Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN

SKIZOFRENIA

BAB I
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu “ Skizo “ yang artinya retak atau pecah (split), dan “
frenia “ yang artinya jiwa. Dengan demikian seseorang yang menderita skizofrenia adalah
seseorang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan kepribadian ( Hawari, 2003).
Schizofrenia merupakan gangguan psikotik yang merusak yang dapat melibatkan gangguan
yang khas dalam berpikir (delusi), persepsi (halusinasi), pembicaraan, emosi dan perilaku.
Keyakinan irasional tentang dirinya atau isi pikiran yang menunjukkan kecurigaan tanpa sebab
yang jelas, seperti bahwa orang lain bermaksud buruk atau bermaksud mencelakainya (Raboch,
2007).\

B. Etiologi
1. Teori somatogenik
a. Keturunan
Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9-1,8 %, bagi
saudara kandung 7-15 %, bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita Skizofrenia 40-
68 %, kembar 2 telur 2-15 % dan kembar satu telur 61-86 % (Maramis, 1998; 215 ).
b. Endokrin
Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya Skizofrenia pada waktu pubertas,
waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium., tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan.
c. Metabolisme
Teori ini didasarkan karena penderita Skizofrenia tampak pucat, tidak sehat, ujung extremitas
agak sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun serta pada penderita dengan stupor
katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian dengan pemberian
obat halusinogenik.
d. Susunan saraf pusat
Penyebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada diensefalon atau kortek otak,
tetapi kelainan patologis yang ditemukan mungkin disebabkan oleh perubahan postmortem atau
merupakan artefakt pada waktu membuat sediaan.
2. Teori Psikogenik
a. Teori Adolf Meyer
Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang tidak dapat
ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada SSP tetapi Meyer mengakui
bahwa suatu suatu konstitusi yang inferior atau penyakit badaniah dapat mempengaruhi timbulnya
Skizofrenia. Menurut Meyer Skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladaptasi,
sehingga timbul disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang tersebut menjauhkan diri dari
kenyataan (otisme).
b. Teori Sigmund Freud
Skizofrenia terdapat
1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik ataupun somatik
2) superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yamg berkuasa serta terjadi suatu
regresi ke fase narsisisme
3) kehilangaan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga terapi psikoanalitik tidak
mungkin.
c. Eugen Bleuler
Penggunaan istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini yaitu jiwa yang
terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan perbuatan.
Bleuler membagi gejala Skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer (gaangguan proses
pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan otisme) gejala sekunder (waham, halusinasi dan
gejala katatonik atau gangguan psikomotorik yang lain).
d. Teori lain
Skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam sebab
antara lain keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti
lues otak, arterosklerosis otak dan penyakit lain yang belum diketahui.

C. Patofisiologi
Prevalensi penderita schizophrenia di Indonesia adalah 0,3 – 1 % dan biasanya timbul pada
usia sekitar 18 - 45 tahun. Schizophrenia disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: faktor
genetik, faktor lingkungan dan faktor keluarga. Schizophrenia tidak hanya menimbulkan
penderitaan bagi individu penderitanya tetapi juga bagi orang-orang terdekat ( Arif, 2006).
Penderita schizophrenia sering kali mengalami gejala positif dan negatif yang memerlukan
penanganan serius. Penderita schizophrenia juga mengalami penurunan motivasi dalam
berhubungan sosial, perilaku ini sering tampak dalam bentuk perilaku autistic dan mutisme.
Akibat adanya penurunan motivasi ini sering tampak timbulnya masalah keperawatan isolasi
sosial menarik diri dan jika tidak diatasi dapat menimbulkan perubahan persepsi sensoris
halusinasi. Halusinasi yang terjadi pada penderita schizophrenia tidak saja disebabkan oleh
perilaku isolasi sosial tetapi juga dapat disebabkan oleh gangguan konsep diri harga diri rendah.
Dampak dari halusinasi yang timbul akibat schizophrenia ini sangat tergantung dari isi halusinasi.
Jika isi halusinasi mengganggu, maka penderita schizophrenia akan cenderung melakukan
perilaku kekeeraan sedangkan halusinasi yang isinya menyenagkan dapat mengganggu dalam
berhubungan sosial dan dalam pelaksanaan aktivitas sehari-hari termasuk aktivitas perwatan diri (
Stuart, 2007).
Schizophrenia sering dimanifestasikan dalam bentuk waham, perilaku katatonik, adanya
penurunan motivasi dalam melakukan hubungan sosial serta penurunan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari. Waham yang dialami pasien schizophrenia dapat berakibat pada kecemasan yang
berlebihan jika isi wahamnya tidak mendapatkan perlakuan dari lingkungan sehingga berisiko
menimbulkan perilaku kekerasan yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
Adanya perilaku katatonik, menyebabkan perasaan tidak nyaman pada diri penderita, hal ini
karena kondisi katatonik ini berdampak pada hambatan untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Hambatan dalam aktivitas sehari-hari menyebabkan koping individu menjadi tidak efektif
yang dapat berlanjut pada gangguan konsep diri harga diri rendah dan bila tidak diatasi berisiko
menimbulkan perilaku kekerasan ( Ingram, 1996). Penderita dapat mengalami ambivalensi,
kondisi ini dapat menimbulkan terjadinya penurunan motivasi dalam melakukan aktivitas
perawatan diri dan kemampuan dalam berhubungan sosial dengan orang lain. Adanya ambivalensi
membuat penderita menjadi kesulitan dalam pengambilan keputusan sehingga dapat berdampak
pada penurunan motivasi dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Penderita schizophrenia yang
menunjukkkan adanya gejala negatif ambivalensi ini, sering kali dijumpai cara berpakaian dan
berpenampilan yang tidak sesuai dengan realita seperti rambut tidak rapi, kuku panjang, badan
kotor dan bau ( Rasmun, 2007). Prognosis untuk schizophrenia pada umumnya kurang begitu
menggembirakan sekitar 25 % pasien dapat pulih dari episode awal dan fungsinya dapat kembali
pada tingkat sebelum munculnya gangguan tersebut. Sekitar 25% tidak pernah pulih dan
perjalanan penyakitnya cenderung memburuk, dan sekitar 50 % berada diantaranya ditandai
dengan kekambuhan periodik dan ketidakmampuan berfungsi dengan efektif kecuali akan waktu
singkat ( Arif, 2006)
D. Manifestasi Klinis
Menurut Keltner et al (1995), gejala-gejala ini dapat dikelompokkan menjadi 4 kategori :
1. Gangguan Persepsi
a. Halusinasi
Adalah pengalaman sensori yang terjadi tanpa stimulus dari luas. Menurut Moller dan Murphy
dalam Stuart dan Sundeen (1997) tingkatan halusinasi dibagi menjadi 4 tingkatan yaitu :

1) Tahap 1 Comforting
Tingkat cemas sedang, halusinasi secara umum adalah sesuatu yang
menyenangkan.Pengalaman halusinasi karena emosi yang meningkat seperti cemas, kesepian, rasa
bersalah, takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang nyaman untuk melepaskan cemas.
Individu mengenal bahwa pikiran dan pengalaman sensori dalam kontrol kesadaran jika cemas
dapat dikelola. Tingkah laku yang dapat diobservasi :
a) Meringis atau tertawa pada tempat yang tidak tepat.
b) Menggerakkan bibir tanpa mengeluarkan suara.
c) Pergerakan mata yang cepat.
d) Respon verbal pelan seperti jika sedang asyik.
e) Diam dan tampak asyik.
2) Tahap II
Pengalaman sensori dari beberapa identifikasi indera terhadap hal yang menjijikkan dan
menakutkan. Halusinator mulai kehilangan control dan ada usaha untuk menjauhkan diri dari
sumber stimulus yang diterima . Individu mungkin merasa malu dengan adanya pengalaman
sensori dan menarik diri dari orang lain. Tingkah laku yang dapat diobservasi :
a) Meningkatnya system syaraf otonom, tanda dan gejala dari cemas seperti meningkatnya nadi,
pernafasan dan tekanan darah.
b) Lapang perhatian menjadi sempit
c) Asyik dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan
halusinasi atau realitas.
3) Tahap III
Controlling tingkat kecemasan berat, pengalaman sensori menjadi hal yang menguasai.
Halusinator mencoba memberi perintah , isi halusinasi mungkin menjadi sangat menarik bagi
individu. Individu mungkin mengalami kesepian , jika sensori yang diberikan berhenti. Psychotic.
Tingkah laku yang dapat diobservasi :
a. Perintah langsung oleh halusinasi dapat diikuti.
b. Kesulitan berhubungan dengan orang lain.
c. Lapang perhatian hanya beberapa detik aau menit.
d. Gejala fisik dan cemas berat seperti berkeringat, tremor, ketidakmampuan mengikuti perintah.
4) Tahap IV
Conquering, tingkat cemas, panik, umumnya halusinasi menjadi terperinci dan khayalan
tampak seperti kenyataan. Pengalaman sensori mungkin mengancam jika individu tidak mengikuti
perintah. Halusinasi mungkin memburuk dalam 4 jam atau sehari atau sehari jika tidak ada
intervensi terapeutik. Tingkah laku yang dapat diobservasi :
a) Teror keras pada tingkah laku seperti panic.
b) Potensial kuat untuk bunuh diri.
c) Aktivitas fisik yang menggambarkan isi dai halusinasi seperti kekerasan, agitasi, menarik diri atau
katatonia.
d) Tidak dapat berespon pada perintah yang kompleks.
e) Tidak dapat berespon pada lebih satu orang.
b. Delusi
Adalah gejala yang merupakan keyakinan palsu yang timbul tanpa stimulus luar yang cukup
dan mempunyai cirri-ciri realistic, tidak logis, menetap, egosentris, diyakini kebenarannya oleh
pasien sebagai hal yang nyata, pasien hidup dalam wahamnya, keadaan atau hal yang diyakini itu
bukan merupakan bagian dari sosiokultural setempat. Maam-macam waham :
1) Waham rendah pikir, pasien percaya bahwa pikirannya, perasaannya, ingkah lakunya
dikendalikan dari luar.
2) Waham kebesaran, suatu kepercayaan bahwa penderita adalah orang yang penting dan
berpengaruh dan mungkin mempunyai kelebihan kekuatan yan terpendam atau benar-benar
merakanfiur orang kuat sepanjang sejarah.
3) Waham diancam, suatu keyakinan bahwa dirinya selalu diancam, diikti atau ada sekelompok
orang yang memenuhinya.
4) Waham tersangkut, adana kepercayaan bahwa seala sesatu yang terjadi di sekelilngnya mempai
hubungan pribadi seperti perinah atau pesan khusus.
5) Waham bizarre, pasien sering memperlihakan adanya waham soatik msalnya pasien percaya
adanya benda ang begerak-gerak di dalam ususnya. Yang termasuk waham ini adalah waham sedot
pikir, waham sisip pikir, waham siar pikir, waham kendali pikir.
c. Paranoid dimanifestasikan dengan interpretasi yang menetap bahwa tindakan orang lain sebagai
suatu ancaman atau ejekan.
d. Ilusi adalah kesalahan dalam menginterpretasikan stimulus dari luar yang nyata.

2. Gangguan Proses Pikir


a. Flight of idea, serangkaian pikiran yang diucapkan secara cepat disertai perpindahan materi
pembicaraan yang menddak tanpa alas an logic yang nyata.
b. Retardation, adalah lambatnya aktifitas mental sebagai contoh pasien mengatakan saya tidak dapat
berpikir apa-apa.
c. Blocking, putusnya pikiran ang ditandai dengan putusnya secara sementara atau terhentinya
pembicaraan.
d. Autisme, pikiran yang timbul dari fantasi.
e. Ambivalensi adalah keinginan yang sangat pada dua hal yang berbeda pada waktu yang sama dan
orang yang sama.
f. Kehilangan asosiasiidak adanya hubungan pola pikir, ide dan topik yang normal, tiba-tiba beralih
tanpa menunjukkan hubungan dengan topic sebelumnya.
3. Gangguan Kesadaran
Manifestasi dari ganguan kesadaran antara lain bingung, inkoherensi pembicaraan,
pembicaraan ang tidak dapat dimengerti, terdapat distrsi tata bahasa atau susunan kalimat, sering
memakai istilah aneh, inkherensi timbul karena pikiran kacau sehingga beberapa pikiran
dikeluarkan dalam satu kalimat, clouding atau kesadaran berkabut, kesadaran menurun disertai
gangguan persepsi dan sikap.
4. Gangguan Afek
a. Afek yang tidak tepat, suatu keadaan disharmoni afek yang tidak sesuai dengan tingkah laku
pasien.
b. Afek tumpul, ketidakmampuan membangkitkan emosi dan berespon terhadap berita duka.
c. Afek datar, ketidakmampuan membangkitkan respon terhadap berbagai respon.
d. Afek labil, kondisi emosi yang cepat berubah.
e. Apatis, warna emosi yang tumpul disertai keacuhan atau ketidakpedulian.
f. Euforia, gembira berlebihan, aa peningkatan perasaan dari biasanya selalu merasa optimis, senang
dan percaya diri, bersikap meyakinkan

E. KOMPLIKASI
Menurut Keliat (1996), dampak gangguan jiwa skizofrenia antara lain :
1. Aktifitas hidup sehari-hari
Klien tidak mampu melakukan fungsi dasar secara mandiri, misalnya kebersihan diri,
penampila dan sosialisasi.
2. Hubungan interpersonal
Klien digambarkan sebagai individu yang apatis, menarik diri, terisolasi dari teman-teman
dan keluarga. Keadaan ini merupakan proses adaptasi klien terhadap lingkungan kehidupan yang
kaku dan stimulus yang kurang.
3. Sumber koping
Isolasi social, kurangnya system pendukung dan adanya gangguan fungsi pada klien,
menyebabkan kurangnya kesempatan menggunakan koping untuk menghadapi stress.
4. Harga diri rendah
Klien menganggap dirinya tidak mampu untuk mengatasi kekurangannya, tidak ingin
melakukan sesuatu untuk menghindari kegagalan (takut gagal) dan tidak berani mencapai sukses.
5. Kekuatan
Kekuatan adalah kemampuan, ketrampilan aatau interes yang dimiliki dan pernah
digunakan klien pada waktu yang lalu.
6. Motivasi
Klien mempunyai pengalaman gagal yang berulang.

7. Kebutuhan terapi yang lama


Klien disebut gangguan jiwa kronis jika ia dirawat di rumah sakit satu periode selama 6
bulan terus menerus dalam 5 tahun tau 2 kali lebih dirawat di rumah sakit dalam 1 tahun.
F. Penatalaksanaan
1. Medis
Obat antipsikotik digunakan untuk mengatasi gejala psikotik (misalnya perubahan
perilaku, agitasi, agresif, sulit tidur, halusinasi, waham, proses piker kacau). Obat-obatan untuk
pasien skizophrenia yang umum diunakan adalah sebaga berikut :
a. Pengobatan pada fase akut
1) Dalam keadaan akut yang disertai agitasi dan hiperaktif diberikan injeksi :
a) Haloperidol 3x5 mg (tiap 8 jam) intra muscular.
b) Clorpromazin 25-50 mg diberikan intra muscular setiap 6-8 jam sampai keadaan akut teratasi.
c) Kombinsi haloperidol 5 mg intra muscular kemudian diazepam 10 mg intra muscular dengan
interval waktu 1-2 menit.
2) Dalam keadaan agitasi dan hiperaktif diberikan tablet :
a) Haloperidol 2x1,5 – 2,5 mg per hari.
b) Klorpromazin 2x100 mg per hari
c) Triheksifenidil 2x2 mg per hari
b. Pengobaan fase kronis
Diberikan dalam bentuk tablet :
1) Haloperidol 2x 0,5 – 1 mg perhari
2) Klorpromazin 1 x 50 mg sehari (malam)
3) Triheksifenidil 1- 2x 2 mg sehari
a) Tingkatkan perlahan-lahan, beri kesempatan obat untuk bekerja, disamping itu melakukan
tindakan perawatan dan pendidikan kesehatan.
b) Dosis maksimal
Haloperidol : 40 mg sehari (tablet) dan klorpromazin 600 mg sehari (tablet).
c. Efek dan efek samping terapi
1) Klorpromazine
Efek : mengurangi hiperaktif, agresif, agitasi
Efek samping : mulut kering, pandangan kabur, konstipasi, sedasi, hipotensi ortostatik.
2) Haloperidol
Efek : mengurangi halusinasi
Efek samping : mulut kering, pandangan kabur, konstipasi, sedasi, hipotensi ortostatik.
2. Tindakan keperawatan efek samping obat
a. Klorpromazine
1) Mulut kering : berikan permen, es, minum air sedikit-sedikit dan membersihkan mulut secara
teratur.
2) Pandangan kabur : berikan bantuan untuk tugas yang membutuhkan ketajaman penglihatan.
3) Konstipasi : makan makanan tinggi serat
4) Sedasi : tidak menyetir atau mengoperasikan peralatan ang berbahaya.
5) Hipoensi ortostatik : perlahan-lahan bangkit dari posisi baring atau duduk.
b. Haloperidol
1) Mulut kering : berikan permen, es, minum air sedikit-sedikit dan membersihkan mulut secara
teratur.
2) Pandangan kabur : berikan bantuan untuk tugas yang membutuhkan ketajaman penglihatan.
3) Konstipasi : makan makanan tinggi serat
4) Sedasi : tidak menyetir atau mengoperasikan peralatan ang berbahaya.
5) Hipotensi ortostatik : perlahan-lahan bangkit dari posisi baring atau duduk

G. Diagnosa Keperawatan
1. Perilaku Kekerasan
a. Definisi
Suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik
baik terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungan yang merupakan respon dari kecemasan dan
kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman.(Yoseph,2007)
b. Faktor yang berhubungan :
1) Kurang rasa percaya : kecurigaan terhadap orang lain
2) Panik
3) Rangsangan katatonik
4) Reaksi kemarahan/amok
5) Instruksi dari halusinaasi
6) Pikiran delusional
7) Berjalan bolak balik
8) Rahang kaku; mengepalkan tangan, postur tubuh yang kaku
2. Perubahan Persepsi Sensoris : Halusinasi
a. Definisi
Pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca indera dimana orang tersebut sadar dan
dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan oleh psikotik, gangguan fungsional, organik, atau
histerik. (Maramis,2004)
b. Faktor yang berhubungan :
1) berbicara dan tertawa sendiri
2) bersikap seperti mendengarkaan sesuatu ( memiringkan kepala kesatu sisi seperti jika seseorang
sedang mendengarkan sesuatu ).
3) Berhenti berbicara ditengah-tengah kalimat unutk mendengarkaan sesuatu
4) Disorientasi
5) Konsentrasi rendah
6) Pikiran cepat berubah-ubah
3. Isolasi Sosial : Menarik Diri
a. Definisi
Keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan
untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak.
(Carpenito, 1998)
b. Faktor yang Berhubungan
1) Menyendiri dalam ruangan.
2) Tidak berkomunikasi, menarik diri, tidak melakukan kontak mata ( mutisme, autism).
3) Sedih, afek datar .
4) Adanya perhatian daan tindakan yang tidak sesuai dengan perkembangan usianya.
5) Berfikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri, tindakan yang berulang-ulang dan
bermakna.
6) Mendekati perawat untuk berinteraksi namun kemudian menmolak untuk berespons terhadap
penerimaan perawat terhadap dirinya.
7) Mengekspresikan perasaan penolakan atau kesepian kepada orang lain.
4. Gangguan Proses Pikir : Waham
a. Definisi
Menurut Townsend (1998) perubahan proses pikir waham merupakan suatu keadaan dimana
seseorang mengalami kelainan dalam mengoperasionalkan kognitif dan aktivitas.
b. Faktor yang Berhubungan
1) Waham (ide-ide yang salah)
2) Ketidakmampuan untuk berkonsentrasi
3) Kewaspadaan yang berlebihan
4) Kelainan rentang perhatian-distrakbilitas
5) Ketidaktepatan interpretasi lingkungan
6) Kelainan kemampuan mengambil / membuat keputusan , menyelesaikan masalah , alasan ,
pemikiran abstrak atau konseputulisasi , berhitung
7) Perilaku sosial yang tidak sesuai ( merefleksikan ketidaktepatan pemikiran ).
5. Defisit Perawatan Diri
a. Definisi
Suatu keadaan dimana seseorang mengalami kerusakan kemampuan untuk melakukan atau
menyelesaikan kegiatan hidup sendiri. (Townsend, 1998)
b. Faktor yang Berhubungan
1) mengalami kesukaraan daaalam mengambil atau ketidakmampuan untuk membawa makanan
dari piring kedaalam mulut.
2) ketidakmampuan / menolak untuk membersihkan tubuh atau bagian-bagian tubuh.
3) kelainan kemampuan atau kurangnya minat dalam memilih pakaiaan yang sesuai untuk
dikenakan, berpakaian, merawat atau mempertahankan penampilan pada tahap yang emuaskan.
4) Ketidakmampuan atau tidak adanya keinginan untuk melakukan defekasi dan berkemih tanpa
bantuan.

H. Fokus Intervensi
1. Resiko tinggi perilaku kekerasan
a. Tujuan :
Setelah dilakuakn tindakan keperawatan, penderita dapat mengontrol perilaku kekerasan
dengan kriteria hasil :
1) Bersedia mengungkapkan perasaan
2) Mengungkapkan perasaan kesal dan marah
3) Dapat mengidentifikasi bentuk-bentuk kekerasan yang dilakukan
4) Dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
5) Ansietas dipertahankan pada tingkat dimana pasien tidak menjadi agresif
6) Pasien memperlihatkan rasa percaya kepada oraang lain disekitarnya
7) Pasien mempertahankan orientasi realitanya.
b. Intervensi
1) Pertahankan agar lingkungan pasien pada tingkat stimulus yang rendah (penyinaran rendah dan
tingkat kebisingan rendah ).
Rasional :
Tingkat ansietas akan meningkat dalam lingkungan yang penuh stimulus. Individu-individu yang
ada mungkin dirasakan sebagai suatu ancaman karena mencurigakan, sehingga akhirnya membuat
pasien agitasi
2) Observasi secara ketat perilaku pasien (setiap 15 menit). Kerjakaan hal ini sebagai suatu kegiatan
yang rutin untuk pasien untuk menghindari timbulnya kecurigaan dalam diri pasien
Rasional :
Dengan demikian intervensi yang tepat dapat diberikan segera dan untuik selalu memastikan
bahwa pasien beerada dalam keadaan aman.
3) Singkirkan semua benda-benda yang dapat membahayakan dari lingkungan sekitar pasien
Rasional:
Jika pasien berada dalam keadaan gelisah, bingung, pasien tidak akan menggunakan benda-benda
tersebut untuk membahayakan diri sendiri maupun orang lain.
4) Coba salurkan perilaku merusak diri ke kegiatn fisik untuk menurunkan ansietas pasien
(mis,memukuli karung pasir).
Rasional :
Latihan fisik adalah suatu cara yang aman dan efektf untuk menghilaangkan ketegangan yang
terpendam.
5) Staf harus mempertahankan daan menampilkan perilaku yang tenang terhadap pasien.
Rasional :
Ansietas menular dan dapat ditransfer dari perawat kepada pasien.
6) Miliki cukup staf yang kuat secara fisik yang dapat membantu mengamankan pasien jika
dibutuhkan.
Rasional :
Hal ini dibutuhkan untuk mengontrol situasi dan juga memberikan keamanan fisik kepada staf.
7) Berikan obat-obatan stranquliser sesuai program terapi pengobatan. Pantau keefektifan obat-
obatan dan efek sampingnya.
Rasional :
Cara mencapai batasaan alternatif yang paling sedikit harus diseleksi ketika merencanakan
intervensi untuk psikiatri.
8) Jika pasien tidak menjadi tenang dengan cara “ mengatakan sesuatu yang lebih penting daripada
yang dikatakan oleh pasien atau dengan obat-obatan, gunakan alat-alat pembatasan gerak ( fiksasi
). Pastikan bahwa anda memiliki cukup banyak staf untuk membantu. Jika pasien mempunyai
riwayat menolak obat-obatan, berikan obat setelah fiksasi dilakukan.
9) Observasi pasien yang dalam keadaan fiksasi setiap 15 menit ( sesuai kebijakan institusi ).
Pastikan bahwa sirkulasi pasien tidak terganggu ( periksa TTV dan ekstremitas ). Bantu pasien
untuk memenuhi , kebutuhannya untuk nutrisi, hidrasi dan eliminasi. Berikan posisi yang
memberikan rasa nyaman untuk pasien dan dapat mencegah aspirasi.
Rasional :
Keamanan klien merupakn prioritas keperawatan. Begitu kegelisahan menurun, kaji kesiapan
pasien untuk dilepaskan dari fiksasi.Lepaskan satu persatu fiksasi pasien atau dikurangi secara
bertahap, jangan sekaligus, sambil terus mengkaji respons pasien.
2. Perubahan Persepsi Sensoris : Halusinasi
a. Tujuan
1) Jangka Panjang :
Pasien dapat mendefinisikan dan memeriksa realitas, mengurangi terjadinya halusinasi.
2) Jangka Pendek :
Pasien dapat mendiskusikan isi halusinasinya dengan perawat dalaam waaktu 1 minggu.
b. Kriteria hasil
1) Pasien dapat mengakui bahwa halusinasi terjadi pada saat ansietas meningkat secara ekstrem.
2) Pasien dapat mengatakan tanda-tanda peningkatan ansietas dan menggunakan tehnik-tehnik
tertentu untuk memutus ansietas tersebut
c. Intervensi dan rasional :
1) Observasi pasien dari tanda-tanda halusinasi (sikap seperti mendengarkan sesuatu, bicara atau
tertawa sendiri, terdiam ditengah pembicaraan ).
Rasional :
Intervensi awal akan mencegah respons agresif yang diperintah dari halusinasinyaa.
2) Hindari menyentuh pasien sebelum mengisyaratkan kepadanya bahwa kita juga tidak apa-apa
diperlakukan seperti itu
Rasional :
Pasien dapat saja mengartikan sentuhan sebagaai suatu ancaman dan berespons dengan cara yang
agresif.
3) Sikap menerima akan mendorong pasien untuk menceritakan isi halusinaasinya dengan perawat.
Rasional:
Penting untuk mencegah kemungkinan terjadinya cedera terhadap pasien atau orang lain karena
adanya perintah dari halusinasi.
4) Jangan dukung halusinasi. Gunakan kata-kata “suara tersebut” daripada kata-kata “mereka” yang
secara tidak langsung akan memvalidasi hal tersebut. Biarkan pasien tahu bahwa perawat tidak
sedang membagikaan persepsi. Katakan “meskipun saya menyadari bahwa suara-suara tersebut
nyata untuk anda, saya sendiri tidak mendengarkan suara-suara yang berbicara apapun.”
Rasional :
Perawat harus jujur kepada pasien sehingga pasien menyadari bahwa halusinasi tersebut adalah
tidak nyata.

5) Coba untuk mengalihkan pasien dari halusinasinya.


Rasional :
Keterlibatan pasien dalam kegiatan-kegiataan interpersonal dan jelaskan tentang situasi kegiatan
tersebut, hal ini akan menolong pasien untuk kembaliu kepada realita.

3. Gangguan Proses Pikir : Waham


a. Tujuan
1) Jangka panjang
Pasien dapat menyatakan berkurangnya pikiran-pikiran waham. Pasien mampu membedaka
antara pikiran waham dengan realita skizofrenik , delusi , dan kelainan-kelainan psikosis
2) Jangka pendek
Pasien dapat mengakui dan mengatakan bahwa idi-ide yang salah itu terjadi khususnya pada saat
ansietas meningkat dalam 2 minggu
b. Kriteria hasil
1) Mengungkapkan secara verbal refleksi dan proses pikir yang berorientasi pada realita
2) Pasien dapat mempertahankaan aktivitas sehari-hari yang mampu dilakukan
3) Pasien mampu menahan diri dari berespons terhadaap pikiran-pikiraan delusi, bila pikiran-
pikiran tersebut muncul.
c. Intervensi dan Rasional
1) Tunjukkan bahwa anda menerima keyakinan pasien yang mendukung keyakinan tersebut.
Rasional :
Penting untuk dikomunikasikan kepada pasien bahwa anda tidak menerima delusi sebagai suatu
realita.
2) Jangan menambah atau menyangkal keyaakinan pasien. Gunakan tehnik keraguan yang
beralasan sebagai tehnik terapiutik : saya merasa sukar untuk mempercayai hal tersebut
Rasional :
Membantah pasien atau menyangkal akan menghlangi perkembangan hubungan saling percaya.
3) Bantu paasien untuk mencoba menghubungkan keyakinan-keyakinan yang salah tersebut
dengan peningkataan ansietas yang dirasakan oleh pasien. Diskusikan tehnik-tehnik yang dapat
digunakan untuk mengontrol ansietas (misalnya latihan-latihan relaksasi)
Rasional :
Jika pasien dapat belajar untuk menghentikan ansietas yangt meningkat, pikiran wahamnya
mungkin dapat dicegah
4) Fokus dan kuatkan pada realita. Kurangi lamanya ingatan tentang pikiran irasional. Bicara
tentang kejadian-kejadian dan orang yang nyata
Rasional :
Diskusi yang berfokus pada ide-ide yang salah tidak akan berguna dan mencapai tujuan, dan
mungkin membuat psikosisnya menjadi lebih buruk.
5) Bantu dan dukung pasien dalam usahanya untuk mengungkapkan secara verbal perasaan
ansietas, takut atau tidak aman
Rasional :
Ungkapan perasaan secara verbal dalam lingkungan yang tidak mengancam akan menolong
pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang mungkin sudah dipendam cukup lama.
3. Isolasi Sosial : Menarik Diri
a. Tujuan
1) Jangka panjang
Pasien dapat secara sukarela meluangkan waktu bersama paaaasien lain dan perawat dalam
aktivitas kelompok di unit rawat inap.
2) Jangka pendek :
Pasien siap masuk dalam terapi aktifitas ditemani oleh seorang perawat yang dipercayanya
dalamn satu minggu.
b. Kriteria hasil
1) Pasien dapat mendemonstrasikan keinginan dan hasrat untuk bersosialisasi dengan orang lain
2) Pasien dapat mengikuti aktivitas kelompok tanpa disuruh
3) Pasien melakukan pendekatan interaaaaksi satu-satu dengan orang lain dengan cara yang sesuai /
dapat diterima.

b. Intervensi dan Rasional


1) Perlihatkan sikap menerima dengan cara melakukan kontak yang sering tapi singkat.
Rasional :
Sikap menerima dari orang lain akan meningkatkan harga diri pasien dan memfasilitasi rasa
percaya kepaada oraang lain.
2) Perlihatkan penguatan positif kepada pasien
Rasional :
Membuat pasien merasa menjadi seseorang yang akan berguna
3) Temani pasien untuk memperlihatkan dukungan selama aktivitas kelompok yang mungkin
merupakan hal yang menakutkan atau sukar untuk pasien
Rasional :
Kehadiran seseorang yang dipercayai akan memberikan rasa aman kepada pasien
4) Jujur dan menepati semua janji
Rasional :
Kejujuran dan rasa membutuhkan menimbulkan suatu hubungan saling percaya.
5) Orientasikan pasien pada waktu, orang, tempat, sesuai kebutuhan.
6) Berhati-hatilah dengan sentuhan. Biarkan pasien mendapat ruangan extra dan kesempatan untuk
keluar ruangan jika pasien menjadi begitu ansietas.
Rasional :
Pasien yang curiga dapat saja menerima sentuhan sebagai suatu bahasa tubuh yang
mengisyaratkan ancaman.
7) Berikan obat-obat penenang sesuai program pengobatan pasien. Pantau keefektifan dan efek
samping obat.
Rasional :
Obat-obatan anti psikosis menolong untuk menurunkan gejala-gejala psikosis
8) Diskusikan dengan pasien tanda-tanda peningkatan ansietas dan tehnik untuk memutus respon (
misalnya latihan relaksasi)
Rasional :
Perilaku maladaptif seperti menarik diri dan curiga dimanifestasikan selama terjadi peningkatan
ansietas.
9) Berikan pengakuan dan penghargaan tanpa disuruh pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.
Rasional :
Penguatan akan meningkatkan harga diri pasien dan mendoirong terjadinya pengulangan
perilaku tersebut.

4. Defisit perawatan diri


a. Tujuan
1) Jangka panjang
Pasien mampu melakukan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri dan mendemonstrasikan
suatu keinginan untuk melakukannya.
2) Jangka Pendek
Pasien dapat mengatakan keinginan untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari dalam 1 minggu.
b. Kriteria hasil :
1) pasien makan sendiri tanpa bantuan
2) pasien memilih pakaian yang sesuai, berpakaian merawat dirinya taaanpa bantuan
3) pasien mempertahankan kebersihan diri secara optimal dengan mandi setiap hari dan melakukan
prosedur defekasi dan berkemih tanpa bantuan.
c. Intervensi dan Rasional:
1) Dukung pasien untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari sesuai tingkat kemampuan pasien.
Rasional :
Keberhasilan menampilkan kemandirian dalam melakukan suatu aktivitas akan
meningkatkanharga diri.
2) Dukung kemandirian pasien, tapi berikan bantuan saat pasien tidak mampu melakukan beberapa
kegiatan.
Rasional :
Kenyamanan dan keamanan pasien merupakan prioritas dalam keperawatan
3) Berikan pengakuan dan penghargaan positif untuk kemampuannya yang mandiri
Rasional :
Penguatan positif akan meningkatkan harga diri daan mendukung terjadinya
pengulanganperilaku yang diharaapkan.
4) Perlihatkan pasien secara kongkrit, bagaimana melakukan kegiatan yangf menurut pasien sulit
untuk dilakukannya.
Rasional :
Dengan berlakunya pikiran kongkrit, penjelasan harus diberikan sesuai dengan tingkat
pengertian yang nyata
5) Buat catatan secara terinci tentang masukan makanan dan cairan
Rasional :
Informasi penting untuk mendapatkan suatu pengkajian nutrisi yang adekuat.
6) Berikan makaanan kudapan dari cairan diantara waktu makan.
Rasional :
Pasien mungkin tidak mampu mentoleransi makanan dalam jumlah yang besar pada saat makan
dan mungkin untuk itu membutuhkan penambahan makanan diluar waktu makan.
7) Jika pasien tidak makan karena curiga dan takut diracuni, jika memungkinkan sarankan untuk
makanan tersebut dimakan secara bersama-sama.
Rasional :
Pasien akan melihat setiap orang makan dari hidangan yang sama sehingga kecurigaan
berkurang/hilang
8) Jika pasien mengotori dirinya, tetapkan jadwal rutin untuk kebutuhan BAB dab BAK. Bantu
pasien kekamar mandi sesuai jadwal yang telah ditetapkan sesuai kebutuhan, sampai pasien
mampu memenuhi kebutuhan tanpa bantuan.

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


HALUSINASI PENDENGARAN PERTEMUAN I

1. Kondisi klien
a. Klien tampak ketakutan
b. Klien mengatakan mendengar suara-suara yang memperingatkan bahwa ada ular di sekelilingnya
c. Klien bicara sendiri dan tertawa
2. Diagnosa keperawatan
Halusinasi Dengar
3. Tujuan Khusus:
a. Klien dapat Membina hubungan saling percaya dengan perawat
b. Klien mengenal halusinasi yang dialaminya
4. Tindakan Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya dengan teknik komunikasi terapeutik
b. Diskusikan tentang halusinasi yang sedang dialami klien
5. Strategi Komunikasi
a. Orientasi
1) Salam terapeutik : “Selamat pagi Mas. Perkenalkan nama saya Ni Made Raysita Dewi. Saya
senang dipanggil Made. Saya akan merawat Mas selama Mas di rumah sakit ini. Nama lengkap
Mas siapa ? Mas senang dipanggil apa ?
2) Evaluasi/validasi : “Bagaimana perasaan Mas hari ini ?”
3) Kontrak : “Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang suara-suara yang sering Mas
dengar? Berapa lama kita akan berbincang-bincang ? Bagaimana kalau 30 menit ? Dimana tempat
yang menurut Mas cocok untuk kita berbincang-bincang ? Bagaimana kalau di teras depan ?

b. Kerja
1) “Coba ceritakan suara-suara yang Mas dengar.
2) Apakah Mas bisa mengenali suara-suara ?
3) Kalau Mas bisa mendengar, itu suara siapa?
4) Kapan suara tersebut muncul ?
5) Situasi yang bagaimana yang menurut Mas menjadi pencetus munculnya suara?
6) Berapa kali suara itu muncul dalam sehari ?
7) Apakah Mas merasa terganggu dengan suara-suara?
8) Apa yang Mas lakukan ketika suara-suara?
9) Apakah Mas mengikuti suara-suara?
10) Bagaimana perasaan Mas ketika suara-suara tersebut muncul ?
5. Terminasi
a. Evaluasi subyektif : “Saya senang sekali Mas sudah menceritakan tentang suara-suara yang
muncul selama ini. Bagaimana persaan Mas setelah kita berbincang-bincang hari ini ?
b. Evaluasi obyektif : Jadi seperti Mas katakan tadi bahwa suara yang Mas dengar adalah….. Suara
itu muncul pada saat…. Dalam sehari Mas bisa mendengar suara sebanyak….kali. yang Mas
lakukan setelah mendengar suara tersebut adalah….. Perasaan Mas pada saat mendengar suara
tersebut adalah…
c. Tindak lanjut : “kalau Mas masih mendengar suara-suara, tolong panggil perawat biar dibantu !”
d. Kontrak yang akan datang : “Besok kita akan berbincang-bincang lagi.” Kita akan membicarakan
tentang bagaimana mengendalikan suara-suara tersebut. Nanti kita bercakap-cakap di sini dan
sekitar 20 menit ya mas. Setuju kan, Mas?“
e. Baiklah mas..sekarang Mas saya antar untuk melakukan aktivitas yang lainnya ya mas .. Selamat
Siang ya Mas..”.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
HALUSINASI PENDENGARAN PERTEMUAN II

1. Kondisi klien
a. Klien tampak ketakutan
b. Klien mengatakan mendengar suara-suara yang memperingatkan bahwa ada ular di sekelilingnya
c. Klien bicara sendiri dan tertawa
2. Diagnosa keperawatan
Halusinasi Dengar
3. Tujuan Khusus:
a. Klien dapat mengontrol halusinasinya
4. Tindakan Keperawatan
a. Diskusikan dengan klien cara yang dilakukan selama ini untuk mengontrol halusinasinya.
b. Diskusikan manfaat dan kerugian cara yang selama ini dilakukan.
c. Diskusikan dengan klien cara baru mengontrol halusinasi.
5. Strategi Komunikasi
a. Orientasi
1) Salam Terapeutik: “Selamat pagi Mas...”Masih ingat kan dengan saya,iya bagus sekali mas...
2) Evaluasi/validaasi“Bagaimana perasaan Mas saat ini”. “Apakah Mas masih mendengar suara-
suara seperti yang kita bicarakan kemarin mas?”.
3) Kontrak (topik waktu, tempat) Mas ingat apa yang akan kita lakukan sekarang”. “Mas, sesuai janji
kita kemarin, sekarang kita akan berdiskusi tentang bagaimana cara untuk mengendalikan suara-
suara tersebut ya mas “. Mas mau berapa lama kita bercakap-cakap, bagaimana kalau 10 menit”.
“Mas mau bercakap-cakap dimana, bagaimana kalau diruangan ini saja mas ?”.
b. Kerja
1) “Mas kalau mas mendengar suara-suara yang sangat mengganggu tersebut,apa yang Mas lakukan
?”.
2) “Bagaimana perasaan Mas saat mendengar suara-suara tersebut?”
3) “Apa yang Mas pikirkan saat mendengar suara-suara tersebut?”
4) “Apakah dengan cara seperti itu suara yang Mas dengar bisa berkurang ataupun hilang?”.
5) “Apa yang Mas sebutkan tadi sudah bagus, saya punya berbagai cara untuk mengendalikan suara-
suara seperti yang Mas dengar”.
6) “Cara tersebut adalah, pertama kalau Mas mendengar suara-suara itu langsung dalam hati Mas
katakan...... Saya tidak mau dengar....Pergi.Pergi. Coba Mas ulangi seperti yang saya ucapkan tadi!
Bagus, ya seperti itu mas cara yang pertama”.
7) “Cara yang kedua adalah Mas langsung pergi ke perawat katakan kepada perawat bahwa Mas
mendengar suara-suara tersebut”.
8) “Cara yang ketiga adalah dengan cara Mas menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan yang
bermanfaat. Jangan biarkan waktu luang Mas digunakan untuk bengong dan melamun.”
9) “Ini saya bawakan daftar aktivitas yang kemudian mas isi dengan daftar aktivitas Mas ya !. Ayo
Mas coba di isi, mulai bangun tidur sampai Mas tidur malam. Bagus seperti itu.”
10) “Nah sekarang jadwal aktivitas Mas sudah jadi dan Mas harus menepati jadwal ini ya mas....”
11) “Cara yang keempat adalah dengan minum obat secara teratur ya mas. Obat itu sangat penting
untuk diminum secara teratur. Tolong Mas minta obat kepada perawat jika waktu pemberian obat
sudah tiba ya mas”.
12) “Nah dari cara-cara tersebut mana yang akan Mas coba terlebih dahulu? Bagus ! Oke mas... ?”
6. Terminasi
a. Evaluasi subyektif : “Bagaimana persaan Mas setelah kita berbincang-bincang hari ini ?”
b. Evaluasi obyektif : Jadi Mas, ada 4 cara untuk mengendalikan halusinasi, yang pertama yaitu
dengan cara menghardik halusinasi,kedua dengan cara berbincang-bincang dengan orang
lain,ketiga mengatur aktivitas sehingga tidak ada waktu luang,dan yang ke empat dengan cara
minum obat secara teratur”.
c. Tindak lanjut : “Kalau Mas masih mendengar suara-suara,tersebut, Mas langsung coba dengan
cara yang Mas pilih tadi!”
d. Kontrak yang akan datang : “Besok kita akan berbincang-bincang lagi ya.” Kita akan
membicarakan tentang obat-obatan yang Mas akan minum untuk mengatasi suara-suara yang
menganggu tersebut. Nanti kita bercakap-cakap di sini saja dan sekitar 20 menit ya mas?. Setuju
Kan mas ? “
e. “Baiklah mas..Sekarang Mas saya antar untuk melakukan aktivitas yang lainnya ya mas .. Selamat
Siang ya Mas..”.

DAFTAR PUSTAKA

Arif ,L. 2006. Skizofrenia, Memahami Dinamika Keluarga Pasien. Jakarta:


Penerbit Refika Aditama

Johnson , Marion, dkk. 2000. Nursing Outcome Classification (NOC). USA: Mosby

Kaplan & Sadock. 1997. Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Edisi 7.
Jakarta : Binarupa Aksara.

Keliat, Herawati. 1999. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC


Stuart & Sudeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa.edisi 3. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai