebab pengurutan belum tentu membuahkan hasil yang
diinginkan dan kemungkinan malah membawa cacat bagi janin dan trauma hebat bagi calon ibu.

D.Penyebab Dari Kejadian Aborsi


Adapun para penyebab dari kejadian aborsi ini antara lain adalah:

1. Faktor ekonomi, di mana dari pihak pasangan suami isteri yang sudah tidak mau menambah
anak lagi karena kesulitan biaya hidup, namun tidak memasang kontrasepsi, atau dapat juga
karena kontrasepsi yang gagal.
2. Faktor penyakit herediter, di mana ternyata pada ibu hamil yang sudah melakukan pemeriksaan
kehamilan mendapatkan kenyataan bahwa bayi yang dikandungnya cacat secara fisik.
3. Faktor psikologis, di mana pada para perempuan korban pemerkosaan yang hamil harus
menanggung akibatnya. Dapat juga menimpa para perempuan korban hasil hubungan saudara
sedarah (incest), atau anak-anak perempuan oleh ayah kandung, ayah tiri ataupun anggota
keluarga dalam lingkup rumah tangganya.
4. Faktor usia, di mana para pasangan muda-mudi yang masih muda yang masih belum dewasa &
matang secara psikologis karena pihak perempuannya terlanjur hamil, harus membangun suatu
keluarga yang prematur.
5. Faktor penyakit ibu, di mana dalam perjalanan kehamilan ternyata berkembang menjadi
pencetus, seperti penyakit pre-eklampsia atau eklampsia yang mengancam nyawa ibu.
6. Faktor lainnya, seperti para pekerja seks komersial, ‘perempuan simpanan’, pasangan yang
belum menikah dengan kehidupan seks bebas atau pasangan yang salah satu/keduanya sudah
bersuami/beristri (perselingkuhan) yang terlanjur hamil.

E.Contoh Dan Cara Aborsi


Berikut ini adalah gambaran mengenai apa yang terjadi didalam suatu proses aborsi:
Pada kehamilan muda (dibawah 1 bulan).Pada kehamilan muda, dimana usia janin masih sangat
kecil, aborsi dilakukan dengan cara menggunakan alat penghisap (suction). Sang anak yang
masih sangat lembut langsung terhisap dan hancur berantakan. Saat dikeluarkan, dapat dilihat
cairan merah berupa gumpalan-gumpalan darah dari janin yang baru dibunuh tersebut.

Pada kehamilan lebih lanjut 1-3 bulan Pada tahap ini, dimana janin baru berusia sekitar beberapa
minggu, bagian-bagian tubuhnya mulai terbentuk. Aborsi dilakukan dengan cara menusuk anak
tersebut kemudian bagian-bagian tubuhnya dipotong-potong dengan menggunakan semacam
tang khusus untuk aborsi (cunam abortus). Anak dalam kandungan itu diraih dengan
menggunakan tang tersebut, dengan cara menusuk bagian manapun yang bisa tercapai. Bisa
lambung, pinggang, bahu atau leher. Kemudian setelah ditusuk, dihancurkan bagian-bagian
tubuhnya. Tulang-tulangnya di remukkan dan seluruh bagian tubuhnya disobek-sobek menjadi
bagian kecil-kecil agar mudah dikeluarkan dari kandungan. Dalam klinik aborsi, bisa dilihat
potongan-potongan bayi yang dihancurkan ini. Ada potongan tangan, potongan kaki, potongan
kepala dan bagian-bagian tubuh lain yang mungil. Anak tak berdosa yang masih sedemikian
kecil telah dibunuh dengan cara yang paling mengerikan.

Aborsi pada kehamilan lanjutan (3-6 bulan).Pada tahap ini, bayi sudah semakin besar dan
bagian-bagian tubuhnya sudah terlihat jelas. Jantungnya sudah berdetak, tangannya sudah bisa
menggenggam. Tubuhnya sudah bisa merasakan sakit, karena jaringan syarafnya sudah terbentuk
denganbaik.

Aborsi dilakukan dengan terlebih dahulu membunuh bayi ini sebelum dikeluarkan.
Pertama, diberikan suntikan maut (saline) yang langsung dimasukkan kedalam ketuban bayi.
Cairan ini akan membakar kulit bayi tersebut secara perlahan-lahan, menyesakkan pernafasannya
dan akhirnya – setelah menderita selama berjam-jam sampai satu hari – bayi itu akhirnya
meninggal.

Selama proses ini dilakukan, bayi akan berontak, mencoba berteriak dan jantungnya
berdetak keras. Aborsi bukan saja merupakan pembunuhan, tetapi pembunuhan secara amat keji.
Setiap wanita harus sadar mengenai hal ini.

Aborsi pada kehamilan besar (6 sampai 9 bulan).Pada tahap ini, bayi sudah sangat jelas
terbentuk. Wajahnya sudah kelihatan, termasuk mata, hidung, bibir dan telinganya yang mungil.
Jari-jarinya juga sudah menjadi lebih jelas dan otaknya sudah berfungsi baik.
Untuk kasus seperti ini, proses aborsi dilakukan dengan cara mengeluarkan bayi tersebut hidup-
hidup,kemudian,dibunuh.

Cara membunuhnya mudah saja, biasanya langsung dilemparkan ke tempat sampah,


ditenggelamkan kedalam air atau dipukul kepalanya hingga pecah. Sehingga tangisannya
berhenti dan pekerjaan aborsi itu selesai. Selesai dengan tuntas – hanya saja darah bayi itu yang
akan mengingatkan orang-orang yang terlibat didalam aborsi ini – bahwa pembunuhan keji telah
terjadi.

Semua proses ini seringkali tidak disadari oleh para wanita calon ibu yang melakukan
aborsi. Mereka merasa bahwa aborsi itu cepat dan tidak sakit, mereka tidak sadar karena dibawah
pengaruh obat bius. Mereka bisa segera pulang tidak lama setelah aborsi dilakukan.

Benar, bagi sang wanita, proses aborsi cepat dan tidak sakit. Tapi bagi bayi, itu adalah proses
yang sangat mengerikan, menyakitkan, dan benar-benar tidak manusiawi.

Kematian bayi yang tidak berdosa itu tidak disaksikan oleh sang calon ibu. Seorang
wanita yang kelak menjadi ibu yang seharusnya memeluk dan menggendong bayinya, telah
menjadi algojo bagi anaknya sendiri.

F.Resiko
Resiko Aborsi Khususnya Pada Remaja
Hubungan sex diluar nikah membawa cukup banyak dampak negatif bagi diri pelaku maupun
lingkungan sekitar. Mulai dari kemungkinan tertular penyakit, hingga kehamilan diluar nikah.
Hal ini juga menyebabkan / berdampak pula pada tingginya tingkat aborsi. Padahal perbuatan
aborsi, juga memiliki resiko yang sangat tinggi terhadap keselamatan dari perempuan itu sendiri.
Berikut ini resiko yang terjadi jika melakukan aborsi khususnya remaja:
1. Kematian karena terlalu banyak pendarahan
2. Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal
3. Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan.
4. Sobeknya rahim (Uterine Perforation)
5. Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak
berikutnya.
6. Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita)
7. Kanker indung telur (Ovarian Cancer)
8. Kanker leher rahim (Cervical Cancer)
9. Kanker hati (Liver Cancer)
10. Kelainan pada placenta/ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak
berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya.
11. Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease)
12. Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy)
13. Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)
14. Infeksi alat reproduksi karena melakukan kuretase (secara medis) yang dilakukan secara tak
steril. Hal ini membuat remaja mengalami kemandulan dikemudian hari setelah menikah.
15. Pendarahan sehingga remaja dapat mengalami shock akibat pendarahan dan gangguan
neurologist. Selain itu pendarahan juga dapat mengakibatkan kematian ibu maupun anak atau
keduanya.
16. Resiko terjadinya reptur uterus atau robeknya rahim lebih besar dan menipisnya dinding
rahim akibat kuretase. Kemandulan oleh karena robeknya rahim, resiko infeksi, resiko shock
sampai resiko kematian ibu dan anak yang dikandungnya.
17. Terjadinya fistula genital traumatis adalah suatu saluran atau hubungan antara genital dan
saluran kencing atau saluran pencernaan yang secara normal tidak ada.

G.Legal & Ilegal


Legal dalm aborsi yaitu melkaukan suatu tindakan aborsi dengan alasan medis dan adanya
kewenangan dari UU Kesehatan yang memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Berdasarkan indikasi medis yang kuat yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut;
b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian & kewenangan;
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami ataupun keluarganya;
d. Pada sarana kesehatan tertentu.
Ilega dalam aborsi yaitu melakukan suatu tindakan aborsi dengn alasan kehamilan yang tidak
diinginkan.Adapun alasan-alasan yang dikemukakan antara lain tidak ingin memiliki anak
karena khawatir mengganngu sekolah atau karir, tidak cukup uang untuk merawat anak atau tak
ingin memiliki anak tanpa ayah, alasan lainnya adalah karena masih terlalu muda (misalnya
karena hamil di luar nikah), menutupi aib atau karena sudah memiliki banyak anak. Alasan-
alasan tersebut seolah-olah jadi alibi sempurna demi melegalkan atau membenarkan tindak
aborsi.
H.Tindakan Hukum

Adapun ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan soal aborsi & penyebabnya dapat dilihat
pada:
KUHP Bab XIX Pasal 229,346 s/d 349:
Pasal 229: Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang perempuan atau menyuruhnya
supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu
hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau
denda paling banyak tiga ribu rupiah.
Pasal 346: Seorang perempuan yang dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling
lama empat tahun.
Pasal 347:
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
perempuan tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama duabelas
tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut, diancam dengan pidana
penjara paling lama limabelas tahun.
Pasal 348:
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
perempuan dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun
enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut, diancam dengan pidana
penjara tujuh tahun.
Pasal 349: Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan
berdasarkan pasal 346, ataupun membantu melakukan salah satu kejahatan dalam pasal 347 &
348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga & dapat
dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.
Dari rumusan pasal-pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Seorang perempuan hamil yang dengan sengaja melakukan aborsi atau ia menyuruh orang
lain, diancam hukuman empat tahun penjara.
2. Seseorang yang dengan sengaja melakukan aborsi terhadap ibu hamil dengan tanpa
persetujuan ibu hamil tersebut, diancam hukuman penjara 12 tahun, & jika ibu hamil tersebut
mati, diancam penjara 15 tahun penjara.
3. Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara & bila ibu
hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun penjara.
4. Jika yang melakukan & atau membantu melakukan aborsi tersebut seorang dokter, bidan
atau juru obat ancaman hukumannya ditambah sepertiganya & hak untuk berpraktik dapat
dicabut.
5. Setiap janin yang dikandung sampai akhirnya nanti dilahirkan berhak untuk hidup serta
mempertahankan hidupnya.
UU HAM, pasal 53 ayat 1(1): Setiap anak sejak dalam kandungan berhak untuk hidup,
mempertahankan hidup & meningkatkan taraf kehidupannya.

UU Kesehatan, pasal 15 ayat 1&2:


(1) Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya
dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
(2) Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan :
a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut.
b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian & kewenangan untuk itu & dilakukan
sesuai dengan tanggungjawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli.
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya.
d. Pada sarana kesehatan tertentu.
Pada penjelasan UU Kesehatan pasal 15 dinyatakan sebagai berikut:
(1) Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun dilarang,
karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan & norma
kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu atau
janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu.
(2) Butir a: Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil
tindakan medis tertentu, sebab tanpa tindakan medis tertentu itu ibu hamil & janinnya
terancam bahaya maut.
Butir b: Tenaga kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis tertentu adalah tenaga yang
memiliki keahlian & kewenangan untuk melakukannya, yaitu seorang dokter ahli kebidanan &
penyakit kandungan.
Butir c: Hak utama untuk memberikan persetujuan (informed consent) ada pada ibu hamil yang
bersangkutan, kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan
persetujuannya, dapat diminta dari suami atau keluarganya.
Butir d: Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga & peralatan
yang memadai untuk tindakan tersebut & telah ditunjuk pemerintah.
Namun sayangnya didalam UU Kesehatan ini belum disinggung soal masalah kehamilan akibat
perkosaan, akibat hubungan seks komersial yang menimpa pekerja seks komersial ataupun
kehamilan yang diketahui bahwa janin yang dikandung tersebut mempunyai cacat bawaan yang
berat.
(3) Dalam peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan dari pasal ini dijabarkan antara lain
mengenai keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian & kewenangan bentuk persetujuan, sarana kesehatan
yang ditunjuk.
UU Penghapusan KDRT, pasal 10 mengenai hak-hak korban pada butir (b): Korban berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis.
Di sini dicoba disimpulkan sesuatu & mempunyai persepsi dari pernyataan butir-butir pasal UU
KDRT sebelumnya yang saling berkaitan:

1. Pasal 2(a): Lingkup rumah tangga ini meliputi: Suami, isteri, anak.
2. Pasal 5: Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang
dalam lingkup rumahtangganya dengan cara:
a. Kekerasan fisik
b. Kekerasan psikis
c. Kekerasan seksual
d. Penelantaran rumah tangga
3. Pasal 8(a): Kekerasan seksual meliputi:
a. Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup
rumah tangga tersebut.
b. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan
orang lain untuk tujuan komersil dan/atau tujuan tertentu.
Dalam UU ini memang tidak disebutkan secara tegas apa yang dimaksud dengan ‘pelayanan
kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis’ pada pasal 10, namun apabila dikaitkan dengan
kekerasan seksual yang berefek pada kehamilan yang tidak diinginkan, maka korban
diasumsikan dapat meminta hak atas pelayanan medis untuk mengakhiri kehamilannya, karena
secara medis, korban akan mengalami stres ataupun depresi, & bukan tidak mungkin akan
menjadi sakit jiwa apabila kehamilan tersebut diteruskan.
Dari uraian penyebab inilah mungkin didapatkan gambaran mengenai penggolongan aborsi yang
akan dilakukan. Pada butir ke-5 sudah jelas dapat digolongkan pada aborsi terapetikus, sesuai
dengan UU Kesehatan pasal 15 tentang tindakan medis tertentu yang harus diambil terhadap ibu
hamil demi untuk menyelamatkan nyawa ibu. Butir ke-2 & 3, mungkin para ahli kesehatan &
ahli hukum dapat memahami alasan aborsi karena merupakan hal-hal yang di luar kemampuan
ibu, dimana pada butir ke 2, apabila bayi dibiarkan hidup, mungkin akan menjadi beban keluarga
serta kurang baiknya masa depan anak itu sendiri. Namun keadaan ini bertetangan dengan UU
HAM pasal 53 mengenai hak hidup anak dari mulai janin sampai dilahirkan, & pasal 54
mengenai hak untuk mendapatkan perawatan, pendidikan, pelatihan & bantuan khusus atas biaya
negara bagi setiap anak yang cacat fisik & mental. Pada butir ke 3, kemungkinan besar bayi tidak
akan mendapatkan kasih sayang yang layak, bahkan mungkin akan diterlantarkan ataupun
dibuang, yang bertentangan dengan UU Kesehatan pasal 4 tentang perlindungan anak mengenai
hak anak untuk hidup, tumbuh, berkembang & berpartisipasi secara wajar sesuai dgn harkat &
martabat kemanusiaan. Sedangkan bagi ibu yang merupakan korban pemerkosaan itu sendiri, hal
ini merupakan keputusan yang kurang adil apabila kehamilan akibat perkosaan itu dilanjutkan,
karena dia sendiri adalah korban suatu kejahatan, & pasti akan merupakan suatu beban
psikologis yang berat. Sedangkan pada butir 1, 4, & 6, jelas terlihat adalah kehamilan
diakibatkan oleh terjadinya hubungan seks bebas, yang apabila dilakukan tindakan aborsi, dapat
digolongkan pada aborsi provokatus kriminalis bertentangan dengan KUHP Pasal 346-349 &
UU Kesehatan pasal 4 tentang perlindungan anak.
Dari penjelasan tersebut, didapatkan gambaran mengenai aborsi legal & ilegal.
Untuk masyarakat dihimbau agar:
1. Sedapat mungkin menghindari hubungan suami isteri pada pasangan yang tidak/belum
menikah.
2. Bagi para suami isteri yang tidak merencanakan untuk menambah jumlah anak, agar
mengikuti program KB.
3. Bagi para pekerja seks komersial agar selalu menggunakan kondom pada saat melakukan
hubungan intim dengan pelanggannya.
4. Meningkatkan pengetahuan agama agar selalu terhindar dari perbuatan yang dilarang oleh
agamanya.
5. Menuntut pada pemerintah agar memberikan tindakan hukuman yang seberat-beratnya bagi
para pemerkosa ataupun pelaku tindakan pelecehan/kekerasan seksual lainnya, agar para
kriminal maupun calon pelaku kriminal ini berpikir panjang untuk melakukan tindakan-tindakan
tersebut.

I.Aborsi Menurut Islam

Para ulama fuqaha sepakat aborsi diharamkan dilakukan setelah 4 bulan kehamilan.
Pendapat ini dasarkan pada kenyataan bahwa peniupan ruh terjadi setelah 4 (empat) bulan
masa kehamilan. Abdullah bin Mas’ud berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda :
“Sesungguhnya setiap kamu terkumpul kejadiannya dalam perut ibumu selama 40 hari dalam
bentuk ‘nuthfah’, kemudian dalam bentuk ‘alaqah’ selama itu pula, kemudian dalam bentuk
‘mudghah’ selama itu pula, kemudian ditiupkan ruh kepadanya.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu
Dawud, Ahmad, dan Tirmidzi)
Maka dari itu, aborsi setelah kandungan berumur 4 bulan adalah haram, karena berarti
membunuh makhluk yang sudah bernyawa. Dan ini termasuk dalam kategori pembunuhan
yang keharamannya antara lain didasarkan pada dalil-dalil syar’i berikut.
Firman Allah SWT :
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena kemiskinan. Kami akan
memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu.” (TQS Al An’aam : 151)
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut miskin. Kami akan
memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu.” (TQS Al Isra` : 31 )
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan
dengan (alasan) yang benar (menurut syara’).” (TQS Al Isra` : 33)
“Dan apabila bayi-bayi yang dikubur hidup-hidup itu ditanya karena dosa apakah ia dibunuh.”
(TQS At Takwir : 8-9)
Berdasarkan dalil-dalil ini maka aborsi adalah haram pada kandungan yang bernyawa atau
telah berumur 4 bulan, sebab dalam keadaan demikian berarti aborsi itu adalah suatu tindak
kejahatan pembunuhan yang diharamkan Islam,
Tetapi para ulama fiqih berbeda pendapat jika aborsi dilakukan sebelum ditiupkannya ruh.
Sebagian memperbolehkan dan sebagiannya mengharamkannya.
Yang memperbolehkan aborsi sebelum peniupan ruh, antara lain Muhammad Ramli (w. 1596
M) dalam kitabnya An Nihayah dengan alasan karena belum ada makhluk yang bernyawa.
Ada pula yang memandangnya makruh, dengan alasan karena janin sedang mengalami
pertumbuhan.
Yang mengharamkan aborsi sebelum peniupan ruh antara lain Ibnu Hajar (w. 1567 M) dalam
kitabnya At Tuhfah dan Al Ghazali dalam kitabnya Ihya` Ulumiddin. Bahkan Mahmud Syaltut,
mantan Rektor Universitas Al Azhar Mesir berpendapat bahwa sejak bertemunya sel sperma
dengan ovum (sel telur) maka aborsi adalah haram, sebab sudah ada kehidupan pada
kandungan yang sedang mengalami pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi makhluk
baru yang bernyawa yang bernama manusia yang harus dihormati dan dilindungi
eksistensinya. Akan makin jahat dan besar dosanya, jika aborsi dilakukan setelah janin
bernyawa, dan akan lebih besar lagi dosanya kalau bayi yang baru lahir dari kandungan
sampai dibuang atau dibunuh (Masjfuk Zuhdi, 1993, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum
Islam, halaman 81; M. Ali Hasan, 1995, Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah
Kontemporer Hukum Islam, halaman 57; Cholil Uman, 1994, Agama Menjawab Tentang
Berbagai Masalah Abad Modern, halaman 91-93; Mahjuddin, 1990, Masailul Fiqhiyah
Berbagai Kasus Yang Yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini, halaman 77-79).
Adapun aborsi sebelum kandungan berumur 4 bulan, seperti telah diuraikan di atas, para
fuqoha berbeda pendapat dalam masalah ini. Akan tetapi menurut pendapat Abdul Qadim
Zallum (1998) dan Abdurrahman Al Baghdadi (1998), hukum syara’ yang lebih rajih (kuat)
adalah sebagai berikut.
Jika aborsi dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari, atau 42 (empat puluh dua) hari dari usia
kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin, maka hukumnya haram. Dalam hal ini
hukumnya sama dengan hukum keharaman aborsi setelah peniupan ruh ke dalam janin.
Sedangkan pengguguran kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya
boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa. (Abdul Qadim Zallum, 1998, Beberapa Problem Kontemporer
Dalam Pandangan Islam : Kloning, Transplantasi Organ, Abortus, Bayi Tabung, Penggunaan
Organ Tubuh Buatan, Definisi Hidup dan Mati, halaman 45-56; Abdurrahman Al Baghdadi,
1998, Emansipasi Adakah Dalam Islam, halaman 129 ).
Dalil syar’i yang menunjukkan bahwa aborsi haram bila usia janin setelah 40 hari atau 40
malam adalah hadits Nabi SAW berikut :
‘Jika nutfah (gumpalan darah) telah lewat empat puluh dua malam, maka Allah mengutus
seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut; dia membuat
pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulang belulangnya. Lalu malaikat
itu bertanya (kepada Allah),’Ya Tuhanku, apakah dia (akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki
atau perempuan ?’ Maka Allah kemudian memberi keputusan…’ (HR. Muslim dari Ibnu
Mas’ud RA)
Hadits di atas menunjukkan bahwa permulaan penciptaan janin dan penampakan anggota-
anggota tubuhnya, adalah setelah melewati 40 atau 42 malam. Dengan demikian,
penganiayaan terhadapnya adalah suatu penganiayaan terhadap janin yang sudah
mempunyai tanda-tanda sebagai manusia yang terpelihara darahnya (ma’shumud dam).
Tindakan penganiayaan tersebut merupakan pembunuhan terhadapnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka pihak ibu si janin, bapaknya, ataupun dokter, diharamkan
menggugurkan kandungan ibu tersebut bila kandungannya telah berumur 40 hari.
Siapa saja dari mereka yang melakukan pengguguran kandungan, berarti telah berbuat dosa
dan telah melakukan tindak kriminal yang mewajibkan pembayaran diyat bagi janin yang
gugur, yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan, atau sepersepuluh diyat manusia
sempurna (10 ekor onta), sebagaimana telah diterangkan dalam hadits shahih dalam masalah
tersebut. Rasulullah SAW bersabda :
‘Rasulullah SAW memberi keputusan dalam masalah janin dari seorang perempuan Bani
Lihyan yang gugur dalam keadaan mati, dengan satu ghurrah, yaitu seorang budak laki-laki
atau perempuan…’ (HR. Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah RA) (Abdul Qadim Zallum,
1998).
Sedangkan aborsi pada janin yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh
(ja’iz) dan tidak apa-apa. Ini disebabkan bahwa apa yang ada dalam rahim belum menjadi
janin karena dia masih berada dalam tahapan sebagai nutfah (gumpalan darah), belum
sampai pada fase penciptaan yang menunjukkan ciri-ciri minimal sebagai manusia.
Di samping itu, pengguguran nutfah sebelum menjadi janin, dari segi hukum dapat
disamakan dengan ‘azl (coitus interruptus) yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
kehamilan. ‘Azl dilakukan oleh seorang laki-laki yang tidak menghendaki kehamilan
perempuan yang digaulinya, sebab ‘azl merupakan tindakan mengeluarkan sperma di luar
vagina perempuan. Tindakan ini akan mengakibatkan kematian sel sperma, sebagaimana
akan mengakibatkan matinya sel telur, sehingga akan mengakibatkan tiadanya pertemuan sel
sperma dengan sel telur yang tentu tidak akan menimbulkan kehamilan.
Rasulullah SAW telah membolehkan ‘azl kepada seorang laki-laki yang bertanya kepada
beliau mengenai tindakannya menggauli budak perempuannya, sementara dia tidak
menginginkan budak perempuannya hamil. Rasulullah SAW bersabda kepadanya :
‘Lakukanlah ‘azl padanya jika kamu suka ! ‘ (HR. Ahmad, Muslim, dan Abu Dawud)
Namun demikian, dibolehkan melakukan aborsi baik pada tahap penciptaan janin, ataupun
setelah peniupan ruh padanya, jika dokter yang terpercaya menetapkan bahwa keberadaan
janin dalam perut ibu akan mengakibatkan kematian ibu dan janinnya sekaligus. Dalam kondisi
seperti ini, dibolehkan melakukan aborsi dan mengupayakan penyelamatan kehidupan jiwa ibu.
Menyelamatkan kehidupan adalah sesuatu yang diserukan oleh ajaran Islam, sesuai firman
Allah SWT :
“Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah
memelihara kehidupan manusia semuanya.” (TQS Al Maidah : 32)
Di samping itu aborsi dalam kondisi seperti ini termasuk pula upaya pengobatan. Sedangkan
Rasulullah SAW telah memerintahkan umatnya untuk berobat. Rasulullah SAW bersabda :
‘Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia ciptakan pula
obatnya. Maka berobatlah kalian !’ (HR. Ahmad)
Kaidah fiqih dalam masalah ini menyebutkan :
“Idza ta’aradha mafsadatani ru’iya a’zhamuha dhararan birtikabi akhaffihima”
“Jika berkumpul dua madharat (bahaya) dalam satu hukum, maka dipilih yang lebih ringan
madharatnya.” (Abdul Hamid Hakim, 1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawa’id
Al Fiqhiyah, halaman 35).
Berdasarkan kaidah ini, seorang wanita dibolehkan menggugurkan kandungannya jika
keberadaan kandungan itu akan mengancam hidupnya, meskipun ini berarti membunuh
janinnya. Memang mengggugurkan kandungan adalah suatu mafsadat. Begitu pula hilangnya
nyawa sang ibu jika tetap mempertahankan kandungannya juga suatu mafsadat. Namun tak
syak lagi bahwa menggugurkan kandungan janin itu lebih ringan madharatnya daripada
menghilangkan nyawa ibunya, atau membiarkan kehidupan ibunya terancam dengan
keberadaan janin tersebut (Abdurrahman Al Baghdadi, 1998).
Pendapat yang menyatakan bahwa aborsi diharamkan sejak pertemuan sel telur dengan sel
sperma dengan alasan karena sudah ada kehidupan pada kandungan, adalah pendapat yang
tidak kuat. Sebab kehidupan sebenarnya tidak hanya wujud setelah pertemuan sel telur
dengan sel sperma, tetapi bahkan dalam sel sperma itu sendiri sudah ada kehidupan, begitu
pula dalam sel telur, meski kedua sel itu belum bertemu. Kehidupan (al hayah) menurut
Ghanim Abduh dalam kitabnya Naqdh Al Isytirakiyah Al Marksiyah (1963) halaman 85 adalah
“sesuatu yang ada pada organisme hidup.” (asy syai` al qa`im fi al ka`in al hayyi).
Ciri-ciri adanya kehidupan adalah adanya pertumbuhan, gerak, iritabilita, membutuhkan
nutrisi, perkembangbiakan, dan sebagainya. Dengan pengertian kehidupan ini, maka dalam
sel telur dan sel sperma (yang masih baik, belum rusak) sebenarnya sudah terdapat
kehidupan, sebab jika dalam sel sperma dan sel telur tidak ada kehidupan, niscaya tidak akan
dapat terjadi pembuahan sel telur oleh sel sperma. Jadi, kehidupan (al hayah) sebenarnya
terdapat dalam sel telur dan sel sperma sebelum terjadinya pembuahan, bukan hanya ada
setelah pembuahan.
Berdasarkan penjelasan ini, maka pendapat yang mengharamkan aborsi setelah pertemuan
sel telur dan sel sperma dengan alasan sudah adanya kehidupan, adalah pendapat yang
lemah, sebab tidak didasarkan pada pemahaman fakta yang tepat akan pengertian
kehidupan (al hayah). Pendapat tersebut secara implisit menyatakan bahwa sebelum
terjadinya pertemuan sel telur dan sel sperma, berarti tidak ada kehidupan pada sel telur dan
sel sperma. Padahal faktanya tidak demikian. Andaikata katakanlah pendapat itu diterima,
niscaya segala sesuatu aktivitas yang menghilangkan kehidupan adalah haram, termasuk ‘azl.
Sebab dalam aktivitas ‘azl terdapat upaya untuk mencegah terjadinya kehidupan, yaitu
maksudnya kehidupan pada sel sperma dan sel telur (sebelum bertemu).
Padahal ‘azl telah dibolehkan oleh Rasulullah SAW. Dengan kata lain, pendapat yang
menyatakan haramnya aborsi setelah pertemuan sel telur dan sel sperma dengan alasan
sudah adanya kehidupan, akan bertentangan dengan hadits-hadits yang membolehkan ‘azl.

BAB IV
KESIMPULAN

Menurut etika dan profesionalisme keperawatan, serta agama, pelaksanaan aborsi pada kasus ini
dapat diperbolehkan, karena memenuhi syarat-syarat terntentu yang telah ditetapkan. Namun
menurut hukum hal ini masih rancu. Ada ketidakcocokan antara KUHP dengan UU Kesehatan,
sehingga penulis berpendapat bahwa dalam kasus ini aborsi tidak dibenarkan dan tidak perlu
dilakukan.

Dengan alasan medis tertentu yang berhubungan dengan keselamatan nyawa ibu, memang
tindakan aborsi diperbolehkan. Namun dalam kasus ini, depresi yang dimaksud diatas belum
dapat menjadi alasan kuat pengguguran janin tersebut, karena depresi tidak membahayakan
nyawa ibu. Aborsi yang dibenarkan secara hukum adalah apabila kehamilan mengancam jiwa
dan keselamatan ibu. Sehingga, dalam kasus ini pasien sebaiknya disarankan untuk meneruskan
kehamilannya. Depresi dan trauma psikologis selanjutnya dapat ditangani dengan terapi
psikologis.

Berdasarkan kode etik dapatlah kiranya ditarik kesimpulan sebagai berikut:


1. aborsi secara umum dibagi atas aborsi spontan & aborsi provokatus (buatan). Aborsi
provokatus (buatan) secara aspek hukum dapat golongkan menjadi dua, yaitu aborsi provokatus
terapetikus (buatan legal) & aborsi provokatus kriminalis (buatan ilegal).
2. Dalam perundang-undangan Indonesia, pengaturan tentang aborsi terdapat dalam dua undang-
undang yaitu KUHP & UU Kesehatan.
3. Dalam KUHP diatur ancaman hukuman melakukan aborsi (pengguguran kandungan, tidak
disebutkan soal jenis aborsinya), sedangkan aborsi buatan legal (terapetikus atau medisinalis, &
tidak disebutkan soal ancaman hukuman), diatur dalam UU Kesehatan.
4. Belum ada peraturan perundangan yang mengatur soal hak-hak otonomi korban kehamilan
akibat perkosaan, kekerasan seksual dalam rumah tangga ataupun kehamilan dengan bayi yang
cacat kelainan herediter (bawaan).
5. Penghayatan & pengamalan sumpah profesi & kode etik masing-masing tenaga kesehatan,
secara tidak langsung dapat mengurangi terjadinya aborsi buatan ilegal, lebih lagi jika diikuti
dengan pendalaman & pemahaman ajaran

Kesimpulan menurut syariah islam yaitu kita harus memahami bahwa aborsi
bukan masalah kesehatan semata namun merupakan problem sosial masyarakat yang terkait
dengan faham kebebasan yang dianut atau mempengaruhi suatu masyarakat. Faham ini
merupakan pintu masuk akan kasus-kasus aborsi yang banyak terjadi. Maka pemecahannya
haruslah dilakukan secara komprehensif-fundamental-radikal, yang intinya adalah dengan
mencabut sikap taqlid kepada peradaban dan budaya Barat yang bertentangan dengan Islam,
untuk kemudian digantikan dengan peradaban Islam yang manusiawi dan adil.

Hukum aborsi dalam pandangan Islam menegaskan keharaman aborsi jika umur
kehamilannya sudah 4 (empat) bulan, yakni sudah ditiupkan ruh pada janin. Untuk janin yang
berumur di bawah 4 bulan, para ulama telah berbeda pendapat. Jadi ini memang masalah
khilafiyah.
Namun menurut pemahaman kami, pendapat yang rajih (kuat) adalah jika aborsi dilakukan
setelah 40 (empat puluh) hari, atau 42 (empat puluh dua) hari dari usia kehamilan dan pada
saat permulaan pembentukan janin, maka hukumnya haram. Sedangkan pengguguran
kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak
apa-apa. Wallahu a’lam.
DAFTAR PUSTAKA
Dorland. 2002. Kamus Kedokteran Edisi 29. Jakarta : EGC.
Fauzi, Ahmad. Lucianawaty, Mercy. Hanifah, Laily. Bernadette, Nur. 2002. Aborsi di Indonesia.
Field, Tiffany. Diego, Miguel. Dieter, John. Hernandez-Reif, Maria. Schanberg, Saul. Kuhn,
Cynthia. Yando, Regina. Bendell, Debra. 2004. Prenatal Depression Effects on The Fetus and
The Newborn.
Majelis Kehormatan Etika Kedokteran. 2002. Kode Etik Kedokteran Indonesia. Jakarta : Majelis
Kehormatan Etika Kedokteran.
Majelis Ulama Indonesia. 2005. Fatwa MUI no.4 tahun 2005 Tentang Aborsi. Jakarta :
Presiden RI. 1992. UU no. 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan.
Wahyuningsih, H.P. Hera, A.Y. 2005. Etika Profesi Kebidanan. Yogyakarta : Fitrayama.
Wikipedia. 2008. Aborsi
Wujoso, Hari. 2008. KUHP.
Diposkan oleh Isthy Qama Dewy di 06.01
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

1 komentar:

1.

Anonim8 Mei 2014 15.13

mantab

Balas

Muat yang lain...


Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Pengikut
Assalamu'alaikum
Welcome ya..
Total Tayangan Laman Yuuk sharing.. !!

ARSIP
21,199
 ► 2014 (5)
Mengenai Saya
 ► 2013 (10)

 ▼ 2012 (21)
o ► Desember (3)
o ► November (2)
o ► Oktober (2)
Isthy Qama Dewy o ▼ Juli (5)
Isthy Qama Dewi.19 Tahun. Palu-  Ada apa dengan CINTA ?
Sulteng..Mahasiswi Sekolah Tinggi  Pelangi
Ilmu Kesehatan.  Makalah Aborsi
Lihat profil lengkapku  Makalah Mengenai Virus
 Malam Dingin
o ► Juni (9)

Anda mungkin juga menyukai