Anda di halaman 1dari 70

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Ansietas bisa dialami siapa saja dari latar belakang sosial, budaya maupun
ekonomi. Selain itu ansietas dapat menyerang lanjut usia, wanita, pria remaja dan
dewasa bahkan anak-anak sekalipun. Ansietas adalah perasaan yang dialami
ketika terlalu mengkhawatirkan kemungkinan peristiwa yang menakutkan yang
terjadi di masa depan yang tidak bisa dikendalikan jika itu terjadi, dan akan dinilai
sebagai ‘mengerikan’, atau dapat mengungkapkan bahwa kita adalah orang yang
benar-benar tidak mampu menata pikiran diri sendiri.
Pada dasarnya seluruh manusia itu dalam keadaan seimbang, namun dalam
hidup pasti ada masalah yang harus dihadapi, ada yang diterima dengan baik
adapula yang harus diproses, bahkan ditolak. Namun, masalah tak dapat ditolak
tetapi pikiran ingin menolak itulah yang menyebabkan cemas, stres sampai
depresi. Fenomena belakangan ini di kota-kota besar, bahkan di Negara maju
terutama Indonesia menunjukkan peningkatan tajam terhadap perilaku cemas
yang berlebihan atau ansietas, hal ini kelihatannya disebabkan oleh kondisi
ekonomi negara kita yang masih belum stabil, sehingga semakin banyak orang
yang mengalami kecemasan, stres, sampai depresi.
Menurut penelitian kecenderungan pengidap gangguan jiwa meningkat,
hal ini dapat dilihat dari data Bank Dunia pada 1995. Disebutkan bahwa telah
terjadi kehilangan hari-hari produktif (disability adjusted life years) di beberapa
negara, sebesar 8,1 % dari total Global Burden Disease akibat gangguan
kesehatan jiwa. Angka ini tercatat lebih tinggi jika dibandingkan dengan penyakit
lain seperti tuberculosis (7,2 %), kanker (5,8%), penyakit jantung (4,4 %) maupun
malaria (2,6%). Gangguan kecemasan diperkirakan mengidap 1 dari 10 orang.
Menurut data National Institute of Mental Health (2005) di Amerika Serikat
terdapat 40 juta orang mengalami gangguan kecemasan pada usia 18 tahun sampai
pada usia lanjut.

1
Obat-obatan yang digunakan untuk menekan ansietas sudah berkembang
sejak 1950 hingga sekarang. Hingga kini, antiansietas masih merupakan
penangkal utama, baik yang memiliki aksi tunggal maupun ganda.
Gangguan depresif adalah salah satu jenis gangguan jiwa yang paling
sering terjadi. Prevalensi gangguan depresif pada populasi dunia adalah 3-8 %
dengan 50% kasus terjadi pada usia produktif yaitu 20-50 tahun. World Health
Organization menyatakan bahwa gangguan depresif berada pada urutan keempat
penyakit di dunia. Gangguan depresif mengenai sekitar 20% wanita dan 12% laki
laki pada suatu waktu dalam kehidupan. Pada tahun 2020 diperkirakan jumlah
penderita gangguan depresif semakin meningkat dan akan menempati urutan
kedua penyakit di dunia.
Gambaran mengenai besarnya masalah kesehatan jiwa, baik anak-anak
maupun dewasa, dapat dilihat dari Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
tahun 1995 yang dilakukan oleh Badan Litbangkes Depkes RI dengan
menggunakan rancangan sampel dari Susenas – BPS (Badan Pusat Statistik)
terhadap 65.664 rumah tangga. Temuannya menunjukkan bahwa prevalensi
Gangguan Jiwa (kode diagnosis F00-F99) per 1000 anggota rumah tangga adalah
sebagai berikut :
 Gangguan mental emosional (lebih dari 15 tahun) : 140/1000
 Gangguan mental emosional (5 -14 tahun) : 104/1000
Prevalensi di atas 100 per 1000 anggota rumah tangga dianggap sebagai
masalah kesehatan masyarakat yang penting (priority public health problem).
Untuk gangguan mental emosional “dewasa” (lebih dari 15 tahun) didapatkan
angka prevalensi sebagai berikut :
 Psikosis : 3/1000
 Demensia : 4/1000
 Retardasi Mental : 5/1000
 Gangguan jiwa lain : 5/1000
Dilihat dari tingginya angka penderita dan akibat dari gangguan depresif
maka gangguan ini perlu mendapat perhatian dari semua pihak. Apoteker dengan
pelayanan kefarmasiannya dapat berperan serta untuk mengindentifikasi gejala

2
gangguan depresif, memberikan konseling tentang terapi yang dipakai, obat yang
dikonsumsi, monitoring efek samping obat yang dikonsumsi penderita.
Dengan mengetahui dan memahami etiologi, proses interaksi biologik,
psikologik, dan sosial, serta terapi gangguan depresif diharapkan apoteker dapat
berperan aktif dalam proses penyembuhan penderita.

1.2. RUMUSAN MASALAH


Rumusan permasalah yang didapat untuk makalah adalah sebagai berikut :
a. Apa yang dimaksud dengan ansietas dan depresi?
b. Bagaimana epidemiologi dari ansietas dan depresi?
c. Bagaimana patofisiologi dari ansietas dan depresi?
d. Bagaimana etiologi dari ansietas dan depresi?
e. Bagaimana tanda-tanda dan gejala klinis dari ansietas dan depresi?
f. Bagaimana cara mendiagnosa terjadinya ansietas dan depresi?
g. Bagaimana penatalaksanaan terapi pada ansietas dan depresi?

1.3. TUJUAN PENULISAN


Makalah ini bertujuan untuk :
a. Mengetahui definisi dari ansietas dan depresi.
b. Mengetahui epidemiologi dari ansietas dan depresi.
c. Mengetahui patofisiologi dari ansietas dan depresi.
d. Mengetahui etiologi dari ansietas dan depresi.
e. Mengetahui tanda-tanda dan gejala klinis dari ansietas dan depresi.
f. Mengetahui cara mendiagnosa terjadinya ansietas dan depresi.
g. Mengetahui penatalaksanaan terapi pada ansietas dan depresi.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. ANSIETAS ATAU KECEMASAN


2.1.1. DEFINISI
Kecemasan adalah emosi yang paling sering dialami, berupa kekhawatiran
atau rasa takut yang tidak dapat dihindari dari hal-hal yang berbahaya dan dapat
menimbulkan gejala-gejala atau respon tubuh. Kecemasan (ansietas) adalah
perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi (Videbeck Sheila
L.2008). Kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak menyenangkan, yang
ditandai oleh perasaan-perasaan subjektif seperti ketegangan, ketakutan, dan
kekhawatiran dan juga ditandai dengan aktifnya sistem saraf pusat (Trismiati,
2004).
Gejala kecemasan, baik sifatnya akut maupun kronik (menahun)
merupakan komponen utama bagi hampir semua gangguan kejiwaan (psychiatric
disorder). Secara klinis gejala kecemasan dibagi dalam beberapa kelompok yaitu :
gangguan cemas menyeluruh (generalized anxiety disorder / GAD), gangguan
panik (panic disorder), gangguan phobia (phobik disorder), dan gangguan obsesif-
komplusif (obsessive-complusive disorder/OCD).
Ansietas adalah suatu gejala yang tidak menyenangkan, sensasi cemas,
takut dan terkadang panik akan suatu bencana yang mengancam dan tidak
terelakkan yang dapat atau tidak berhubungan dengan rangsang eksternal
(Fracchione, 2004). Kecemasan berbeda dengan rasa takut, karakteristik rasa takut
yaitu adanya obyek dan dapat diidentifikasi serta dapat dijelaskan oleh individu.
Kecemasan/ansietas adalah keadaan individu atau kelompok mengalami
perasaan gelisah (penilaian atau opini) dan aktivitas sistem saraf autonom dalam
berespons terhadap ancaman yang tidak jelas, non spesifik (Capernito, 2001).
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ansietas adalah
respons emosi tanpa objek, berupa perasaan takut dan kekhawatiran yang tidak
jelas dan berlebihan dan disertai berbagai gejala sumatif yang menyebabkan
gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau penderitaan yang jelas bagi pasien.

4
Kecemasan merupakan suatu perubahan suasana hati, perubahan didalam
dirinya sendiri yang timbul dari dalam tanpa adanya rangsangan dari luar.
Mustamir Pedak (2009:30) membagi kecemasan menjadi tiga jenis kecemasan
yaitu :
a. Kecemasan Rasional
Merupakan suatu ketakutan akibat adanya objek yang memang
mengancam, misalnya ketika menunggu hasil ujian. Ketakutan ini dianggap
sebagai suatu unsur pokok normal dari mekanisme pertahanan dasariah kita.
b. Kecemasan Irrasional
Yang berarti bahwa mereka mengalami emosi ini dibawah keadaan-
keadaan spesifik yang biasanya tidak dipandang mengancam.
c. Kecemasan Fundamental
Kecemasan fundamental merupakan suatu pertanyaan tentang siapa
dirinya, untuk apa hidupnya, dan akan kemanakah kelak hidupnya berlanjut.
Kecemasan ini disebut sebagai kecemasan eksistensial yang mempunyai peran
fundamental bagi kehidupan manusia.

2.1.2. EPIDEMIOLOGI
Sebanyak duapertiga gangguan depresi memiliki gejala ansietas yang
menonjol dan sepertiga mungkin memenuhi criteria gangguan cemas. Dikatakan
bahwa gangguan ansietas biasanya lebih banyak dibandingkan dengan gangguan
depresi.
Jenis kelamin wanita 2-3 kali lebih sering terkena dari laki-laki, walaupun
kurangnya diagnosis gangguan cemas pada laki-laki mungkin berperan dalam
distribusi yang tidak sama tersebut. Perbedaan antara kelompok Hiscemas, kulit
non-Hiscemas dan kulit hitam adalah sangat kecil. Factor social satu-satunya yang
dikenali berperan dalam perkembangan gangguan cemas adalah riwayat belum
lama. Sebagai contohnya gangguan cemas telah dilaporkan terjadi pada anak-anak
dan remaja dan keungkinan kurangnya diagnosis pada mereka.
Survei terkini di Amerika (1996) melaporkan bahwa 15-33% pasien yang
datang berobat ke dokter non psikiater merupakan pasien dengan gangguan
mental. Dari jumlah tersebut minimal sepertiganya menderita gangguan

5
kecemasan. Di Indonesia penelitian yang dilakukan di Puskesmas Kecamatan
Tambora Jakarta Barat tahun 1984 menunjukkan bahwa di puskesmas jumlah
gangguan kesehatan jiwa yang sering muncul sebagai gangguan fisik adalah
28,73% untuk dewasa dan 34,39% untuk anak.

2.1.3. PATOFISIOLOGI
1. Model Noradrenergik.
Model ini menunjukkan bahwa sistem saraf otonomik pada penderita
ansietas hipersensitif dan bereaksi berlebihan terhadap berbagai rangsangan.
Locus coeruleus mempunyai peranan dalam mengatur ansietas, yaitu dengan
mengaktivasi pelepasan norepinefrin (NE) dan merangsang sistem saraf
simpatik dan parasimpatik. Aktivitas berlebihan noradrenergik yang kronik
menurunkan jumlah α-2 adrenoreseptor pada penderita gangguan kecemasan
umum atau Generalized Anxiety Disorder (GAD) dan gangguan stress pasca
trauma atau Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Pasien dengan
gangguan kecemasan sosial atau Social Anxiety Disorder (SAD) nampaknya
mempunyai respon adrenokortikal yang berlebihan terhadap tekanan
psikologis atau kejiwaan.
2. Model Reseptor Asam γ-Aminobutirat (GABA)
GABA adalah neurotransmiter inhibitor utama di sistem saraf pusat
(SSP). Benzodiazepin (BZ) meningkatkan atau mengurangi efek
penghmbatan GABA, dimana BZ mempunyai efek pengontrolan atau
penghambatan yang kuat pada sistem serotonin (5-HT), Norepinefrin (NE),
dan dopamin (DA). Gejala ansietas mungkin berhubungan dengan penurunan
aktivitas system GABA atau penurunan jumlah reseptor pusat BZ. Pada
penderita GAD, ikatan BZ di lobus temporalis kiri dikurangi. Sensitivitas
abnormal terhadap sifat antagonis tempat ikatan BZ dan pengurangan ikatan
ditunjukkan pada kondisis gangguan kepanikan atau panic disorder. Respon
hormon pertumbuhan (growth hormone) terhadap baklofen pada penderita
SAD pada uumnya menunjukkan adanya ketidaknormalan pada fungsi
GABAB pusat. Ketidaknormalan penghambatan GABA dapat menyebabkan
peningkatan respon terhadap tekanan atau stres pada penderita PTSD.

6
3. Model Serotonin (5-HT)
Gejala-gejala GAD menggambarkan transmisi 5-HT yang berlebihan
atau rangsangan berlebihan pada jalur stimulasi 5-HT. Pasien SAD
mempunyai respon prolaktin yang lebih besar terhadap rangsangan. Buspiron,
menunjukkan peningkatan respon serotogenik pusat. Peranan 5-HT pada
gangguan kepanikan tidak jelas, tetapi mungkin berperan pada perkembangan
anticipatory anxiety. Data awal menunjukkan bahwa 5-HT dan 5-HT2
antagonis metaklorofenilpiperasin (µPP) menyebabkan peningkatan ansietas
pada derita PTSD.
4. Pasien PTSD mengalami hipersekresi Corticotropin Releasing Factor, tetapi
menunjukkan kadar kortisol di bawah normal pada trauma akut dan kronis.
Disregulasi Hypothalamic-Pituitary-Adrenal Axis (HPA Axis) mungkin
merupakan faktor resiko perkembangan PTSD.

2.1.4. ETIOLOGI
Kecemasan adalah respon psikologik terhadap stress yang mengandung
komponen fisiologik dan psikologik. Perasaan takut atau tidak tenang yang
sumbernya tidak dikenali. Penyebab pasti gangguan kecemasan tidak diketahui,
banyak gangguan ini disebabkan oleh kombinasi faktor, termasuk perubahan di
otak dan stres lingkungan. Seperti penyakit tertentu, misalnya diabetes, gangguan
kecemasan dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan kimia dalam tubuh.
Penelitian telah menunjukkan bahwa stres berat atau jangka panjang dapat
mengubah keseimbangan kimia dalam otak yang mengendalikan mood. Penelitian
lain menunjukkan bahwa orang dengan gangguan kecemasan tertentu memiliki
perubahan struktur otak tertentu yang mengontrol memori atau mood. Faktor
lingkungan tertentu seperti trauma atau peristiwa penting dapat memicu gangguan
kecemasan. Kecemasan terjadi ketika seseorang merasa terancam baik secara
psikis atau psikologik (seperti harga diri, gambaran diri, atau identitas diri). Selain
itu, penyebab dari ansietas yaitu dari faktor biologis, faktor kognitif, faktor
neurobiologik, faktor psikososial dan faktor psikologik.

7
1. Faktor Biologis
Penelitian tentang dasar biologis untuk gangguan cemas telah
menghasilkan berbagai temuan, bahwa gejala gangguan cemas dapat
disebabkan oleh berbagai kelainan biologis didalam struktur otak dan fungsi
otak. Penelitian tersebut dan penelitian lainnya telah menghasilkan hipotesis
yang melibatkan disregulasi sistem saraf perifer dan pusat didalam
patofisiologi gangguan cemas. Sistem saraf otonom pada beberapa pasien
gangguan cemas telah dilaporkan menunjukkan peningkatan tonus simpatik,
beradaptasi secara lambat terhadap stimuli yang berulang dan berespon secara
berlebihan terhadap stimuli. Sistem neurotransmiter utama yang terlibat
adalah norepinefrin, serotonin dan asam y-aminobutirat (GABA).
2. Faktor Kognitif
Cemas sebagai manisfestasi dari penyimpangan berpikir dan membuat
persepsi/kebiasaan/prilaku individu memandang secara berlebihan terhadap
suatu bahaya.
3. Faktor Neurobiologik
Penelitian menunjukkan bahwa sistem saraf otonom atau
nonadregenic berperan dalam menyebabkan seseorang mengalami
kecemasan. Abnormalitas regulasi substansi neurotransmitter seperti
serotonin dan GABA (gamma-aminobutyric acid) berperan dalam
perkembangan cemas. Amygdala sebagai pusat komunikasi antara bagian
otak yang memproses input sensori dan bagian otak yang yang
menginterpretasikan input (amygdala mengidentifikasikan informasi sensori
yang masuk sebagai ancaman dan kemudian menimbulkan perasaan cemas
atau takut). Amygdala berperan dalam phobia, mengkoordinasikan rasa takut,
memori, dan emosi, dan semua respon fisik terhadap situasi yang penuh
dengan stresor Locus Ceruleus (LC), adalah satu area otak yang mengawali
respon terhadap suatu bahaya dan mungkin respon tersebut berlebihan pada
beberapa individu sehingga menyebabkan seseoranng mudah mengalami
cemas (khususnya PTSD {Post traumatic sindrom disorder}). Hippocampus
bertanggung jawab terhadap stimuli yang mengancam dan berperan dalam
pengkodean informasi ke dalam memori Striatum, berperan dalam kontrol

8
motorik yang terlibat dalam OCD (Obsessive Compulsive Disorder), paparan
bahaya, atau trauma fisik dan psikologis.

4. Faktor Psikososial
Baik teori kognitif perilaku dan psikoanalitik telah dikembangkan untuk
menjelaskan patogenesis gangguan cemas dan agrophobia. Teori kognitif
perilaku menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu respon yang dipelajari
baik dari perilaku modeling orang tua atau melalui proses pembiasaan klasik.
Teori psikoanalitik memandang serangan cemas sebagai akibat dari
pertahanan yang tidak berhasil dalam melawan impuls yang menyebabkan
kecemasan. Sesuatu yang sebelumnya merupakan suatu sinyal kecemasan
ringan berubah menjadi suatu perasaan ketakutan yang melanda, lengkap
dengan gejala somatik.
Peneliti menyatakan bahwa penyebab serangan panik kemungkinan
melibatkan alam bawah sadar, peristiwa yang menegangkan, atau patogenesis
serangan cemas mungkin berhubungan dengan faktor neurofisiologis yang
dipicu oleh reaksi psikologis.
5. Faktor Psikologik
- Marah
- Harga diri rendah
- Pemalu pada masa kanak-kanak
- Orang tua yang pemarah
- Terlalu banyak kritik
- Ketidak nyamanan dengan Agresi

9
- Seksual Abuse
- Mengalami peristiwa yang menakutkan

2.1.5. TANDA-TANDA DAN GEJALA KLINIS


Gangguan kecemasan merupakan suatu gangguan yang memiliki ciri
kecemasan atau ketakutan yang tidak realistik, juga irrasional, dan tidak dapat
secara intensif ditampilkan dalam cara-cara yang jelas. Fitri Fauziah & Julianty
Widuri (2007:77) membagi gangguan kecemasan dalam beberapa jenis, yaitu :
1. Gangguan cemas menyeluruh/ umum (Generalized Anxiety Disorder)
Generalized Anxiety Disorder (GAD) adalah kekhawatiran yang
berlebihan dan bersifat pervasif, disertai dengan berbagai simtom somatik,
yang menyebabkan gangguan signifikan dalam kehidupan sosial atau pekerjaan
pada penderita, atau menimbulkan stres yang nyata. Gejala gangguan
kecemasan menyeluruh/umum (GAD), yaitu:
Dampak Buruk
Gejala
Psikologis dan Kognitif Fisik
No.
Kecemasan yang berlebihan Gelisah Sosial, pekerjaan, atau
1.
tempat fungsional penting
lainnya
Kekhawatiran yang sulit Letih Kemampuan
2.
dikendalikan penanggulangan /
pengetasan masalah yang
rendah
Perasaan cemas/ gelisah Otot tegang
3.
sebelum sesuatu terjadi

Sulit berkonsentrasi atau Sulit tidur


4.
pikiran kosong dan mudah
marah

10
Algoritma terapi

2. Gangguan panik ( Panic Disorder)


Gangguan panik memiliki karakteristik terjadinya serangan panik yang
spontan dan tidak terduga. Serangan panik adalah suatu episode ansietas yang
cepat, intens dan meningkat yang berlangsung 15 sampai 30 menit, ketika
individu mengalami ketakutan emosional yang besar juga ketidaknyamanan
fisiologis. Gangguan panik mencakup munculnya serangan panic yang
berulang dan tidak terduga.
Serangan-serangan panic melibatkan reaksi kecemasan yang intens disertai
dengan simtom-simtom fisik seperti : sulit bernafas, nafas tersengal, jantung
berdetak kencang, mual, rasa sakit didada, berkeringat dingin, dan gemetar.
Hal lain yang penting dalam diagnosa gangguan panik adalah bahwa individu

11
merasa setiap serangan panik merupakan pertanda datangnya kematian atau
kecacatan.
Serangan panic berulang adalah episode intermiten tingkat ansietas atau
rasa takut paling tinggi yang berlangsung 15 sampai 30 menit, disertai empat
atau lebih gejala berikut :
 Frekuensi jantung cepat, jantung berdegup keras, atau frekuensi jantung
sangat meningkat
 Berkeringat
 Gemetar, menggigil
 Merasa tidak mampu bernafas
 Nyeri dada
 Mual atau distress gastrointestinal
 Pening pusing atau merasa ingin pingsan
 Merasa segala sesuatu tidak nyata atau merasa terpisah dari diri sendiri
(depersonalisasi)
 Khawatir menjadi gila atau kehilanagn kendali
 Takut akan segera menignggal
 Hot flash, kedinginan sampai menggigil
 Khawatir akan berulangnya serangan panic dengan menghindari tempat
atau orang yang membuat serangan panic muncul.
Kriteria dari penderita panik adalah apabila dalam tiga minggu terdapat
sekurang-kurangnya tiga kali serangan panik dan individu tersebut tidak dalam
keadaan kerja fisik yang berat, atau dalam situasi yang mengancam kehidupan.
Para pengidap gangguan ini biasanya akan mengkonsumsi minuman yang
beralkohol, menelan obat-obatan, dan secara sadar selalu menghindari situasai
yang kiranya akan menimbulkan penyakitnya ini sebagai usaha untuk
menenangkan diri. Gejala-gejala serangan panik, yaitu :

12
Gejala – Gejala Serangan Panik
Psikologis Fisik

1. Depersonalisasi (perubahan persepsi diri 1. Gelisah


sendiri, sehingga sensasi terhadap kenyataan 2. Nyeri perut
menjadi hilang atau berubah untuk sementara, 3.Rasa sakit/tidak
dimanifestasikan dalam suatu perasaan yang nyaman pada dada
tidak nyata atau perasaan lain dalam diri 4. Kedinginan
sendiri). 5. Pusing
2. Derealisasi (Hilangnya sensasi realitas dari 6. Rasa tercekik
lingkungan : persaan bahwa sesuatu telah 7. Wajah menjadi merah
terjadi, dan dunia telah berubah atau pindah, 8. Palpitasi
yang satu terpisah dari lingkungannya) 9. Mual
3. Takut kehilangan kendali/kontrol 10. Parestesia
4. Takut menjadi gila 11. Nafas pendek
5. Takut mati/meninggal 12. Bekeringat
13. Takikardi
14. Gemetar

Algoritma terapi

13
3. Gangguan fobia (Phobic Disorder)
 Fobia Spesifik
Yaitu suatu ketakutan yang tidak diinginkan karena kehadiran atau
antisipasi terhadap obyek atau situasi yang spesifik.
 Fobia Sosial (Social Anxiety Disorder)
Merupakan suatu ketakutan yang tidak rasional dan menetap, biasanya
berhubungan dengan kehadiran orang lain. Individu menghindari situasi
dimana dirinya dievaluasi atau dikritik, yang membuatnya merasa terhina
atau dipermalukan, dan menunjukkan tanda-tanda kecemasan atau
menampilkan perilaku lain yang memalukan. Gejala-gejala fobia sosial,
yaitu:

Gejala – Gejala Gangguan Fobia Sosial


 Rasa takut/ ketakutan
1. Diamati dengan cermat oleh orang lain
2. Dipermalukan
3. Dihina
 Beberapa situasi yang menakutkan
1. Pidato dihadapan semua orang
2. Makan / menulis dihadapan orang lain
3. Berinteraksi dengan pejabat terkenal
4. Berbicara dihadapan umum
5. Berbicara dengan orang asing
6. Menggunakan toilet umum
 Gejala Fisik
1. Wajahnya merah kemalu-maluan
2. Gugup atau gembira yang berlebihan tentang sesuatu hal
3. Diare
4. Berkeringat
5. Takikardi
6. Gemetar

14
 Jenis / tipe
1. Tipe umum : Rasa takut dan sifat menghindar pada banyak situasi
sosial
2. Tipe tidak umum : Rasa takut terbatas pada satu atau dua situasi

Algoritma terapi
SAD

Comorbid depression, 2nd Urgency to treat, no


anxiety disorder, or history of substance abuse
substance abuse

Paroxetine, setraline Benzodiazepine (BZ)


or venlafaxine XR

Response: No Response : Partial Response :


continue Switch to Consider
for 12 another SSRI or augmentation
months venlafaxine XR with buspirone

Inadequate Response:
Switch to phenelzine
Inadequate Response :
Response : Continue
SSRI ± BZ for 12
Non Response: Response : month
Consider Continue for 12
Gabapentin months

4. Gangguan stress pasca trauma (Post Traumatic Stress Disorder/PTSD)


Post Traumatic Stress Disorder / PTSD adalah gangguan kecemasan yang
dapat terjadi setelah mengalami atau menyaksikan suatu peristiwa traumatik.

15
Peristiwa traumatik adalah peristiwa yang mengancam nyawa seperti
pertempuran militer, bencana alam, insiden teroris, kecelakaan yang serius,
atau penyerangan fisik/seksual pada orang dewasa atau pada anak-anak. Gejala
gangguan stres pasca trauma, yaitu:

Gejala Gangguan Stres Pasca Trauma


 Gejala yang berulang
1. Ingatan berulang tentang trauma yang mengalir dan
mengkhawatirkan
2. Mimpi-mimpi berulang yang mengganggu tentang suatu
kejadian
3. Perasaan bahwa peristiwa traumatik tersebut akan terjadi
4. Reaksi psikologi terhadap ingatan akan trauma
 Gejala-gejala menghindar/avoidance
1. Menghindari pembicaraan tentang trauma
2. Menghindari pemikiran atau perasaan tentang trauma
3. Menghindari kegiatan-kegiatan yang dapat mengingatkan pada
kejadian tersebut
4. Menghindari orang-orang / tempat-tempat yang dapat
membangkitkan ingatan akan trauma
5. Ketidakmampuan untuk mengingat aspek penting dari trauma
6. Ketidakmampuan untuk merasakan kesenangan/anhedonia
7. Keterasingan dari orang lain
8. Menahan emosi/restricted affect
9. Perasaan memiliki masa depan yang pendek (contoh : tidak
berharap untuk mempunyai suatu karir, pernikahan)
 Gejala hyperarausal
1. Penurunan konsentrasi
2. Mudah ketakutan
3. Kewaspadaan yang berlebihan
4. Kesulitan tidur/insomnia
5. Sensitif/tiba-tiba marah

16
 Subtipe
1. Akut : lamanya gejala kurang dari 3 bulan
2. Kronik : gejala berakhir lebih dari 3 bulan
3. Mula gejala yang tertunda : mula gejala terjadi minimum 6
bulan pasca trauma

Algoritma terapi

5. Obsessive-Compulsive Disorder (OCD)


Gangguan Obsesif-Compulsif (Obsessive-Compulsive Disorder/OCD)
adalah kondisi dimana individu tidak mampu mengontrol dari pikiran-
pikirannya yang menjadi obsesi yang sebenarnya tidak diharapkannya dan
mengulang beberapa kali perbuatan tertentu untuk dapat mengontrol pikirannya
tersebut untuk menurunkan tingkat kecemasannya. Gangguan obsesif-
kompulsif merupakan gangguan kecemasan dimana dalam kehidupan individu
didominasi oleh repetatif pikiran-pikiran (obsesi) yang ditindaklanjuti dengan
perbuatan secara berulang- ulang (kompulsi) untuk menurunkan
kecemasannya.
Penderita gangguan ini mungkin telah berusaha untuk melawan pikiran-
pikiran menganggu tersebut yang timbul secara berulang-ulang akan tetapi
tidak mampu menahan dorongan melakukan tindakan berulang untuk
memastikan segala sesuatunya baik-baik saja.

17
6. Agoraphobia
Yaitu suatu ketakutan berada dalam suatu tempat atau situasi dimana ia
merasa bahwa ia tidak dapat atau sukar menjadi baik secara fisik maupun
psikologis untuk melepaskan diri. Orang-orang yang memiliki agrophobia takut
pada kerumunan dan tempat-tempat ramai.

2.1.6. TINGKAT ANSIETAS


Ada empat tingkat ansietas (Peplau.1952) yaitu : ringan, sedang, berat, dan
panik. Pada masing-masing tahap, individu memperlihatkan perubahan perilaku,
kemampuan kognitif, dan respon emosional ketika berupaya menghadapi ansietas.
Tingkat Respon Ansietas

NO Tingkat Respon fisik Respon Kognitif Respon


Ansietas Emosional
1. Ringan  Ketegangan  Lapang  Perilaku
(1+) otot ringan persepsi luas, otomatis
 Sadar akan  Terlihat  Sedikit tidak
lingkungan, tenang, sabar
 Rileks atau percaya diri,  Aktivitas
sedikit gelisah  Perasaan menyendiri

 Penuh gagal sedikit,  Terstimulasi

perhatian  Waspada dan  Tenang

 Rajin. memerhatika
n banyak hal
 Mempertimb
angkan
informasi
 Tingkat
pembelajaran
optimal
2. Sedang  Ketegangan  Lapang  Tidak nyaman
(2+) otot sedang persepsi  Mudah

18
 Tanda-tanda menurun. tersinggung
vital  Tidak  Kepercayaan
meningkat perhatian diri goyah
 Pupil dilatasi secara  Tidak sabar
mulai selektif
berkeringa  Focus
 Sering mondar terhadap
mandir, stimulus
memukulkan meningkat
tangan  Rentang

 Suara berubah perhatian

bergetar, nada menurun

suara tinggi  Penyelesaian

 Kewaspadaan masalah

dan menurun

ketegangan
meningkat  Pembelajaran

 Sering terjadi

berkemih, sakit dengan

kepala, pola memfokuska

tidur berubah, n

nyeri
punggung.

3. Berat  Ketegangan  Lapang  Sangat cemas


(3+) otot berat persepsi  Agitasi
 Hiperventilasi terbatas  Takut
 Kontak mata  Proses  Bingung
buruk berfikir  Merasa tidak

 Pengeluaran terpecah adekuat

keringat pecah  Menarik diri


 Sulit berpikir  Menyangkal

19
meningkat  Penyelesaian  Ingin bebas
 Bicara cepat, masalah
nada suara buruk
tinggi  Tidak
 Tindakan mampu
tanpa tujuan mempertimb
dan angkan
serampangan informasi
 Rahang  Hanya
menegang, memperhatik
menggertakan an ancaman
gigi
 Kebutuhan
ruang gerak
meningkat
 Mondar-
mandir,
berteriak
 Meremas
tangan,
gemetar.

4. Panik  Ketegangan  Persepsi  Merasa


(4+) otot sangat sangat terbebas
berat. sempit  Merasa tidak
 Agitasi  Pikiran tidak mampu, tidak
motorik kasar logis, percaya
 Pupil dilatasi terganggu  Lepas kendali

 Tanda-tanda  Kepribadian  Mengamuk,

vital kacau putus asa


 Tidak dapat  Marah, sangat

20
meningkat menyelesaika takut
kemudian n masalah.  Mengaharapka
menurun.  Focus pada n hasil yang
 Tidak dapat pikiran buruk
tidur sendiri.  Kaget, takut
 Hormon stress  Tidak  Lelah
dan rasional.
neurotransmitt  Sulit
er berkurang. memahami
 Wajah stimulus
menyeringai eksternal.
 Halusinasi,
ilusi
mungkin
terjadi.

2.1.7. PENATALAKSANAAN TERAPI


2.1.7.1. Penatalaksanaan Terapi Non Farmakologi
Metode terapi non farmakologi meliputi:
 Konseling jangka pendek
 Manajemen Stress
 Terapi kognitif
 Meditasi
 Terapi pendukung dan olahraga
 Menghindari kafein, stimulan, konsumsi alkohol yang berlebihan, dan
obat-obat diet.
 Psikoterapi
Psikoterapi adalah terapi pengembangan yang digunakan
untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan – keluhan serta
mencegah kambuhnya gangguan pola perilaku maladatif (Depkes,
2007). Teknik psikoterapi tersusun seperti teori terapi tingkah laku,
terapi interpersonal, dan terapi untuk pemecahan sebuah masalah.

21
Dalam fase akut terapi efektif dan dapat menunda terjadinya
kekambuhan selama menjalani terapi lanjutan pada depresi ringan
atau sedang. Pasien dengan menderita depresi mayor parah dan atau
dengan psikotik tidak direkomendasikan untuk menggunakan
psikoterapi. Psikoterapi merupakan terapi pilihan utama utuk pasien
dengan menderita depresi ringan atau sedang (Teter et al.,2007)

2.1.7.2.Penatalaksanaan Terapi Farmakologi


Seluruh aktivitas kehidupan manusia yang berkenaan dengan otak di atur
melalui tiga cara, yaitu sinyal listrik pada neuron, zat kimiawi yang di sebut
neurotransmitter dan hormon yang dilepaskan ke dalam darah. Hampir seluruh
aktivitas di otak memanfaatkan neurotransmitter. Bahan dasar pembentuk
neurotransmiter adalah asam amino.
Otak menggunakan sejumlah senyawa neurokimiawi sebagai pembawa
pesan untuk komunikasi berbagai bagian di otak dan sistem syaraf. Senyawa
neurokimiawi ini, dikenal sebagai neurotransmiter, sangat esensial bagi semua
fungsi otak. Neurotransmiter adalah senyawa organik endogenus membawa sinyal
di antara neuron. Neurotransmiter terbungkus oleh vesikel sinapsis, sebelum
dilepaskan bertepatan dengan datangnya potensial aksi. Neurotransmitter dalam
bentuk zat kimia bekerja sebagai penghubung antara otak ke seluruh jaringan saraf
dan pengendalian fungsi tubuh. Secara sederhana, dapat dikatakan
neurotransmiter merupakan bahasa yang digunakan neuron di otak dalam
berkomunikasi.
Neurotransmiter muncul ketika ada pesan yang harus di sampaikan ke
bagian-bagian lain. Sebagai pembawa pesan, mereka datang dari satu tempat dan
pergi ke tempat lain untuk menyampaikan pesan-pesannya. Bila satu sel syaraf
(neuron) berakhir, di dekatnya ada neuron lainnya. Satu neuron mengirimkan
pesan dengan mengeluarkan neurotrasmiter menuju ke dendrit neuron di dekatnya
melalui celah sinaptik, ditangkap reseptor-reseptor pada celah sinaptik tersebut.

22
Jaringan otak terdiri atas berjuta-juta sel otak yang disebut neuron. Sel ini
terdiri atas badan sel, ujung axon dan dendrit. Antara ujung sel neuron satu
dengan yang lain terdapat celah yang disebut celah sinaptik atau sinapsis. Satu
neuron menerima berbagai macam informasi yang datang, mengolah atau
mengintegrasikan informasi tersebut, lalu mengeluarkan responsnya yang dibawa
suatu senyawa neurokimiawi yang disebut neurotransmiter. Terjadi potensial aksi
dalam membran sel neuron yang memungkinkan dilepaskannya molekul
neurotransmiter dari axon terminalnya (prasinaptik) ke celah sinaptik lalu
ditangkap reseptor di membran sel dendrit dari neuron berikutnya. Terjadilah
loncatan listrik dan komunikasi neurokimiawi antar dua neuron.
Pada reseptor bisa terjadi “supersensitivitas” dan “subsensitivitas”.
Supersensitivitas berarti respon reseptor lebih tinggi dari biasanya, yang
menyebabkan neurotransmiter yang ditarik ke celah sinaptik lebih banyak
jumlahnya yang berakibat naiknya kadar neurotransmiter di celah sinaptik
tersebut. Subsensitivitas reseptor adalah bila terjadi sebaliknya. Bila reseptor di
blok oleh obat tertentu maka kemampuannya menerima neurotransmiter akan
hilang dan neurotransmiter yang ditarik ke celah sinaptik akan berkurang yang

23
menyebabkan menurunnya kadar (jumlah) neurotransmiter tertentu di celah
sinaptik.
Beberapa neurotransmiter utama, antara lain:
 Asam amino: asam glutamat, asam aspartat, serina, GABA, glisina.
 Monoamina: dopamin, adrenalin, noradrenalin, histamin, serotonin,
melatonin, epinefrin, norepinefrin.
 Bentuk lain: asetilkolina, adenosina, anandamida, dll.
Obat Gangguan Kecemasan (Ansietas)
Terdapat 2 golongan Obat untuk terapi pengobatan gangguan kecemasan, yaitu:
1. Golongan Antidepresan
Semua antidepresi yang berguna di klinik secara langsung atau
tidak langsung memperkuat kerja norepinefrin, dopamin, dan atau serotonin
otak. Bersama dengan bukti lain, terjadi teori amina biogenik, yang
menyatakan bahwa depresi disebabkan defisiensi monoamin seperti
norepinefrin dan serotonin pada tempat-tempat penting dalam otak.
Antidepresan terutama digunakan untuk mengobati depresi, gangguan
obsesif-kompulsif, gangguan ansietas menyeluruh, gangguan panik, gangguan
fobik dan pada kasus tertentu, seperti enuresis nokturnal (antidepresn trisiklik)

dan bulimia nervosa (fluoxetine).


Pengaruh antidepresan pada neurotransmitter biogenik amin memiliki
mekanisme yang berbeda pada setiap golongan antidepressan. Terapi jangka
panjang dengan obat-obat tersebut telah membuktikan pengurangan reuptake

24
norepinephrine atau serotonin atau keduanya, penurunan jumlah reseptor beta
pascasinaptik, dan berkurangnya pembentukan cAMP.
Antidepresan terbagi menjadi beberapa golongan, yaitu Triciklic
Antidepressants (TCA), Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI),
Serotonin/Norepinephrine Reuptake Inhibitors (SNRI), Atypical
Antidepressants, dan Monoamine Oksidase Inhibitors (MAOI). Perbedaan jenis
antidepresan membedakan efektivitas, keamanan dan efek samping. Oleh
karena itu pemilihan antidepresan berdasarkan beberapa kriteria, antara lain,
tolerabilitas, reaksi obat sebelumnya, kondisi medis yang menyertai, interaksi
obat dan faktor harga yang sesuai dengan kemampuan pasien.

a. Antidepresan Trisiklik (Tricyclic Antidepresan / TCA)


Anti depresan trisiklik merupakan anti depresan generasi pertama
untuk mengatasi pasien depresi. Belakangan ini kedudukan antidepresan trisiklik
telah digeser oleh anti depresan baru karena ditolerir dengan lebih baik dan factor
keamanan. Pemberian antidepresan trisiklik secara oral diserap dengan baik dan
level puncak dalam plasma dicapai setelah 2-6 jam.
Antidepresan trisiklik menghambat ambilan neropinefrin dan serotonin ke
neuron. Terapi jangka panjang menyebabkan perubahan dalam reseptor-reseptor
sistem saraf pusat tertentu. Obat penting dalam grup ini adalah imipramin,
amitriptilin, desipramin, suatu derivat demetilasi imipramin, nortriplin, protriptilin
dan doksepin. Amoksapin dan maprotilin disebut “generasi kedua”

25
untuk membedakannya dengan antidepresan trisilik yang lama. Obat generasi
kedua ini mempunyai kerja yang sama dengan imipramin, meskipun
memperlihatkan farmakokinetik yang sedikit berbeda. Semua antidepresan
trisiklik (TCA) memiliki efek terapi yang sama dan pilihan tergantung pada
toleransi efek samping dan lama kerja obat. Pasien yang tidak responsif dengan
salah satu TCA dapat diberikan pilihan obat lain dalam golongan ini.

 Mekanisme Kerja Antidepresan Trisiklik (Tricyclic Antidepresan / TCA)

 Menghambat Uptake Neurotransmiter


TCA menghambat ambilan norepinefrin dan serotonin
neuron masuk ke terminal saraf prasinaptik. Dengan menghambat
jalan utama pengeluaran neurotransmiter, TCA akan meningkatkan
konsentrasi monoamin dalam celah sinaptik, menimbulkan
efek antidepresan. Teori ini dibantah karena beberapa pengamatan
seperti potensi TCA menghambat ambilan neurotransmiter sering
tidak sesuai dengan efek antidepresi yang dilihat di klinik.
Selanjutnya, penghambatan ambilan neurotransmiter terjadi segera

26
setelah pemberian obat sedangkan efek antidepresan TCA
memerlukan beberapa waktu setelah pengobatan terus menerus. Hal
ini menunjukkan ambilan neurotransmiter yang menurun hanyalah
satu peristiwa awal yang tidak ada hubungan dengan
efek antidepresan. Diperkirakan bahwa densitas reseptor monoamin
dalam otak dapat berubah setelah 2-4 minggu penggunaan obat dan
mungkin penting dalam mulainya kerja obat.
 Penghambatan Reseptor
TCA juga menghambat reseptor serotonik, α-adrenergik,
histamin dan muskarinik.
 Penggunaan Dalam Terapi
Antidepresan trisiklik efektif mengobati depresi mayor yang erat.
Beberapa gangguan panik juga responsif dengan TCA. Indikasi TCA
yaitu untuk depresi berat termasuk depresi psikotik kombinasi dengan
pemberian antipsikotik, depresi melankolik dan beberapa jenis ansietas.
Klomipramin banyak digunakan untuk gangguan obsesif kompulsif.
b. Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI)
Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) merupakan grup kimia
antidepresan baru yang khas, hanya menghambat ambilan serotonin secara
spesifik. Berbeda dengan antidepresan trisiklik yang menghambat tanpa
seleksi ambilan-ambilan norepinefrin, serotonin, reseptor muskarinik, H-
histaminik dan α-adrenergik. Dibanding dengan antidepresan trisiklik, SSRI
menyebabkan efek antikolinergik lebih kecil dan kordiotoksisitas lebih
rendah.
 Mekanisme Kerja

27
Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) adalah obat
antidepresan yang mekanisme kerjanya menghambat pengambilan
serotonin yang telah disekresikan dalam sinap (gap antar neuron), sehingga
kadar serotonin dalam otak meningkat. Peningkatan kadar serotonin dalam
sinap diyakini bermanfaat sebagai antidepresan.
 Penggunaan Dalam Terapi
SSRI sangat efektif digunakan untuk mengobati depresi dan
beberapa jenis gangguan cemas (misalnya gangguan obsesif kompulsif,
gangguan panik dan sosial fobia). SSRI juga efektif diguakan pada
komorbiditas depresi dengangangguan fisik, misalnya penyakit jantung.
c. Serotonin / Norepinephrine Reuptake Inhibitors (SNRI)
Antidepresan golongan Serotonin /Norepinephrin Reuptake Inhibitor
(SNRI) mekanisme kerjanya mengeblok monoamin dengan lebih selektif
daripada antidepresan trisiklik, serta tidak menimbulkan efek yang tidak
ditimbulkan antidepresan trisiklik. Antidepresan golongan SNRI memiliki aksi
ganda dan efikasi yang lebih baik dibandingkan dengan SSRI dan TCA dalam
mengatasi remisi pada depresi parah
Salah satu contoh obat golongan SNRI adalah venlafaxine yang
menyebabkan penghambtan sentral selektif terhadap ambilan kembali
norepinephrine dan serotonin. Venlafaxien memiliki efek samping yang sama
dengan SSRI, yang tersering adalah mual, sakit kepala, insomnia, mulut kering,
pusing, konstipasi, astenia, berkeringat dan gugup. Kebanyakan efek samping
ini terkait dosis dan sebagian besar menurun intensitas dan frekuensinya seiring
waktu. Pada dosis yang lebih tinggi dapat terjadi hipertensi.Overdosis
mengakibatkan perubahan EKG (seperti pemanjangan interval QT,
pemanjangan QRS) takikardi sinus, takikardi ventrikel, bradikardia dan kejang.
d. Monoamin Oksidase Inhibitor (MAOI)
Monoamin oksidase (MAO) adalah suatu enzim mitokondria yang
ditemukan dalam jaringan saraf dan jaringan lain, seperti usus dan hati. Dalam
neuron, MAO berfungsi sebagai "katup penyelamat", memberikan deaminasi
oksidatif dan meng-nonaktifkan setiap molekul neurotransmiter
(norepinefrin,dopamin, dan serotonin) yang berlebihan dan bocor keluar

28
vesikel sinaptik ketika neuron istirahat. Artinya, MAOI bekerja
memetabolisme NE dan serotonin untuk mengakhiri kerjanya dan supaya
mudah disekresikan. Dengan dihambatnya MAO, maka akan terjadi
peningkatan kadar NE dan serotonin di sinap, sehingga akan terjadi
perangsangan SSP.
Inhibitor MAO dapat meng-nonaktifkan enzim secara ireversibel atau
reversibel, sehingga molekul neurotransmiter tidak mengalami degradasi dan
karenanya keduanya menumpuk dalam neuron presinaptik dan masuk ke ruang
sinaptik. Hal ini menyebabkan aktivasi reseptor norepinefrin dan serotonin, dan
menyebabkan aktivasi antidepresi obat. Penggunaan inhibitor MAO sekarang
terbatas karena pembatasan diet yang dibutuhkan pasien pengguna inhibitor
MAO. MAOI secara ireversibel menghambat degradasi metabolik monoamine
dengan berikatan secara ireversibel dengan MAO tipe A dan B, sehingga dapat
menyebabkan krisis hipertensi yang dapat mematikan (cheese reaction) akibat
penghambatan metabolisme perifer amin penekan.
 Mekanisme Kerja
Sebagian besar inhibitor MAO, seperti
isokarboksazid membentuk senyawa kompleks yang stabil dengan enzim,
menyebabkan inaktivasi yang ireversibel. Ini mengakibatkan peningkatan depot
norepinefrin, serotonin dan dopamin dalam neuron dan difusi selanjutnya
sebagai neurotransmiter yang berlebih ke dalam ruang sinaptik. Obat ini
menghambat bukan hanya MAO dalam obat, tetapi oksidase yang
mengkatalisis deaminasi oksidatif obat dan substansi yang mungkin toksik
seperti tiramin yang ditemukan pada makanan terlentu, sepertikeju tua, hati
ayam, bir dan anggur merah. Orang-orang yang menerima MAOI tidak
dapat menguraikan tiramin yang diperoleh dalam makanan. Tiramin
menyebabkan lepasnya katekolamin dalam jumlah besar, yang tersimpan di
ujung terminal syaraf, sehingga terjadi sakit kepala, takikardia, mual,
hipertensi, aritmia jantung dan stroke. Karena itu, pasien harus di beritahu
menghindarkan makanan yang mengandung tiramin. Karena itu, inhibitor
MAO banyak berinteraksi dengan obat ataupun obat - makanan.

29
 Penggunaan Dalam Terapi
MAOI digunakan untuk pasien depresi yang tidak responsif atau
alergi dengan antidepresan trisiklik atau yang menderita ansietas hebat.
Pasien dengan aktivitas psikomotor lemah dapat memperoleh keuntungan
dari sifat stimulasi MAOI ini. Obat ini juga digunakan dalam pengobatan
fobia. Demikian pula sub kategori depresi yang disebut depresi atipikal.
Depresi atipikal ditandai dengan pikiran yang labil, menolak kebenaran
dan ganguan nafsu makan.
e. Golongan Lain-Lain
 Antidepresan Aminoketon
Antidepresan golongan aminoketon adalah antidepresan yang
memiliki efek yang tidak begitu besar dalam reuptake norepinefrin dan
serotonin. Buspiron merupakan satu – satunya obat golongan aminoketon.
Buspiron bereaksi secara tidak langsung pada sistem serotonin, dan efikasi
buspiron mirip dengan antidepresan trisiklik dan SSRI. Buspiron
digunakan sebagai terapi apabila pasien tidak berespon terhadap
antidepresan SSRI.

30
Tabel Obat – Obat Antidepresan
Golongan Nama Obat Rentang
dosis Anti
ansietas
Antidepresan Trisiklik (TCA) Amitriptilin 50-300 mg/hari
Imipramin 30-300
Klomipramin mg/hari
75-250 mg

Fluoxetin 10-20 mg

Selective Serotonin Reuptake Sertraline 50-200 mg

Inhibitors (SSRI) Fluvoxamin 100-300 mg


Paroksetin 20-60 mg
Citalopram 20-60 mg
Escitalopram 10-20 mg

Serotonin/Norepinephrine Reuptake
Venlafaxine 75-225
Inhibitors (SNRI)
mg/hari

Monoamin Oksidase Inhibitor Fenelzin 45-90 mg


(MAOI)

Golongan Lain- Buspiron 15-60 mg


Lain Gabapentin 900-3600
mg/hari

31
Tabel Interaksi Obat-Obat Antidepresan

2. Golongan Benzodiazepin
Benzodiazepin merupakan obat yang paling efektif dan aman untuk
pengobatan gejala-gejala kecemasan akut. Semua benzodiazepin memiliki
efektifitas ansiolitik yang sama, dan umumnya respon positif terlihat pada 2
minggu pertama terapi. Benzodiazepin lebih efektif untuk gejala-gejala
somatik dan autonomik GAD, sedangkan antidepresan lebih efektif untuk
gejala-gejala psikis. Secara teoritis, benzodiazepin mengatasi kecemasan
dengan cara potensiasi aktivitas GABA. Dosis harus diindividualisasi dan
umumnya lama terapi tidak boleh melebihi 4 bulan. Beberapa penderita
memerlukan terapi yang lebih lama.

32
Tabel Obat – Obat Antikecemasan Benzodiazepin
Nama Obat Rentang dosis yang
direkomendasikan
(mg/hari)

Alprazolam 0,75-4
Diazepam 2-40
Klordiazepoksid 25-100
Klonazepam 1-4
Klorazepat 7,5-60
Lorazepam 0,5-10
Oksazepam 30-120

Interaksi Farmakokinetik Obat dengan Benzodiazepin

33
Pilihan Obat Untuk Gangguan Kecemasan

Jenis Gangguan Obat Lini Pertama Obat Lini Kedua Alternatif


Kecemasan
(Ansietas)
 Venlafaxine XR  Benzodiazepine  Hydroxazine
Generalized  Paroxetine  Buspirone  Pregabalin
Anxiety  Escitalopram  Imipramine
Disorder (GAD)  Duloxetine  Sertraline

 SSRI’s  Alprazolam
Panic Disorder  Venlafaxine XR  Clomipramine  Phenelzine
 Clonazepam
 Imipramine

 Venlafaxine XR  Clonazepam  Buspirone


Social Anxiety  Paroxetine  Citalopram  Gabapentin
Disorder  Escitalopram  Mirtazapine

 Fluvoxamine  Phenelzine

 Sertraline  Pregabalin

34
2.2. DEPRESI
2.2.1. DEFINISI DEPRESI
Depresi merupakan kodisi emosional yang biasanya ditandai dengan
kesedihan yang amat sangat, perasaan yang tidak berarti dan bersalah, menarik
diri dari orang lain, dan tidak dapat tidur, kehilangan selera makan, hasrat seksual
dan minat serta kesenangan dalam aktivitas yang biasa dilakukan.
Rathus menyatakan orang yang mengalami depresi umumnya mengalami
gangguan yang meliputi keadaan emosi, motivasi, fungsional dan gerakan tingkah
laku serta kognisi. Menurut Atkinson depresi suatu gangguan mood yang
dicirikan tak ada harapan dan patah hati, ketidakberdayaan yang berlebihan, tak
mampu mengambil keputusan memulai suatu kegiatan, tak mampu konsentrasi,
tak punya semangat hidup, selalu tegang dan mencoba bunuh diri.
Depresi adalah gangguan perasaan (afek) yang ditandai dengan afek
disforik (kehilangan kegembiraan atau gairah) disertai gejala-gejala lain, seperti
gangguan tidur dan menurunnya selera makan. Depresi biasanya terjadi saat stres
yang dialami oleh seseorang tidak kunjung reda, dan depresi yang dialami
berkorelasi dengan kejadian dramatis yang baru saja terjadi atau menimpa
seseorang.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa depresi adalah
keadaan emosional individu dengan perasaan sedih, putus asa selalu merasa
bersalah, dan tidak ada harapan lagi secara berlebihan tanpa ada bukti-bukti yang
rasional. Depresi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
 Gangguan distimia
Gangguan distimia adalah gangguan perasaan depresi yang ditandai dengan
gejala kronis ( kurang lebih 2 tahun ) dan berada pada tingkat keparahan yang
ringan, tetapi juga dapat menghambat fungsi normal dengan baik. Gejala distimia
yang biasa muncul seperti menurun atau meningkatnya nafsu makan, sulit untuk
berkonsentrasi, perasaan mudah putus asa, mudah lelah, gangguan tidur seperti
insomnia dan hipersomnia. Orang dengan gangguan distimia mungkin pernah
mengalami episode depresi berat selama hidupnya.

35
 Ganguan depresi mayor
Gangguan depresi mayor ( gangguan unipolar ) adalah gangguan yang terjadi
satu atau lebih episode depresi. Gangguan depresi mayor terjadi tanpa ada riwayat
episode manik atau hipomanik alami. Gangguan depresi mayor ditandai dengan
beberapa gangguan yang seperti gangguan tidur, makan, belajar, dan gangguan
untuk menikmati kesenangan.
 Gangguan depresi bipolar
Gangguan depresi bipolar, sering disebut depresi manik adalah gangguan
yang melibatkan suasana hati yang ekstrim (berupa euphoria). Gangguan tersebut
dapat dipicu oleh stess dan tekanan dari kehidupan sehari – hari, peristiwa
traumatis, trauma fisik / cedera kepala. Gangguan bipolar merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang signifikan, dan sering kali tidak terdiagnosis dan tidak
diobati untuk jangka panjang.

2.2.2. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi penderita depresi di Indonesia diperkirakan 2,5 - 9 juta dari 210
juta jiwa penduduk. Pada saat setelah pubertas resiko untuk depresi meningkat 2-
4 kali lipat, dengan 20% insiden pada usia 18 tahun. Perbandingan gender saat
anak-anak 1:1, denga peningkatan resiko depresi pada wanita setelah pubertas,
sehingga perbandingan pria dan wanita menjadi 1:2. Hal ini berhubungan dengan
tingkat kecemasan pada wanita tinggi, perubahan estradiol dan testosteron saat
pubertas, atau persoalan sosial budaya yang berhubungan dengan perkembangan
kedewasaan pada wanita.
Depresi sering terjadi pada wanita dengan usia 25-44 tahun, dan
puncaknya pada masa hamil. Faktor sosial seperti stres dari masalah keluarga dan
pekerjaan. Hal ini disebabkan karena harapan hidup pada wanita lebih tinggi,
kematian pasangan mungkin juga menyebabkan angka yang tinggi untuk wanita
tua mengalami depresi.
Penilaian gejala depresi seperti perasaan sedih atau kekecewaan yang kuat
dan terus menerus yang mempengaruhi aktivitas normal, menunjukan prevalensi
seumur hidup sebanyak 9-20%. Pada kriteria lain yang digunakan pada depresi
berat, prevalensi depresi 3% untuk pria dan 4-9% untuk wanita. Resiko seumur

36
hidup 8-12% untuk pria dan 20-28% untuk wanita. Sekitar 12-20% pada orang
yang mengalami episode akut berkembang menjadi sindrom depresi kronis, dan
diatas 15% pasien yang mengalami depresi lebih dari 1 bulan dapat melakukan
bunuh diri.

2.2.3. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi depresi dijelaskan dalam beberapa hipotesis, yaitu:
 Amina biogenik merupakan hipotesis yang menyatakan, depresi
disebabkan menurunnya atau berkurangnya jumlah neurotransmitter
norepinefrin (NE), serotonin ( 5 – HT ) dan dopamine (DA) dalam
otak.
 Hipotesis sensitivitas reseptor yaitu perubahan patologis pada reseptor
yang dikarenakan terlalu kecilnya stimulasi oleh monoamine dapat
menyebabkan depresi.
 Hipotesis desregulasi, tidak beraturannya neurotransmitter sehingga
terjadi gangguan depresi dan psikiatrik. Dalam teori ini ditekankan
pada kegagalan hemeostatik sistem neurotransmitter, bukan pada
penurunan atau peningkatan absolute aktivitas neurotransmitter.

2.2.4. ETIOLOGI
Depresi disebabkan oleh kombinasi banyak faktor. Adapun faktor biologis,
faktor bawaan atau keturunan, faktor yang berhubungan dengan perkembangan
seperti kehilangan orang tua sejak kecil, faktor psikososial, dan faktor lingkungan,
yang menjadi satu kesatuan mengakibatkan depresi.
1) Faktor biologis
Faktor biologis yang dapat menyebabkan terjadinya depresi dapat dibagi
menjadi dua hal yaitu disregulasi biogenik amin dan disregulasi neuroendokrin.
Abnormalitas metabolit biogenik amin yang sering dijumpai pada depresi yaitu 5
hydroxy indoleacetic acid (5HIAA), homovalinic acid (HVA), 3-methoxy 4-
hydrophenylglycol (MHPG), sebagian besar penelitian melaporkan bahwa
penderita gangguan depresi menunjukkan berbagai macam abnormalitas
metabolik biogenikamin pada darah, urin dan cairan serebrospinal. Keadaan

37
tersebut mendukung hipotesis gangguan depresi berhubungan dengan disregulasi
biogenikamin. Dari biogenik amin, serotonin dan norepinefrin merupakan
neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologi depresi.
Penurunan regulasi reseptor beta adrenergic dan respon klinik antidepresan
mungkin merupakan peran langsung sistem noradrenergik dalam depresi. Bukti
lain yang juga melibatkan reseptor beta2-presinaptik pada depresi, telah
mengaktifkan reseptor yang mengakibatkan pengurangan jumlah pelepasan
norepinephrin. Reseptor beta2-presinaptik juga terletak pada neuron serotonergik
dan mengatur jumlah pelepasan serotonin.
Serotonin (5-hydroxytryptamine [5-HT]) neurotransmitter sistem
menunjukan keterlibatan dalam patofisiologi gangguan afektif, dan obat-obatan
yang meningkatkan aktifitas serotonergik pada umumnya memberi efek
antidepresan pada pasien . Selain itu , 5 - HT dan / atau metabolitnya, 5-HIAA,
ditemukan rendah pada urin dan cairan serebrospinal pasien dengan penyakit
afektif. Hal ini juga dibuktikan terdapat kadar 5-HT yang rendah pada otak korban
bunuh diri dibandingkan dengan kontrol. Selain itu , ada beberapa bukti bahwa
terdapat penurunan metabolit serotonin, 5 – hydroxyindole acetic acid (5-HIAA)
dan peningkatan jumlah reseptor serotnin postsinaptik 5-hydroxytryptaminetype 2
(5HT2) di korteks prefrontal pada kelompok bunuh diri.14-15
Aktivitas dopamin mungkin berkurang pada depresi. Penemuan subtipe
baru reseptor dopamin dan meningkatnya pengertian fungsi regulasi presinaptik
dan pascasinaptik dopamin memperkaya antara dopamin dan gangguan mood.
Dua teori terbaru tentang dopamin dan depresi adalah jalur dopamin mesolimbic
mungkin mengalami disfungsi pada depresi dan reseptor dopamin D1 mungkin
hipoaktif pada depresi.
2) Faktor Psikososial
Peristiwa kehidupan dengan stressful sering mendahului episode pertama,
dibandingkan episode berikutnya. Ada teori yang mengemukakan adanya stres
sebelum episode pertama menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan
lama. Perubahan ini menyebabkan perubahan berbagai neurotransmiter dan sistem
sinyal intraneuron. Termasuk hilangnya beberapa neuron dan penurunan kontak

38
sinaps. Dampaknya, seorang individu berisiko tinggi mengalami episode berulang
gangguan mood, sekalipun tanpa stressor dari luar.
Orang dengan beberapa gangguan kepribadian seperti, obsesifkompulsif,
histeris, dan yang ada pada garis batasnya, mungkin memiliki resiko yang lebih
tinggi untuk terkena depresi dari pada orang dengan kepribadian antisosial atau
paranoid. Pada pengertian psikodinamik depresi dijelaskan oleh Sigmund Freud
dan dikembangkan oleh Karl Abraham yang diklasifikasikan dalam 4 teori:
 Gangguan pada hubungan bayi dan ibu selama fase oral (10-18 bulan awal
kehidupan) sehinga bisa terjadi depresi
 Depresi dapat dihubungkan dengan kehilangan objek secara nyata atau
imajinasi
 Introjeksi dari kehilangan objek adalah mekanisme pertahanan dari stress
yang berhubungan dengan kehilangan objek tersebut
 Krena kehilangan objek berkenaan dengan campuran cinta dan benci,
perasaan marah berlangsung didalam hati.
3) Faktor Genetik
Dari faktor bawaan atau keturunan menerangkan apabila salah seorang
kembar menderita depresi, maka kemungkinan saudara kembarnya menderita pula
sebesar 70 %. Kemungkinan menderita depresi sebesar 15 % pada anak, orang
tua, dan kakak-adik dari penderita depresi. Apabila anak yang orangtuanya pernah
menderita depresi, sejak lahir diadopsi oleh keluarga yang tidak pernah menderita
depresi, ternyata kemungkinan untuk menderita depresi 3 kali lebih besar
dibandingkan anak - anak kandung keluarga yang mengadopsi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi depresi, yaitu:
1) Usia
Rata-rata usia onset untuk gangguan depresif berat adalah kira-kira 40
tahun; dan 50% dari pasien memiliki onset anatara usia 20-50 tahun.
2) Jenis kelamin
Pada pengamatan yang hampir uiversal, terlepas dari kultur atau negara,
terdapat prevalensi gangguan depresif berat yang dua kali lebih besar pada wanita
dibandingkan laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan oleh rendahnya kesehatan
maternal.

39
3) Pendidikan
Terdapat hubungan yang signifikan pendidikan dengan depresi pada usia
dewasa-tua. Tingkat pendidikan berkaitan dengan kesehatan fisik yang baik.
Penelitian di Inggris menyebutkan bahwa lansia yang hanya menamatkan
pendidikan dasar mempunyai risiko terhadap depresi 2,2 kali lebih besar.
4) Status pernikahan
Pada umumnya, gangguan depresif berat terjadi paling sering pada orang
yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat atau yang tercerai atau
berpisah.

2.2.5 TANDA - TANDA DAN GEJALA KLINIS


2.2.5.1.Tanda - Tanda
Tanda gangguan depresif yang melanda jutaan orang di Indonesia setiap
tahun, seringkali tidak dikenali. Beberapa orang merasakan perasaan sedih dan
murung dalam jangka waktu cukup lama dengan latar belakang yang berbeda-
beda. Variasi tanda sangat luas dari satu orang ke orang lain, dari satu waktu ke
waktu pada diri seseorang. Gejalanya sering tersamar dalam berbagai keluhan
sehingga seringkali tidak disadari juga oleh dokter.
Tanda gangguan depresif itu adalah :
 Pola tidur yang abnormal atau sering terbangun termasuk diselingi
kegelisahan dan mimpi buruk
 Sulit konsentrasi pada setiap kegiatan sehari-hari
 Selalu kuatir, mudah tersinggung dan cemas
 Aktivitas yang tadinya disenangi menjadi makin lama makin dihentikan
 Bangun tidur pagi rasanya malas
Gangguan depresif membuat seluruh tubuh sakit, juga perasaan dan
pikiran. Gangguan depresif mempengaruhi nafsu makan dan pola tidur, cara
seseorang merasakan dirinya, berpikir tentang dirinya dan berpikir tentang dunia
sekitarnya. Keadaan depresi bukanlah suatu kesedihan yang dapat dengan mudah
berakhir, bukan tanda kelemahan dan ketidakberdayaan, bukan pula kemalasan.
Mereka yang mengalami gangguan depresif tidak akan tertolong hanya dengan

40
membuat mereka bergembira dengan penghiburan. Tanpa terapi tanda dan gejala
tak akan membaik selama berminggu-minggu, berbulan-bulan bahkan bertahun.
2.2.5.2.Gejala Klinis
Gejala gangguan depresif berbeda-beda dari satu orang ke orang lainnya,
dipengaruhi juga oleh beratnya gejala. Gangguan depresif mempengaruhi pola
pikir, perasaan dan perilaku seseorang serta kesehatan fisiknya. Gangguan
depresif tidak mempunyai simptom fisik yang sama dan pasti pada satu orang dan
bervariasi dari satu orang ke orang lain. Keluhan yang banyak ditampilkan adalah
sakit, nyeri bagian atau seluruh tubuh, keluhan pada sistem pencernaan.
Kebanyakan gejala dikarenakan mereka mengalami stres yang besar, kekuatiran
dan kecemasan terkait dengan gangguan depresifnya. Simptom dapat digolongkan
dalam kelompok terkait perubahan dalam cara pikir, perasaan dan perilaku.
 Perubahan cara berpikir
Terganggunya konsentrasi dan pengambilan keputusan membuat
seseorang sulit mempertahankan memori jangka pendek, dan terkesan sebagai
sering lupa. Pikiran negatif sering menghinggapi pikiran mereka. Mereka menjadi
pesimis, percaya diri rendah, dihinggapi perasaan bersalah yang besar, dan
mengkritik diri sendiri. Beberapa orang merusak diri sendiri sampai melakukan
tindakan bunuh diri atau membunuh orang lain.
 Perubahan perasaan
Merasa sedih, murung, tanpa sebab jelas. Beberapa orang merasa tak lagi
dapat menikmati apa-apa yang dulu disenanginya, dan tak dapat merasakan
kesenangan apapun. Motivasi menurun dan menjadi tak peduli dengan apapun.
Perasaan seperti berada dibawah titik nadir, merasa lelah sepanjang waktu tanpa
bekerja sekalipun. Perasaan mudah tersinggung, mudah marah. Pada keadaan
ekstrim khas dengan perasaan tidak berdaya dan putus asa.
 Perubahan perilaku
Ini merupakan cerminan dari emosi negatif. Mereka menjadi apatis.
Menjadi sulit bergaul atau bertemu dengan orang, sehingga menarik diri dari
pergaulan. Nafsu makan berubah drastis, lebih banyak makan atau sulit
membangkitkan keinginan untuk makan. Seringkali juga sering menangis
berlebihan tanpa sebab jelas. Sering mengeluh tentang semua hal, marah dan

41
mengamuk. Minat seks sering menurun sampai hilang, tak lagi mengurus diri,
termasuk mengurus hal dasar seperti mandi, meninggalkan tanggung jawab dan
kewajiban baik pekerjaan maupun pribadi. Beberapa orang tak dapat tidur,
beberapa tidur terus.
 Perubahan Kesehatan Fisik
Dengan emosi negatif seseorang merasa dirinya tidak sehat fisik selama
gangguan depresif. Kelelahan kronis menyebabkan ia lebih senang berada di
tempat tidur tak melakukan apapun, mungkin tidur banyak atau tidak dapat tidur.
Mereka terbaring atau gelisah bangun ditengah malam dan menatap langit-langit.
Keluhan sakit dibanyak bagian tubuh merupakan tanda khas dari gangguan
depresif. Gelisah dan tak dapat diam, mondar-mandir sering menyertai. Gejala
tersebut berjalan demikian lama, mulai dari beberapa minggu sampai beberapa
tahun, dimana perasaan, pikiran dan perilaku berjalan demikian sepanjang waktu
setiap hari. Jika gejala ini terasa, terlihat dan teramati, maka sudah waktunya
membawanya untuk berobat, sebab gangguan depresif dapat diobati.

2.2.6. DIAGNOSIS
Dalam klasifikasi Pedoman Diagnosis Gangguan Jiwa-III terbitan
Departemen Kesehatan, yang menganut klasifikasi WHO : ICD-X, digunakan
istilah gangguan jiwa dan tidak ada istilah penyakit jiwa. Pendekatan gangguan
jiwa adalah pendekatan sindrom atau kumpulan gejala, dalam hal ini sindroma
atau pola perilaku, atau psikologik seseorang yang secara klinik cukup bermakna
dan yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan atau hendaya di
dalam satu atau lebih fungsi penting dari manusia. Pemahaman diatas memberi
gambaran bahwa untuk membuat diagnosis gangguan jiwa perlu didapatkan butir-
butir :
 Adanya gejala klinis yang bermakna berupa sindrom atau pola perilaku,
sindrom atau pola psikologik
 Gejala klinis tersebut menimbulkan penderitaan, seperti rasa nyeri, tidak
nyaman, gangguan fungsi organ dsb.
 Gejala klinis menimbulkan disabilitas dalam aktivitas sehari-hari seperti
mengurus diri (mandi, berpakaian, makan dsb).

42
Mengumpulkan gambaran klinis menuju diagnosis untuk mendapatkan
terapi setiap gangguan emosi termasuk gangguan depresif, maka langkah pertama
yang harus ditempuh adalah menghubungi dokter, psikiater dan psikolog klinis
yang tersebar di puskesmas, rumah-rumah sakit yang mempunyai bagian psikiatri,
atau rumah sakit jiwa. Para profesional dalam bidang kesehatan jiwa akan
memulai evaluasi keadaan kesehatan melalui wawancara terstruktur.
Departemen Kesehatan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik telah
menerbitkan Modul Anxietas dan Gangguan depresif bagi Dokter, dimana di
dalamnya terdapat algoritma MINI (Mini International Neuropsychiatric
Interview). MINI merupakan alat diagnostik untuk mengenali gangguan jiwa
secara cepat setelah suatu pelatihan. Alat ini berupa rangkaian pertanyaan yang
diajukan melalui wawancara, yang harus dijawab penderita dengan ya atau tidak.
Mini Gangguan depresif dibuat oleh Lecrubier dan Sheehan (1998) dan dialih
bahasakan oleh Yayasan Depresi Indonesia bekerjasama dengan Direktorat
Jenderal Pelayanan Medik (2002) MINI terlampir dalam buku ini. Dengan alat
wawancara ini kita dapat mengenal berbagai jenis gangguan depresif.
Uraian riwayat sakit fisik dan jiwa, riwayat keluarga, obat yang pernah
diberikan terapis sebelumnya serta gangguan di masa lalu perlu diambil dalam
memahami terjadinya gangguan depresif dalam diri individu untuk penanganan
selanjutnya. Riwayat penggunaan obat antidepresan atau obat lainnya perlu
diperoleh, guna membantu menentukan obat dan efektivitas obat yang dipilih.
Berikut ini klasifikasi gangguan depresif menurut Pedoman Penggolongan
Diagnosis Gangguan Jiwa-III (PPDGJ-III, Departemen Kesehatan) :
a. F 32 Episode depresif
Gejala utama pada gangguan depresif ringan, sedang dan berat :
 Afek depresi
 Kehilangan minat dan kegembiraan
 Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
dan menurunnya aktivitas
Gejala lainnya: Konsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri dan
kepercayaan diri berkurang, pikiran rasa bersalah dan tidak
berguna, pandangan masa depan yang suram dan pesimistik,

43
pikiran atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh
diri, tidur terganggu dan nafsu makan terganggu.
Pedoman Diagnostik
F.32.0 Episode depresi ringan

 Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama gangguan depresif


seperti tersebut di atas
 Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari 3 gejala lainnya (a) sampai (g)
 Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya
 Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2
minggu
 Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang
dilakukannya

F 32.1 Episode depresi sedang

 Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama gangguan


depresif seperti tersebut diatas
 Ditambah sekurang-kurangnya 3 gejala lainnya (a) sampai (g)
 Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya
 Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2
minggu
 Menghadapi kesulitan nyata dalam meneruskan kegiatan dan kegiatan
sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga

44
F32.2 episode depresi berat tanpa gejala psikotik

 Semua 3 gejala utama gangguan depresif harus ada


 Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa
diantaranya harus berintensitas berat
 Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikometer)
yang mencolok, maka penderita mungkin tidak mau atau tidak mampu
untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian,
penilaian secara menyeluruh terhadap episode gangguan depresif berat
masih dapat dibenarkan
 Episode depresi biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2
minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat,
maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun
waktu kurang dari 2 minggu
 Sangat tidak mungkin penderita akan mampu meneruskan kegiatan
sosial, pekerjaan atau rumah tangga kecuali pada tarif yang sangat
terbatas.

F32.3 Episode depresi berat dengan gejala psikotik

 Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 tersebut


diatas disertai waham, halusinasi atau stupor. Waham biasanya
melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang
mengancam, dan penderita merasa bertanggung jawab atas hal itu.
Halusinasi auditorik atau olfatorik biasanya berupa suara yang
menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk.
Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor
 Jika diperlukan, waham atau halusisnasi dapat ditentukan sebagai
serasi atau tidak serasi dengan afek (mood congruent)

45
F.33 Gangguan depresif berulang

 Gangguan ini bersifat dengan episode berulang dari :


 Episode depresif ringan (F32.0)
 Episode depresif sedang (F32.1
 Episode depresif berat (F32.2 dan F32.3)
Episode masing-masing rata-rata lamanya sekitar 6 bulan akan tetapi
frekuensinya lebih jarang dibandingkan dengan gangguan bipolar
 Tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari peninggian afek dan
hiperaktivitas yang memenuhi kriteria mania (F30.1 dan F30.2)
Namun kategori ini tetap harus digunakan jika ternyata ada episode
singkat dari peninggian afek dan hiperaktivitas ringan yang memenuhi
kriteria hipomania (F30.0) segera sesudah suatu episode depresi
(kadang-kadang tampaknya dicetuskan oleh tindakan pengobatan
depresi)
 Pemulihan keadaan biasanya sempurna di antara episode, namun
sebagian kecil penderita mungkin mendapat depresi yang akhirnya
menetap, terutama pada lanjut usia (untuk keadaan ini, kategori ini
harus tetap digunakan)
 Episode masing-masing, dalam berbagai tingkat keparahan, seringkali
dicetuskan oleh peristiwa kehidupan yang penuh stres atau trauma
mental lain (adanya stres tidak esensial untuk penegakkan diagnosisi)

Diagnosis banding : Episode depresi singkat berulang (F38.1)

F33.0 Gangguan gangguan depresif berulang, episode kini ringan

Untuk Diagnosis pasti :


 Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33) harus dipenuhi dan
episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresi
ringan (F32.0), dan sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung
masing-masing selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa
bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.

46
F33.1 Gangguan depresif berulang, episode kini sedang

Untuk Diagnosis pasti :


 Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33) harus dipenuhi dan
episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresi
sedang (F32.0) , dan
 Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing
selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa
gangguan afektif yang bermakna

F33.2 Gangguan depresif berulang, episode kini berat tanpa gejala


psikotik

Untuk Diagnosis pasti :


 Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33,-) harus dipenuhi dan
episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresi berat
tanpa gejala psikotik (F32.2 ) dan
 Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing
selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa
gangguan afektif yang bermakna.

F33.3 Gangguan depresif berulang, episode kini berat dengan gejala


psikotik

Untuk Diagnosis pasti :


 Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33,-) harus dipenuhi dan
episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat
dengan gejala psikotik (F32.3) dan
 Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing
selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa
gangguan afektif yang bermakna.

47
F33.4 Gangguan depresif berulang, kini dalam remisi

Untuk Diagnosis pasti :


 Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33,-) harus dipenuhi dan
episode sekarang seharusnya tidak memenuhi kriteria untuk episode
depresi dengan derajat keparahan apapun atau gangguan lain apapun
dalam F30 – F39. dan
 Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing
selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa
gangguan afektif yang bermakna.

2.2.7. PENATALAKSANAAN TERAPI


Tujuan terapi depresi adalah untuk mengurangi gejala depresi akut,
meminimalkan efek samping, memastikan kepatuhan pengobatan, membantu
pengembalian ketingkat fungsi sebelum depresi, dan mencegah episode lebih
lanjut.
Banyaknya jenis terapi pengobatan, keefektivitan pengobatan juga akan
berbeda – beda antara orang yang satu dengan orang yang lain. Psikater biasanya
memberikan medikasi dengan menggunakan antidepresan untuk menyeimbangkan
kimiawi otak penderita. Terapi yang digunakan untuk pasien dipengaruhi oleh
hasil evaluasi riwayat kesehatan serta mental pasien.
Untuk melakukan pengobatan pada pasien dengan gangguan depresi
mayor, ada 3 tahapan yang harus dipertimbangkan antara lain :
 Fase akut, fase ini berlangsung 6 sampai 10 minggu. Pada fase ini bertujuan
untuk mencapai masa remisi ( tidak ada gejala ).
 Fase lanjutan, fase ini berlangsung selama 4 sampai 9 bulan setelah mencapai
remisi. Pada fase ini bertujuan untuk menghilangkan gejala sisa atau
mencegah kekambuhan kembali.
 Fase pemeliharaan, fase ini berlangsung 12 sampai 36 bulan. Pada fase ini
tujuannya untuk mencegah kekambuhan kembali.

48
2.2.7.1. Penatalaksanaan Terapi Non Farmakologi
a. Psikoterapi
Psikoterapi adalah terapi pengembangan yang digunakan untuk
menghilangkan atau mengurangi keluhan – keluhan serta mencegah kambuhnya
gangguan psikologik atau pola perilaku maladatif. Terapi dilakukan dengan jalan
pembentukan hubungan profesional antara terapis dengan penderita. Psikoterapi
pada penderita gangguan depresif dapat diberikan secara individu, kelompok, atau
pasangan disesuaikan dengan gangguan psikologik yang mendasarinya.
Psikoterapi dilakukan dengan memberikan kehangatan, empati, pengertian dan
optimisme. Dalam pengambilan keputusan untuk melakukan psikoterapi sangat
dipengaruhi oleh penilaian dari dokter atau penderitanya.
Teknik psikoterapi tersusun seperti teori terapi tingkah laku, terapi
interpersonal, dan terapi untuk pemecahan sebuah masalah. Dalam fase akut terapi
efektif dan dapat menunda terjadinya kekambuhan selama menjalani terapi
lanjutan pada depresi ringan atau sedang. Pasien dengan menderita depresi mayor
parah dan atau dengan psikotik tidak direkomendasikan untuk menggunakan
psikoterapi. Psikoterapi merupakan terapi pilihan utama utuk pasien dengan
menderita depresi ringan atau sedang.

49
b. Electro Convulsive Therapy ( ECT )
Electro Convulsive Therapy adalah terapi dengan mengalirkan arus listrik
ke otak. Terapi menggunakan ECT biasa digunakan untuk kasus depresi berat
yang mempunyai resiko untuk bunuh diri. ECT juga diindikasikan untuk pasien
depresi yang tidak merespon terhadap obat antidepresan. Pada penderita dengan
risiko bunuh diri, ECT menjadi sangat penting karena ECT akan menurunkan
risiko bunuh diri dan dengan ECT lama rawat di rumah sakit menjadi lebih
pendek.
Terapi ECT terdiri dari 6 – 12 treatment dan tergantung dengan tingkat
keparahan pasien. Terapi ini dilakukan 2 atau 3 kali seminggu, dan sebaiknya
terapi ECT dilakukan oleh psikiater yang berpengalaman. Pada keadaan tertentu
tidak dianjurkan ECT, bahkan pada beberapa kondisi tindakan ECT merupakan
kontra indikasi. ECT tidak dianjurkan pad keadaan :
 Usia yang masih terlalu muda ( kurang dari 15 tahun )
 Masih sekolah atau kuliah
 Mempunyai riwayat kejang
 Psikosis kronik
 Kondisi fisik kurang baik
 Wanita hamil dan menyusui
Electro Convulsive Therapy juga tidak diindikasi pada pasien yang
menderita epilepsi, TBC miller, gangguan infark jantung, dan tekanan tinggi intra
karsial.
Depresif berisiko kambuh manakala penderita tidak patuh, ketidaktahuan,
pengaruh tradisi yang tidak percaya dokter, dan tidak nyaman dengan efek
samping obat. Terapi ECT dapat menjadi pilihan yang paling efektif dan efek
samping kecil.

2.2.7.2. Penatalaksanaan Terapi Farmakologi


Antidepresan adalah obat yang dapat digunakan untuk memperbaiki
perasaan (mood) yaitu dengan meringankan atau menghilangkan gejala keadaan
murung yang disebabkan oleh keadaan sosial – ekonomi, penyakit atau obat –
obatan. Antidepresan adalah obat yang digunakan untuk mengobati kondisi serius

50
yang dikarenakan depresi berat. Kadar NT (nontransmiter) terutama NE
(norepinefrin) dan serotonin dalam otak sangat berpengaruh terhadap depresi dan
gangguan SSP. Rendahnya kadar NE dan serotonin di dalam otak inilah yang
menyebabkan gangguan depresi, dan apabila kadarnya terlalu tinggi menyebabkan
mania. Oleh karena itu antideresan adalah obat yang mampu meningkatkan kadar
NE dan serotonin di dalam otak.
Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) merupakan obat terbaru
denganbatas keamanan yang lebar dan memiliki spektrum efek samping obat yang
berbeda – beda. SSRI diduga dapat meningkatkan serotonin ekstraseluler yang
semula mengaktifkan autoreseptor, aktivitas penghambat pelepasan serotonin dan
menurunkan serotonin ekstraseluler ke kadar sebelumnya. Untuk saat ini SSRI
secara umum dapat diterima sebagai obat lini pertama.
Pertimbangan untuk pemilihan obat ada di tangan dokter yang akan
membicarakannya pada penderita. Konseling diperkuat oleh apoteker.
Pertimbangan tersebut meliputi :
 Efek samping dan respon tubuh terhadap obat
 Penyakit dan terapi lain yang dialami penderita
 Kerja obat dalam tubuh ketika dibarengi obat lain. Penderita perlu
mengatakan pada dokter bahwa ia sedang menelan obat tertentu. Dokter akan
memperhatikan interaksi obat yang diketahuinya.
 Lanjut usia, dimana fungsi absorbsi obat melambat.
 Efektivitas obat atas penderita. Seringkali pengobatan awal memberi hasil
baik. Jika ini tak terjadi beritahu dokter agar dipikirkan obat lain atau
kombinasi.
 Obat harus dipertahankan selama 7-15 bulan atau lebih panjag untuk
menghadang episode gangguan depresif berikutnya
 Beberapa orang memerlukan terapi rumatan antidepresan, terutama mereka
yang seringkali mengalami pengulangan gejala episode gangguan depresif
atau gangguan depresif mayor.
Golongan obat yang digunakan untuk mengobati depresi, yaitu:

51
1. Antidepresan Trisiklik (TCA)
Antidepresan trisiklik (TCA) merupakan antidepresan yang
mekanisme kerjanya menghambat pengambilan kembali amin biogenik
seperti norepinerin (NE), serotonin ( 5 – HT) dan dopamin didalam otak,
karena menghambat ambilan kembali neurotransmitter yang tidak selektif,
sehingga menyebabkan efek samping yang besar. Efek samping yang sering
ditimbulkan TCA, yaitu:
 Efek jantung ; dapat menimbulkan gangguan penerusan impuls jantung
dengan perubahan ECG, pada overdosis dapat terjadi aritmia berbahaya.
 Efek anti kolinergik ; akibat blokade reseptor muskarin dengan
menimbulkan antara lain mulut kering, obstipasi, retensi urin, tachycardia,
serta gangguan potensi dan akomodasi, keringat berlebihan.
 Sedasi
 Hipotensi ortostatis dan pusing serta mudah jatuh merupakan akibat efek
antinoradrenalin, hal ini sering terjadi pada penderita lansia,
mengakibatkan gangguan fungsi seksual.
 Efek antiserotonin; akibat blokade reseptor 5HT postsinaptis dengan
bertambahnya nafsu makan dan berat badan.
 Kelainan darah; seperti agranulactose dan leucopenia, gangguan kulit
 Gejala penarikan; pada penghentian terapi dengan mendadak dapat timbul
antara lain gangguan lambung-usus, agitasi, sukar tidur, serta nyeri kepala
dan otot.
Antidperesan trisiklik efektif dalam mengobati depresi tetapi tidak lagi
digunakan sebagai obat lini pertama, karena efek sampingnya dan efek
kardiotoksik pada pasien yang overdosis TCA. Obat – obat yang termasuk
golongan TCA antara lain amitripilin, clomipramine, doxepin, imipramine,
desipiramine, dan nortriptyline.
Obat-obat yang termasuk antidepresan trisiklik :
a. Amitriptilin
Dosis lazim : 25 mg dapat dinaikan secara bertahap sampai dosis
maksimum 150-300 mg sehari.

52
Kontra Indikas : Penderita koma, diskrasia darah, gangguan depresif
sumsum tulang, kerusakan hati, penggunaan
bersama dengan MAO.
Interaksi Obat : Bersama guanetidin meniadakan efek antihipertensi,
bersama depresan SSP seperti alkohol, barbiturate,
hipnotik atau analgetik opiate mempotensiasi efek
gangguan depresif SSP termasuk gangguan depresif
saluran napas, bersama reserpin meniadakan efek
antihipertensi.
Perhatian : Ganguan kardiovaskular, kanker payudara, fungsi
ginjal menurun, glakuoma, kecenderungan untuk
bunuh diri, kehamilan, menyusui, epilepsi.
b. Klomipramin
Dosis lazim : 10 mg dapat ditingkatkan sampai dengan maksimum
dosis 250 mg sehari.
Kontra Indikasi : Infark miokard, pemberian bersamaan dengan MAO,
gagal jantung, kerusakan hati yang berat, glaukoma
sudut sempit.
Interaksi Obat : Dapat menurunkan efek antihipertensi penghambat
neuro adrenergik, dapat meningkatkan efek
kardiovaskular dari noradrenalin atau adrenalin,
meningkatkan aktivitas dari obat penekan SSP,
alkohol.
Perhatian : Terapi bersama dengan preparat tiroid, konstipasi
kronik, kombinasi dengan beberapa obat
antihipertensi, simpatomimetik, penekan SSP, anti
kolinergik, penghambat reseptor serotonin selektif,
antikoagulan, simetidin. Monitoring hitung darah
dan fungsi hati, gangguan untuk mengemudi.
c. Imipramin
Dosis lazim : 25-50 mg 3x sehari bila perlu dinaikkan sampai
maksimum 250-300 mg sehari.

53
Kontra Indikasi : Infark miokard akut
Interaksi Obat : Anti hipertensi, obat simpatomimetik, alkohol, obat
penekan SSP
Perhatian : Kombinasi dengan MAO, gangguan kardiovaskular,
hipotensi, gangguan untuk mengemudi, ibu hamil
dan menyusui.
2. Antidepresan Tetrasiklik
Mirtazapin adalah satu – satunya obat antidepresan golongan tetrasiklik.
Mekanisme kerjanya sebagai antagonis pada presinaptic α2 – adrenergic
autoreseptor dan heteroreseptor, sehingga meningkatkan aktivitas nonadrenergik
dan seratonergik. Mirtazapin bermanfaat untuk pasien depresi dengan gangguan
tidur dan kekurangan berat badan. Efek samping yang ditimbulkan berupa mulut
kering, peningkatan berat badan, dan konstipasi.
Mirtazapin
Dosis lazim : 15-45 mg / hari menjelang tidur.
Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap mitrazapin.
Interaksi Obat : Dapat memperkuat aksi pengurangan SSP dari alkohol,
memperkuat efek sedatif dari benzodiazepine, MAO.
Perhatian : Pada epilepsi sindroma otak organic, insufiensi hati, ginjal,
jantung, tekanan darah rendah, penderita skizofrenia atau
gangguan psikotik lain, penghentian terapi secara mendadak,
lansia, hamil, laktasi, mengganggu kemampuan mengemudi
atau menjalankan mesin.
3. Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI).
Selective Serotonin Reuptake Inhibitor adalah obat antidepresan yang
mekanisme kerjanya menghambat pengambilan serotonin yang telah disekresikan
dalam sinap (gap antar neuron), sehingga kadar serotonin dalam otak meningkat.
Peningkatan kadar serotonin dalam sinap diyakini bermanfaat sebagai
antidepresan. SSRI memiliki efikasi yang setara dengan antidepresan trisiklik
pada penderita depresi mayor. Pada pasien depresi yang tidak merespon
antidepresan trisiklik (TCA) dapat diberikan SSRI. Untuk gangguan depresi
mayor yang berat dengan melankolis antidepresan trisiklik memiki efikasi yang

54
lebih besar daripada SSRI, namun untuk gangguan depresi bipolar SSRI lebih
efektif dibandingkan antidepresan trisiklik , hal ini dikarenakan antidepresan
trisiklik dapat memicu timbulnya mania dan hipomania.
Obat antidepresan yang termasuk dalam golongan SSRI seperti
Citalopram, Escitalopram, Fluoxetine, Fluvoxamine, Paroxetine, dan Sertraline
Fluoxetine merupakan antidepresan golongan SSRI yang memiliki waktu paro
yang lebih panjang dibandingkan dengan anidepresan golongan SSRI yang lain,
sehingga fluoxetine dapat digunakan satu kali sehari. Efek samping yang
ditimbulkan Antidepresan SSRI yaitu gejala gastrointestinal ( mual, muntah, dan
diare), disfungsi sexsual pada pria dan wanita, pusing, dan gangguan tidur. Efek
samping ini hanya bersifat sementara.
a. Citalopram
Dosis lazim : 20 mg/hari, maksimum 60 mg /hari.
Kontra indikasi : Hipersensitif terhadap obat ini.
Interaksi Obat : MAO, sumatripan, simetidin.
Perhatian : Kehamilan, menyusui, gangguan mania, kecenderungan
bunuh diri.
b. Fluoxetin
Dosis lazim : 20 mg sehari pada pagi hari, maksimum 80 mg/hari dalam
dosis tunggal atau terbagi.
Kontra Indikasi : hipersensitif terhadap fluoxetin, gagal ginjal yang berat,
penggunaan bersama MAO.
Interaksi Obat : MAO, Lithium, obat yang merangsang aktivitas SSP, anti
depresan, triptofan, karbamazepin, obat yang terkait
dengan protein plasma.
Perhatian : Penderita epilepsi yang terkendali, penderita kerusakan
hati dan ginjal, gagal jantung, jangan mengemudi /
menjalankan mesin.
c. Fluvoxamine
Dosis lazim : 50mg dapat diberikan 1x/hari sebaiknya pada malam hari,
maksimum dosis 300 mg.
Interaksi Obat : Warfarin, fenitoin, teofilin, propanolol, litium.

55
Perhatian : Tidak untuk digunakan dalam 2 minggu penghentian terapi
MAO, insufiensi hati, tidak direkomendasikan untuk anak
dan epilepsi, hamil dan laktasi.
d. Sertralin
Dosis lazim : 50 mg/hari bila perlu dinaikkan maksimum 200 mg/hr.
Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap sertralin.
Interaksi Obat : MAO, Alkohol, Lithium, obat seretogenik.
Perhatian : Pada gangguan hati, terapi elektrokonvulsi, hamil, menyusui,
mengurangi kemampuan mengemudi dan mengoperasikan
mesin.
4. Serotonin /Norepinephrin Reuptake Inhibitor (SNRI)
Antidepresan golongan Serotonin /Norepinephrin Reuptake Inhibitor
(SNRI) mekanisme kerjanya mengeblok monoamin dengan lebih selektif daripada
antidepresan trisiklik, serta tidak menimbulkan efek yang tidak ditimbulkan
antidepresan trisiklik. Antidepresan golongan SNRI memiliki aksi ganda dan
efikasi yang lebih baik dibandingkan dengan SSRI dan TCA dalam mengatasi
remisi pada depresi parah.
Obat yang termasuk golongan SNRI yaitu Venlafaxine dan Duloxetine.
Efek samping yang biasa muncul pada obat Venlafaxine yaitu mual, disfungsi
sexual. Efek samping yang muncul dari Duloxetine yaitu mual, mulut kering,
konstipasi, dan insomnia.
Venlafaxine
Dosis lazim : 75 mg/hari bila perlu dapat ditingkatkan menjadi 150-250 mg
1x/hari.
Kontra Indikasi : Penggunaan bersama MAO, hamil dan laktasi, anak < 18
tahun.
Interaksi Obat : MAO, obat yang mengaktivasi SSP lain.
Perhatian : Riwayat kejang dan penyalahgunaan obat, gangguan ginjal
atau sirosis hati, penyakit jantung tidak stabil, monitor
tekanan darah jika penderita mendapat dosis harian >200 mg.

56
5. Antidepresan Aminoketon
Antidepresan golongan aminoketon adalah antidepresan yang memiliki
efek yang tidak begitu besar dalam reuptake norepinefrin dan serotonin.
Bupropion merupakan satu – satunya obat golongan aminoketon. Bupropion
bereaksi secara tidak langsung pada sistem serotonin, dan efikasi Bupropion mirip
dengan antidepresan trisiklik dan SSRI. Bupropion digunakan sebagai terapi
apabila pasien tidak berespon terhadap antidepresan SSRI. Efek samping yang
ditimbulkan Bupropion yaitu mual, muntah, tremor, insomnia, mulut kering, dan
reaksi kulit.
6. Antidepresan Triazolopiridin
Trazodone dan Nefazodone merupakan obat antidepresan golongan
triazolopiridin yang memiliki aksi ganda pada neuron seratonergik Mekanisme
kerjanya bertindak sebagai antagonis 5 – HT2 dan penghambat 5 – HT, serta
dapat meningkatkan 5 – HT1A .Trazodone digunakan untuk mengatasi efek
samping sekunder seperti pusing dan sedasi, serta peningkatan availabilitas
alternatif yang dapat diatasi.
Efek samping yang ditimbulkan oleh Trazodone adalah sedasi, gagguan
kognitif, serta pusing. Sedangkan efek samping yang ditimbulkan Nefazodone
yaitu sakit kepala ringan, ortostatik hipotensi, mengantuk, mulut kering, mual, dan
lemas.
7. Mono Amin Oxidase Inhibitor ( MAOI )
Mono Amin Oxidase Inhibitor adalah suatu enzim komplek yang
terdistribusi didalam tubuh, yang digunakan dalam dekomposisi amin biogenik
(norepinefrin, epinefrin, dopamin, dan serotonin). MAOI bekerja memetabolisme
NE dan serotonin untuk mengakhiri kerjanya dan supaya mudah disekresikan.
Dengan dihambatnya MAO, akan terjadi peningkatan kadar NE dan serotonin di
sinap, sehingga akan terjadi perangsangan SSP.
MAOI memiliki efikasi yang mirip dengan antidepresan trisiklik. MAOI
juga dipakai untuk pasien yang tidak merespon terhadap antidepresan trisiklik.
Enzim pada MAOI memiliki dua tipe yaitu MAO – A dan MAO – B. Kedua obat
hanya akan digunakan apabila obat – obat antidepresan yang lain sudah tidak bisa
mengobati depresi ( tidak manjur ). Moclobomida merupakan suatu obat baru

57
yang menginhibisi MAO – A secara ireversibel, tetapi apabila pada keadaan
overdosis selektivitasnya akan hilang. Selegin secara selektif memblokir MAO –
B dan dapat digunakan sebagai antidepresan pada dosis yang tinggi dan beresiko
efek samping. MAO – B sekarang sudah tidak digunakan lagi sebagai
antidepresan.
Obat – obat yang tergolong dalam MAOI yaitu Phenelzine,
Tranylcypromine, dan Selegiline. Efek samping yang sering muncul yaitu postural
hipotensi ( efek samping tersebut lebih sering muncul pada pengguna phenelzine
dan Tranylcypromine ), penambahan berat badan, gangguan sexual (penurunan
libido, anorgasmia).

2.2.7.3. Terapi Tambahan


Digunakannya terapi tambahan yang untuk meningkatkan efek
antidepresan serta mencegah terjadinya mania.
a. Mood Stabilizer
Lithium dan Lomotrigin biasa digunakan sebagai mood stabilizer. Litium
adalah suatu terapi tambahan yang efektif pada pasien yang tidak memberikan
respon terhadap pemberian monoterapi antidepresan. Lomotrigin adalah
antikonvulsan yang mereduksi glutamateric dan juga digunakan sebagai agen
terapi tambahan pada depresi mayor dan juga digunakan untuk terapi dan
pencegahan relapse pada depresi bipolar.
Beberapa mood stabilizer yang lain yaitu valproic acid, divalproex dan
carbamazepin ini semua digunakan untuk terapi mania pada bipolar disorder.
Divalproex dan valproate digunakan untuk mencegah kekambuhan kembali.
Lithium karbonat
Dosis lazim : 400-1200 mg dosis tunggal pada pagi hari atau sebelum tidur
malam.
Kontra Indikasi : Kehamilan, laktasi, gagal ginjal, hati dan jantung.
Interaksi Obat : Diuretik, steroid, psikotropik, AINS, diazepam, metildopa,
tetrasiklin, fenitoin, carbamazepin, indometasin.
Perhatian : Monitor asupan diet dan cairan, penyakit infeksi, demam,
influenza, gastroentritis.

58
b. Antipsikotik
Antipsikotik digunakan untuk meningkatkan efek antidepresan. Ada 2
macam antipsikotik yaitu typical antipsikotik dan atypical antipsikotik. Obat –
obat yang termasuk typical antipsikotik yaitu Chorpromazine, Fluphenazine,
dan Haloperidol. Antipsikotik typical bekerja memblok dopamine D2 reseptor.
Atypical antipsikotik hanya digunakan untuk terapi pada depresi mayor resisten
dan bipolar depresi. Obat – obat yang termasuk dalam Atypical antipsikotik
clozapine, olanzapine, dan aripripazole.

2.2.7.4. Klasifikasi Obat


 Tabel 1.3 menunjukkan klasifikasi obat antidepresan yang umum
digunakan, rekomendasi tentang rentang konsentrasi plasma terapeutik,
dosis awal, dan rentang dosis lazim.

 Tabel 1.4 menunjukkan potensi relatif dan selektivitas antidepresan


untuk penghambatan NE dan reuptake 5-HT dan profil efek
sampingrelatif.

 SSRI menghambat reuptake 5-HT ke oleh neuron presinaps.

 TCAs efektif dalam mengobati semua depresi subtipe, terutama subtipe


melankolis yang parah.

 Penghambat MAO fenelazin dan tranilsipromin meningkatkan


konsentrasi NE, 5HT, dan DA dalam sinaps neuron melalui
penghambatan sistem enzim MAO

 Triazolopiridin trazadon, dan nafazedone bersifat antagonis pada


reseptor 5-HT dan menghambat ambilan kembaki 5 -HT. Keduanya
memiliki afinitas yang tidak berartio terhadap respon kolinergik dan
histaminergik.

 Aksi neurochemical dari bupropiun yang paling poten adalah


pengeblokan ambilan DA.

 Venlafaksin merupakan penghambat ambilan NE yang poten dan


menghambat ambilan DA yang lemah.

59
 Maprotilin dan amoksapin merupakan penghambat ambilan NE ,
dengan efek yang lebih kecil terhadap ambilan 5-HT.

 Mirtazapin meningkatkan aktivitas nonadrenergik dan serotonergik


sentral mempengaruhi efek farmakologis terhadap autoreseptor dan
heteroreseptor adrenergik alfa dua presinaptik sentral.

TABEL 1.3 Dosis Dewasa Untuk Obat Antidepresan

60
2.2.7.5. Algoritma Penatalaksanaan Depresi Mayor Tanpa Komplikasi

2.2.7.6. Farmakoterapi Depresi


 Lini Pertama
Untuk pengobatan lini pertama dapat digunakan Anti depresan
trisiklik (TCA) dan selective serotonin re-uptake inhibitor (SSRI).
1) Anti depesan trisiklik
 Contohnya : amitriptilin, klomipramin, imipramin, nortriptilin
 Anti depresan trisiklik terbukti efektif dalam mengatasi semua
tipe depresi, terutama gangguan depresi jenis melankolis berat.

61
 Semua TCA mempotensiasi aktivitas NE dan 5-HT dengan
cara memblok reuptake nya.
 TCA juga mempengaruhi system reseptor lain, maka selama
terapi dengan TCA sering dilaporkan adanya efek samping
pada sistem kolinergik, neurologic dan kardiovaskular.
2) Selelctive Serotonin re-uptake Inhibitor
 Contohnya : fluoksetin, fluvoksamin, paroksetin dan sertalin
 SSRI memiliki spektrum luas sama dengan TCA
 Efikasinya setara dengan TCA, sehingga pasien yang gagal
dengan TCA mungkin akan berespon baik terhadap SSRI atau
sebaliknya.
 Memunculkan dugaan : ada perbedaan populasi pasien depresi
berdasar patofisiologinya (NE- Mediated vs 5-HT mediated )
sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut.
 Efek samping sedative, antikolinergik, kardiovaskular tidak
ada
 Tidak/ sedikit sekali dieksresikan melalui ASI sehingga dapat
digunakan oleh ibu menyusui.
 Lini kedua
Lini kedua bisa digunakan golongan antagonis 5-HT atau mixed re-
uptake inhibitors seperti : venlafaksin, trazodon, bupropion.
 Lini ketiga
 Digunakan golongan MAO inhibitors : fenelzin, moklobemid (di
Ind), tranilsipromin.
 MAO inhibitors memiliki spektrum aktivitas yang berbeda
dengan TCA sehingga lebih banyak digunakan untuk depresi
atypical (dengan tanda – tanda : mood reactivity, irritability,
hypersomnia, hyperphagia, dll)
 Keterbatasan penggunaan MAOI : banyak interaksi dengan obat
dan makanan, contoh : harus disertai pantangan terhadap
beberapa makanan seperti : keju, daging, MSG, kecap, dll.

62
2.2.7.7. Kelompok Pasien Khusus
 Pasien usia lanjut
 SSRI seringkali dijadikan pilihan pertama antidepresan untuk
pasien usia lanjut. Hal ini memungkinkan pasien untuk terhindar
dari efek samping yang umum terjadi dengan pemberian
antidepresan trisiklik.
 Pada pasien usia lanjut yang sehat, antidepresan trisiklik amina
sekunder (desipramin dan nortriptilin) dapat diberikan (dengan
perhatian khusus) karena golongan obat ini memiliki rentang
konsentrasi terapeutik yang telah dipastikan, efikasi yang baik dan
profil efek samping yang telah diketahui dengan jelas.
 Nefazodon, bupropion dan venlafaksin dapat juga dipilih karena
memberikan efek kolinergik yang lebih ringan dan kejadian efek
samping kardiovaskular yang lebih jarang.
 Anak dan remaja
 Data yang mendukung efikasi obat antidepresan pada anak dan
remaja sangat terbatas. Fluoksetin adalah satu-satunya obat
antidepresan yang disetujui oleh FDA untuk terapi depresi pada
pasien usia kurang dari 18 tahun.
 FDA menjumpai adanya keterkaitan antara penggunaan obat
antidepresan dan kejadian bunuh diri pada anak dan remaja. Saat
ini, FDA mengharuskan seluruh obat antidepresan yang beredar
untuk mencantumkan peringatan terkait penggunaan antidepresan
pada populasi ini. Para klinisi dapat merujuk pada label yang
disetujui FDA ataupun website FDA untuk mendapatkan informasi
tambahan.
 Beberapa kasus kematian mendadak dilaporkan pada anak dan remaja
yang mendapat desipramin. Disaranakan untuk melakukan pemeriksaan
elektro kardiogram ( EKG) sebelum memulai terapi antidepresan trisiklik
pada anak dan remaja dan juga pemeriksaan EKG tambahan pada saat
konsentrasi plasma mencapai kadar tunak. Pemantauan konsentrasi
plasma antidepresan trisiklik sangat penting untuk memastikan keamanan

63
dan konsentrasi plasma diatas 450 mg/mL dikaitkan dengan peningkatan
resiko terjadinya efek samping yang serius.
 Kehamilan
 Sebagai pendekatan umum, jika memberikan respon yang adekuat, terapi
non farmakoogi merupakan pilihan utama untuk penanganan pasien
depresi dengan kehamilan.
 Tidak ada efek teratogenik mayor yang dijumpai dengan pemberian SSRI
atau antidepresan trisiklik. Namun hasil evaluasi sampai saat ini
menyatakan adanya keterkaitan antara pemberian fluoksetin dengan
kejadian kelahiran prematur dan penurunan laju pertumbuhan fetus.
 Jika atidepresan trisiklik hendak dihentikan pada masa kehamilan,
penghentian harus dilakukan secara bertahap untuk menghindari
terjadinya gejala putus obat. Jika memungkinkan, penurunan dosis secara
bertahap dimulai 5-10 hari sebelum hari yang ditetapkan untuk sama
sekali berhenti menerima antidepresan trisiklik.
 Pasien yang mengalami kekambuhan
 Kebanyakan pasien depresi yang resisten terhadap pengobatan
mendapatkan terapi yang tidak adekuat. Beberapa hal yang harus
dipertanyakan pada pasien yang tidak memberikan respon terhadap
pengobatan adalah:
a. Apakah diagnosa telah tepat?
b. Apakah pasien memiliki depresi psikotik?
c. Apakah pasien telah mendapatkan dosis dan durasi pengobatan yang
tepat?
d. Apakah efek samping menghalangi pemberian dosis yang adekuat?
e. Apakah pasien telah mematuhi terapi yang diberikan?
f. Apakah hasil terapi telah diukur dengan adekuat?
g. Apakah ada gangguan medis atau psikiatrik lain yang dialami saat
ini ataupun sebelumnya?
 Antidepresan yang digunakan saat ini dapat dihentikan dan dapat
diberikan obat lain dengan struktur kimia yang tidak terkait.

64
 Alternatifnya, antidepresan yang dipakai saati ini efeknya dapat
dipotensiasi dengan penambahan litium, liotironin atau antipsikotik
atipikal.
 Pendekatannya yang ketiga adalah dengan menggunakan dua kelas
antidepresan yang berbeda secara bersamaan. Kombinasi SSRI dan
antidpresan trisiklik tidak boleh digunakan. Penggunaan 2 macam obat
tidak disarankan jika pemberian 1 macam obat sudah mencukupi.
 Dosis
 Dosis (dewasa) awal untuk sebagian besar antidepresan trisiklik adalah
50 mg menjelang tidur, selanjutnya dosis dapat ditingkatkan sebesar 25
sampai 50 mg setiap hari ketiga (lihat Tabel )
 Bupropion umumnya dimulai pada dosis 100 mg 2 x sehai, selanjutnya
dosis dapat dinaikkan menjadi 100 mg 3x sehari setelah 3 hari.
Peningkatan dosis sampai 450 mg/hari (dosis maksimum), diberikan
dalam dosis terbagi 150 mg 3x sehari, dapat diberikan pada pasien yang
tidak memberikan respon klinis setelah beberapa minggu mendapatkan
dosis 300 mg/hari.
 Pemberian obat antidepresan selama 6 minggu pada dosis maksimum
dapat dikatakan telah adekuat. Pasien harus diberi informasi bahwa obat
antidepresan memerlukan waktu 2-4 minggu sebelm memberikan efek.
 Pada pasien usia lanjut dapat diberikan dosis awal yang merupakan
setengah dosis awal pasien dewasa, selanjutnya dosis dapat ditingkatkan
secara perlahan. Kelompok pasien ini memerlukan terapi sekitar 6 -12
minggu untuk mencapai respon anti depresan yang diharapkan.
 Untuk mencegah kekambuhan, pemberian obat antidepresan dengan
dosis yang memberikan efek terapeutik, harus dilanjutkan selama 4-9
bulan setelah penyakit teratasi. Beberapa kali menyarankan terapi
pemeliharaan seumur hidup untuk mereka yang beresiko tinggi
mengalami kekambuhan (misalnya : pasien usia lebih dari 50 tahun pada
saat terjadi episode pertama, pasien usia lebih dari 40 tahun dan
mengalami 2 atau lebih episode sebelumnya, dan pasien dengann usia
berapapun yang mengalami 3 atau lebih episode sebelumnya.

65
 Pertimbangan farmakoekonomik
 Biaya obat diperkirakan 10% sampai 12% dari biaya langsung dalam
pengobatan depresi. Pada saat dilakukan evaluasi biaya pengobatan
banyak hal yang perlu dipertimbangkan selain biaya obat saja. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa pemberian SSRI sebagai terapi depresi
memberikan nilai ekonomi yang lebih tinggi ( disbandingkan dengan
antidepresan trisiklik) pada saat seluruh biaya pegobatan diperhitungkan.
 Hasil evaluasi yang baru menyatakan bahwa baik nefazodon maupun
fluoksetin terbukti lebih efektif dalam masalah biaya pengobatan jika
dibandingkan dengan imipramin, dimana nefazodon sedikit lebih efektif
dari pada fluoksetin. Diperlukan studi yang melibatkan populasi yang
lebih beragam dalam jangka waktu lebih panjang sebelum dapat
memutuskan manakah diantara obat –obat antidepresan tersebut yang
lebih baik dalam hal keefektifan biaya pengobatan.
 Evaluasi Terhadap Hasil Terapi
 Beberapa parameter pemantauan (sebagai tambahan dari pemeriksaan
kosentrasi plasma) akan memberikan manfaat dalam menangani pasien.
Pasien harus dipantau terhadap efek samping, teratasinya gejala yang
dialami sebelumnya, dan adanya perubahan pada fungsi sosial dan
pekerjaan. Pemantauan secara teratur harus tetap dilakukan sampai
beberapa bulan setelah terapi antidepresan dihentikan.
 Pasien yang mendapatkan venlafaksin dan mereka yang mendapatkan
Antidepresan trisiklik bersamaan dengan Antihipertensi yang
menghambat adrenergic (adrenergic neuronal blocking antihypertensives)
harus dipantau tekanan darahnya secara teratur.
 Pasien usia lebihdai 40 tahun harus menjalankan pemeriksaan EKG
sebelum memulai terapi Antidepresan trisiklik, dan pemeriksaan EKG
selanjutnya perlu dilakukan secara berkala.
 Pasien harus dipantau terhadap munculnya ide bunuh diri setelah
pemberian obat antidepresan.
 Sebagai tambahan dari wawancara klinis, penggunaan alat – alat skala
psikometrik dapat memberikan pangukuran secara cepat dan terpercaya

66
mengenai keadaan dan tingkat keparahan depresi maupun gejala yang
terkait.
 Jika diberikan obat antidepresan dengan nama dagang yang berbeda dari
sebelumnya, pasien harus dipantau secara ketat terhadap kekambuhan
atau kemunculan kembali penyakit.

67
BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Gangguan kecemasan (ansietas) meliputi suatu kumpulan gangguan
dimana kecemasan (ansietas) dan gejala lainnya yang terkait yang tidak rasional
dialami pada suatu tingkat keparahan sehingga mengganggu aktivitas atau
pekerjaan.adapun terapi farmakologi untuk ansietas adalah antidepresan dan
benzodizepin.
Depresi merupakan bentuk gangguan jiwa pada alam perasaan (afektif,
mood ) yang biasa ditandai dengan kemurungan, kesedihan, kehilangan gairah
hidup, tidak ada semangat, merasa tidak berdaya, perasaan bersalah, tidak
berguna, dan putus asa. Penatalaksanaan terapi pada penderita depresi terbagi dua,
yaitu terapi non farmakologi dan terapi farmakologi. Terapi non farmakologi
terdiri dari : psikoterap dan Electro Convulsive Therapy (ECT), sedangkan terapi
famakologi terdiri dari obat – obat antidepresan yaitu : antidepresan trisiklik
(TCA), antidepresan tetrasiklik, selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI),
serotonin /norepinephrin reuptake inhibitor (SNRI), antidepresan aminoketon,
antidepresan triazolopiridin dan antidepresan MAO (Monoamine Oxidase
Inhibitor, MAOI). Terapi tambahan yang digunakan untuk meningkatkan efek
antidepresan serta mencegah terjadinya mania yaitu Mood Stabilizer dan
Antipsikotik.

3.2. SARAN
Bagi pembaca kami berharap dengan adanya makalah ini dapat
memberikan informasi tentang penyakit serta obat-obat yang dapat digunakan
untuk penyakit ansietas dan gangguan depresi.

68
DAFTAR PUSTAKA

Chaplin, J.P.1997. Kamus Lengkap Psikologi (Terjemahan Dr.Kartini Kartono).


Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Departemen Kesehatan Ditjen Bina Pelayanan Medik DirektoratBina Pelayanan
kesehatan Jiwa.2006.Buku pedoman pelayana kesehatan jiwa difasilitas
pelayanan kesehatan dasar. Jakarta: Departemen Kesehatan Ditjen
BinaPelayanan Medik Direktorat Bina Pelayanan kesehatan Jiwa.
Fauziah, Fitri & Julianty Widuri. 2007. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa.
Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).
Gunawan SG, Setabudy R, Nafrialdi, dan Elysabeth. 2007.Farmakologi dan
terapi edisi ke-lima. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik
FKUI.
Hollister LE. 1998. Obat antidepresan. Dalam: Farmakologi dasar dan klinik.
Katzung BG. Edisi ke-enam. Jakarta: EGC.
Kaplan, Harold I, Benjamin J. Sadock dan Jack A. Grebb.2010.Gangguan
Delusional. Dalam: synopsis psikiatri jilid satu. Jakarta: Binapura Aksara.
Mustamir Pedak.2009.Metode Supernol Menaklukkan Stres.Jakarta: Hikmah
Publishing House.
Neale, JM. Davidson, GC.2001. Abnormal Psychology. New York : John Wiley &
Sons, Inc.
Nevid, Jeffrey S, dkk. 2005. Psikologi Abnormal edisi kelimaJilid 1. Jakarta:
Erlangga.
Puri BK, Laking PJ, dan Treasaden IH. 2011. Buku ajar psikiatri. Edisike-dua.
Jakarta: EGC.
Ramaiah, Savitri. 2003. Kecemasan Bagaimana Mengatasi Penyebabnya. Jakarta:
Pustaka Populer Obor
Richard F, Michelle C, and Luigi C.2009.Antidepressants; inLippincott's
Illustrated Reviews: Pharmacology. Harvey AR and Champe PC.
4thEdition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Utama, Hendra, 2010. Buku Ajar Psikiatri. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta

69
Wiramiharja, Sutardjo A. 2005. Pengantar Psikologi Abnormal.Bandung:Refika
Aditama.

70

Anda mungkin juga menyukai