Anda di halaman 1dari 8

3) klasifikasi dari kista

Tabel klasifikasi WHO 1992

Developmental Inflammatory
Kista Odontogenik Kista Nonodontogenik
Kista Erupsi Kista Duktus Nasopalatinus Kista radikular (Apikal dan
(kanal Insisivus) (5-10 %) Lateral) (60-75%)
Kista Dentigerous (10-15 %) Kista Nasolabial (Naso Kista Residual
Kista Periodontal Lateral Alveolar) Kista Paradental (3-5 %)
Keratosis Odontogenik (kista
Primordila) (5-10 %)
Kista Gingiva pada Bayi
(Epstein’s Pearsls)
Kista Gingiva Pada Dewasa
Kista Odontogenik Glandular;
Kista sioalo-odontogenik

Oral Pathology 2nd Edition

7 ) Mekanisme terbentuknya kista


1. Inisiasi kista
Inisiasi kista mengakibatkan proliferasi batas epithelia dan pembentukan suatu kavitas kecil. Inisiasi
pembentukan kista umumnya berasal dari epithelium odontogenic. Bagaimanapun rangsangan yang
mengawali proses ini tidak diketahui. Faktor-faktor yang terlibat dalam pembentukan suatu kista
adalah proliferasi epithelia, akumulasi cairan dalam kavitas kista dan resorpsi tulang.
2. Pembesaran kista
Proses ini umumnya sama pada setiap jenis kista yang memiliki batas epithelium. Tahap pembesaran
kista meliputi peningkatan volume kandungan kista, peningkatan area permukaan kantung kista,
pergeseran jaringan lunak disekitar kista dan resorpsi tulang.
a. Peningkatan volume kandungan kista
Infeksi pada pulpa non-vital merangsang sisa sel malasez pada membran periodontal periapikal
untuk berproliferasi dan membentuk suatu jalur menutup melengkung pada tepi granuloma
periapikal, yang pada akhirnya membentuk suatu lapisan yang menutupi foramen apikal dan diisi
oleh jaringan granulasi dan sel infiltrasi melebur.
Sel-sel berproliferasi dalam lapisan dari permukaan vaskular jaringan penghubung sehingga
membentuk suatu kapsul kista. Setiap sel menyebar dari membran dasar dengan percabangan
lapisan basal sehingga kista dapat membesar di dalam lingkungan tulang yang padat dengan
mengeluarkan faktor-faktor untuk meresorpsi tulang dari kapsul yang menstimulasi pembentukan
osteoclast.
b. Proliferasi epitel
Pembentukan dinding dalam membentuk proliferasi epitel adalah salah satu dari proses penting
peningkatan permukaan area kapsul dengan akumulasi kandungan seluler. Pola mulrisentrik
pertumbuhan kista membawa proliferasi sel-sel epitel sebagai keratosis mengakibatkan ekspansi
kista. Aktifitas kolagenase meningkatkan kolagenalisis. Pertumbuhan tidak mengurangi batas epitel
akibat meningkatnya mitosis. Adanya infeksi merangsang sel-sel seperti sisa sel malasez untuk
berploriferasi dan membentuk jalur penutup. Jumlah lapisan epitel ditentukan oleh periode viabilitas
tiap sel dan tingkat maturasi serta deskuamasinya.
c. Resorpsi tulang
Seperti percabangan sel-sel epitel, kista mampu untuk membesar di dalam kavitas tulang yang padat
dengan mengeluarkan fakor resorpsi tulang dari kapsul yang merangsang fungsi osteoklas (PGE2).
Perbedaan ukuran kista dihasilkan dari kuantitas pengeluaran prostaglandin dan faktor-faktor lain
yang meresorpsi tulang.

(Warren. 2009)

5) GAMBARAN KLINIS DARI KISTA

Gambaran Klinis kista dentigerous:


• Berkembang disekitar mahkota gigi yang tidak erupsi/ gigi supernumerary
• Pemeriksaan klinis menunjukkan suatu missing, pembengkakan yang keras (hard swelling) dan
biasanya mengakibatkan asimetri wajah.
• Khasnya pasien tidak merasakan nyeri dan ketidaknyamanan
- Gambaran RO
• Lokasi
Epicenter kista tepat diatas mahkota gigi yang bersangkutan, biasanya M3 maxilla atau mandibula,
atau yang paling sering terjadi adalah C maxilla. Kista melekat pada CEJ. Terkadang kista berkembang
dari aspek lateral follicle, menempati area disamping mahkota.
• Batas Luar dan Bentuk
Secara khas memiliki batas luar yang tegas (well-defined cortex) dengan garis berkurva atau sirkular.
• Struktur Internal
Bagian internal radiolusen secara menyeluruh kecuali mahkota gigi.
• Pengaruh pada struktur sekitar
Kista ini cenderung memindahkan (menggerakkan) dan meresorbsi gigi geligi tetangganya. Biasanya
pada direksi apical. Contohnya : M3 mandibula dapat digerakkan pada region condilar atau
coronoid/ hingga cortex inferior dr mandibula.

Gambaran klinis Kista erupsi:


1.kista erupsi menyebabkan pembengkakan yang licin di atas gigi yang sedang erupsi,yang bisa
mempunyai warna gingival yang normal,ataupun biru.
2. biasanya tanpa nyeri kecuali jika terinfeksi.
3. lunak dan berfluktuasi
4.kadang-kadang terdapat lebih dari satu kista .
Gambaran radiologi
Kista bisa membuat bayangan lunak,tetapi biasanya tidak melibatkan tulang ,kecuali kripta terbuka
yang terdilatasi yang bisa terlihat pada radiograf.

Gambaran klinis Residual Kista:


• Asymtomatik
• Sering ditemukan pada pemeriksaan RO daerah edentulous
• Mungkin terjadi ekspansi pada rahang atau nyeri pada kasus dengan infeksi sekunder
- Gambaran RO
• Lokasi
Terjadi pada kedua rahang
Lebih sering pada mandibula
Epicenter terletak pada lokasi periapikal
Pada mandibula ; epicenter selalu diatas canal inferior alveolar nerve
• Batas dan Bentuk
Memiliki garis tepi cortical kecuali jika menjadi infeksi sekunder. Bentuk kista residual ini adalah oval
atau bulat.
• Struktur Internal
Radiolusen, kalsifikasi bisa terdapat pada kista lama.
Kista residual dapat menyebabkan displacement gigi atau resorbsi. Kista bisa invaginasi pada antrum
maxilla atau menekan saluran inferior alveolar nerve.

Gambaran klinis Naso- palatine duct cyst (incisive canal cyst):


• Asimtomatik atau dengan gejala minor yang dapat di tolerir dalam jangka waktu yang lama.
• Kista ini berbentuk kecil, pembengkakan berbatas tegas tepat pada posterior papila palatin.
• Pembengkakan biasanya fluktuan dan berwarna biru jika terdapat di permukaan.
• Perluasan kista dapat berpenetrasi pada plate labial dan mengakibatkan pembengkakan dibawah
frenulum labial maksila. Terkadang lesi dapat meliputi rongga hidung dan merusak septum nasal.
• Mengakibatkan gigi geligi menjadi divergen
- Gambaran Radiograf
• Kista ini terletak pada foramen nasopalatin meluas ke posterior untuk melibatkan palatum durum.
• Kista ini berbatas jelas, bayangan dari nasal spine terkadang superimpose yang mengakibatkan
kista berbentuk seperti hati.
• Struktur interna radiolusensi secara total, terkadang terjadi kalsifikasi distrofik interna yang
mengakibatkan radioopasitis menyebar.
• Efek kista ini mengakibatkan divergensi akar insisif sentral dan resorpsi akar serta pergeseran dari
nasal fosa ke arah superior.

- Gambaran klinis Nasolabial cyst (nasoalveolar cyst)


• Pembengkakan unilateral pada pembungkus nasolabial dan dapat menyebabkan nyeri atau
ketidaknyamanan jika kista berukuran kecil.
• Jika kista berukuran besar dapat masuk ke dalam kavitas nasal yang dapat menyebabkan obstruksi,
pengembangan alae hidung, distorsi nostril hidung da pembesaran bibir atas
- Gambaran Radiograf
• Lokasinya dekat prosesus alveolaris diatas apeks insisif karena kista ini merupakan lesi jaringan
lunak sehingga radiograf tidak cukup jelas.
• Lesi berbentuk sirkular atau oval dengan peninggian ringan jaringan lunak pada tepi kista.
• Struktur internal radiolusensi homogen
• Mengakibatkan erosi tulang , peningkatan prosesus alveolar dibawah kista dan apikal insisif,
distorsi border inferior fosa nasal.

(Fragiskos, D. 2007)

11) PENANGANAN KISTA DENTIGEROUS:

Perawatan kista dentigerus:


Kista dentigerus yang kecil ditangani dengan enukleasi yg juga dilakukan dengan membuang gigi
yang tidak erupsi tersebut.
Kista dentigerus yang besar membutuhkan tindakan marsupialisasi. Tindakan ini merupakan
prosedur awal sebelum dilakukannya tindakan bedah untuk mengurangi besarnya kista sehingga
kerusakan tulang akibat tertekan kista bertambah kecil. Setelah itu kista dapat dibuang dengan
tindakan bedah yg minimal.
Komplikasi yang dapat terjadi pada tindakan marsupialisasi maupun enukleasi adalah perdarahan,
parestesi maupun fraktur, namun prognosa setelah dilakukannya kedua tindakan adalah baik
(David. 2003)

Penatalaksanaan kista
a. Enukleasi
- Merupakan proses pengangkatan seluruh lesi kista tanpa terjadinya perpecahan pada kista. Kista
itu sendiri dapat dilakukan enukleasi karena lapisan jaringan ikat antara komponen epitelial
(melapisi aspek anterior kista) dan dinding kista yang bertulang pada rongga mulut. Lapisan ini akan
lepas dan kista dapat diangkat dari kavitas yang bertulang. Proses enukleasi sama dengan
pengangkatan periosteum dari tulang. Enukleasi pada kista seharusnya dilakukan secara hati – hati
untuk mencegah terjadinya lesi rekuren.

- Indikasi :
• Pengangkatan kista pada rahang
• Ukuran lesi kecil (d < 2 mm), sehingga tidak banyak melibatkan struktur jaringan yang berdekatan

 Enukleasi merupakan suatu cara untuk membuang kista pada rahang dan sebaiknya
dilakukan pada semua kista di rahang yang bisa dibuang dengan aman tanpa mengorbankan
banyak struktur yang berdekatan dengan kista.

- Keuntungan :
• Pemeriksaan patologi dari seluruh kista dapat dilakukan
• Pasien tidak dilakukan perawatan untuk kavitas marsupialisasi dengan irigasi konstan
• Jika akses flap mucoperiosteal sudah sembuh, pasien tidak merasa terganggu lebih lama oleh
kavitas kista yang ada

 Semua bagian kista bisa diambil


 Eksisi awal biopsy sudah bisa merawat lesi
 Pasien tidak harus khawatir mengenai rongga marsupial

- Kerugian :
Jika beberapa kondisi diindikasikan untuk marsupialisasi, enukleasi bersifat merugikan seperti :
• Fraktur rahang
• Devitalisasi pada gigi
• Impaksi gigi
• Banyak jaringan normal yang terlibat

 Pada keadaan yang diindikasikan untuk marsupialisasi, enukleasi akan merugikan. Contohnya
dapat membahayakan jaringan normal, fraktur rahang, devitalisasi gigi.

- Teknik :
• Insisi
• Flap mucoperiosteal
• Pembuangan tulang pada aspek labial dari lesi
• Osseous window untuk membuka bagian lesi
• Pengangkatan kista dari kavitas menggunakan hemostate & kuret
• Menjahit daerah pembedahan
• Penyembuhan mukosa & remodelling tulang, dimana terbentuk jaringan granulasi pada dinding
kavitas yang bertulang dalam waktu 3-4 hari. Dan remodelling tulang akan terjadi selama 6 – 12
bulan.

b. Marsupialisasi
- Merupakan metode pembedahan yang menghasilkan surgical window pada dinding kista,
mengevakuasi isi kista dan memelihara kontinuitas antara kista dan rongga mulut, sinus maksilary
atau rongga nasal. Proses ini mengurangi tekanan inrakista dan meningkatkan pengerutan pada
kista. Marsupialisasi dapat digunakan sebaga terapi tunggal atau sebagai tahap preeliminary dalam
perawatan dengan enukleasi.
- Indikasi :
• Jumlah jaringan yang terluka
Dekatnya kista dengan struktur vital berarti keterlibatan jaringan tidak baik jika dilakukan enukleasi.
Contoh : jika enuklesi pada kista menyebabkan luka pada struktur neurovaskular mayor atau
devitalisasi gigi sehat, sebaiknya diindikasikan metode marsupialisasi.
• Akses pembedahan
Jika akses untuk pengangkatan kista sulit, sebaiknya dilakukan marsupialisasi untuk mencegah lesi
rekuren.
• Bantuan erupsi gigi
Jika gigi tidak erupsi (dentigerous cyst), marsupialisasi dapat memberikan jalur erupsi ke rongga
mulut.
• Luas pembedahan
Untuk pasien dengan kondisi medik yang kurang baik, marsupialisasi merupakan alternatif yang
tepat dibandingkan enukleasi, karena prosedurnya yang sederhana dan sedikit tekanan untuk
pasien.
• Ukuran kista
Pada kista yang sangat besar, adanya resiko fraktur rahang selama enukleasi. Ini lebih baik dilakukan
marsupialisasi, setelah remodelling tulang dapat dilakukan enukleasi.

- Keuntungan :
• Prosedur yang dilakukan sederhana
• Memisahkan struktur vital dari kerusakan akibat pembedahan (Mengurangi kerusakan pada
struktur vital)

- Kerugian :
• Jaringan patologi kemungkinan masih tertinggal di dalam kavitas
• Tidak dapat dilakukan pemeriksaan histologi secara teliti
• Terselip debris makanan akibat adanya kavitas
• Pasien harus irigasi kavitas beberapa kali setiap hari

- Teknik :
• Diberikan antibiotik sistemik, untuk pasien dengan kondisi yang tidak sehat
• Pemberian anastesi lokal
• Aspirasi kista, jika aspirasi dapat memperkuat diagnosis kista, prosedur marsupialisasi dapat
dilakukan
• Insisi awal, biasanya sirkular / ellips dan menghasilkan saluran yang besar (1 cm atau lebih besar) di
dalam kavitas kista.
• Jika lapisan atas tulang tebal, osseous window dibelah secara hati – hati dengan round bur atau
rongeurs
• Pengambilan isi kista
• Menjahit tepi luka hingga membentuk sseperti kantung
• Irigasi kavitas kista untuk menghilangkan beberapa fragmen residual debris
• Masukkan iodoform gauze ke dalam kavitas kista
• Irigasi kavitas rutin selama 2 minggu
• Menjahit daerah pembedahan
c. Enukleasi dengan kuretase
- Dimana setelah dilakukan enukleasi, dilakukan kuretase untuk mengangkat 1 – 2 mm tulang sekitar
periphery kavitas kista. Ini dilakukan untuk membuang beberapa sel epitelial yang tersisa pada
dinding kavitas.
- Indikasi :
• Jika dokter melakukan pengangkatan keratosis odontogenik, dimana keratosis odontogenik
memiliki potensi yang tinggi untuk rekuren.
• Jika terdapat beberapa kista rekuren setelah dilakukan pengangkatan kista
- Keuntungan :
Jika enukleasi meninggalkan sel – sel epitelium, kuretase dapat mengangkat sisa – sisa epitelium
tersebut, sehingga kemungkinan untuk rekuren minimal.

- Kerugian :

Kuretase lebih merusak tulang dan jaringan yang berdekatan. Pulpa gigi kemungkinan akan hilang
suplai neurovaskularnya ketika kuretase dilakukan dekat dengan ujung akar. Kuretase harus
dilakukan dengan ketelitian yang baik untuk mencegah terjadinya resiko ini.
- Teknik :
• Kista dienukleasi atau diangkat
• Memeriksa kavitas serta stryktur yang berdekatan dengannya
• Melakukan kuretase dengan rigasi steril untuk mengangkat lapisan tulang 1 – 2 mm sekitar kavitas
kista
• Dibersihkan dan ditutup
d. Marsupialisasi disertai enukleasi
- Dilakukan jika terjadi penyembuhan awal setelah dilakukan marsupialisasi tetapi ukuran kavitas
tidak berkurang.
- Teknik :
• Kista pertama kali dimarsupialisasi
• Menunggu penyembuhan tulang, untuk mencegah terjadinga fraktur rahang saat melakukan
enukleasi
• Terjadi penurunan ukuran kista
• Dilakukan enukleasi

Enukleasi merupakan metode perawatan pada kista dengan ukuran yang tidak begitu besar, yaitu
pengambilan terhadap kapsul jaringan ikat dan sekaligus mengikutsertakan lapisan epitel secara
keseluruhan.

Tindakan marsupialisasi merupakan indikasi pada kasus kista yang besar dan mengenai struktur yang
berbahaya atau dengan resiko, serta apabila tindakan enukleasi tidak memungkinkan.

(Saleh, dkk: Odontektomi Gigi Molar Ketiga Mandibula Impaksi Ektopik dengan Kista Dentigerous
secara Ekstraoral.MKGK. Desember 2015; 1(2): 85-91e-ISSN: 2460-0059)

Pedersen, Gordon W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut (Oral Surgery)/Gordon W.
Pedersen; alih bahasa, Purwanto, Basoeseno; editor, Lilian Yuwono. Jakarta : EGC

Birnbaum, Warren. 2009. Diagnosis Kelainan Dalam Mulut : petunjuk bagi klinisi/penulis,
Warren Birnbaum, Stephen M. Dunne; alih bahasa, Hartono Ruslijanto, Enny M. Rasyad ;
editor edisi bahasa indonesia, Lilian Juwono. Jakarta : EGC

Fragiskos, D. 2007. Oral Surgery. Berlin : Springer

Principles of oral and Maxillofacial Surgery 5th ed. Berlin: Blackwell Science.

Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta : EGC. Wray, David. 2003

Anda mungkin juga menyukai