Anda di halaman 1dari 34

Dosen Pengampu :

Andi Naraswati Hamid,S.Psi., M.A

PSIKOLOGI KEPRIBADIAN(TEORI HUMANISTIK)


ABRAHAM MASLOW & CARL ROGERS

Kelompok 6 :

Muhammad Rifqi Yusri (1571040041)


Anugrana Nurhizza Lologau (1671042060)
Ancensius Tombo Bamba (1771041085)
Akbar Reza (1771041044)
Afnila Nur (1771042099)
Laura Dwi Ningrum (1771042123)

( Kelas A & D)

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2018
I. ABRAHAM MASLOW : TEORI DINAMIKA-HOLISTIK
A. SEKILAS TEORI DINAMIKA-HOLISTIK

Teori kepribadian Abraham Maslow memiliki beragam nama, dari teori


humanistic, sampai teori transpersonal, mazhab
ketiga psikologi, daya keempat dalam kepribadian
, teori kebutuhan dan teori aktualisasi diri.Tetapi
Maslow sendiri (1970) lebih suka menyebut buah
pemikirannya teori dinamika-holistik karena
teori ini mengasumsikan keseluruhan kepribadian
manusia termotivasikan secara konstan oleh suatu
kebutuhan atau kebutuhan lainnya, dan bahwa
manusia memiliki potensi untuk tumbuh menuju
kesehatan psikologis, yaitu aktualisasi diri. Untuk
mencapai aktualisasi diri, manusia harus memuaskan kebutuhan tingkat dasarnya
lebih dulu, seperti rasa lapar, rasa aman, rasa dicintai, dan rasa dihargai. Hanya
setelah bisa memenuhi setiap kebutuhan ini, barulah mereka dapat mencapai
aktualisasi diri sepenuhnya.

Teori-teori Maslow, Gordon Allport, Carl Rogers, Rollo May, dan beberapa
nama lain sering disebut sebagai kekuatan/mazhab ketiga dalam psikologi. Mazhab
pertama adalah psikoanalisis dengan semua modifikasinya, sementara mazhab kedua
adalah behaviorisme dengan semua bentuk pengembangannya. Dan seperti teoretisi
mazhab ketiga lainnya, Maslow mengamini beberapa pandangan psikoanalisis dan
behaviorisme, Sewaktu menjadi mahasiswa dulu, dia sudah pernah membaca
Interpretation of Dreams ( Freud, 1900/1953) dan menjadi sangat tertarik kepada
psikoanalisis. Kemudian dalam penelitian kesarjanaannya dengan primata, dia sangat
terpengaruh oleh pandangan-pandangan John B. Watson (Watson,1925). Karena itu,
dalam teorinya yang sudah matang kemudian, Maslow mengkritisi baik psikoanalisis
dan behaviorisme lantaran keterbatasan pandang mereka terhadap kemanusiaan dan
pemahaman mereka yang tidak tepat mengenai pribadi yang sehat secara psikologis.
Maslow percaya bahwa manusia memiliki hakikat lebih tinggi ketimbang garis
pandangan yang ditunjukkan psikoanalisis maupun behaviorisme, dan dia
menghabiskan banyak waktu di hidupnya untuk menemukan hakikat dari sifat-sifat
individu yang sehat secara psikologis.

B. BIOGRAFI ABRAHAM H. MASLOW

Abraham Harold (Abe) Maslow mungkin adalah pribadi yang memiliki


pengalaman kanak-kanak yang paling kesepian dan berantakan di antara teoretisi-
teoretisi kepribadian lainnya. Ia dilahirkan dan dibesarkan di Brooklyn, New York, 1
April 1908. Anak sulung dari tujuh bersaudara. Orang tuanya imigran Yahudi dari
Rusia yang tidak berpendidikan tinggi. Dengan latar belakang pendidikan orang tua
Maslow yang tidak berpendidikan tinggi membuat orang tua Maslow memaksa agar
anak-anaknya dapat mencapai jenjang pendidikan tinggi.

Maslow tidak terlalu dekat dengan salah satu dari orang tuanya, tetapi ia tidak
keberatan dengan ayahnya yang seringkali tidak ada di sampingnya. Ayahnya adalah
seorang imigran keturunan Rusia-Yahudi yang bekera mempersiapkan barel/tong.
Akan tetapi, kepada ibunya Maslow merasakan kebencian dan kemarahan yang besar,
tidak hanya pada masa kecilnya, tetapi juga hingga hari kematian Ibunya yang hanya
berjarak beberapa tahun dari kematian Maslow sendiri.walapun telah beberapa tahun
menjalani psikoanalisis, kebenciannya yang kuat terhadap Ibunya tak pernah hilang
dan ia menolak untuk menghadiri pemakaman Ibunya walaupun saudara kandungnya
yang tidak membenci Ibunya memintanya untuk hadir. Setahun sebelum kematiannya
Maslow menuliskan menuliskan pemikirannaya di buku hariannya:

Apa yang saya benar-benar benci dan tidak sukai bukan hanya penampilan
fisiknya, tetapi juga nilai-nilai dan pandangan mengenai dunia yang
dianutnya, kepelitannya, keegoisannya, tidak adanya cinta bagi orang lain di
dunia, bahkan bagi suaminya dan anak-anaknya sendiri… asumsinya bahwa
orang lain yang tidak sependapat dengannya telah melakukan kesalahan,
ketidakpedulian terhadap cucu-cucunya, keadaan yang tidak mempunyai
teman, kecerobohannya dan kejorokannya, kenyataan bahwa ia tidak
mementingkan keluarganya, bahkan orang tua saudara-saudara kandungnya
sendiri… saya selalu berpikir dari manakah asalnya ide-ide pemikiran saya,
penekanan hal-hal yang etis yang saya miliki, rasa humansime saya,
penekanan pada hal-hal yang baik yang saya miliki, kasih sayang, rasa
pertemanan saya, dan hal-hal lainnya yang ada di diri saya. Saya mengetahuia
dengan pasti tentang akibat langsung dari tidak adanya cint Ibu. Akan tetapi,
keseluruhan filosofi hidup saya dan semua penelitian serta teori saya juga
berakar dari kebencian dan ketidaksukaan terhadap segal sesuatu yang ia (Ibu)
yakini

Edward Hoffman melaporkan sebuah cerita yang menggambarkan dengan


jelas tentang kekejaman Rose Maslow. Suatu hari Maslow muda menemukan dua
anak kucing yang terlantar di depan rumahnya. Tergerak oleh rasa kasihan, ia
membawa anak-anak kucing tersebut pulang ke rumahnya, menempatkan mereka di
ruang bawah tanah, dan memberi mereka susu. Ketika Ibunya mekihat anak-anak
kucing ini, ia menjadi sangat marah dan walaupun anak laki-lakinya melihat, ia
menendang anak-anak kucing tersebut ke tembok ruang bawah tanah hingga mereka
mati.

Di sekolah, Maslow diperlakukan sebagai orang Negro, Maslow pernah


berkata, “Aku adalah anak laki-laki Yahudi kecil di lingkungan non-Yahudi dan
sedikit mirip negro yang mendaftarkan diri di sekolah orang kulit putih” .

Sejak kecil, maslow merasa berbeda dengan orang lain, dia merasa malu
dengan kondisi fisiknya karena memiliki tubuh yang kurus dan hidung yang besar
(Hidayat, 2011). Pada usia remaja, dia merasakan rendah diri yang sangat dalam
(inferiority complex) (Yusuf & Nurihsan, 2011). Dia mencoba untuk
mengkompensasinya dengan berusaha semaksimal mungkin untuk memperoleh
pengakuan, penerimaan, dan penghargaan dalam bidang atletik, namun tidak berhasil.
Dia kembali bersahabat dengan buku.
Diduga hasrat Maslow untuk menolong orang lain agar bisa hidup dalam
kehidupan yang lebih kaya (lebih bermakna) timbul dari keinginan Maslow untuk
memperoleh kehidupan yang kaya (lebih bermakna) yang tak pernah ia peroleh di
masa mudanya.

Sejak kecil dan remaja, Maslow sudah senang membaca. Pagi-pagi dia pergi
ke perpustakaan yang dekat dari rumahnya untuk meminjam buku. Apabila berangkat
ke sekolah, dia pergi satu jam sebelum masuk kelas. Selama satu jam tersebut ia
pergunakan untuk membaca buku yang dia pinjam dari perpustakaan.

Oleh karena berbakat secara intelektual, Abe atau Maslow menemukan


kenyamanan ketika berada di Boys High School di Brooklyn, dimana nilai-nilai
akademisnya menjadi sedikit tinggi dari nilai rata-rata Pada saat yang sama Abe
menjalin pertemanan dengan Will Maslow sepupunya yang juga bersekolah ditempat
yang sama dengan Abe, Will merupakan seorang yang ramah dan aktif bergaul
sehingga melalui jalinan pertemanannya dengan Will, Abe mengembangkan
kemampuan sosialnya dan menjadi tergabung di beberapa aktivitas di sekolah.

Setelah Abe atau Maslow lulus dari Boys High School, sepupunya Will
mendukungnya untuk mendaftar ke Cornell University, akantetapi Maslow tidak
percaya diri untuk mendaftar. Oleh karena itu Maslow memilih City College of New
York yang kurang terkemuka. Karena Ayahnya menginginkan anak lelaki tertuanya
menjadi seorang pengacara Maslow memilih Hukum sebagai bidang stdinya ketika
berkuliah di City College of New York. Tetapi ia meninggalkan kelas hukumnya
disuatu malam dan meninggalkan semua buku-bukunya dikelasnya. Walaupun pada
awalnya Ayahnya kecewa, tetapi pada akhirnya Ayahnya bisa menerima keputusan
yang diambil Maslow

Setelah tiga semester, ia pindah ke Cornell University di bagian utara New


York. Sebagian alasannya ialah untuk lebih dekat dengan sepupunya Will yang juga
berkuliah di tempat yang sama, dan untuk menjauhkan dirinya dari Bertha Goodman,
sepupunya yang ia cintai

Setelah menjalani satu semester di Cornell, Maslow kembali ke City College


if New York, kali ini alasannya untuk lebih dekat dengan Bertha. Ketika Maslow
berusia 20 tahun dan Bertha berusia 19 tahun, mereka menikah setelah mengatasi
penolakan dari orang tua Maslow karena selain mereka masih terlalu dini untuk
menikah, pernikahan antar sepupu mungkin akan menghasilkan kelainan genetis pada
anak-anak mereka. Ketakutan ini merupakan hal yang ironis karena ke-dua orangtua
Maslow pun merupakan sepupu dan mempunyai enam anak yang sehat

Satu semester menjelang pernikahannya, Maslow mendaftar di University of


Wiconsin, dimana ia memperoleh gelar filosofi. Selain itu, karena ia cukup tertarik
dengan pandangan Behaviorisme Jhon B. Watson dan ketertarikannya ini membuat
Maslow mengambil mata-mata kuliah psikologi yang cukup untuk memnuhi
persyaratan untuk memenuhi gelar doktor (Ph.D) dibidang psikologi. Maslow
sedemikian tertarik dengan Watson dan meyakini Behaviorisme dapat menyelesaikan
berbagai persoalan. Dengan mengikuti program-program yang diadakan Watson,
Maslow berharap dirinya bisa mengubah dunia. Selain Watson, tokoh-tokoh yang
dikagumi dan ingin diikuti oleh Maslow adalah Koffka, Dreisch, dan Miklejohn.
Namun ketiganya tidak ia jumpai karena mereka hanya guru besar tamu. Kejadian ini
menimbulkan kekecewaan yang besar bagi Maslow. Dan untuk mengobati
kekcewaan dirinya, Maslow kemudian menyusun disertasi doktor di bawah
bimbingan Harry F. Harlow mengenai pelaku primata dan seksualitas. Dia melakukan
penelitian lanjutan di Universitas Columbia. Disana ia bekerja sebagai asisten Edward
L. Thorndike, salah seorang tokoh behaviorisme terkenal. Setelah itu, menjadi
asociate profesor di Brooklyn College of New York sampai tahun 1951. Ketika
mengajar disana ia bertemu dengan Erich Fromm, Alfred Adler, Karen Horney,
antropolog Ruth Benedict, dan tokoh psikologi Gestalt Max Watheimer. Kedua orang
terakhir ialah tokoh yang dikagumi oleh Maslow, baik secara profesional maupun
pribadi. Maslow mulai membuat catatan tentang kehidupan mereka. Catatan ini
kemudian menjadi dasar dari penelitian seumur hidup dan pemikiran tentang
kesehatan mental dan potensi manusia. Maslow menulis secara ekstensif tentang
masalah konsep hierarki kebutuhan, metaneds, aktualisasi diri, dan pengalaman
puncak yang sebenarnya bersumber dari ide dari psikologi lain, tetapi dengan
pertambahan yang signifikan. Maslow menjadi pemimpin aliran psikologi humanistik
yang muncul pada 1950-an, yang ia sebut sebagai “kekuatan ketiga”- di luarteori
psikoanalisis dan behaviorisme.

Maslow menjadi profesor di Universitas Brandeis tahun 1951-1969, kemudian


menjadi anggota Laughin Institute di California. Dia meninggal karena serangan
jantung pada 8 Juni 1970. Pada tahun 1967, Asosiasi Humanis Amerika memberinya
gelar Humanist of the Year.

C. KONSEP KEPRIBADIAN
Meskipun memiliki pengalaman yang buruk namun dalam teorinya Maslow
memandang manusia dengan optimis, memiliki kecenderungan alamiah untuk
bergerak menuju kearah aktualisasi diri. Meskipun memiliki kemampuan jahat dan
merusak, tetapi bukan merupakan esensi dasar dari manusia. Sifat-sifat jahat muncul
dari rasas frustasi terhadap pemenuhan kebutuhan dasar. Contohnya ketika
kebutuhan akan makanan dan tempat tinggal tidak terpenuhi, maka untuk memenuhi
kebutuhannya dilakukan dengan cara mencuri agar dapat terpenuhinya kebutuhan
tersebut.
Maslow berpendapat bahwa seseorang akan memiliki kepribadian yang sehat,
apabila ia telah mampu untuk mengaktualisaikan dirinya secara penuh. Dia
mengemukakan teori motivasi bagi self-actualizing person dengan nama
metamotivation, meta-needs, B-motivation, atau being values (kebutuhan untuk
berkembang).”
D. STRUKTUR KEPRIBADIAN

Maslow mengungkapkan bahwa manusia dimotivasikan oleh sejumlah


kebutuhan dasar yang bersifat sama untuk setiap spesies, tidak berubah dan tidak
berasal dari sumber genetis atau naluriah. Dapat diartikan bahwa kepribadian manusia
bersumber dari motivasi untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam hierarkinya, Maslow
membedakan antara kebutuhan dasar (basic-needs) dan kebutuhan tinggi (meta-
kebutuhan atau meta-needs)”.

Kebutuhan dasar atau kebutuhan konatif adalah kebutuhan yang memiliki


karakter mendorong atau karakter memotivasi. Kebutuhan dasar sering juga disebut
dengan dengan deficiency needs atau diartikan dengan motif kekurangan yaitu yang
menyangkut dengan kebutuhan fisiologis dan rasa aman. Jika individu kekurangan
sesuatu atau ia mengalami defisit maka ia akan merasakan sangat membutuhkan hal
tersebut, dan apabila sudah terpenuhi maka ia tidak akan merasakan apa-apa lagi.
Sedangkan kebutuhan tinggi disebut dengan metaneeds atau being needs (B-
needs)adalah motif-motif yang mendorong individu untuk mengungkapkan potensi-
potensinya.

a. Kebutuhan Dasar

Maslow mengajukan gagasan bahwa kebutuhan pada manusia


merupakan bawaan, dan tersusun berdasarkan tingkatan yang disebut dengan
hierarki kebutuhan. Dan susunan kebutuhan-kebutuhan dasar yang bertingkat atau
yang disebut dengan hierarki kebutuhan merupakan organisasi yang mendasari
motivasi manusia.

1. Kebutuhan Dasar Fisiologis


Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan yang paling mendasar dari
setiap manusia, termasuk dialamnya adalah makanan, air, oksigen,
mempertahankan suhu tubuh, dan lain sebagainya. Kebutuhan fisiologis
merupakan kebutuhan yang paling dasar untuk mempertahankan hidup secara
fisik. Apabila seseorang mengalami kekurangan makanan atau kelaparan,
harga diri, dan cinta, ia akan memburu makanan terlebih dahulu dan
mengabaikan kebutuhan lain, sampai kebutuhan fisiologisnya benar-benar
terpenuhi. Kebutuhan fisiologis memiliki karakteristik :
 Kebutuhan fisiologis merupakan satu-satunya kebutuhan yang selalu
terpenuhi. Orang-orang bisa cukup makan sehingga makanan akan kehilangan
kekuatannya untuk memotivasi. Bagi orang yang baru selesai makan dalam
porsi besar, pikiran tentang makanan bahkan dapat menyebabkan perasaan
mual.
 Kebutuhan fisiologis memiliki kekuatan untuk muncul kembali (recurring
nature). Setelah seseorang selesai makan, mereka lama-kelamaan akan merasa
lapar lagi; mereka akan terus menerus mengisi ulang pasokan makanan dan
air; satu tarikan napas akan dilanjutkan oleh tarikan napas berikutnya.
Berbeda dengan kebutuhan-kebutuhan di level lainnya, tidak muncul secara
terus-menerus. Contohnya, orang yang paling tidak telah memenuhi
kebutuhan akan cinta dan penghargaan akan tetap merasa percaya diri bahwa
mereka terus memenuhi kebutuhan mereka akan cinta dan harga diri.

2. Kebutuhan akan Rasa Aman

Setelah kebutuhan fisiologis terpenuhi, muncul kebutuhan akan rasa


aman yang menuntut untuk dipenuhi. Menurut Maslow yang dimaksud
dengan kebutuhan akan rasa aman, ialah kebutuhan yang mendorong individu
untuk memperoleh ketenteraman, kepastian, dan keteraturan dati
lingkungannya. Maslow mengemukakan kebutuhan akan rasa aman sangat
nyata dan bisa diamati pada bayi dan anak-anak karena ketidakberdayaan
mereka. Sebagai contoh seorang bayi akan memeberi respon ketakutan salah
satunya dengan menangis apabila ia tiba-tiba mendengar suara keras yang
mengejutkan.

Kebutuhan rasa aman dapat berbentuk usaha-usaha untuk memperoleh


perlindungan dan keselamatan kerja, penghasilan tetap atau membayar
asuransi. Agama dan filsafat oleh sebagian orang dianggap sebagai alat yang
bisa membantu mereka dalam mengorganisasikan dunianya, dan dengan
mereka menyatukan diri dengan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran
agama atau fiksafat yang dianutnya maka ia akan merasa aman.

3. Kebutuhan akan Cinta dan Kasih Sayang

Setelah kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman terpenuhi,


seseorang akan termotivasi untuk memenuhi kebutuhan akan kasih sayang.
Kebutuhan kasih sayang atau kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki adalah
kebutuhan yang mendorong individu untuk mengadakan hubungan efektif
atau ikatan emosional dengan individu lain, baik dengan lawan jenis maupun
dengan sesama jenis, baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan
masyarakat. Sebagai contoh, mahasiswa perantauan yang jauh dari kampung
halamannya akan kehilangan ikatan atau rasa memiliki, maka ia termotivasi
untuk membentuk ikatan baru dengan orang-orang atau kelompok yang ada di
tempat merantau. Pemuasan kebutuhan akan kasih sayang atau cinta
diwujudkan melalui hubungan yang akrab atau menjalin relasi dengan orang
lain.

Maslow secara tegas menolak pendangan Freud yang megatakan


bahwa cinta dan afeksi itu berasal dari naluri seksual yang disublimasikan.
Menurut Maslow, cinta dan seks adalah dua hal yang sama sekali berbeda.
Maslow juga menekankan bahwa kebutuhan akan cinta mencakup keinginan
untuk mencintai dan dicintai. Maslow akhirnya menyimpulkan bahwa antara
kepuasan cinta dan afeksi di masa kanak-kanak serta kesehatan mental di
masa depan terdapat korelasi yang signifikan.

4. Kebutuhan Penghargaan

Maslow membagi Kebutuhan penghargaan kedalam dua bagian, yaitu:

 Penghargaan dari diri sendiri, mencakup hasrat untuk memperoleh


kompetensi, rasa percaya diri, kekuatan pribadi, adekuasi, kemandirian, dan
kebebasan.
 Bagian yang kedua adalah penghargaan dari orang lain, salah satunya
adalah prestasi. Individu membutuhkan penghargaan atas apa yang telah
dilakukannya.

Keempat kebutuhan (kebutuhan konatif) yang telah dipaparkan diatas


disebut oleh Maslow dengan sebutan defisit needs (D-needs). Jika individu
kekurangan sesuatu, maka individu tersebut merasa membutuhkan sesuatu
tersebut. Tapi apabila kebutuhan-kebutuhan tersebut telah terpenuhi,
kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak lagi mendorong untuk dipenuhi.

5. Kebutuhan Ilmu Pengetahuan

Kebutuhan ilmu pengetahuan atau Maslow menyebutnya dengan


sebutan cognitif needs (kebutuhan kognitf) adalah keinginan untuk
mengetahui, keinginan untuk memecahkan misteri, untuk memahami dan
untuk menjadi penasaran. Kebutuhan kognitif dapat diekspresikan melalui
keinginan untuk memahami, menganalisis, mengevaluasi, menjelaskan,
mencari sesuatu baru atau suasana baru dan meneliti. Apabila kebutuhan
kognitif tidak terpenuhi, maka semua kebutuhan pada hierarki kebutuhan
Abraham Maslow terancam tidak terpenuhi, karena pengetahuan merupakan
kebutuhan yang sangat penting untuk mengetahui masing-masing kebutuhan
konatif tersebut. Sebagai contoh untuk dapat memenuhi kebutuhan fisiologis
seperti makan, terlebih dahulu ia harus mengetahui bagaimana cara
memperoleh makanan, lalu kebutuhan keamanan akan terpenuhi apabila
mengetahui bagaimana cara membangun rumah, dan seterusnya.

6. Kebutuhan Estetika

Kebutuhan estetika berbeda dengan kebutuhan konatif yang bersifat


universal. Kebutuhan estetika tidaklah bersifat universal. Akan tetapi, Maslow
menemukan ada beberapa orang termotivasi oleh kebutuhan akan keindahan
begitu mendalam dan pengalaman yang menyenangkan secara estetis.
Menurut Maslow, seseorang yang sehat mentalnya ditandai dengan kebutuhan
keteraturan keserasian, atau keharmonisan dalam setiap aspek kehidupannya,
seperti cara berpakaian yang rapi, menjaga ketertiban lalu lintas dan
sebagainya. Sebaliknya seseorang yang kurang sehat mentalnya, atau sedang
mengalami gangguan emosional dan stres, kurang memerhatikan kebersihan,
dan kurang apresiatif terhadap keteraturan dan keindahan.

7. Kebutuhan Aktualisasi

Aktualisasi diri merupakan perkembangan yang paling tinggi dan


pengoptimalan semua bakat individu dan pemenuhan semua kualitas dan
kapasitas individu Kebutuhan akan aktualisasi diri mencakup pemenuhan
diri, sadar akan potensi, diri, dan keinginan untuk menjadi sekreatif mungkin.
Untuk dapat memenuhi kebutuhan aktualisasi, kebutuhan di tingkat rendah
harus sudah terpenuhi. Ketika kebutuhan di tingkat rendah sudah terpenuhi,
seseorang secara otomatis beranjak ke pemenuhun kebutuhan di tingkat
selanjutnya. Akan tetapi setelah kebutuhan akan penghargaan terpenuhi, orang
tidak selalu bergerak ke arah aktualisasi diri. Pada awalnya, Maslow
berasumsi bahwa kebutuhan akan aktualisasi diri muncul ketika kebutuhan
akan penghargaan telah terpenuhi, akan tetapi, pada tahun 1960 ia menyadari
banyak dari mahasiswa-mahasiswa di Brandeis dan di kampus lainnya di
seluruh negeri telah memenuhi kebutuhan-kebutuhan rendah mereka,
termasuk reputasi dan harga diri, tetapi mereka tidak terlalu berusaha untuk
mengaktualisasikan diri. Hal tersebut berkaitan dengan apakah orang-orang
tersebut memiliki nilai-nilai B atau tidak. Orang-orang yang menjunjung nilai-
nilai kejujuran, keindahan, keadilan, dan nilai-nilai B lainnya akan
mengaktualisasikan dirinya setelah kebutuhan akan penghargaan dan
kebutuhan di tingkat lainnya terpenuhi. Maslow menyatakan bahwa hanya 2%
dari populasi manusia mampu mengaktualisasikan dirinya.

b. Kebutuhan Tinggi

Dalam hierarki Abraham Maslow dibedakan antara kebutuhan dasar


(deficit needs) dan kebutuhan tinggi (being needs). B-needs adalah kebutuhan
untuk aktualisasi diri. Maslow meenyatakan bahwa orang-orang yang
mengaktualisasi diri termotivasi oleh “Prinsip hidup yang abadi” yang ia sebut
sebagai nilai-nilai B (being values). Nilai-nilai B ini merupakan indikator dari
kesehatan psikologis dan merupakan kebalikan dari D-needs yang memotivasi
orang-orang non-aktualisasi diri. Maslow menamakan nilai-nilai B sebagai “meta-
kebutuhan” (meta needs) untuk menunjukan bahwa nilai-nilai ini merupakan level
tertinggi dari kebutuhan.

Maslow mengemukakan terdapat tujuh belas meta-kebutuhan, yang


apabila tidak terpenuhi akan menjadi meta-patologi (penyakit kejiwaan). Tujuh
belas metakebutuhan yang juga disebut nilai-nilani B antara lain :

1) Kebenaran, dengan meta-patologinya ketidakpercayaan, sinisme, dan


skeptisisme.
2) Kebaikan, dengan meta-patologinya kebencian, penolakan, kejijikan,
kepercayaan hanya pada untuk diri.

3) Keindahan dengan meta-patologinya kekasaran, kegelisahan, kehilangan


selera, rasa suram.

4) Kesatuan, keparipurnaan, dengan meta-patologinya disintegrasi.

5) Transendensi-dikotomi, dengan meta-patologinya pikiran hitam/putih,


pandangan salah satu dari dua, pandangan sederhana tentang kehidupan.

6) Penuh energi; proses, dengan meta-patologinya mati, menjadi robot,


terdeterminasi, kehilangan emosi dan semangat, kekosongan pengalaman.

7) Keunikan, dengan meta-patologinya kehilangan perasaan diri dan


individualitas, anonim.

8) Kesempurnaan, dengan meta-patologinya keputusasaan, tidak dapat bekerja.

9) Kepastian, dengan meta-patologinya kacau-balau, tidak dapat diramalkan.

10) Penyelesaian; penghabisan, dengan meta-patologinya ketidaklengkapan,


keputusasaan, berhenti berjuang dan menanggulangi.

11) Keadilan, dengan meta-patologinya kemarahan, sinisme, ketidakpercayaan,


pelanggaran hukum, mementingkan diri sendiri.

12) Tata tertib, dengan meta-patologinya ketidakamanan, ketidakwaspadaan,


kehati-hatian.

13) Kesederhanaan, dengan meta-patologinya terlalu kompleks, kekacauan,


kebingungan, dan kehilangan orientasi.

14) Kekayaan; keseluruhan; kelengkapan, dengan meta-patologinya depresi,


kegelisahan, kehilangan perhatian pada dunia.
15) Tanpa susah payah; santai; tidak tegang, dengan meta-patologinya kelelahan,
ketegangan, kecanggungan, kejanggalan, kekakuan.

16) Bermain; kejenakaan, dengan meta-patologinya keseraman, depresi,


kesedihan.

17) Mencukupi diri sendiri; mandiri, dengan meta-patologinya tidak berarti, putus
asa, hidup sia-sia.

Bagi orang yang telah mencapai aktualisasi diri, tidak terpenuhinya


satu kebutuhan, apalagi beberapa meta-kebutuhan, akan membuatnya sangat
kesakitan, lebih sakit daripada kematian. Seperti yang dialami oleh beberapa
tokoh besar yaitu Socrates, Isa, suhrawardi, Galileo, lebih memilih mati daripada
hidup dalam tatanan sosial yang menurutnya tidak adil.

E. DINAMIKA KEPRIBADIAN

Maslow yakin bahwa banyak tingkah laku atau kepribadian manusia yang bisa
diterangkan dengan memperhatikan motivasi individu untuk mencapai tujuan-
tujuannya yang membuat kehidupan individu menjadi bermakna dan tercapainya
kepuasan. Berdasarkan fakta yang ada menyebutkan bahwa jantung dari teori Maslow
ialah proses motivasional manusia terutama dalam rangka memenuhi kebutuhan-
kebutuhannya. Manusia merupakan makhluk yang tidak pernah berada dalam
kepuasan, ketika satu kebutuhan sudah terpenuhi maka ia akan termotivasi untuk
mencapai kebutuhan di tingkat yang lebih tinggi, begitu seterusnya, sehingga
kepuasan manusia bersifat sementara. Berdasarkan hal tersebut, Maslow mengajukan
gagasan bahwa kebutuhan yang pada manusia adalah bawaan dan tersusun menurut
tingkatan yang disebut dengan hierarki kebutuhan. Dalam pandangan Maslow,
susunan kebutuhan-kebutuhan dasar yang bertingkat itu merupakan organisasi yang
mendasari motivasi manusia, yang menghasilkan dinamika kepribadian. Dan menurut
Maslow, kualitas perkembangan individu dapat dilihat dari tingkatan kebutuhan atau
corak pemuasan pada diri individu tersebut. Semakin individu dapat memuaskan
kebutuhan-kebutuhannya yang tinggi, maka individu tersebut semakin mampu
mencapai individualitas, matang dan berjiwa sehat, begitu pula sebaliknya.
Pemenuhan kebutuhan konatif, estetika, dan kognitif merupakan dasar bagi
tercapainya kesehatan fisik dan psikologis seseorang. Jika kebuthan-kebutuhan
tersebut tidak terpenuhi, maka akan mengarah pada penyakit.

Maslow memperkirakan bahwa rata-rata pemenuhan kebutuhan individu dapat


mencapai : fisiologis, 85% ; keamanan, 75% ; cinta dan keberadaan, 50% ;
penghargaan, 40% ; aktualisasi diri, 10%. Semakin besar kebutuhan di tingkat rendah
terpenuhi, maka akan semakin besar kemunculan kebutuhan di tingkat sekanjutnya.
Contohnya, ketika kebutuhan akan cinta hanya terpenuhi sebesar 10%, maka
kebutuhan akan penghargaan mungkin tidak akan muncul sama sekali.

F. PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN
a. Hierarchy of needs: uses. Konsep Maslow tentang hirarki kebutuhan memiliki
nilai yang besar untuk berbagai keperluan. Sebagai contoh seorang siswa yang
mungkin mengalami beberapa masalah dengan belajar dan mendapatkan nilai
yang baik. Analisis diri dari kepuasan kebutuhan akan cepat mengungkapkan
bahwa siswa tersebut tidak memperoleh kebutuhan mendapatkan
pengakuannya, sehingga tujuan terkait pencapaian harga diri tampak tidak
relevan. Dengan kata lain, mendapatkan nilai yang bagus tidak memotivasi
siswa yang kesepian. Jawabannya tidak hanya untuk belajar lebih banyak lagi
namun juga mengambil beberapa langkah untuk memenuhi kebutuhan
sosialnya.
b. Hierarchy of needs: flaws with the idea. Seseorang akan mempertimbangkan
bahwa dengan terpenuhinya kebutuhan pengakuaannya itu merupakan sarana
untuk mencapai kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri, tetapi orang lain
mempertanyakan bagaimana orang yang dikasihinya akan merespon dengan
gagasan seperti itu. Banyak orang melihat keintiman sebagai bagian dari
kehidupan lebih berharga dari pencapaian yang mengarah pada aktualisasi diri,
dan, Erik Erikson menunjukkan bahwa sering mengikuti pembentukan kepuasan
identitas. Kembali ditemukan apa yang tampaknya menjadi sebuah ekspresi dari
sistem nilai Maslow dan bukan sebagai temuan yang bersifat empiris.
c. Beyond Self Actualization: The B Values. Orang yang telah mencapai aktualisasi
diri mengembangkan Being Values (kebutuhan untuk berkembang) dan meta-
needs. Mereka telah berhasil berkembang melalui hierarki kebutuhan dasar.
Mereka sekarang memulai proses pertumbuhan hidup untuk meningkatkan
keberadaan mereka, untuk memperluas pengetahuan mereka tentang diri dan
orang lain, dan untuk mengoperasionalkan kepribadian aktualisasi diri mereka
dalam setiap kegiatan yang mereka lakukan.
d. Peak Experience. Maslow menemukan dalam penelitiannya bahwa banyak
orang yang mencapai aktualisasi diri ternyata mengalami pengalaman puncak,
suatu pengalaman mistik mengenai perasaan dan sensasi yang mendalam,
psikologik, dan fisiologik. Suatu keadaan dimana seseorang mengalami
ekstasi-keajaiban-terpesona-kebahagiaan yang luar biasa, seperti pengalaman
keilahian yang mendalam, dimana saat itu diri seperti hilang atau mengalami
transendensi. Pengalaman puncak itu bisa diperoleh dari mengalami sesuatu
yang sempurna, nyata, dan luar biasa, menuju keadilan atau nilai yang
sempurna. Sepanjang mengalami hal itu, orang merasa sangat kuat, sangat
percaya diri dan yakin. Pengalaman puncak itu mengubah seseorang menjadi
merasa lebih harmoni dengan dunia, pemahaman dan pandangannya menjadi
luas.
II. CARL ROGERS : TEORI PERSON CENTERED

A. BIOGRAFI CARL ROGERS

Rogers memiliki nama lengkap Carl Ransom Rogers. Rogers lahir pada
tanggal 8 Januari 1902, di Oak Park, Illinois, sebagai anak keempat dari enam
bersaudara. Ayahnya benama Walter dan ibunya
benama Julia Cushing Rogers. Carl sangat dekat
dengan ibunya, karena ayahnya sering bepergian untuk
pekerjaannya sebagai insinyur sipil. Kedua orang tua
Rogers merupakan orang yang religius dan taat,
sehingga Carl menjadi tertarik pada Kitab Injil, bahkan
sebelum masuk sekolah ia sering membaca Kitab Injil
dan buku-buku lain.Roger sempat berkeinginan untuk
menjadi seorang petani, dan setelah lulus SMA, ia
kuliah di University of Wisconsin dan mengambil
jurusan pertanian. Akan, tetapi ia mulai kehilangan minatnya pada bidang pertanian
dan lebih taat pada bidang agama.
Pada tahun 1924, Rogers bergabung dengan Seminari Union Theological di
New York dengan intense untuk menjadi pastur. Saat seminari ia mengikuti beberapa
kelas psikologi dan pendidikan di Columbia University. Rogers sangat terpengaruh
oleh pergerakan pendidikan progresif oleh jhon Dewey, yang pada saat itu sangat
kuat di Teachers Collage, Columbia. Akhirnya pada musim gugur tahun 1926, Rogers
meninggalkan seminari untuk menghadiri Teachers Collage sepenuhnya dan
mengambil jurusan psikologi klinis dan pendidikan, sejak saat itulah, ia tidak pernah
kembali pada pendidikan agama formal.
Pada tahun 1927, Rogers telah bekerja sebagai staf di Institute of Child
Guidance di New York City sambil menyelesaikan gelar doktornya. Setelah
mendapatkan gelar doctor atau gelar Ph.D., dalam bidang psikologi dari Columbia
pada tahun 1931 , Rogers menjadi anggota staf di Rochester Guidance Center dan
kemudian menjadi pemimpinnya. Sepanjang karirnya Rogers berusaha terus
mengaplikasikan metode ilmiah objektif kepada kajian kemanusiaan. Rogers sangat
terpengaruh oleh gagasan dari Otto Rank, yang merupakan salah satu rekan kerja
Freud sebelum ia dikeluarkan dari kelompok Freud.
Pada tahun 1940 Rogers menerima tawaran untuk menjadi guru besar
psikologi di Ohio State University. Perpindahan dari pekerjaan klinis ke suasana
akademis ini dirasa oleh Rogers sendiri sangat tajam. Karena rangsangannya Rogers
merasa terpaksa harus membuat pandangannya dalam psikoterapi itu menjadi jelas.
Dan ini dikerjakannya pada 1942 dalam buku Counseling and Psychotheraphy. Pada
tahun 1945 Rogers menjadi guru besar psikologi di Universitas of Chicago. Tahun
1946-1957, dirinya menjadi presiden the American Psychological Association.
Rogers mendirikan Center for Studies of The person bersama 75 orang dari WBSI,.
Pada tahun-tahun terakhir hidupnya, ia memimpin workshop di negara-negara seperti
Hungaria, Brasil, Afrika Selatan, dan Uni Soviet. Rogers meninggal dunia tanggal 4
Februari 1987 setelah mengikuti operasi untuk pembedahan panggul yang patah dan
karena serangan jantung.
Pada tahun 1986, Rogers dan para koleganya yang berorientasi lebih pada
humanistis membentuk Center of the Person (pusat kajian manusia). Teorinya baru
didukung secara penuh dalam Client-Centered Therapy (1951) dan dikemukakan
secara lebih detail dalam seri buku Koch. Namun, Rogers selalu menekankan bahwa
teorinya harus selalu bersifat tentativ, dan seseorang harus berpegang pada pemikiran
tersebut saat melakukan pendekatan diskusi atas teori kepribadian Rogers.

B. KEPRIBADIAN MENURUT ROGERS

Menurut Rogers, orang yang memiliki kepribadian sehat adalah orang yang
dapat mengaktualisasikan diri. Jadi manusia yang sadar dan rasional tidak lagi
dikontrol oleh peristiwa kanak-kanak seperti yang diajukan oleh aliran Freudian,
misalnya toilet training, penyapihan ataupun pengalaman seksual sebelumnya. Rogers
lebih melihat pada masa sekarang, dia berpendapat bahwa masa lampau memang
akan mempengaruhi cara bagaimana seseorang memandang masa sekarang yang akan
mempengaruhi juga kepribadiannya dan tingkat kesehatan psikologisnya.
Aktualisasi dapat memudahkan dan meningkatkan pematangan dan
pertumbuhan. Aktualisasi diri adalah proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan
sifat-sifat serta potensi psikologisnya yang unik. Konsep aktualisasi diri merujuk
pada kecenderungan organisme untuk tumbuh dari makhluk yang sederhana menjadi
sesuatu yang kompleks, lalu berubah dari ketergantungan menuju kemandirian dari
sesuatu yang tetap dan kaku menuju proses perubahan dan kebebasan berekspresi.
Roger percaya bahwa manusia memiliki dorongan yang dibawanya sejak lahir untuk
menciptakan dan hasil ciptaan yang paling penting adalah diri orang sendiri, suatu
tujuan yang dicapai jauh lebih sering oleh orang-orang yang sehat daripada orang-
orang yang sakit secara psikologisnya.
Sebagai makhluk hidup, manusia merupakan organisme, yaitu makhluk fisik
(physical creature) dengan semua fungsi-fungsinya, baik secara fisik maupun psikis.
Organisme ini juga merupakan locus (tempat) semua pengalaman, dan pengalaman
ini meliputi segala sesuatu yang secara potensial terdapat dalam kesadaran organisme
pada setiap saat serta persepsi seseorang tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi
dalam diri sendiri dan juga di dunia luar. Pengertian organisme mencakup 3 hal :
1. Makhluk hidup
Organisme adalah makhluk yang lengkap dengan fungsi fisik dan
psikisnya. Organisme adalah tempat semua pengalaman, segala sesuatu yang
secara potensial terdapat dalam kesadaran setiap saat, yakni persepsi
seseorang mengenai peristiwa yang terjadi di dalam diri dan di dunia luar.
2. Realitas subjektif
Organisme menanggapi dunia seperti yang diamati atau dialaminya.
Realita adalah medan persepsi yang sifatnya subjektif, bukan fakta benar-
salah. Realita subjektif semacam itulah yang menentukan/membentuk tingkah
laku.
3. Holisme
Organisme adalah salah satu kesatuan sistem, sehingga perubahan
pada suatu bagian akan mempengaruhi bagian lain. Setiap perubahan
memiliki makna pribadi dan bertujuan yakni tujuan mengaktualisasi,
mempertahankan dan mengembangkan diri.

C. STRUKTUR KEPRIBADIAN
1. Self (Diri)
Self atau self concept adalah konsep menyeluruh yang ajeg dan
terorganisir tersusun mengenai pengalaman yang berhubungan dengan aku
dan membedakan aku dari yang bukan aku. Self concept menggambarkan
konsepsi orang mengenai dirinya sendiri, ciri-ciri yang dianggapnya menjadi
bagian dari dirinya, pandangan diri dalam berbagai perannya dalam kehidupan
dan dalam kaitannya dengan hubungan interpersonal.
Konsep pokok dari teori kepribadian Rogers adalah self, sehingga
dapat dikatakan self merupakan struktur kepribadian yang sebenarnya. Carl
Rogers mendeskripsikan the self atau self-structure sebagai sebuah konstruk
yang menunjukan bagaimana setiap individu melihat dirinya sendiri.
Menurut Roger the Self adalah aspek pengalaman fenomenologis.
Pengalaman fenomenologis adalah salah satu aspek dari pengalaman kita yang
ada di dunia ini, yaitu salah satu yang memenuhi pengalaman sadar kita
adalah pengalaman tentang diri kita sendiri “Self”. Rogers mengenali 2 aspek
yang berbeda dari self yaitu :
a. Actual Self (real self) adalah keadaan diri individu saat ini.
b. Ideal Self adalah keadaan diri individu yang ingin dilihat oleh individu
itu sendiri atau apa yang ingin dicapai oleh individu tersebut.
Perhatian Rogers yang utama adalah bagaimana organisme dan self dapat
dibuat lebih kongruen atau sebidang. Artinya ada saat dimana self berada pada
keadaan inkongruen, kongruensi self ditentukan oleh kematangan, penyesuaian,
dan kesehatan mental. Self yang kongruen adalah yang mampu untuk
menyamakan antara interpretasi dan persepsi “self I” dan “self me” sesuai
dengan realitas dan interpretasi self yang lain. Semakin lebar jarak antara
keduanya, maka semakin lebar ketidaksebidangan ini. Semakin besar
ketidaksebidangan, maka semakin besar pula penderitaan yang dirasakan dan jika
tidak mampu maka akan terjadi ingkongruensi atau mal-adjustment atau
neurosis. Misalkan Anda memiliki ideal self sebagai orang yang memiliki bentuk
tubuh ideal serta memiliki prestasi yang tinggi dibanding teman –teman Anda,
tetapi nyatanya real self Anda adalah orang yang tidak memiliki bentuk tubuh
yang ideal serta prestasi Anda adalah rata-rata dengan teman-teman Anda , maka
akan ada kesenjangan antara real self dan ideal self yang dapat menimbulkan
kecemasan.
Bila seseorang, antara “self concept”nya dengan organisme mengalami
keterpaduan, maka hubungan itu disebut kongruen (cocok) tapi bila sebaliknya
maka disebut inkongruen (tidak cocok) yang bisa menyebabkan orang
mengalami sakit mental, seperti merasa terancam, cemas, defensiv dan berpikir
kaku serta picik. Sedangkan ciri-ciri orang yang mengalami sehat secara
psikologis (kongruen) adalah antonim dari sifat yang yang disebutkan
sebelumnya.

D. DINAMIKA KEPRIBADIAN
a. Aktualisasi Diri
Menurut Rogers (1959), bayi mulai mengembangkan konsep diri yang
samar saat mereka belajar apa yang samar saat sebagian pengalaman mereka telah
dipersonalisasikan dan dibedakan dalam kesadaran pengalaman sebagai “aku”
atau “diriku”. Kemudian secara bertahap bayi mulai sadar terhadap identitas
dirinya saat mereka belajar apa yang terasa baik dan apa yang terasa buruk.
Saat bayi telah membangun suatu struktur diri yang mendasar dalam
dirinya, kecenderungan mereka untuk melakukan aktualisasi diri mulai
berkembang. Rogers merasa bahwa proses kepribadian yang paling fundamental
adalah kecenderungan untuk melihat ke depan menuju perkembangan
kepribadian, kecenderungan ini disebut Rogers sebagai aktualisasi diri.
“Organisme” memiliki satu kecenderungan dasar dan berjuang menuju
aktualisasi, mempertahankan, dan meningkatkan pengalaman organisme.
Aktualisasi diri merupakan bagian dari kecenderungan aktualisasi sehingga tidak
sama dengan kecenderungan itu sendiri.
Aktualisasi diri berlangsung mengikuti apa yang digariskan oleh keturunan.
Ketika organisme itu sudah matang, dia akan menjadi semakin berbeda dengan
orang lain, semakin luas wawasan, otonom, dan tersosialisasi. Secara alami,
kecenderungan aktualisasi itu akan menunjukkan diri melalui rentangan luas
tingkah laku, yakni:
1. Tingkah laku yang berakar pada proses fisiologik, termasuk kebutuhan
dasar seperti (air, makan,udara) kebutuhan mengembangkan diri dan
fungsi tubuh serta regenerasi.
2. Tingkah laku yang berkaitan dengan motivasi psikologik untuk menjadi
diri sendiri; proses aktif untuk menjadi sesuatu; bermain, mencipta,
memulai, mengekplorasi, dan menghasilkan perubahan lingkungan;
menggerakkan organisme ke arah perluasan otonomi dan self-
sufficiency.
3. Tingkah laku yang tidak meredakan tegangan tetapi justru
meningkatkan tegangan, yakni tingkah laku yang motivasinya untuk
berkembang menjadi lebih baik; tingkah laku yang dikendalikan oleh
proses pertumbuhan merealisasi semua potensi dan kapasitas yang
dimiliki.
Rogers mengasumsikan bahwa pada dasarnya ada peluang jika semua
tingkah laku manusia diarahkan dan bertujuan untuk meningkatkan
kompetensinya atau mengaktualisasikan dirinya. Aktualisasi diri, merupakan
tujuan yang ideal, dimana tidak seorangpun mampu mencapai aktualisasi
potensinya secara tuntas. Rogers mempercayai bahwa, tidak ada seorangpun yang
dapat mencapai aktualisasi diri sepenuhnya sehingga tidak membutuhkan
motivasi lagi. Menurutnya akan selalu ada bakat yang harus dikembangkan,
keterampilan yang harus dikuasai dan diasah, atau dorongan biologis yang dapat
lebih dipuaskan secara lebih tepat (efisien).

b. Self Consistency dan Kesesuaian


Menurut Rogers, fungsi organisme adalah mempertahankan konsistensi
(tidak ada konflik) antara persepsi diri dan untuk mencapai kongruensi antara
persepsi mengenai diri dan pengalaman. Konsep self-consistency pada mulanya
dikembangkan oleh Lecky (1945). Menurut Lecky, organisme tidak mencari
kepuasan dan menghindari rasa sakit, tetapi mencari cara untuk mempertahankan
struktur dirinya. Individu mengatur nilai-nilainya dan fungsinya untuk
mempertahankan sistem diri. Individu berperilaku secara konsisten dengan
konsep dirinya.
Rogers menekankan pada pentingnya fungsi kepribadian yang memiliki
kesesuaian antara diri dengan pengalaman. Rogers menggunakan istilah
kesesuaian ini untuk merujuk pada “kecocokan yang akurat” antara dua keadaan
psikologis. Satu jenis kesesuaian yang penting bagi Rogers adalah kesesuaian
antara self dan kesadaran kita terhadap perilaku kita dan pengalaman kita. Bagi
Rogers mencapai self yang kita rasakan konsisten adalah sangat penting, sehingga
orang mencari pengalaman yang sesuai dengan persepsi diri mereka yang ada.
c. Penerimaan Positif (Positive Regard)
Bayi mengembangkan konsep self dengan membedakan dan kemudian
menginternalisasikan pengalaman eksternal yang memuaskan aktualsasi diri yang
dibawanya. Konsep self mencakup gambaran siapa dirinya, siapa seharusnya
dirinya, dan kemungkinan siapa dirinya.
Setiap manusia memiliki kebutuhan dasar akan kehangatan, penghargaan,
penerimaan, pengagungan, dan cinta dari orang lain (warmth, liking, respect,
sympathy & acceptance, love & affection). Kebutuhan ini disebut need for
positive regard. Positive regard terbagi menjadi 2 yaitu:
1. Conditional positive regard (bersyarat)
Conditional positive regard atau penghargaan positif bersyarat
misalnya kebanyakan orang tua memuji, menghormati, dan mencintai anak
dengan bersyarat,yaitu sejauh anak itu berpikir dan bertingkah laku seperti
dikehendaki orangtua. Penghargaan bersyarat timbul saat penghargaan positif
dari significant other memiliki persyaratan , saat individu tersebut merasa
dihargai dalam beberapa aspek dan tidak hargai dalam aspek lainya.
2. Unconditional positive regard (tak bersyarat).
Unconditional positive regard disini anak tanpa syarat apapun
dihargai dan diterima sepenuhnya dalam tingkah lakunya (baik itu yang
dikehendaki atau tidak) sebagai pribadi yang utuh.
Rogers menggambarkan pribadi yang berfungsi sepenuhnya adalah
pribadi yang mengalami penghargaan positif tanpa syarat. Ini berarti dia
dihargai, dicintai karena nilai adanya diri sendiri sebagai person sehingga ia
tidak bersifat defensif namun cenderung untuk menerima diri dengan penuh
kepercayaan. Setelah self dan organism bisa menjadi suatu kesatuan yang
baik. Namun ketika ia masuk ke lingkungan sosial luar yang beperan sebagai
medan phenomenal, belum tentu ia dapat berkembang dengan sebagaimana
mestinya.
E. PSIKOTERAPI
Terapi yang berpusat pada klien (client centered) terlihat sederhana dalam
teori, namun cukup sulit ketika dalam pemraktikannya. Pendekatan yang berpusat
pada klien berpendapat bahwa orang-orang yang rentan atau cemas, dapat
berkembang secara psikologis jika mereka bertemu dengan terapis yang kongruen
dan yang mereka rasakan sebagai seorang yang mampu memberikan nuansa
penerimaan tidak bersyarat dan empati yang akurat. Namun kualitas dari kongruensi,
penerimaan positif tidak bersyarat, dan pengertian secara empati tidak mudah untuk
dimiliki oleh seorang konselor.
a. Kondisi
Rogers mengasumsikan bahwa agar suatu perkembangan terapeutik
dapat terjadi, maka beberapa kondisi berikut dianggap perlu dan memadai.
Kondisi-kondisi tersebut yaitu:
1. Klien yang cemas atau rentan harus bertemu dengan terapis yang kongruen,
yang juga memiliki empati dan penerimaan positif tidak bersyarat untuk
klien tersebut.
2. Klien harus dapat melihat karakteristik tersebut dari terapinya
3. Pertemuan antara klien dan terapis harus mempunyai durasi tertentu.
Terapi yang berpusat pada klien menjadi unik dalam penekanannya atas
kondisi kongruensi, penerimaan positif tidak bersyarat, dan mendengar secara
empati dari konselor yang dianggap perlu dan memadai. Namun dari ketiga hal itu
kongruensi adalah hal yang mendasar, Karena kongruensi adalah kualitas umum
yang dimiliki oleh terapis.
1. Kongruensi Konselor
Kondisi pertama yang perlu dan memadai untuk perubahan secara
terapeutik adalah terapis yang kongruen. Kongruens terjadi apabila
pengalaman organismik seseorang sejalan dengan kesadaran atas pengalaman
tersebut, serta dengan kemampuan dan keinginan untuk secara terbuka
mengekspresikan perasaan-persaan tersebut. Menjadi kongruen adalah untuk
menjadi nyata, jujur, utuh atau terintegrasi dan apa adanya. Rogers
mengatakan bahwa terapis akan lebih fektif apabila meraka berkomunikasi
dengan cara yang jujur walaupun perasaan tersebut negatif dan mengancam.
2. Penerimaan Positif Tidak Bersyarat
Penghargaan positif adalah kebutuhan untuk disukai, dihargai, dan
diterima oleh orang lain. Saat kebutuhan ini telah muncul tanpa adanya syarat
atau kualifikasi, maka akan muncul penerimaan positif yang tidak bersyarat.
Terapis memiliki penerimaan positif yang tidak bersyarat saat mereka
mengalami sikap yang hangat, positif, dan menerima kepada apa yang
menjadi kliennya. Sikap ini tidak bersifat poseseif, tidak evaluatif, dan tanpa
suatu keraguan.
Terapis dengan penerimaan positif yang tidak bersyarat kepada
seorang klien akan menunjukkan kehangatan dan penerimaan yang non-
posesif, dan bukan persona yang terlalu berlebihan. Mempunyai kehangatan
yang non-posesif berarti meiliki suatu kepedulian terhadap orang lain tanpa
menutupi atau memiliki orang tersebut. Penerimaan positif yang tidak
bersyarat berarti terapis dapat menerima dan menghargai klien mereka tanpa
batasan atau keraguan dan tanpa melihat perilaku klien.
3. Mendengarkan secara Empati
Empati hadir saat terapis secara akurat dapat merasakan dan
memahami keadaan dan persaaan dari kliennya serta terapis dapat
mengomunikasikan persepsi ini, supaya klien mengetahui bahwa ada orang
lain yang telah memasuki dunia perasaan tanpa prasangka, proyeksi, maupun
evaluasi. Bagi Rogers (1980), empati berarti untuk sementara kita hidup
dalam kehidupan orang lain, bergerak di dalamnya dengaan hati-hati tanpa
menghakimi. Empati mengimplikasikan bahwa seorang terapis melihat segala
sesuatu dari sudut pandang klien, dank lien merasa aman.
b. Proses
Rogers (1959) yakin bahwa ada aturan-aturan tertentu yang menjadi
karakteristik dari proses terapi
1. Tahapan dalam Perubahan Terapeutik
Proses dari perubahan kepribadian yang konstruktif dapat diletakkan
dalam sebuah kontinum dari yang paling defensif ke yang paling terintegrasi.
Rogers membagi kontinum ini menjadi 7 tahapan:
 Tahap 1
Ketidakmauan untuk mengomunikasikan apapun tentang diri,
seseorang dalam tahap ini tidak mencari pertolongan, tetapi mereka
datang untuk terapi apabila ada alasan-alasan tertentu, mereka akan
menjadi sangat kaku dan menolak untuk berubah.
 Tahap 2
Klien mulai menjadi sedikit tidak kaku. Mereka mendiskusikan
peristiwa-peristiwa eksternal, tetapi mereka tetap tidak mengakui
perasaan-perasaan mereka sendiri. Tetapi mereka mungkin akan
membicarakan mengenai perasaan personal mereka apabila perasaan
tersebut merupakan fenomena objektif.
 Tahap 3
Mereka lebih bebas dalam membicarakan diri mereka walaupun masih
sebagai objek. Klien membicarakan perasaan dan emosi yang terjadi di
masa lalu dan di masa depan, serta menghindari perasaan yang sedang
dialami sekarang.
 Tahap 4
Klien mulai berbicara mengenai perasaan mendalam, tetapi bukan
yang sedang dirasakan saat itu. Saat klien mengekspresikan perasaan
yang sedang dirasakan sekarang, mereka biasanya akan terkejutdengan
ekspresi tersebut. Mereka mulai mempertanyakan nilai-nilai yang
mereka dapatkan dari orang lain, dan mereka mulai melihat
inkongruensi dari diri yang mereka rasakan dengan pengalaman
organismik mereka. Mereka mulai secara tentatif membiarkan diri
mereka untuk lebih terlibat dalam hubungan dengan terapis.
 Tahap 5
Mereka mulai melalui perubahan dan pertumbuhan yang signifikan.
Mereka dapat mengekspresikan perasaan yang sedang mereka alami
walaupun belum secara akurat melakukan simbolisasi dari perasaan-
perasaan tersebut. mereka mulai membuat keputusan sendiri dan
mengambil tanggung jawab atas keputusan mereka.
 Tahap 6
Klien mengalami pertumbuhan yang dramatis dan pergerakan menuju
seorang manusia yang berfungsi sepenuhnya atau aktualisasi diri.
Orang-orang yang mencapai tahap ini akan merasakan keseluruhan
dari diri organismik mereka, saat otot-otot mereka menjadi rileks, air
mata mengalir, sirkulasi meningkat dan gejala-gejala fidik memudar.
 Tahap 7
Klien yang mencapai tahap ini telah menjadi manusia masa depan
(people of tomorrow) yang berfungsi sepenuhnya . Mereka memiliki
keprcayaan diri untuk menjadi diri mereka sendiri, merasakan
pengalaman-pengalaman mereka secara mendalam dan menyeluruh.
Mereka memiliki penerimaan positif yang tidak bersyarat terhadap diri
sendiri, serta mampu menjadi penyayang dan empati terhadap orang
lain.
c. Hasil
Apabila proses perubahan terapeutik telah terjadi, maka dapat diharapkan
beberapa hasil mulai dapat diobservasi, hasil-hasil dari terapi ini antara lain:
 Klien menjadi kongruen, tidak defensif, dan lebih terbuka dengan
pengalaman.
 Mereka lebih mampu untuk mengasimilasikan pengalaman mereka ke
dalam diri dengan level simbolik.
 Menjadi lebih efektif dalam menyelesaikan masalah.
 Mempunyai penghargaan diri positif yang lebih tinggi.
 Mereka memiliki pandangan terhadap potensi diri.
 Mereka tidak terlalu rentan dengan ancaman, dan kecemasan mereka
berkurang..

F. CLIENT CENTERED THEORY


Rogers memang terkenal sebagai pencetus terapi yang berpusat pada
klien (Client Centered Therapy). Namun, Carl Rogers juga mengembangkan
teori kepribadian humanistik yang tumbuh dari pengalamannya sebagai seorang
praktisi psikoterapi. Rogers dikatakan sebagai seorang terapis yang sempurna,
namun tidak terlalu menyukai teori. Rogers membangun teori kepribadian
berdasarkan landasan yang diperolehya ketika menjadi seorang terapis.
Pada tahun-tahun awal, pendekatan yang dilakukan oleh Rogers dikenal
dengan nama “nondirective”. kemudian, pendekatan tersebut menggunakan
beragam istilah, yaitu pendekatan “yang berpusat pada klien “(client-centered),
“yang berpusat pada pribadi (person-centered), dan “person to person”. Kita
menggunakan istilah yang berpusat pada klien (Client Centered) untuk merujuk
pada terapi yang dilakukan oleh Rogers dan istilah yang lebih luas, sedangkan
istilah Person-Centered untuk merujuk pada teori kepribadian Rogers.
Rogers membagi teori kepribadiannya ke dalam 4 bagian yang paling
utama, yaitu :
1. Teori Diri (Self-Theory)
Rogers dalam hal ini percaya bahwa pada hakikatnya manusia berada
dalam sebuah dunia yang tidak pernah berubah dimana sesungguhnya, dialah
yang menjadi pusat dari kesemuanya itu. Rogers percaya bahwa
diri(self) bukan merupakan sebuah struktur yang tetap, tetapi merupakan
struktur yang berada dalam suatu proses, memiliki kemampuan baik untuk
keadaan yang stabil maupun perubahan. Diri (self) sendiri terbagi ke dalam
alam sadar (conscious) dan alam tak sadar (unconscious).
Rogers juga menyebut nama organisme, untuk semua pengalaman-
pengalaman psikologis. Secara lebih jelasnya, organisme adalah medan
fenomenal yang hanya dapat diketahui oleh individu itu sendiri. Pengalaman
fenomenal itu sendiri terbagi menjadi dua, yaitu pengalaman sadar
(dilambangkan) dan pengalaman tak sadar (tidak dilambangkan).
2. Kejadian dan Pengalaman yang Bernilai
Person-centered therapy didasarkan pada kepercayaan bahwa diri
memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah yang dihadapinya sendirian.
Person-centered therapy mengutamakan pemahaman atas pengalaman-
pengalaman pribadi yang dialami oleh individu. Merasakan pengalaman
(memahami) merupakan cara yang akurat untuk memahami diri sendiri dan
lingkungannya.
3. Potensi untuk Tumbuh dan Belajar
Rogers percaya bahwa kecenderungan aktualisasi dan perkembangan
diri melekat sangat kuat dalam diri setiap manusia. Pada dasarnya manusia
memiliki kecenderungan untuk tumbuh dan berkembang sebagaimana
mestinya sesuai dengan potensi-potensi yang dimilikinya. Hanya saja, yang
terkadang menjadi masalah adalah orang-orang tersebut kurang paham
mengenai kelebihan, kekurangan, dan potensi yang dimilikinya itu.
4. Kondisi-Kondisi yang Berharga
Pada dasarnya, manusia memiliki kecenderungan untuk mengarahkan
dan mempertinggi dirinya sendiri. Sehingga manusia merasa memerlukan
dua hal utama, yaitu penghargaan positif dan penghargaan diri.
Secara tidak langsung dapat disimpulkan bahwa person-centered
therapy memandang individu itu ada dari kebermaknaannya pada diri
sendiri, orang lain, serta lingkungan sekitarnya. Individu bisa dikatakan ada
karena sumbangan yang diberikannya pada diri sendiri, orang lain, serta
lingkungannya.

G. PENELITIAN
Gagasan Rogers mengenai kekuatan dari penerimaan positif yang tidak
bersyarat menghasilkan beberapa penelitian empiris. Penelitian Rogers mengenai
kondisi yang perlu dan memadai untuk pertumbuhan psikologis juga menjadi
pendahulu dari psikologi positif dan telah semakin didukung oleh banyak temuan
dari penelitian modern. Selain itu pendapat Rogers tentang inkongruensi antara
diri sebenarnya dan diri ideal serta motivasi untuk mencapai suatu tujuan terus
menghasilkan banyak perhatian dari peneliti.
Rogers juga mengajukan gagasan bahwa kongruensi antara bagaimana
kita benar-benar melihat diri kita dan bagaimana diri kita ingin menjadi sebagian
elemen-elemen penting dari kesehatan mental. Apabila kedua evaluasi ini
kongruen, maka seseorang biasanya dapat dikatakan sehat dan relatif berhasil
dalam menyesuaikan diri, namun bila tidak, maka seseorang akan mengalami
berbagai bentuk ketidaknyamanan mental, seperti cemas, depresi dan memiliki
harga diri yang rendah.
a. Motivasi dan Peraih Tujuan
Salah satu ranah penelitian ketika ide Rogers masih terus memiliki
banyak pengaruh adalah peraihan tujuan. Menetapkan dan meraih tujuan adalah
salah satu cara manusia untuk mengatur kehidupannya supaya dapat memberikan
hasil yang diinginkan dan menambah arti pada kegiatan sehari-hari. Menurut
Rogers sumber dari kecemasan psikologis adalah inkongruensi, tahu saat diri
ideal seseorang tidak sebidang dengan konsep dirinya, dan inkongruensi ini dapat
direpresentasikan melalui tujuan-tujuan yang seseorang pilih untuk diraihnya.
Rogers meluaskan ide-ide ini untuk mengajukan bahwa kita semua
memiliki proses penilaian organismik (organismic valuing process-OvP). OVP
adalah insting alami yang mengarahkan diri kita menuju pencapaian-pencapaian
yang paling bermakna. Carl Rogers memiliki wawasan yang luas dan kuat
terhadap kondisi manusia dan idenya terus didukung oleh penelitian terkini.
Apabila kita terlibat dalam pengalaman yang merupakan bagian dari diri ideal
kita, maka kita akan terbawa pada pencapaian yang paling mengikat, menarik,
memperkaya, dan memberikan makna.

H. KRITIK
Walaupun teori Rogerian telah menghasilkan banyak penelitian dalam ranah
psikoterapi dan pembelajaran ruang kelas, namun masih banyak kritikan tentang teori
yang telah dikemukakan oleh Roger, yaitu:
1. Tidak terlalu banyak penelitian diluar area psikoterapi dan pembelajaran
ruang kelas sehingga mendapatkan penilaian sedangdalam kemampuannya untuk
memancing munculnya aktivitas penelitian dalam ruang lingkup umum psikologi.
2. Teori Rogerian dinilai tinggi dalam kemampuan untuk di uji ulang.
3. Teori yang berpusat pada klien ini dinilai tinggi dalam kemampuannya untuk
menjelaskan apa yang diketahui mengenai perilaku manusia sejauh ini.
4. Teori ini cukup tinggi dalam aspek konsistensi dan definisi operasionalnya
yang dibuat dengan hati-hati
5. Teori ini cukup jelas dan ekonomis, tidak seperti kebanyakan teori, tetapi
bahasa yang digunakan tergolong tidak jelas, terlalu luas dan tidak akurat untuk
mempunyai arti ilmiah.
DAFTAR PUSTAKA

Feist,J., & Feist,G.J. (2008). Theories of Personality. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.


Terj. Yudi Santoso,dkk.

Monte, C. F., & Sollod R.N.2003. Beneath the Mask: An Introduction to Theories of
Personality. USA: John Wiley & Sons, Inc.

Anda mungkin juga menyukai