Anda di halaman 1dari 7

PEMBAHASAN

Rata-rata HCl yang dibutuhkan untuk titrasi

rata-rata volume yang dibutuhkan


30
20
10
0 kontrol
Kulkas perlakuan
inkubator
Pendingin suhu
ruang

Kulkas
inkubator suhu ruang
Pendingin
perlakuan 21.775 16.2 19.1
kontrol 20.1 21 22.5

Jumlah Volume CO2 Respirasi Kecambah Kacang Hijau pada


Beberapa Kondisi
0.006
0.0058
0.0056
Axis Title

0.0054
0.0052
0.005
0.0048
0.0046
kulkas
inkubator suhu ruang
pendingin
perlakuan 0.00504625 0.0059104 0.0054383
kontrol 0.00505 0.005494 0.005244
Column1

Respirasi adalah proses pelepasan energi kimia, molekul-molekul organik


dalam sel pada mitokondria. Pada proses fotosintesis terjadi pembentukan gula
dari molekul CO2 dan H2O dengan bantuan cahaya matahari. Pelepasan energi
kimia dalam respirasi ini terjadi melalui dua proses penting, yaitu berlangsung
antara lain: Proses oksidasi, disini terjadi pelepasan hidrogen atau hidrogenase
dimana pada proses aerobik penerima elektron terakhir adalah O2, disini O2
sebagai adaptor, proses perombakan molekul dimana akbat dari oksidatif ikatan
karbon dari moleku dirombak sehingga akhirnya hanya tinggal satu
karbondioksida (Dermawan, 1983).

Respirasi juga merupakan aspek alamiah dari metabolism sel yang


meliputi proses-proses oksidasi bahan organik bersaa dengan terjadinya reaksi
molekul oksigen membentuk air dan pembebasan energi dalam bentuk posfat
berenergi tinggi atau yang disebut ATP. Proses respirasi terjadi dapat dilihat
dengan adanya pembebasan CO2, pembentukan air, dan penyusunan bahan kering
dari jaringan yang melakukan respirasi .Substrat awal respirasi adalah glukosa.
Berasal dari senyawa polimer, seperti pati, fruktan, disakarida. Senyawa organic
lain dapat juga dipakai sebagai substrat seperti lipid, asam organic, dan protein.
Macam substrat yang dipakai dapat diketahui dengan mengukur jumlah O2 yang
dipaki dengan CO2 yang dilepaskan yang disebut dengan respirasi kuosien
(Burhan, Walyati dkk.1997).

Praktikum respirasi yang dilakukan peniliti dilakukan pada tumbuhan


kecambah kacang hijau yang dibungkus dengan kain kasa masing-masing sebanya
25 g. Pori-pori yang dihasilkan dari kain kasa cukup besar sehingga menyebabkan
oksigen dan karbon dioksidam mampu melewati ruang atau celah pada kasa
ketika respirasi berlangsung. Disediakan larutan KOH 0,5 N dalam botol selai
masing-masing 100ml dan kecambah dimasukkan tanpa menyentuh larutan
kemudian ditutp rapat dengan tujuan agar tidak ada faktor dari luar yang
mengganggu dan mampu mempengaruhi hasil pengamatan. KOH 0,5 N berfungsi
sebagai larutan yang dapat berikatan dengan karbondioksida hasil dari respirasi
kecambah. KOH 0,5 N yang mengikat karbondioksida akan membentuk kalium
bikarbonat yang merupakan karbondioksida terlarut. Persamaan reaksinya sebagai
berikut :
KOH + CO2 K2CO3 + H2O
Kemudian dilakukan penitrasi dengan metode titrasi asidimetri yang
berarti titrasi penetralan basa (KOH 0,5 N) dengan menggunakan senyawa asam.
Senyawa asam yang digunakan adalah asam kuat HCl 0,1 N . Fungsi titrasi ini
untuk mengetahui jumlah CO2 yang terikat NaOH. Sebelum dititrasi dengan HCl
0,1 N, larutan dari rangkaian praktikum diatas diambil sebanyak 10 ml dan
ditambahan BaCl2 0,5 N. Penambahan BaCl 0,5 N berfungsi untuk mengendapkan
karbondioksida yang telah diikat oleh KOH 0,5 N. Persamaan reaksinya dapat
dituliskan sebagai berikut :
BaCl2 + K2CO3 BaCO3 + 2 KCl
Larutan yang awalnya berwarna bening kemudian berubah menjadi keruh
hal ini disebabkan karena terbentuk endapan putih dari hasil penambahan larutan
BaCl2. Kemudian larutan tersebut diteteskan indikator fenolptalein (indicator pp).
Indikator yang berwarna merah ini menyebabkan perubahan warna pada larutan
menjadi merah muda. Indikator pp berfungsi untuk memudahkan mengamati
perubahan warna ketika larutan dititrasi. Setelah itu larutan dititrasi dengan asam
kuat yaitu HCl hingga larutan berubah warna menjadi bening kembali. Warna
dapat kembali bening menunjukkan bahwa larutan basa telah bereaksi sempurna
dengan asam sehingga larutan menjadi netral. Larutan yang dititrasi adalah KOH
sisa yaitu KOH yang tidak berikatan dengan CO2 (larutan kontrol tanpa
kecambah). Persamaan reaksinya sebagai berikut :
KOH + HCl KCl + H2O
Jumlah karbon dioksida yang dilepaskan oleh kecambah pada proses
repirasi aerob berbanding terbalik dengan jumlah HCl yang diteteskan ketika
titrasi. Semakin banyak CO2 yang dilepaskan maka semakin banyak juga KOH
yang terikat dengan CO2. Hal ini menyebabkan KOH sisa sedikit dan titrasi
dengan HCl juga sedikit.
Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan
faktor Q10, dimana umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap
kenaikan suhu sebesar 10oC, namun hal ini tergantung pada masing-masing
spesies. Bagi sebagian besar bagian tumbuhan dan spesies tumbuhan,
Q10respirasi biasanya 2,0 sampai 2,5 pada suhu antara 5oC dan 25°C. Bila suhu
meningkat lebih jauh sampai 30oC atau 35°C, laju respirasi tetap meningkat, tapi
lebih lambat, jadi Q10 mulai menurun. Penjelasan tentang penurunan Q10 pada
suhu yang tinggi ini adalah bahwa laju penetrasi O2 ke dalam sel lewat kutikula
atau periderma mulai menghambat respirasi saat reaksi kimia berlangsung dengan
cepat. Difusi O2 dan CO2 juga dipercepat dengan peningkatan suhu, tapi Q10
untuk proses fisika ini hanya 1,1 ; jadi suhu tidak mempercepat secara nyata difusi
larutan lewat air. Peningkatan suhu sampai 40°C atau lebih, laju respirasi malahan
menurun, khususnya bila tumbuhan berada pada keadaan ini dalam jangka waktu
yang lama. Nampaknya enzim yang diperlukan mulai mengalami denaturasi
dengan cepat pada suhu yang tinggi, mencegah peningkatan metabolik yang
semestinya terjadi. Kemungkinan penjelasannya ialah jangka waktu dua jam
sudah cukup lama untuk merusak sebagian enzim respirasi. (Tcherkez, 2009).

Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat bahwa suhu turut berpengaruh


terhadap laju respirasi aerob. Rangkaian praktikum respirasi yang diletakkan di
suhu kamar, inkubator dan pendingin yang memiliki suhu yang berbeda dapat
dihitung jumlah CO2 yang dilepaskan dengan melihat banyaknya HCl yang
dibutuhkan saat titrasi. Kecambah yang diletakkan pada suhu kamar jumlah
volume HCl pada saat titrasi rata-rata volumenya adalah 19,1 ml. dan untuk
kontrol sebanyak 22,5 ml. Pada inkubator untuk perlakuan rata-rata volume HCl
yang diperlukan untuk melakukan titrasi adalah 16,2 ml dan untuk kontrol
sebanyak 21 ml. Pada kulkas pendingin untuk perlakuan rata-rata volume HCl
yang dibutuhkan adalah 21,775 ml sedangkan kontrol yang dibutuhkan 20,1 ml.

Laju respirasi dari kecambah kacang hijau pada kulkas pendingin lebih
besar dibanding dengan pada suhu ruangan dan pada perlakuan inkubator respirasi
paling kecil dibanding pada suhu kamar dan pada kulkas pendingin. Hal ini berarti
bahwa respirasi pada tumbuhan lebih efektif jika diletakkan pada suhu dingin.
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Sunu dan Wartoyo (2006) bahwa
penyimpanan dalam suhu rendah mampu mempertahankan kualitas tanaman,
memperpanjang masa simpan hasil pertanian karena dapat menurunkan proses
respirasi, memperkecil transisi, menghambat perkembangan mikrobia. Aktivitas
suatu enzim itu sangat dipengaruhi oleh temperatur. Kebanyakan enzim telah
binasa pada temperatur jauh di bawah titik didih air. Banyak pula enzim yang
menjadi non aktif jika berada dalam larutan yang temperaturnya naik sampai 60oC
atau 70oC (Dwijoseputro, 1985).

Dilakukan dua kali titrasi. Volume CO2 respirasi tiap jam kecambah kacang
hijau dalam perhitungannya didapatkan nilai tertinggi untuk perlakuan pada suhu
kamar adalah 0,0054383 liter dan untuk kontrol nilai tertinggi adalah 0,005244
liter. Pada suhu incubator nilai tertinggi untuk perlakuan ini adalah 0,0059104
liter dan untuk kontrol nilainya adalah 0,005494 liter. Pada suhu kulkas pendingin
nilai tertinggi untuk perlakuan ini adalah 0,00504625 liter dan untuk kontrol
nilainya adalah 0,00505 liter. Dari praktikum yang dilakukan peneliti, diketahui
hasil yang didapatkan dari perhitungan volume rata-rata HCl berbanding dengan
perhitungan volume CO2 hasil respirasi. Hal ini kemungkinan HCl untuk penitrasi
yang dibutuhkan harusnya lebih sedikit sehingga jumlah CO2 dalam larutan dapat
banyak karena semakin banyak CO2 yang dilepaskan maka KOH yang terikat
dengan CO2 semakin banyak yang dapat menyebabkan KOH tersisa sedikit dan
titrasi yang dihasilkan HCl juga sedikit.
KESIMPULAN

1. Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan saling berkaitan, karena
semakin tinggi suhu maka laju respirasi juga akan semakin meningkat dan
CO2 yang dilepaskan juga akan bertambah jumlahnya.
2. Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat bahwa suhu turut berpengaruh
terhadap laju respirasi aerob. Rangkaian praktikum respirasi yang
diletakkan di suhu kamar, inkubator dan pendingin yang memiliki suhu
yang berbeda dapat dihitung jumlah CO2 yang dilepaskan.
3. Diketahui hasil perhitungan volume rata-rata HCl berbanding dengan
perhitungan volume CO2 hasil respirasi. HCl untuk penitrasi yang
dibutuhkan harusnya lebih sedikit sehingga jumlah CO2 dalam larutan
dapat banyak karena semakin banyak CO2 yang dilepaskan maka KOH
yang terikat dengan CO2 semakin banyak yang dapat menyebabkan KOH
tersisa sedikit dan titrasi yang dihasilkan HCl juga sedikit.
RUJUKAN

Burhan, Walyati dkk. 1997. Buku Ajar Fisiologi Tumbuhan. Universitas Andalas.
Padang.

Dermawan dan Baharsjah. 1983. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT Gramedia.


Jakarta.

Dwijoseputro, D. 1985. Pengantar Fisiologi Tumbuhan.Gramedia. Jakarta.

Tcherkez, Guillaume, Aline Mahe, dkk. 2009. Biology Journal: In Folio


Respiratory Fluxomics Revealed by C Isotopic Labeling and H/D Isotope
Effects Highlight the Noncyclic Nature of the Tricarboxylic Acid “Cycle” in
Illiminated Leaves. Plant Physiology, October 2009, Vol. 151, pp. 620-630.

Anda mungkin juga menyukai