Anda di halaman 1dari 7

Tinjauan Ulang Artritis Reumatoid – Ulasan mengenai Pencitraan Lanjut

Ringkasan
Artritis Reumatoid (RA) adalah penyakit multisystem, yang menimbulkan berbagai morbiditas
signifikan. Penegakan diagnosis dini pada RA penting untuk mencegah perubahan tulang dan
sendi yang ireversibel. Penyakit ini memiliki gambaran klinis khas, tetapi evaluasi awal pada
penyakit akan sulit hanya dengan radiografi polos. Perkembangan terakhir dalam pencitraan
RA telah berperan besar dalam diagnosis dini penyakit ini. Dalam artikel ini, kami meninjau
peran dan keadaan terkini berbagai modalitas pencitraan termasuk perkembangan terakhir
dalam evaluasi dan tindak lanjut RA dini.
Kata kunci MeSH: Artritis, Reumatoid . Pencitraan Resonansi Magnetik Difusi .
Radiografi
Ujung inti:
Berbagai modalitas pencitraan membantu radiolog dan ahli reumatologi dalam menentukan
diagnosis dini pada artiritis reumatoid (RA). Modalitas ini berperan penting dalam
mengidentifikasi keparahan dan progresi penyakit serta pada penilaian respon terhadap terapi.
Perkembangan terkini pada ultrasonografi, computed tomography, dan penctiraan resonansi
magnetic telah semakin meningkatkan spesifisitas dan sensitivitas untuk mengidentifikasi
perubahan dini dari penyakit. Dalam ulasan ini, kami bertujuan menjelaskan peran pencitraan
terkini dalam penegakan diagnosis dini pada RA.
Latar Belakang
Artritis Reumatoid (RA) merupakan artritis inflamasi tersering yang melibatkan persendian
kecil pada tangan dan kaki secara progresif sehingga terjadi destruksi dan deformitas sendi
dengan morbiditas yang luas. Penyakit ini biasanya timbul sebagai poliartritis simetris, tetapi
dapat juga asimetris pada 20% pasien. Gejala klinis paling sering pada RA adalah sendi yang
nyeri dan bengkak, kaku di pagi hari, kelelahan, dan nyeri otot. Penyakit lebih sering mengenai
area synovium, menyebabkan hipertropi dan lebih lanjut menimbulkan destruksi kartilago dan
tulang.
Diagnosis RA cukup sederhana bila terlihat seluruh gejala khas terlihat, tetapi, diagnosis akan
menjadi sulit karena gambaran klasik dari klinis, pencitraan, dan serologis tidak muncul pada
waktu yang bersamaan. Pemeriksaan laboratorium seperti antibodi peptida citrulinnated
antisiklik (ACPA atau anti-CCP), protein reaktif C (CRP), laju endap darah (ESR) dan faktor
reumatoid (faktor RA) dapat membantu mengarahkan dan menegakkan diagnosis.
Kriteria ACR/EULAR seringkali digunakan untuk diagnosis RA, walaupun kriteria tersebut
dibentuk untuk mengklasifikasikan pasien yang baru mengalami gejala artritis inflamasi tidak
terdiferensiasi seperti RA. Hal ini dilakukan terutama untuk klasifikasi RA pada penelitian
epidemiologi dan percobaan klinis. Kriteria ACR tahun 1987 menyatakan adanya erosi
jukstaartikular pada radiografi pergelangan tangan dan pada tangan sebagai salah satu dari
tujuh kriteria klasifikasi RA. Hal ini tidak membantu dalam mendiagnosis dini, karena erosi
timbul lambat pada radiografi. Berdasarkan kriteria ACR/EULAR yang telah direvisi,
keterlibatan sendi, seperti yang terlihat pada synovitis yang dapat dikonfirmasi melalu
pencitraan, termasuk salah saatu kriteria dan menggarisbesarkan peran utama pencitraan dalam
diagnosis RA.
Semakin banyak bukti yang menjelaskan adanya periode waktu pada fase dini dari penyakit
ini, disebut dengan “jendela kesempatan”, selama periode tersebut, bila telah dimulai terapi
yang tepat, maka akan ada perbaikan jangka panjang dan penekanan progresi penyakit. Dengan
demikian terapi agresif dapat dimulai dengan dasar kecurigaan klinis yang kuat sebelum tanda
klasik penyakit ini telah muncul. Karena diagnosis dan terapi dini sangan penting dalam hasil
jangka panjang pasien dengan RA dini, konfirmasi atau eksklusi diagnosis harus dilakukan
sedini mungkin setelah onset gejala.
Pencitraan
Radiografi
Radiografi analog atau digital adalah modalitas pencitraan lini pertama dan paling banyak
dilakukan pada pasien RA. Biaya yang murah dan ketersediaan yang luas membuatnya menjadi
modalitas pilihan tidak hanya untuk mendiagnosis tetapi juga untuk tindak lanjut. Pencitraan
ini dapat menunjukkan perubahan tulang pada RA seperti penyempitan rongga sendi dan erosi
tulang. Tetapi, hal ini memiliki sensitivitas yang rendah dalam menunjukkan edema jaringan
lunak, penebalan sinovial dan perubahan sumsum tulang pada stadium awal penyakit (Gambar
1)

Gambar 1 (A) radiografi tangan dan pergelangan tangan normal pada perempuan 23 tahun dengan kesulitan dan nyeri pada
jari saat fleksi dan didiagnosis artritis reumatoid dini. (B, C) gambar MRI koronal T2W dan CE pada pasien yang sama
menunjukkan tenosinovitis (panah) pada tendon fleksor kedua dengan edema sumsum ringan pada styloid ulnar (*) (D)
gambar FST2W aksial menunjukkan sinyal tinggi yang mirip di sekitar tendon fleksor setingkat retinakulum fkleksor (*) (E)
gambar sonografi aksial setinggi phalang proksimal menunjukkan cuffing di sekitar tendon digitorum fleksor jari ke dua dan
tiga (panah)

Penebalan jaringan lunak terlihat pada radiograf diakibatkan oleh gabungan penebalan
sinovial, tenosynovitis dan efusi sendi. Pada sendi-sendi kecil, hal ini terlihat sebagai benjolan
fokal pada jaringan lunak periartikular dan peningkatan densitas jaringan lunak. Pada sendi
yang lebih besar, terjadi pergeseran bantalan lemak periarticular.
Pelebaran rongga sendi adalah abnormalitas radiografi paling awal dan bersifan transien
karena penebalan sinovial dan efusi sendi.
Osteopenia dapat bersifat lokal akibat sinovitis dan hiperemia, ataupun difus pada stadium
lanjut akibat penyalahgunaan ekstremitas yang terasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan
pemberian steroid.
Erosi adalah salah satu tanda utama RA dan mungkin tidak terlihat diawal perjalanan penyakit.
Insidensinya meningkat dengan bertambahnya durasi penyakit seperti setelah 10 tahun dari
mulainya timbul gejala erosi terlihat pada 90-95% pasien. Timbulnya erosi menandakan
perubahan pada sendi yang ireversibel. Tetapi, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa
penyembuhan dan perbaikan erosi dapat terjadi pada pasien yang menjalani terapi dengan obat
antireumatik pemodifikasi penyakit (DMARDs).
Pada kasus lanjut, dapat terjadi fusi pada sendi yang terlibat. Fusi tulang yang lebih jarang
terjadi pada sendi kecuali sendi interkarpal. Deformitas susunan, destruksi sendi yang jelas dan
fraktur stres merupakan perubahan lambat pada RA.
Ultrasonografi (US)
Ultrasonografi tersedia luas dan relative murah serta tidak memberikan paparan radiasi
pengion. US telah populer tidak hanya dalam mendeteksi perubahan sendi tetapi juga dalam
tindak lanjut perubahan ini pada pasien dengan berbagai macam DMARDs.
US telah banyak berkembang sejak saat gambaran patologi RA pertama kali dideskripsikan
dengan US Doppler hitam putih dan berwarna pada tahun 1978 dan 1994, berturut-turut.
Ketersediaan pentransduksi linear dengan resolusi tinggi dan frekuensi tinggi (mencapai 18
MHz) telah membuat deteksi penebalan sinovial, efusi sendi, dan erosi superfisial lebih mudah.
Disamping itu, kuar jejak kaki atau tongkat hoki telah memudahkan evaluasi sonografi pada
sendi kecil di tangan dan kaki. Perkembangan teknologi berguna pada pasien RA karena pasien
RA membutuhkan tindak lanjut yang panjang dan sering. Tetapi, US adalah modalitas yang
memakan waktu dan bergantung pada operator.
Dengan USG, penebalan sinovial terlihat sebagai jaringan lunak hipoekoik nonkompresibel
pada lapisan sinovial, yang dapat tampak seperti lapisan hiperekoik pada penyakit kronik,
sedangkan efusi sinovial tampak sebagai lapisan hipoekoik kompresibel. Penebalan sinovium
dapat menunjukkan aliran warna pada fase inflamasi aktif. Mirip dengan penebalan hipoekoik
pada selubung tendon terlihat pada tenosynovitis. Erosi digambarkan sebagai diskontinuitas
tulang kortikal yang terlihat pada dua proyeksi. Perlu diperhatikan pada pencitraan permukaan
tulang ireguler dan kontur tulang normal, sehingga penting untuk memiliki pemahaman
anatomi tulang yang menyeluruh.
Banyak penyelidik telah mempelajari kegunaan US untuk diagnosis dan tindak lanjut RA. US
hitam putih lebih efektif daripada radiografi konvensional untuk mendeteksi erosi tulang, yang
merupakan tanda khas penyakit ini. US hitam putih juga dapat membantu mengidentifikasi
iregularitas permukaan tulang dan abnormalitas tendon dan sinovium. Ultrasonografi memiliki
sensitivitas tinggi 79% dan spesifisitas 97%, dibandingkan dengan radiografi 32% dan 98%
dalam mengenali perubahan RA pada sendi metatarsophalangeal. Persetujuan antarpenilai
yang tinggi juga terlihat dalam identifikasi synovitis dan erosi tulang pada berbagai ahli
sonolog. Persendian besar, seperti pada bahu, juga dapat menerima US dan khususnya berguna
saat gambaran radiografi normal.
US juga mendeteksi bukti adanya tenosinovitis dengan menunjukkan adanya cairan sepanjang
selubung tendon, peningkatan vaskular intratendon dengan Doppler berwarna serta kerusakan
struktural yaitu robekan parsial atau komplit. Bahkan tenosinovitis klinis juga telah didiagnosa
pada persendian pergelangan kaki dengan keterlibatan tendon tibialis posterior dan peroneus
longus pada ultrasonografi.
US Doppler mengevaluasi vaskularisasi sinovium, yang berhubungan dengan aktivitas
penyakit (Gambar 2F). Sinovium yang mengalmai inflamasi menunjukkan tahanan aliran
rendah pada US Doppler. Hipertrofi sinovial kronik menyebabkan penebalan ekogenik tanpa
adanya peningkatan pada sinyal Doppler. Sensitivitas dari pemeriksaan ini dapat ditingkatkan
dengan agen kontras US. Tetapi, nilai diagnostik setelah penambahan kontras ultrasonografi
masih belum jelas, terutama karena harganya lebih mahal dan bersifat invasif.

Gambar 2 Temuan ultrasonografi pada pasien yang berbeda dengan RA yang baru terdiagnosa, penebalan sinovial
hipoekoik pada sendi metacarpophalangeal (*) (A)pannus proloferatif (ditandai oleh (B)(C)(D)(E)(F)

Sonoelastografi, yang memanfaatkan prinsip pengukuran kekakuan jaringan, telah


menunjukkan kemampuan dalam evaluasi patologi tendon dengan adanya korelasi antara
pelunakan tendon dan tendinopati melibatkan tendon Achilles dan tendon manset rotator.
Perannya dalam evaluasi patologi sinovial masih dalam penelitian.
Terdapat banyak skoring sistem US yang telah ditemukan, pengelasan derajat patologi sinovial,
erosi dan gambaran RA lain pada berbagai sendi. Jumlah sendi yang dinilai berkisar dari empat
sampai 78.
USG juga berperan dalam membedakan artritis inflamasi dan noninflamasi. Gabungan
penilaian structural dan sinovial dengan US juga membantu diferensiasi antara RA,
osteoarthritis dan sendi normal.
Computed Tomography (CT)
CT jarang digunakan untuk evaluasi RA dini karena adanya radiasi pengion dan juga
keterbatasan kontras jaringan lunak, walaupun memiliki sensitivitas tinggi dalam menilai
perubahan struktural tulang kortikal. Peran utama CT adalah dalam penilaian keterlibatan
vertebra servikal pada RA, terutama subluksasi dan fraktur atlantoaksial. CT juga menunjukkan
dengan jelas ankilosis tulang pada stadium lanjut. CT merupakan alat yang berguna dalam
evaluasi keterlibatan parenkim paru pada RA.
Pencitraan Resonansi Magnetik (MRI)
MRI telah terbukti modalitas yang paling sensitif dalam menegakkan diagnosis dini dan
evaluasi berikutnya pada penyakit RA. Kontras jaringan lunak, kemampuan multiplanar dan
penggunaan kontras berbasis gadolinium yang baik membantu diferensiasi sinovitis dari efusi
sendi dan tenosynovitis serta diagnosis edema sumsum tulang dan erosi.
Pemindai MR pada pasien RA harus dipisahkan berdasarkan area anatomi, ketersedian per, dan
kekuatan magnet. Pada kebanyakan kasus, MRI harus melibatkan sekuen T1 dan tersaturasi
lemak, sekuens T2/STIR dengan sekuens T1W tersupresi lemak dengan kontras. Sekuens
isotrop 3D berguna pada persendian kecil tangan dan kaki. Sekuens T1 tersupresi lemak dan
sekuens kartilago juga dilakukan. Gambaran tertimbang difusi pada nilai “b” 400 dan 800 dan
ADC dapat juga diambil. Gambar harus diambil setidaknya dua pesawat bergantung pada area
yang diinginkan. Ketebalan potongan tidak lebih dari 3 mm, dengan potongan yang lebih tipis
dapat dilakukan pada persendian kecil.
Pada MRI, sinovitis tampak sebagai sinovium yang menebal dengan sinyal terang pada
gambaran T2W yang menandakan adanya edema, dan peningkatan volume sinovial dan
perbaikan kontras pada pindaian pasca gadolinium. CE MRI dapat membedakan antara efusi
sinovial dan efusi sendi dengan menunjukkan perbaikan kontras yang pada sinovium yang
meradang yaitu 5 menit setelah injeksi kontras. Pada fase lambat, yaitu 10 menit setelah injeksi
kontras; gadolinium berdifusi ke dalam cairan sinovial dari mana adanya kesulitan dalam
membedakan sinovium dengan efusi sendi. Diferensiasi ini juga dapat dicapai dengan
mengambil gambar T2W dimana efusi sendi tampak lebih terang dengan sinovium yang
meradang. Tetapi pada beberapa pasien komponen berbasis gadolinium tidak dapat digunakan,
baik karena riwayat reaksi terhadap kontras atau gangguan fungsi ginjal. Pada pasien tersebut,
pencitraan dengan beban difusi dapat digunakan (Gambar 3). Sinovitis terlihat sebagai sinyal
tinggi pada sinovium pada a tinggi nilai a tinggi b yaitu 800. Pada RA, edema sumsum tulang
sering terlihat pada subkondral paling baik ditampilkan dengan MRI, karena terlihat sebagai
sinyal terang pada gambaran T2W/STIR tersupresi lemak. Sinyal tinggi ini juga terlihat pada
gambaran T1W kontras. Area edema sumsum tulang ini cenderung menjadi prekursor erosi
(Gambar 4).

Gambar 3 Perubahan MRI pada RA dini pria 29 tahun dengan nyeri yang terisolasi di jari kelingking, edema
sumsum fokal dan penebalan sinovial pada sendi PIP jari ke 5 (panah) pada T2W1 koronal tersupresi lemak (A),
tampak difusi terhambat pada DWI (B) dan peta ADC (C). terdapat penebalan sinovial (panah putih) pada T2WI
aksial tersupresi lemak (D) dan peningkatan pada CEMRI aksial (E). juga ditemukan edema sumsum fokal pada
phalang proksimal (panah hitam) (D)
Gambar 4 Temuan MRi pada beberapa pasien RA. T1W dan CEMRI (A,B), menunjukkan erosi pada kaput metakarpal
ketiga, dengan peningkatan pada gambar pascakontras (panah). (C) Penebalan sinovial dan peningkatan pada sendi
metacarpophalangeal kelima (parah). Penebalan sinovial yang lebih lanjut dan peningkatan pada sendi interkarpal, radioulnar
distal (*) dengan keterlibatan tendon ekstensor karpi ulnaris (panah). Gambar FST2W aksial menunjukkan peradangan pada
kaput metakarpal kedua dan ketiga dan tendon fleksor yang terlibat (panah)

Erosi menandakan kerusakan tulang ireversibel dan MRI paling sensitif dalam mendeteksi
erosi pada tangan dan pergelangan tangan pada RA dini daripada US dan radiografi
konvensional. Dengan adanya erosi pada MRI dasar juga memiliki signifikansi prognostik,
karena memiliki hubungan dengan hasil jangka panjang yang kurang baik. Telah terlihat bahwa
pasien yang tidak memiliki erosi pada MRI dasar menunjukkan tidak adanya erosi 2 tahun
setelahnya.
Tenosinovitis juga merupakan salah satu gejala RA dini, banyak pasien mengalami keterlibatan
selubung tendon. MRI menunjukkan distensi cairan dan penebalan selubung tendon dengan
penggunaan kontras. Tenosinovitis harus dibedakan dari cairan selubung tendon normal yang
memiliki ketebalan kurang dari 1 mm atau lebih kecil dari diameter tendon tersebut. Tendon
ekstensor dorsal pada tangan lebih sering terkena daripada tendon fleksor volar pada RA. MRI
juga mendemonstrasikan sekuel tenosynovitis seperti ruptur tendon parsial atau komplit baik
akibat kelemahan selubung tendon dengan menginvasi sinovium atau akibat gesekan dari
gerakan tendon melawan permukaan tulang yang ireguler.
Beberapa penelitian telah menunjukkan adanya perubahan temuan MRI dengan terapi.
Penelitian ini telah menunjukkan penurunan perbaikan dini relatif dalam respon steroid
intraartikular, inisiasi DMARDs dan terapi anti TNF alfa.
Saat ini MRI berperan dalam meningkatkan kepercayaan diagnostik, dan memprediksi progresi
penyakit menjadi RA definitive, tidak hanya artritis inflamasi tidak terdiferensiasi, dalam
mendeteksi bukti inflamasi persisten dalam keadaan remisi klinis dan dalam mendeteksi respon
terapi. Karena MRI adalah standar emas untuk mendeteksi edema sumsum tulang,
direkomendasikan untuk digunakan sebagai prediksi kerusakan tulang lebih lanjut (Tabel 1)
Tabel 1 Kegunaan berbagai modalitas pencitraan untuk Artritis Reumatoid (RA)
Fitur RA Radiografi Ultrasonografi Doppler Pemindai CT MRI
Hitam putih (warna/tenaga) Tulang
Perubahan awal
Penebalan - ++ +++ - + +++
sinovial
Efusi + ++ ++ - + +++
Vaskularitas - - +++ - - +++
sinovial
Edema sumsum - - - + - +++
tulang
Tenosinovitis - ++ +++ - - +++
Pelebaran + - - - +++ +
rongga sendi
Perubahan Cepat
Osteopenia ++ - - - ++ -
Erosi + ++ + + +++ +++
Ankilosis ++ + - - +++ +
tulang
Deformitas +++ - - - +++ +
susunan
Fraktur stres ++ + - +++ ++ +++
RA= Artritis reumatoid; CT – Tomografi Komputer; MRI – Pencitraan Resonansi Magnetik;’-‘-tidak berguna;’+’-
kegunaan terbatas;’++’-pasti berguna;’+++’-modalitas pilihan

Modalitas Pencitraan Terbaru


Berbagai teknik biokimia yang sedang diteliti ditargetkan pada identifikasi perubahan
inflamasi, termasuk teknik pencitraan optic seperti termografi dan pencitraan infra merah dekat
(NIR). Teknik-teknik ini secara berurutan berdasarkan peningkatan suhu kulit lokal akibat
proses dan penyebaran inflamasi dan/atau sebaran cahaya melalui sendi yang meradang. Kuar
biokimia juga dalam pengembangan yang seharusnya dapat mengidentifikasi kunci perubahan
molekular/enzimatik pada area yang terlibat. Kemajuan pada pencitraan PET dan SPECT juga
sedang diselidiki untuk mengidentifikasi perubahan keadaan biokimia pada daerah yang
terkena.
Kesimpulan
Walaupun radiografi terus menjadi andalan diagnosis dan tindak lanjut pasien dengan RA,
sudah terbukti banyak peneliti bahwa US dan MRI lebih sensitif dalam mendeteksi perubahan
RA dini maupun persisten. Radiografi dasar dilakukan pada dimulainya terapi untuk menilai
keparahan penyakit. Karena psien RA diharuskan melakukan pemeriksaan rutin, radiografi
berulang memaparkan pasien pada radiasi yang tidak seperlunya tanpa memberikan detail
mengenai perubahan sinovial dan tulang. Setelah didiagnosis dengan RA, pasien dapat
diperiksa lanjutan dengan ultrasonografi untuk aktivitasi aktivitas penyakit maupun penurunan.
Dengan ketersediaan US yang luas, pemeriksaan perubahan structural dapat dilakukan dengan
sensitivitas dan spesifisitas yang lebih besar. Pada kasus dimana temuan US masih samar, MRI
kontras dapat dilakukan. Beberapa penelitian telah menunjukkan manfaat MRI tidak hanya
dalam pemeriksaan dini penyakit ini, tetapi juga mempredikisi progresi dan respon terapi
penyakit. Saat ini, MRI memegang peran penting dalam diagnosis dini RA, terutama pada sendi
yang tampak normal dalam radiografi dan memprediksi hasil terapi. Penelitian lebih lanjut
dapat menjelaskan peran dan efektivitas teknik MRI non kontras seperti MRI difusi.

Anda mungkin juga menyukai