Anda di halaman 1dari 4

Dermatitis Numularis dengan Reaksi Id

Gita S. P. Adiprama, Debora TMP, Muljaningsih Sasmojo, Hendra Gunawan


Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UNPAD
RS Dr. Hasan Sadikin, Bandung

Abstrak
Latar belakang
Dermatitis numularis merupakan suatu bentuk dermatitis endogen ditandai oleh kelainan kulit berupa
papula, papulovesikel yang bergabung dengan dasar eritem berbentuk bulat (coin-shaped) atau
lonjong. Penyakit ini dapat disertai reaksi id yang disebabkan oleh autosensitasi terhadap antigen
epidermal dan timbul setelah 1 - 2 minggu.
Kasus
Seorang laki-laki, 22 tahun, mengeluhkan beruntus-beruntus kemerahan disertai keropeng
kekuningan berbentuk bulat dan lonjong pada kedua tungkai yang terasa gatal, kemudian menyebar
ke hampir seluruh tubuh dalam seminggu. Riwayat kelainan kulit hilang timbul sejak 5 tahun yang lalu
dan tidak ada riwayat perawatan gigi sebelumnya. Pemeriksaan fisik ditemukan infeksi fokal pada gigi,
kulit kering, serta kelainan kulit generalisata berupa makula, papul, plak eritem, pustula, erosi, krusta
serosa, serta krusta medikamentosa. Pemeriksaan sediaan langsung dari kerokan kulit dengan
larutan KOH 20 % dan pewarnaan Gram menunjukkan hasil negatif untuk elemen jamur maupun
bakteri. Pemberian kortikosteroid sistemik dan terapi konservatif dalam satu minggu pengobatan
menunjukkan adanya perbaikan klinis.
Diskusi
Sekitar 68% kasus dermatitis numularis dapat dicetuskan oleh infeksi, salah satunya fokal infeksi
pada gigi. Reaksi id terjadi akibat eksaserbasi akut dermatitis dan hilang spontan setelah dermatitis ini
disembuhkan. Penggunaan kortikosteroid sistemik memberikan respon yang baik meskipun
meninggalkan makula hiperpigmentasi. Perawatan konservatif gigi serta menjaga kelembaban kulit
dapat mengurangi rekurensi.

Kata kunci: nummular dermatitis, reaksi id, fokal infeksi, kortikosteroid sistemik.

Nummular Dermatitis with Id Reaction


Gita S. P. Adiprama, Debora TMP, Muljaningsih Sasmojo, Hendra Gunawan
Dermatovenerology Department, Medical Faculty of Padjajaran University
Dr. Hasan Sadikin Hospital, Bandung
Abstract
Background
Nummular dermatitis is an endogenous dermatitis which is characterized by papules, papulovesicles
on erythematous base which coalesced to form coin-shaped or oval lesions. It can be followed by id
reaction due to autosensitization to epidermal antigen and may appear after 1-2 weeks later.
Case
A 22-year-old man, presented with reddish-nummular-pruritic lesions with yellowish crust on his legs
and then spread to almost antire body within one week. He has been suffered from this disease since
5 years and there was no history of previous dental care. Physical examination showed focal
infections on the teeth, dry skin, and generalized skin disorders consisted of erythematous macules,
papules, and plaques, erosions, serous and medicamentous crusts. Microscopic examination with 20
% KOH and Gram staining were negative for fungal and bacterial elements. Clinical improvement was
achieved after systemic corticosteroids and conservative treatments given for one week.
Discussion
Nummular dermatitis could be triggered by infections in approximately 68% of cases which include
dental infections. Id reactions caused by acute exacerbation of dermatitis will spontaneously resolved
after dermatitis was treated. However, systemic corticosteroids provides good response despite
leaving macular hyperpigmentation. The recurrence will decrease by conservative treatment of teeth
and by preserving the moisture of the skin.

Keywords: nummular dermatitis, id reaction, focal infection, systemic corticosteroids.


1
Dermatitis Numularis dengan Reaksi Id
Gita S. P. Adiprama, Debora TMP, Muljaningsih Sasmojo, Hendra Gunawan
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UNPAD
RS Dr. Hasan Sadikin, Bandung

PENDAHULUAN
1,2,3
Dermatitis numularis merupakan dermatitis kronis yang tidak diketahui penyebabnya dengan
1,4
kelainan kulit polimorf yang berbentuk bulat (coin-shaped) atau lonjong, dan sering ditemukan pada
5
ekstremitas. Insidens penyakit ini dapat terjadi pada semua kelompok umur.
Reaksi id adalah fenomena munculnya dermatitis akut yang terjadi pada tempat yang jauh dari
1,8 1,2,8
fokus primernya, dengan nama lain autosensitization dermatitis. Etiopatogenesis reaksi id belum
9,10
diketahui. Kelainan kulit ini timbul 1 sampai 2 minggu setelah dermatitis atau infeksi primer
1,4
lainnya.
Berdasarkan data di Poliklinik Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK) Rumah Sakit Dr.
Hasan Sadikin (RSHS) Bandung selama periode Januari 2007 hingga Desember 2009 terdapat 765
pasien dermatitis numularis, yang terdiri dari 365 laki-laki dan 401 perempuan, dengan kasus
terbanyak pada perempuan kelompok usia 15-24 tahun berjumlah 150 kasus, sedangkan pada laki-
laki dengan kelompok usia 25-44 tahun berjumlah 95. Dermatitis numularis dengan reaksi id
ditemukan sebanyak 56 kasus.

LAPORAN KASUS
Seorang laki-laki, 22 tahun, lulusan STM, suku Sunda, Islam, belum menikah, buruh pabrik,
dirawat di ruang perawatan Bagian IKKK RSHS, dari tanggal 9 - 14 April 2010 dengan keluhan utama
beruntus-beruntus kemerahan dan keropeng kekuningan yang terasa gatal pada dahi, leher, kedua
lengan, badan, dan tungkai.
Dari anamnesis diketahui sejak 15 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS) timbul papula-papula
eritem serta vesikel pada dasar makula eritem yang berbentuk numular pada tungkai bawah kanan
dan kedua paha yang terasa gatal. Pasien mengobati dengan obat oles dari dokter dan mengalami
perbaikan dengan rasa gatal yang berkurang, dan hanya meninggalkan makula hiperpigmentasi. Satu
minggu kemudian lesi serupa timbul kembali ditempat yang sama dan bertambah lebar sebesar
telapak tangan anak, dan digaruk hingga erosi. Beberapa hari kemudian timbul papula eritem pada
dahi, leher, kelopak mata kiri, sela-sela jari, dan bokong, disertai makula eritem pada kedua telapak
tangan juga kedua telapak kaki yang gatal. Pasien berobat ke dokter umum mendapat obat minum
dan obat oles, tidak diketahui jenis dan nama obatnya serta tidak ada perbaikan. Sejak 2 hari SMRS
kelainan kulit berupa plak eritem menjadi sebesar telapak tangan orang dewasa pada kedua paha,
sementara papula eritem semakin menyebar ke hampir seluruh tubuh. Riwayat gangguan tidur dan
gigi berlubang diakui. Riwayat alergi obat dan atopik pada pasien maupun keluarga disangkal. Pasien
mulai menderita kelainan kulit seperti ini sejak 5 tahun yang lalu dan hilang timbul.
Dari pemeriksaan fisik, tanda vital dan status generalis dalam batas normal kecuali ditemukan
kulit pasien kering dan karies dentis. Status dermatologikus didapatkan pada dahi, kelopak mata kiri,
badan, kedua lengan dan tungkai atas, tungkai bawah kanan, bokong tampak lesi multipel, sebagian
konfluens, bentuk bulat, lonjong dan tidak teratur, ukuran 0,2 x 0,3 cm dan 15 x 4 cm, batas tegas,
sebagian menimbul, sebagian basah, berupa makula, papula dan palk eritem, erosi, krusta serosa,
dan krusta medikamentosa. Pada kedua telapak tangan dan kedua kaki tampak lesi multipel, bulat,
ukuran diameter 0,5 cm sampai 1 cm, sebagian diskret dan konfluens, batas tegas, sebagian
menimbul, kering, berupa makula eritem. Dari pemeriksaan laboratorium, darah tidak ditemukan
kelainan.

PEMBAHASAN
Dermatitis numularis merupakan suatu dermatitis yang dapat didiagnosis berdasarkan gambaran
5 5,6,8 3,9
klinis, lesi sering ditemukan pada tungkai bawah, badan, tangan, dan kaki. Lesi dapat multipel
1,5,13,14 3,11
atau soliter dengan batas tegas, berupa papula-papula dan vesikel, dengan dasar
1,2,5 1,3,5,11
eritematosa membentuk plak eritem bulat seperti uang logam atau lonjong. Lesi disertai
1,3,11 5
dengan keluhan gatal, kadang-kadang disertai adanya rasa terbakar, sehingga dapat timbul
8 3,11
ekskoriasi pada daerah yang terkena. Umumnya distribusi lesi tersebar simetris, dan sering hilang
1,7,11,15
timbul pada tempat yang sama. Diagnosis dermatitis numularis pada pasien ini ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis diketahui kelainan kulit awalnya
berupa beruntus kemerahan berisi cairan jernih yang terasa gatal dan semakin bertambah besar
2
hingga kelainan kulit berbentuk bulat-lonjong sebesar telapak tangan berbentuk bulat-lonjong pada
kedua paha, tungkai bawah kanan, dan perut. Kelainan kulit tersebut bersifat rekuren pada tempat
yang sama. Pada pemeriksaan fisik didapatkan lesi multipel berupa papula dan plak eritem berbentuk
bulat-lonjong pada tempat predileksi yang sesuai.
1,2,5
Penyebab dermatitis numularis belum dapat diketahui dengan pasti, namun beberapa faktor
diduga berperan dalam patogenesis dermatitis numularis, yaitu kulit kering, infeksi bakteri, obat-
1,3,5,7
obatan, trauma fisik maupun kimia, dan stres emosional. Pada kasus ini, salah satu faktor
presipitasi ditemukan fokus infeksi pada gigi berupa pulpitis dan gangren radiks. Peranan infeksi
bakteri dalam etiopatogenesis dermatitis numularis dapat melalui kolonisasi bakteri atau reaksi
1,3,7,11 16 5 2
hipersensitifitas. Kolonisasi bakteri diduga mencapai 10 /cm hingga dapat menyebabkan
5
eksaserbasi penyakit ini. Faktor pencetus timbulnya reaksi id juga akibat garukan dan terapi yang
tidak adekuat. Garukan akan meningkatkan kolonisasi S. aureus ke kulit dan peningkatan jumlah S.
11
aureus-derived ceramidase yang akan memperberat kerusakan sawar kulit. Kolonisasi bakteri pada
kulit, seperti Staphylococcus sp. atau Micrococcus sp. lain meningkat pada pasien dermatitis
numularis. Faktor lainnya, yaitu stres emosional dan keadaan kulit kering ikut berperan dalam
penyakit ini. Stres emosional berperan dalam kekambuhan pasien ini, disebabkan adanya
peningkatan substansi P yang mengaktifasi sel mast yang menimbulkan reaksi inflamasi. Keadaan
kulit kering dapat menyebabkan transepidermal water loss (TEWL) meningkat dengan struktur lemak
lapisan kulit terganggu, hingga barrier kulit rusak dan memudahkan mikroorganisme masuk ke kulit
5
dan meningkatkan terjadinya kolonisasi bakteri.
Reaksi id belum diketahui penyebabnya, diduga kelainan kulit timbul akibat keadaan kulit
16
hiperiritabilitas yang dirangsang oleh stimulus imunologis maupun non-imunologis. Patogenesis yang
2,5,19,23
mendasari reaksi id, yaitu autosensitasi terhadap antigen epidermal, yang dapat hilang spontan
2
apabila penyakit utamanya disembuhkan. Pada tahun 1933, Turck menduga bahwa reaksi id
disebabkan oleh Cytost yang dihasilkan dari jaringan yang inflamasi dan merusak organ lain. Tahun
1990, Brown, berpendapat bahwa Cytost adalah sitokin epidermal yang menyebabkan autosensitasi
dengan diketahui faktor presipitasi, yaitu: infeksi, iritasi, luka, dan sensitisasi. Fenomena ini sering
5
menyertai dermatitis numularis,dan beberapa infeksi kulit lainnya. Predileksi lesi biasanya pada
telapak tangan dan kaki, bagian ekstensor ekstremitas atas dan bawah, batang tubuh, wajah, maupun
11
leher. Reaksi id umumnya timbul dalam satu sampai beberapa minggu setelah peradangan lokal
pertama. Penyembuhan penyakit ini secara bertahap dalam 7-10 hari. Pada pasien ini diagnosis
reaksi id berdasarkan anamnesis bahwa sejak tujuh hari SMRS timbul lesi baru yang terasa gatal
dengan distribusi simetris berupa papula eritem dan vesikel pada dahi, kelopak mata kiri, sela jari-jari
tangan, kedua lengan bawah, dan bokong. Selain itu, didapatkan makula eritem pada telapak tangan
juga kedua kaki.
Pengobatan yang diberikan pada dermatitis numularis bertujuan untuk mengurangi inflamasi,
5,11,15 1,9,24
rehidrasi kulit, dan mengobati infeksi sekunder. Kortikosteroid topikal potensi sedang atau
2,13
kuat sering digunakan untuk mengurangi inflamasi. Kortikosteroid sistemik dapat diberikan pada
1,8
kasus yang berat dan berulang dalam jangka waktu singkat. Antihistamin yang bersifat sedatif dapat
diberikan sebelum tidur sehingga membantu untuk memudahkan tidur yang seringkali terganggu
6,11
akibat rasa gatal, selain itu mencegah, serta mengurangi garukan pada lesi. Keadaan kulit kering
pada pasien numularis dapat diberikan emolien untuk menjaga kelembaban kulit bila kelainan kulit
1,3,11
sudah sembuh. Pengobatan terhadap dermatitis numularis akan mengobati pula reaksi id, karena
merupakan fokus primernya. Pengobatan simptomatik reaksi id dapat diberikan kompres dan
4,19
pemberian antihistamin, atau kortikosteroid sistemik berguna untuk kasus yang tidak responsif
4
dengan terapi konservatif.
Pada kasus ini diberikan pengobatan topikal berupa kompres asam salisilat 0,1%. Setelah lesi
mengering diberi pengobatan krim desoksimetason 0,25% untuk badan, krim mometason furoat 0,1%
untuk wajah, yang mempunyai efek antiinflamasi, antiproliferasi. Pemberian sistemik deksametason
7,5mg/hari intravena selama tiga hari dan dilanjutkan dengan metilprednisolon 40mg/hari peroral
selama empat hari, dengan tujuan untuk mengurangi inflamasi yang kronis pada kasus ini, dan
klorfeniramin maleat per oral untuk mengurangi gatal dan garukan selama perawatan. Dalam waktu
enam hari pengobatan lesi menunjukkan perbaikan, tetapi meninggalkan makula hiperpigmentasi.
Dermatitis numularis dan reaksi id merupakan penyakit kronis residif, dan pada suatu penelitian
didapatkan bahwa 53% penderita numularis tidak pernah bebas lesi, sehingga prognosis penyakit
pada kasus ini dubia ad malam.

3
DAFTAR PUSTAKA
1. Burgin S. Nummular eczema and lichen simplex chronicus / prurigo nodularis. Dalam: Wolff K,
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Leffell DJ, dkk, penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in
general medicine. Edisi ke-7. New York: Mc Graw-Hill; 2008. hlm. 158-62.
2. Fritsch PO, Reider N. Other eczematous eruption. Dalam: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP,
dkk, penyunting. Dermatology. Edisi ke-3. New York: Mosby; 2004. hlm. 215-26.
3. Holden CA, Jones JB. Eczema lichenification, prurigo and and erythroderma. Dalam: Burns T,
Breathnach S, Cox N, penyunting. Rook’s textbook of dermatology. Edisi ke-7. Massachussetts:
Blackwell scientific Publishing; 2004. hlm. 17.18-19.
4. Evans MP. Id Reaction. Intern med physic. 2009: 1-2.
5. Richard AF, Hopkins TT. The other eczema. Dalam: Moschella SL, Hurley H, penyunting.
Dermatology. Edisi ke-3. Philadelpia: WB. Saunders; 1992. hlm. 465-501.
6. Fritsch PO, Reider N. Other eczematous eruption. Dalam: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP,
dkk, penyunting. Dermatology. Edisi ke-3. New York: Mosby; 2004. hlm. 215-26.
7. Koester G. Nummular dermatitis. Dalam: Dermis DJ, penyunting. Clinical dermatology.
Philadelpia: Lippincott-Raven; 1997. h. 13-9.
8. Soter NA. Nummular eczematous dermatitis. Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF,
Goldsmith LA, Katz SI, Fitzpatrick TB, penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine.
Edisi ke-5. New York: Mc Graw-Hill; 1999. hlm. 1480-88.
9. Weston WL, Lane AT, Morelli JG. Dermatitis. Color textbook of pediatric dermatology, penyunting.
Edisi ke-4. China: Elsievier; 2007. hlm. 39-59.
10. Miller J. Numular dermatitis (diakses 25 / 2 /2009). Diunduh dari :URL:
htpp://www.emedicine.com/der/topics543/htm.
11. Leung DYM, Thrap M, Boguniewicz. Atopic Dermatitis. Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K,
Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, Fitzpatrick TB, penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general
medicine. Edisi ke-5. New York: Mc Graw-Hill; 1999. hlm. 1464-76.
12. Paller A, Hurwitz S. Clinical pediatrics dermatology a text book of skin disorder of childhood and
adolescence, penyunting. Philadelpia: WB Saunders; 2006. hlm. 71-80.
13. Marks R. The inflammatory scalling dermatoses. Skin disease in old age. Edisi ke-2. London:
Blackwell Science; 1999. h. 35-38, 47-50.
14. Habif TP. Eczema and hand dermatitis. Dalam: Clinical dermatology a color guide to diagnosis
and therapy. St. Louis: Mosby; 1995. hlm. 62-5.
15. Belsito DV. Autosensitization Dermatitis. Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF,
Goldsmith LA, Katz SI, Fitzpatrick TB, penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine.
Edisi ke-5. New York: Mc Graw-Hill; 1999. hlm. 1462-3.
16. Kane KSM, Lio PA, Stratigos, Johnson RA. Eczematous dermatitis. Color atlas and synopsis of
pediatric dermatology. Edisi ke-2. New York: Mc Graw-Hill; 2009. h.35-53.
17. Lipozencic J, Ljubojevic S. Atopic dermatitis. Rad Med Scien. 2008:77:85.
18. Belsito DV. Autosensitization Dermatitis. Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF,
Goldsmith LA, Katz SI, Fitzpatrick TB, penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine.
Edisi ke-5. New York: McGraw-Hill; 1999. hlm. 1462-3.
19. Spergel JM, Schneider LC.Atopic dermatitis. Journal of Asthma, allergy and immunology
1999;1(1):1-11.

Anda mungkin juga menyukai