Anda di halaman 1dari 6

KELOMPOK 4

NAMA : Ade Mochamad Rama Abdurrahman (PTIK/3)


Tudi Syefi (PTIK/3)
Nurwati (PMTK/3)
Agus Supriatna Pirdaus (PTIK/7)

MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN KEAGAMAAN

A. Pendahuluan
Muhammadiyah dikenal sebagai Gerakan Dakah Islam, Amar Ma’ruf Nahi
Munkar (memerintahkan kebajikan/kebaikan dan mencegah kemungkaran atau apa saja yang
diingkari dan ditolak oleh islam). Penegasan seperti ini jelas menggambarkan komitmen
Muhammadiyah terhadap Surat Al-Imran ayat 104, suatu ayat yang menjadi factor utama
yang melatarbelakangi berdirinya perjuangan Muhammadiyah. Berdasarkan ayat tersebut
Muhammadiyah meletakkan khittah atau strategi dasar perjuanganny, yaitu Dakwah
(menyeru, mengajak) Islam Amar Ma’ruf Nahi Munkar dengan masyarakat sebagai
medan/kancah perjuangannya. Muhammadiyah adalah gerakan Islam yang melaksanakan
dakwah dan tajdid untuk terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Sebagai
gerakan dakwah, Muhammadiyah mengajak umat manusia untuk memeluk agama Islam
(da’wah ila al-Khair), menyuruh pada yang ma’ruf (al-amr bi al-ma’ruf), dan mencegah dari
yang munkar (al-nahy ‘an al-munkar) {QS. Ali Imran/3: 104}, sehingga hidup manusia
selamat, bahagia, dan sejahtera di dunia dan akhirat. Karena itu seluruh warga, pimpinan,
hingga berbagai komponen yang terdapat dalam Muhammadiyah, termasuk amal usaha dan
orang-orang yang berada di dalamnya, haruslah memahami Muhammadiyah serta
mengaktualisasikannya dalam kehidupan nyata. Muhammadiyah berkiprah ditengah-tengah
masyarakat bangsa Indonesia dengan membangun berbagai amal usaha yang benar-benar
dapat menyentuh hajat orang banyak semacam berbagai ragam lembaga pendidikan dari sejak
Taman Kanak-kanak, hingga Perguruan Tinggi, membangun sekian banyak Rumah Sakit,
Panti Asuhan, dsb. Seluruh amal usaha diadakan dengan niat dan tujuan yang tunggal, yaitu
dijadikan sarana dan wahana dakwah islam sebagaimana yang diajrkan oleh Al-Quran dan
As-sunnah Shahihah.

B. Makna Kehadiran Muhammadiyah Sebagai Gerakan Keagamaan


K.H. Ahmad Dahlan mempunyai pendapat, Islam yang masuk di Indonesia sangat
berbeda bahkan dianggap bertentangan dengan Islam yang dipahaminya. Agama islam adalah
agama yang diturunkan oleh Allah melalui para Nabi utusann-Nya. Jadi semua agama yang
dibawa oleh Nabi Utusan Allah itulah disebut Agama Islam. Adapun agama Islam yang
berlaku sekarang ini adalah agama yang dibawa oleh utusan terakhir yang menyempurnakan
agama Islam yang dibawa oleh Nabi dan Utusan Allah yang dahulu. Nabi Muhammad
merupakan Nabi yang terakhir. Wujud agama Islam seluruhnya adalah berupa wahyu syari’at
Allah.
Dua Macam Wahyu Syariat Allah
1. Berupa firman-firman Allah yang terhimpun di dalam Kitab.
2. Tidak berupa firman-firman Allah, tetapi penjelasan-penjelasan lebih lanjut dari
firman-firmna itu.
Menurut David A. Locher (2000) terdapat tiga hal yang membedakan gerakan sosial
(sosial movement) dari bentuk perilaku kolektif lainnya, yaitu: (1) Organized, bahwa gerakan
sosial itu terorganisasi, sedangkan kebanyakan perilaku kolektif tidak terorganisasi baik
pemimpin, pengikut, maupun proses pergerakannya; (2) Delibrate, gerakan sosial itu
direncanakan dengan penuh pertimbangan dan perencanaan; (3) Enduring, gerakan sosial itu
keberadaanya untuk jangka waktu yang panjang hingga beberapa decade. Artinya sebuah
gerakan sosial, terlebih gerakan keagamaan memiliki karakter yang kuat untuk bergerak
secara terorganisir, terencana dan berkelanjutan sehingga tidak mudah tertelan zaman
maupun badai tantangan zaman berikutnya.
Muhammadiyah bukanlah gerakan sosial-keagamaan yang biasa, tetapi sebagai gerakan
islam. Selain terkena hukum pergerakan, Muhammadiyah dalam gerakannya terkait dengan
islam. Bergerak bukan asal bergerak, harus dilandasi, dibingkai, dan di arahkan dengan
Islam. Islam bukan sebagai asas formal (teks), tetapi menjiwai, melandasi, mendasari,
mengkerangkai, memengaruhi, menggerakan dan menjadi pusat orientasi dan tujuan. Bukan
sekadar islam KTP, slogan dan simbolik belaka. Para pendahulu Muhammadiyah
memaknainya dengan kaidah fiqhiyah “ma layatim al-wajib Illa bihi da huma wajib”. Artinya
organisasi itu menjadi wajib adanya karena keniscayaan dakwah memerlukan alat organisasi
tersebut. Sisi lain, tujuan Muhammadiyah adalah untuk mencetak ummat terbaik atau ummat
yang unggul. Sebagaimana pokok pikiran keenam Anggaran Dasar Muhammadiyah
disebutkan, bahwa “organisasi adalah satu-satunya alat atau cara perjuangan yang sebaik-
baiknya”. Ciri-cirinya adalah: a) Muhammadiyah adalah subjek atau pemimpin, dan
masyarakat semuanya adalah objek atau yang dipimpinnya; b) Lincah (dinamis), maju
(progresif), selalu dimuka dan militant; c) Revolusioner; d0 mempunyai pemimpin yang kuat,
cakap, tegas dan berwibawa; dan e) Mempunyai organisasi yang susunannya lengkap dan
selalu tepat atau up to date (PP Muhammadiyah, Manhaj Gerakan Muhammadiyah, 200; 19-
30).

C. Model Gerakan Keagamaan Muhammadiyah


Muhamadiyah sebenarnya telah menggagas tentang penguatan basis gerakan sejak awal
berdirinya, bahkan dalam Muktamar tahun 1970-an telah diputuskan untuk menggalang
jama’ah dan dakwah jamaah (GJDJ). Hanya saja gagasan tersebut belum maksimal
diimplemetasikan dalam aktivisme organisasi. Dalam konstitusi Muhammadiyah terdapat tiga
model gerakan Muhammadiyah ; pertama, Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, kedua,
sebagai gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar, dan ketiga, Muhammadiyah sebagai
gerakan tajdid. Fokus kajian dalam makalah ini pada kajian yang pertaman yaitu
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam.
Beberapa dekade yang lalu, telah di rumuskan pembinaan Jamaah, keluarga sakinah, dan
qaryah thoyyibah untuk memperkuat basis.
1. Gerakan Jamaah dan Dakwah Jamaah (GDJD)
Esensi GDJD adalah penguatan kesadaran jamaah dan kepedulian mereka
terhadap lingkungan sosialnya. Definisi sederhana tentang jamaah adalah kumpulan
keluarga muslim yang berada dalam suatu lingkungan tempat tinggal. Ajakan warga
aktif merupakan landasan gerakan Muhammadiyah yang menuntut adanya komunitas
yang solid dan terorganisir untuk memperjuangkan tegaknya kebaikan menentang
segala macam keburukan. Orientasi dari gerakan ini adalah membangun basis
kehidupan dakwah bil halal di bidang pendidikan, sosial, ekonomi dan kesehatan
2. Langkah Penguatan Jamaah
Langkah pemberdayaan melalui penguatan institusi cabang dan ranting akan
memberi kontribusi bagi penguatan kohesi sosial/solidaritas antar warga di tengah
meluasnya faham-faham radikal yang cenderung anarkis belakangan ini. Langkah
yang dapat dilakukan untuk menggiatkan cabang dan ranting Muhammadiyah melalui
gerakan jamaah dan dakwah jamaah;
1. Melakukan assesment awal mengenai kehidupan keagamaan di desa atau
komunitas atau ranting;
2. Memantapkan konsep dakwah jamaah yang akan dipergunakan agar sesuai
dengan kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat basis;
3. Melakukan sosialisasi dan pelatihan bagi para fasilitator yang akan
menggerakkan cabang dan ranting;
4. Melakukan pendampingan dakwah jamaah;
5. Memantapkan organisasi gerakan di akar rumput (pimpinan ranting)
sebagai ujung tombak gerakan dakwah jamaah.
MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN ISLAM YANG BERWATAK TAJRID
DAN TAJDID

A. Pengertian tajdid dan tajrid.


• Istilah tajdid berasal dari bahasa Arab yaitu jaddada, yang berarti memperbaharui atau
menjadikan baru.
• Kata ini pula bentukan dari kata jadda, yajiddu, jiddan/jiddatan, artinya sesuatu yang
ternama, yang besar, nasib baik dan baru.
• Bisa juga berarti membangkitkan, menjadikan, (muda, tangkas, kuat). Dapat pula
berarti memperbaharui, memperpanjang izin, dispensasi, kontrak.
• Dalam kamus Bahasa Indonesia tajdid berarti pembaruan, modernisasi atau restorasi.
• Orang yang melakukan pembaruan disebut mujaddid.
• Prof.dr. Quraisy Shihab, mengartikan tajdid sebagai pencerahan dan pembaruan.
Tajdid dalam makna pencerahan mencakup penjelasan ulang dalam bentuk kemasan
yang lebih baik dan sesuai menyangkut ajaran-ajaran agama yang pernah diungkap
oleh para pendahulu. Adapun tajdid dalam arti pembaruan adalah mempersembahkan
sesuatu yang benar-benar baru yang belum pernah diungkap oleh siapapun
sebelumnya.
• Sedangkan istilah modernis (Inggris) atau modernisasi (Indonesia) atau pembaruan,
dalam Islam, diartikan sebagai upaya yang sungguh-sungguh untuk melakukan re-
interpretasi terhadap pemahaman, pemikiran dan pendapat tentang masalah ke-
Islaman yang dilakukan oleh pemikiran terdahulu untuk disesuaikan dengan
perkembangan zaman.
• Yang diperbaharui adalah hasil pemikiran atau pendapat, dan bukan memperbarui
atau mengubah apa yang terdapat dalam al-Qur”an maupun al-Hadis. Dengan kata
lain, yang diubah atau diperbarui adalah hasil pemahaman terhadap al-Qur’an dan al-
Hadis tersebut.
• Lain halnya Nurcholis Madjid, mengatakan bahwa pengertian yang mudah tentang
modernisasi ialah pengertian yang identik, atau hampir identik dengan pengertian
rasionalisasi, yang berarti proses perombakan pola berfikir dan tata kerja lama yang
tidak rasional, dan menggantinya dengan pola berfikir dan tata kerja baru yang akliah
• Dengan demikian, semakin jelaslah keyakinan kita, bahwa modernisasi yang berarti
rasionalisasi untuk memperoleh dayaguna dalam berfikir dan bekerja yang maksimal,
guna kebahagiaan umat manusia, adalah perintah Tuhan yang sangat mendasar.
• Berdasarkan uraian tersebut di atas, kiranya dapat diperoleh suatu pemahaman bahwa
yang dimaksud dengan Islam modernis adalah faham keislaman yang didukung oleh
sikap yang rasional, ilmiah serta sejalan dengan hukum-hukum Tuhan baik yang
terdapat dalam al-Qur’an (wahyu tertulis) maupun dalam alam raya berupa
sunnatullah (wahyu yang tidak tertulis).
• Pengertian tajrid.
• Istilah tajrid berasal dari bahasa Arab berarti pengosongan, pengungsian,
pengupasan, Pelepasan atau pengambil alihan. (Atabik Ali, 1999:410).
• Sedangkan tajrid dalam bahasa Indonesia berarti pemurnian. Istilah ini, tidak se
populer ketika menyebut istilah tajdid, sekalipun yang dimaksudkan adalah
memurnikan hal-hal yang bersifat husus.
• Dalam ibadah kita tajrid, hanya ikut Nabi saw. dan tidak ada pembaruan. Sedang
dalam muamalah kita tajdid, yakni melakukan modernisasi dan pembaruan.
• Model-model Tajrid dan Tajdid Muhammadiyah
1. Model-model Tajrid Muhammadiyah.
• Dalam bidang kepercayaan dan ibadah, muatannya menjadi khurafat dan bid’ah.
Khurafat adalah kepercayaan tanpa pedoman yang sah dari al-Qur’an dan al-Sunnah.
Hanya ikut-ikutan orang tua atau nenek moyang. Sedangkan bid’ah biasanya muncul
karena ingin memperbanyak ritual tetapi pengetahuan Islamnya kurang luas, sehingga
yang dilakukan adalah bukan dari ajaran Islam. Misalnya selamatan dengan kenduri
dan tahlil dengan menggunakan lafal Islam.
• Masyarakat Jawa pada umumnya menggunakan upacara selamatan, dalam berbagai
peristiwa, seperti kelahiran, khitan, perkawinan, kematian, pindah rumah, panen, ganti
nama, dan sejenisnya. Namun, diantara macam-macam selamatan yang paling
menonjol adalah selamatan kematian, yaitu terdiri dari tiga hari, empat puluh
hari,seratus hari, dan kahul. Selamatan ini selalu diringi dengan membaca tahlil
sebagai cara mengirim do’a kepada si mayit
• Bentuk khurafat lain yang biasa dilakukan orang Jawa adalah penghormatan kuburan
orang-orang suci, sambil meminta do’a restu, jimat, benda-benda pusaka dianggap
mempunyai kekuatan ghaib yang mampu melindungi..
• Realitas sosio-agama yang dipraktikkan masyarakat inilah yang mendorong Ahmad
Dahlan melakukan pemurnian melalui organisasi Muhammadiyah. munawir Syazali
mengatakan bahwa Muhammadiyah adalah gerakan pemurnian yang menginginkan
pembersihan Islam dari semua unsur singkretis dan daki-daki tidak Islami lainnya
2. Model-model tajdid dalam Muhammadiyah
Pertama; kongkrit dan produktif, yaitu melalui amal usaha yang didirikan, hasilnya kongkrit
dapat dirasakan dan dimanfaatkan oleh umat Islam, bangsa Indonesia dan umat manusia di
seluruh dunia. Suburnya amal saleh di lingkungan aktivis Muhammadiyah ditujukan kepada
komunitas Muhammadiyah, bangsa dan kepada seluruh umat manusia di dunia dalam rangka
rahmatan lil alamin.
• Kedua; tajdid Muhammadiyah bersifat terbuka. Maksud dari keterbukaan tersebut,
Muhammadiyah mampu mengantisipasi perubahan dan kemajuan di sekitar kita. Dari
sekian amal usahanya, rumah sakitnya misalnya, dapat dimasuki dan dimanfaatkan
oleh siapapun. Sekolah sampai kampusnya boleh dimasuki dan dimanfaatkan oleh
siapa saja. Kalau Muhammadiyah mendirikan lembaga ekonomi dan usaha atau jasa,
maka yang menjadi nasabah, partner dan komsumennya pun bisa siapa saja yang
membutuhkan.
• Ketiga; tajdid Muhammadiyah sangat fungsional dan selaras dengan cita-cita
Muhammadiyah untuk menjadikan Islam itu, sebagai agama yang berkemajuan, juga
Islam yang berkebajikan yang senantiasa hadir sebagai pemecah masalah-masalah
(problem solv), temasuk masalah kesehatan,pendidikan, dan masalah sosial ekonomi.
• Dengan demikian, tajdid dalam bidang muamalah yaitu berbasis pada upaya
dinamisasi, elaborasi, berbasis perubahan menuju capaian prestasi yang berkualitas.
Suatu saat nanti apa yang diusahakan Muhammadiyah hendaknya tampil menjadi
pusat-pusat keunggulan, seperti sekolah, rumah sakit, perguruan tinggi, lembaga-
lembaga ekonomi.
• Sedangkan tajdid dalam bidang akidah dan ibadhah mahdah bukan dalam makna
dinamisasi, tetapi yang tajdid yang berwajah tajrid, yaitu purifikasi atau pemurnian
ajaran Islam. Artinya untuk masalah akidah dan ibadah mahdhah, hanya
mencukupkan diri dari apa yang dapat dirujuk pada al-Qur’an dan hadis atau apa yang
dicontohkan Nabi Muhammad saw.
• Dengan cara itu, manusia memiliki kesempatan untuk melakukan pengayaan makna
dan pendalaman hakikat dari fungsi agama Islam itu sendiri di tengah kehidupan.
Arah kita menjadi jelas, orientasi kehidupan individu dan masyarakat juga menjadi
jelas, basis nilainya menjadi jelas, meskipun kita hidup di tengah zaman yang rumit,
terus berubah dan berhadapan dengan keanekaragaman gejala kehidupan. Spirit
rahmatan lil alamin juga menjadi tidak mengawang-awang.
• Fungsi tajdidi di bidang ini, adalah untuk membuat aktif dan hidup keimanan kita
dalam perilaku, dan tajdid Muhammadiyah tidak untuk membekukan keimanan kita
dalam perangkat formalisme istilah atau konsep belaka, sehingga keimanan kita akan
memiliki fungsi sosial yang kaya. Dalam konteks inilah, kita dapat memahami kenapa
begitu banyak ayat al-Qur’an yang selalu menggandengkan antara iman dan amal
saleh. Iman adalah pilihan teologis dan amal shaleh adalah ekpresi teologis yang
selaras dengan iman. Iman tanpa amal saleh akan kehilangan pijak sosialnya, dan
amal tanpa iman kehilangan arah dan tujuannya.
• Tajdid dalam ibadah mahdhah yang berbasis purifikasi atau pemurnian ajaran, dalam
praktik Muhammadiyah tidak dimaksudkan untuk membekukan fikih dan syariat pada
perangkat formalisme ritual keagamaan belaka. Aturan dalam ibadah sudah jelas,
seperti yang diajarkan dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. Tajdid
Muhammadiyah tidak berhenti. Muhammadiyah melakukan pengayaan makna,
pendalaman hakikat dari fungsi ajaran Islam di tengah kehidupan
• Dalam Muhammadiyah kekuatan tajdidnya terletak pada upaya menjaga
keseimbangan (tawazun) antara purifikasi dan dinamisasi, sesuai dengan bidangnya.
Kalau kesimbangan ini goyah, maka tajdid menjadi kurang sempurna dan sulit
disandingkan dengan perkembangan zaman.
• Selama ini Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan modern yang telah melakukan
perubahan dalam kehidupan keagamaan, sosial, budaya, dan politik. Selain itu, tajdid
dalam pandangan Muhammadiyah merupakann salah satu bentuk implementasi nilai
ajaran Islam setelah meninggalnya Nabi. Munculnya Gerakan tajdid sebagai jawaban
terhadap tantangan kemunduran yang dialami dan atau tantangan terhadap kemajuan
oleh kaum muslimin. Juga didasarkan pada landasan teologis yang menyebutkan
perlunya pembaruan setiap seratus tahun.

Anda mungkin juga menyukai