Anda di halaman 1dari 6

Artikel penelitian

Pencitraan dan Diagnosis Banding Tuberkulosis Tulang Belakang pada Anak

Abstrak
Tujuan : Artikel ini bertujuan untuk merangkum gambaran pencitraan pada tuberkulosis tulang
belakang pada anak.
Metode : Gambaran sinar X, CT dan MR tulang belakang pada 21 pasien di bawah usia 18
tahun yang telah terdiagnosa tuberkulosis dengan biopsi atau bedah patologis dianalisa secara
retrospektif.
Hasil : Dari 21 kasus, 14 kasus (66.7%) memiliki lesi multivertebra yang bersebelahan; 2 kasus
(9.5%) memiliki lesi multivertebra yang tidak bersebelahan; dan 5 kasus (23.8%) memiliki satu
lesi vertebra. Disamping itu 18 (85.7%) kasus memiliki temuan pencitraan yang mirip:
destruksi tulang berbatas tegas, stenosis rongga antarvertebra dan adanya sklerosis marginal,
sekuestrum dan jaringan lunak paravertebra. Tiga kasus lainnya (14.3%) memiliki gambaran
pencitraan yang atipik, dengan 2 kasus lesi tunggal pada vertebra mengalami salah diagnosis
menjadi histiositosis sel Langerhans dan satu kasus lesi vertebra multipel tidak bersebelahan
dan destruksi tulang dengan batas tidak tegas didiagnosis sebagai neoplasma ganas.
Kesimpulan : Tuberkulosis tulang belakang pada anak seringkali terjadi pada vertebra servikal
dan torakal dengan temuan pencitraan yang serupa. Kasus-kasus dengan manifestasi atipik
perlu didiferensiasikan dari penyakit lain seperti histiositosis sel Langerhans dan neoplasma
metastatik.
Kata kunci : Pediatri; Tuberkulosis tulang belakang; sinar X; CT; MRI

Tuberkulosis, penyakit infeksi yang menyerang seluruh dunia, memiliki beberapa


ancaman. Dari seluruh penderita, anak mewakili sekitar 10-33%. Lokasi infeksi paling rentan
pada tuberkulosis anak adalah sistem pernapasan, yang berjumlah sekitar 47%. Tuberkulosis
tulang belakang cenderung jarang, hanya 5%. Tetapi, karena anak masih tumbuh dan
berkembang, karakteristik anatomi dan fisiologi tulang belakang mereka berbeda dari orang
dewasa. Terlebih lagi, diagnosis awal dan terapi yang segera dapat mengurangi insidensi
komplikasi kecacatan dengan efektif. Maka, artikel ini menyimpulkan gambaran pencitraan
tuberkulosis tulang belakang pada anak untuk meningkatkan diagnosis dan diferensiasi
penyakit ini.
1. Alat dan Metode
1.1. Data klinis (Tabel 1)
Dua puluh satu pasien di bawah usia 18 tahun didiagnosa dengan tuberkulosis tulang
belakang dengan biopsi atau bedah patologis dan diterapi di Rumah Sakit Universitas Peking
Ketiga dari 2000-2014 dan dilibatkan sebagai subjek. Terdapat 14 kasus laki-laki dan 7
perempuan, berusia 5 sampai 18 tahun pada waktu diagnosis dengan rata-rata usia 14 tahun.
Manifestasi klinis utama adalah nyeri leher pada 9 kasus, nyeri dada dan punggung pada 8
kasus dan nyeri punggung bawah pada 4 kasus. Selain itu, satu pasien dengan nyeri leher
ternyata juga memiliki penyakit miastenia pada ekstremitas atas kanan, dan satu kasus dengan
nyeri leher juga mengalami gangguan gerakan
Tabel 1 Data klinis 21 pasien dengan tuberkulosis tulang belakang

N menunjukkan jumlah pasien; UNK-tidak diketahui; M pria; F wanita

1.2. Metode pencitraan


Dari 21 pasien, 8 kasus dilakukan pencitraan sinar X anteroposterior dan lateral preoperatif;
15 kasus dilakukan pemeriksaan CT pada bagian yang terlibat (parameter pemeriksaan:
ketebalan potongan, interval rekonstruksi dan ketebalan potongan rekonstruksi yaitu 3 mm),
dengan rekonstruksi koronal dan sagittal pada GE-ADW 4.3 workstation dan 4 kasus dilakukan
CT dengan kontras; 7 kasus dilakukan pemeriksaan MR (citra T1-weighted, citra T2-weighted,
dan T1 inversion recovery / STIR) dan MRI dengan kontras.
1.3. Analisis pencitraan
Gambar dilihat oleh dua radiolog. Analisis gambar dilakukan untuk menentukan :1)
perubahan fisiologis kurva tulang belakang; 2) jumlah lesi (tunggal atau multipel); 3) kolaps
vertebra; 4) perubahan rongga antarvertebra (menyempit atau tidak); 5) tipe batasan destruksi
tulang (batas tegas atau tidak berbatas tegas); 6) batas sklerotik; 7) sekuestrum; 8) sklerosis
endplate; 9) jaringan lunak paravertebral; 10) pola perbaikan citra dengan kontras
(enhancement)
2. Hasil
2.1. Distribusi segmen
Dari 21 kasus, 16 kasus (76.2%) memiliki lesi multivertebra, dengan 14 kasus (66.7%)
memiliki lesi vertebra bersebelahan dan 2 kasus (9.5%) lesi multivertebra tidak bersebelahan;
dam 5 kasus (23.8%) menunjukkan lesi tunggal. Lihat tabel 1 untuk rincian lokasi lesi vertebra.
Disamping itu, hanya satu kasus yang ditemukan pada area posterior dan sisanya di dalam
vertebra.
2.2. Temuan pencitraan (Tabel 2)
Tabel 2 Data pencitraan dari 21 pasien dengan tuberkulosis tulang belakang

Y adalah Iya; N adalah tidak

2.2.1.
Ada 8 pasien yang dilakukan pemeriksaan sinar X dan 15 pasien dengan pemeriksaan CT,
4 kasus dengan CT kontras dan 7 pasien dengan pemeriksaan MR. temuan-temuan pada 18
pasien (18/21, 85.7%) menunjukkan tanda pencitraan yang serupa mengarahkan ke diagnosis
tuberkulosis. Selain itu, 15 kasus dari 18 pasien ditemukan keterlibatan 2 atau lebih sentrum
dan tiga kasus dengan keterlibatan satu sentrum. Enam kasus dengan implikasi sentrum torakal
ditemukan kifosis (Gambar 1). Delapan belas kasus (18/18, 100%) menunjukkan destruksi
tulang berbatas tegas dan batas sklerotik (Gambar 2). Sepuluh kasus (10/18%, 55.6%) memiliki
sekuestrum dan 12 kasus (12/18, 66.7%) dengan ronggan antarvertebra yang sempit atau hilang
(Gambar 3). Enam belas kasus (16/18, 88.9%) menunjukkan pembengkakan jaringan lunak
paravertebra atau abses. Kalsifikasi pungtata ditemukan pada abses psoas kiri dengan
enhancement perifer yang ditunjukan pada pindaian kontras. Ditambah lagi, terdapat 3 kasus
(3/21, 14.3%) menunjukkan tanda pencitraan yang atipik. Dua dari 3 kasus memiliki lesi
vertebra tunggal, pada C6 dan T2, tampak kompresi vertebra yang jelas, tanpa sekuestrum,
batas sklerotik terlihat, dan penyempitan rongga antarvertebra tanpa adanya pembengkakan
jaringan lunak atau abses (Gambar 4). Lesi dianggap sebagai histiositosis sel Langerhans
(granuloma eosinofilik) sebelum parasentesis. Kasus lain menunjukkan lesi tidak bersebelahan
pada vertebra servikal, torakal, dan lumbal, tampak destruksi tulang tidak berbatas tegas, tanpa
batas sklerotik, dengan sekuestrum dan stenosis rongga antarvertebra dan juga pembengkakan
jaringan lunak paravertebral. Enhancement perifer dapat tampak pada pindaian kontras
(Gambar 5a).
Gambar 1 CT sagital pasien perempuan 12 tahun dengan kifosis menunjukkan destruksi tulang osteolitik
berbatas tegas multipel, seperti ditunjuk pada panah putih

Gambar 2 CT koronal pasien laki-laki 14 tahun menunjukkan stenosis rongga intervertebralis L3-4 dan
sklerosis tepi endplate (panah merah)

Gambar 3 Pencitraan pasien laki-laki 13 tahun tampak perubahan kompresi pada T10 dan T11, destruksi tulang
multipel dan sekuestrum (panah putih)

Gambar 4 Pencitraan pasien laki-laki 16 tahun menunjukkan kompresi pada C6 dan destruksi tulang sklerosis
batas.
Gambar 5 Pencitraan pasien laki-laki 16 tahun tampak T7 dan L4 mengalami destruksi tulang multipel
(Gambar 5a, Gambar 5a1 dan a2 adalah tampilan diperbesar dari lesi). (b) MRI T2WI sagital menunjukkan
jaringan lunak paravertebra (panah putih). (c) T1WI sagital dengan kontras menunjukkan adanya enhancement.

2.2.2. Tujuh pasien pada pemeriksaan MR


Destruksi tulang pada 6 kasus tampak memiliki sinyal rendah pada T1W1 dan tinggi pada
sekuens T2WI dan T2 supresi lemak. Edema peradangan juga menunjukkan sinyal rendah pada
T1WI dan sinyal tinggi pada T2WI. Diskus intervertebralis yang terlibat menunjukkan sinyal
rendah pada T1WI dan sinyal tinggi pada T2WI. Abses perifer tampak sinyal rendah
intermediet pada T1WI dan sinyal tinggi pada T2WI, yang menandakan enhancement perifer
(Gambar 5b dan c). Satu kasus lainnya dengan sklerosis endplate pada area destruksi tulang
menunjukkan sinyal rendah pada T1WI dan sinyal rendah pada T2WI. Kompresi radiks saraf
dan medula spinalis ditunjukkan pada tiga kasus.
3. Diskusi dan kesimpulan
3.1. Karakteristik klinis dan patologis
Tuberkulosis tulang belakang pada anak biasanya memiliki onset yang tiba-tiba, perjalanan
penyakit lambat dan gejala awal ringan pada klinik. Pasien datang ke dokter dengan nyeri
punggung lokal, hilang nafsu makan, kelemahan pada kedua kaki dan tidak dapat berjalan,
yang tidak atipik. Karena anak-anak cenderung memiliki kadar sumsum tulang merah yang
tinggi pada tulang belakang dan suplai darah perifer yang lebih kaya dari orang dewasa,
penyebaran Mycobacteria tuberculosis secara hematogen cepat dan mudah pada stadium
berbeda, sehingga seringkali mengenai beberapa vertebra. Tuberkulosis tulang belakang dapat
berkembang cepat dan menyebabkan kompresi saraf, deformitas tulang belakang dan
komplikasi lain tanpa diagnosis dan terapi yang segera. Kasus paling serius pada penelitian ini
melibatkan invasi delapan sentrum dan empat kasus ditemuka kifosis torakal. Pada lokasi lesi,
tuberkulos tulang belakang pada orang dewasa cenderung melibatkan vertebra torakal bagian
bawah, tapi biasa mengenai segmen servikotorakal pada anak di penelitian ini.
Karena Mycobacterium tuberculosis dapat menimbulkan kehilangan tulang berat dan
mempengaruhi pertumbuhan tulang, seringkali timbul gejala sisa yang serius. Terlebih lagi
badan Ashe pada vertebra anak bersifat kartilaginosa dan volume kartilago setiap korpus
bertebra berkorelasi negative dengan usia, infeksi tubercular pada anak dapat menimbulkan
kehilangan kartilago yang cepat dan berturut-turut dan akan menimbulkan deformitas berat
dalam waktu yang cepat dibandingkan pada orang dewasa.
3.2. Temuan pencitraan dan diagnosis banding
Keberagaman morfologi patologis pada tuberkulosis spinal menimbulkan gambaran
pencitraan yang berbeda. 85.7% pasien pada penelitian ini menunjukkan temuan pencitraan
yang serupa: keterlibatan beberapa sentrum, destruksi tulang berbatas tegas, batas sklerotik;
sekuestrum pada beberapa leis, terbentuknya abses paraspinal, dan enhancement perifer pada
pindaian kontras. Kasus serupa harus dibedakan dari osteomielitis piogenik pada tulang
belakang. Osteomielitis piogenik tulang belakang cenderung menginvasi vertebra lumbal dan
ditandai dengan sklerosis tepi endplate tulang belakang dan destruksi tulang seperti dimakan
cacing (worm-eaten). Selain itu, destruksi tulang tersebut memiliki diameter lebih kecil
daripada pada tuberkulosis dan lebih jarang terjadi deformitas spinal pada osteomielitis
piogenik tulang belakang.
Lesi melibatkan satu vertebra yang menunjukkan kompresi signifikan, tidak ada sekuestrum
dan abses paraspinal perlu dibedakan dari histiositosis sel Langerhans tulang belakang (LCH).
LCH tulang belakang seringkali terjadi pada anak berusia 5-10 tahun, seringkali pada vertebra
servikal. Sebagian besar menimbulkan destruksi tulang worm-eaten atau osteolitik lobiform.
Selain itu, 61.76 lesi memiliki derajat perubahan ekspansi yang berbeda, dengan pengerasan
sebagian ambitus. Namun, destruksi tulang pada tuberkulosis spinal seringkali berbatas tegas
dengan batas sklerotik tapi tidak ada perubahan ekspansi pada zona yang rusak.
Satu kasus tuberkulosis tulang belakang melibatkan beberapa vertebra yang tidak
bersebelahan dan terjadi destruksi tulang dengan batas yang tidak begitu tegas. Secara umum,
tuberkulosis tulang belakang dapat mengenai dua atau lebih vertebra yang berdekatan akibat
penyebaran hematogen melalui satu arteri vertebral menyuplai dua vertebra bersebelahan dan
keterlibatan yang jauh jarang dilaporkan. Maka dari itu, kasus ini cukup spesifik dan perlu
dibedakan dari tumor ganas tulang belakang. Anak sebar multipel pada tulang belakang dan
mieloma seringkali terjadi pada usia di atas 60 tahun, jarang melibatkan diskus intervertebralis
atau membentuk abses sepanjang ligamen longitudinal anterior. Limfoma tulang belakang
seringkali memicu destruksi tulang worm-eaten dan massa pada jaringan lunak paraspinal yang
ditandai dengan densitas atau sinyal homogen dan pada T2WI tampak sinyal yang setara atau
sedikit lebih tinggi.
Tuberkulosis tulang belakang pada anak biasanya disertai dengan gejala klinis yang dorman
dan sering terjadi pada vertebra servikotorakal, yang memiliki gambaran pencitraan serupa.
Diagnosis penyakit ini perlu disimpulkan berdasarkan pertimbangan gambaran pencitraan
seperti adanya sklerosis batas, jaringan lunak paravertebral dan sekuestrum. Untuk pasien lesi
tunggal, histiositosis sel Langerhans perlu disingkirkan.

Anda mungkin juga menyukai