Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Sekilas, bila kita mendengar kata kontrak, kita langsung berpikir bahwa
yang dimaksudkan adalah suatu perjanjian tertulis. Artinya, kontrak sudah
dianggap sebagai suatu pengertian yang lebih sempit dari perjanjian. Dan bila
melihat berbagai tulisan, baik buku, makalah atau tulisan ilmiah lainnya, kesan ini
tidaklah salah, sebab penekanan kontrak selalu dianggap sebagai medianya suatu
perjanjian yang dibuat secara tertulis.[1]

Dalam penyusun sebuah kontrak atau perjanjian, adalah menjadi


keharusan bagi para pihak untuk menyedari sepenuhnya dan mengetahui dengan
jelas apa yang sebenarnya mereka kehendaki dan syarat-syarat apa yang
disepakati untuk dituangkan dalam kontrak atau perjanjian. Kelihatannya
sederhana dan memang seharusnya begitu apabila orang mau membuat kontrak.
Namun demikian,terkadang masih melupakan hal-hal yang dalam pandangan
seperti nampak sepele, tapi ternyata kemudian menimbulkan masalah yang cukup
membuat repot. Memang, bagian tersulit dalam menyusun sebuah kontrak adalah
bagaimana menterjemahkan apa yang kita kehendaki untuk disepakati dan
menuangkannya dalam pasal-pasal atau klausula-klausula kontrak atau perjanjian
agar menjadi suatu “bangunan“ kontrak yang rapi, kokoh dan memberi
pengertian yang jelas dan terang, yang bebas dari terminologi yang kabur dan
dapat diartikan berbeda-beda.

Setiap kontrak memiliki struktur atau anatomi tertentu dan masing-masing


ahli memiliki pendapatan berbeda-beda tentang struktur atau anatomi kontrak
tersebut. Pada dasarnya kontrak yang dibuat oleh para pihak berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dengan demikian, kontrak yang
dibuat oleh para pihak disamakan dengan undang-undang. Oleh karena itu, untuk
membuat kontrak diperlukan ketelitian dan kecermatan dari para pihak, baik dari
pihak kreditur maupun debitur, baik investor maupun dari pihak negara yang
bersangkutan.

1
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diketahui rumusan


masalahnya:

1. Bagaimanakah Tahap penyusunan Kontrak?

2. Bagaimanakah Struktur dan anatomi kontrak?

3. Bagaimanakah Pasca Penyusunan kontrak?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat diketahui tujuan


penulisannya:

1. Untuk Mengetahui Tahap penyusunan kontrak

2. Untuk Mengetahui Struktur dan anatomi kontrak

3. Untuk Mengetahui Pasca Penyusunan kontrak.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tahap Penyusunan Kontrak

Pada dasarnya kontrak yang dibuat oleh para pihak berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dengan demikian, kontrak yang
dibuat oleh para pihak disamakan dengan undang-undang. Oleh karena itu, untuk
membuat kontrak diperlukan ketelitian dan kecermatan dari para pihak, baik dari
pihak kreditur maupun debitur, baik investor maupun dari pihak negara yang
bersangkutan.

Salah satu tahap yang menentukan dalam pembuatan kontrak, yaitu tahap
penyusunan kontrak. Penyusunan kontrak ini perlu ketelitian dan kejelian dari
para pihak maupun para Notaris. Karena, apabila keliru di dalam pembuatan
kontrak maka akan menimbulkan persoalan di dalam pelaksanaannya. Ada lima
tahap dalam penyusunan kontrak di Indonesia, sebagaimana dikemukakan berikut
ini.[2]

1. Pembuatan draf pertama yang meliputi:

a. Judul kontrak

Walaupun judul tidak merupakan syarat sahnya kontrak atau dengan kata
lain tidak mempengaruhi keabsahan suatu kontrak, namun demikian sebagai
identitas suatu kontrak, judul adalah mutlak adanya. Dengan demikian, setiap
orang akan dengan mudah mengetahui jenis kontrak apa yang sedang mereka
baca/lihat. Walaupun pemberian judul atas suatu kontrak merupakan
kebebasan bagi para pihak, namun bagi perancang atau pembuat kontrak
seyogianya memiliki kemampuan untuk membuat suatu judul kontrak yang
dibuatnya. Artinya, antara judul dengan isi kontrak harus ada korelasi dan
relevansinya.[3]

Dalam kontrak harus diperhatikan kesesuaian isi dengan judul serta


ketentuan hukum yang mengaturnya, sehingga kemungkinan adanya
kesalahpahaman dapat dihindari.

b. Pembukaan

Biasanya berisi tanggal pembuatan kontrak.

3
c. Pihak-pihak dalam kontrak

Perlu diperhatikan jika pihak tersebut orang pribadi serta badan hukum
terutama kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum dalam bidang
kontrak.

Para pihak yang dimaksudkan di sini adalah pihak-pihak yang terlibat


dalam suatu kontrak, baik kontrak perorangan maupun kontrak yang bersifat
publik. Para pihak tersebut oleh hukum lazimnya dibagi atas 2 (dua)
kelompok, yaitu:[4]

1) perorangan

2) badan usaha, ada yang badan usaha berbadan hukum dan badan usaha
bukan badan hukum

d. Racital

Recital adalah penjelasan resmi atau merupakan latar belakang atas suatu
keadaan dalam suatu perjanjian/kontrak untuk menjelaskan mengapa terjadi
perikatan. Dalam recital biasanya juga dicantumkan tentang sebab
(consideration) masing-masing pihak, hal ini berguna karena merupakan salah
satu syarat sahnya suatu perjanjian.

Dalam hal tidak ada yang perlu dijelaskan, maka recital tidak mutlak harus
ada dalam suatu perjanjian/kontrak. Suatu perjanjian yang merupakan novasi
kiranya dalam recital-nya perlu dituangkan tentang perikatan lama yang
digantikan oleh perikatan baru, karena bila perikatan lamanya tidak
dijelaskan, maka tidaklah terjadi novasi.

e. Isi kontrak

Bagian yang merupakan inti kontrak. Yang memuat apa yang dikehendaki,
hak, dan kewajiban termasuk pilihan penyelesaian sengketa.

Dalam suatu kontrak, hampir pasti kita selalu menemukan kata “pasal”.
Secara sederhana dapat digambarkan bahwa pasal adalah bagian dari suatu
kontrak yang terdiri dari kalimat atau sejumlah kalimat yang menggambarkan
kondisi dan informasi tentang apa yang disepakati, baik secara tersurat
maupun tersirat.

Untuk mengoptimalkan fungsinya dalam suatu kontrak maka pasal-pasal


tersebut harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

4
1) urutan, artinya oleh karena pasal-pasal tersebut mencerminkan isi dan
kondisi kesepakatan, maka ia harus dibuat secara kronologis sehingga
memudahkan menemukan dan mengetahui hal-hal yang diatur oleh
masing-masing pasal.

2) ketegasan, artinya bahasa yang digunakan sedapat mungkin


menghindari kata-kata bersayan (ambigu) yang dapat menimbulkan
berbagai interpretasi. Bunyi pasal tersebut harus tegas dan tidak
mengambang.

3) keterpaduan, artinya antara satu ayat dengan ayat yang lain atau antara
satu kalimat dengan kalimat yang lain dalam suatu pasal harus ada
keterpaduan, mempunyai hubungan satu sama lain.

4) kesatuan, artinya satu pasal mencerminkan satu kondisi, namun


demikian antara satu pasal dengan pasal yang lain saling mendukung.

5) kelengkapan, artinya oleh karena satu pasal harus mncerminkan satu


kondisi, maka pasal-pasal dalam suatu kontrak juga harus lengkap
informasinya.

f. Penutup

Menurut tata cara pengesahan suatu kontrak.Setidaknya ada empat hal


yang perlu diingat pada bagian ini, yaitu:

1) sebagai suatu penekanan bahwa kontrak ini adalah alat bukti

2)sebagai bagian yang menyebutkan tempat pembuatan dan


penandatanganan

3) sebagai ruang untuk menyebutkan saksi-saksi dalam kontrak

4) sebagai ruang untuk menempatkan tanda tangan para pihak yang


berkontrak.

Sedangkan di USA, draft kontrak berisi hal-hal berikut ini:

a. Part racital, yaitu penjelasan resmi/latar belakang terjadinya suatu


kontrak.

b. Concideration, yaitu berisi tentang prestasi.

c. Warranties and representation.

5
d. Risk allocation.

e. Condition.

f. Dates and term.

g. Boillerplate.

h. Signature.

2. Saling menukar draft kontrak.

3. Jika perlu diadakan revisi.

4. Dilakukan penyelesaian akhir.

5. Penutup dengan penandatanganan kontrak oleh masing-masing


pihak.

B. Struktur Dan Anatomi Kontrak

Pada dasarnya, susunan dan anatomi kontrak, dapat digolongkan menjadi


tiga bagian, yaitu bagian pendahuluan, isi, dan penutup.

Apa yang dimuat dalam masing-masing bagian tersebut tentu saja tidak
sama pentingnya antara satu kontrak dengan kontrak yang lainnya karena
biasanya kontrak yang sederhana tidak begitu banyak hal yang dicantumkan
dalam bagian pendahuluan begitu pula pada bagian penutup.

Ketiga hal itu dijelaskan berikut ini:

1. Bagian Pendahuluan

Dalam bagian pendahuluan dibagi menjadi tiga sub bagian, yaitu


sebagai berikut:

a. Subbagian pembuka (description of the intrument).

Sub bagian ini memuat tiga hal berikut, yaitu:

1) Sebutan atau nama kontrak dan penyebutan selanjutnya


(penyingkatan) yang dilakukan,

2) Tanggal dari kontrak yang dibuat dan ditandatangani, dan

3) Tempat dibuat dan ditandatanganinya kontrak.

6
b. Subbagian pencantu man identitas para pihak (caption/ Komparisi).

Dalam subbagian ini dicantumkan identitas para pihak yang mengikat diri
dalam kontrak dan siapa-siapa yang menandatangani kontrak tersebut.Komparisi /
Identitas Para Pihak Bagian ini merupakan hal yang sangat penting untuk
diperhatikan, namun sering kurang mendapatkan porsi sebagaimana yang
seharusnya.

Pada bagian ini dituliskan identitas para pihak. Apabila perorangan, maka
yang wajib ditulis disini minimal adalah nama, pekerjaan, alamat yang
bersangkutan. Apabila sebuah badan hukum, misalnya Perseroan Tebatas (PT),
maka yang berhak tanda tangan disini, adalah adalah yang berhak mewakili,
bertindak untuk dan atas nama PT yang besangkutan.

Apabila yang hendak menandatangani kontrak adalah Direkturnya, maka


harus dicantumkan dasar kewenangan direktur, sebagaimana terdapat dalam Akta
pendirian/Anggaan dasar PT yang bersangkuan, dalam hal ini perlu dituliskan
nomor dan tanggal Akta Pendirian/Anggaran Dasar PT tersebut. Apabila yang
akan menandatangani kontrak adalah salah seorang manajer atau pejabat di PT
tersebut, maka harus ada Kuasa. Mengapa ini penting? Ini penting sebagai
antisipasi apabila terjadi hal hal-hal yang tidak kita inginkan di kemudian hari dan
kita mengetahui dengan siapa kita bertransaksi, apakah perorangan atau badan
hukum.[7]

Ada tiga hal yang perlu diperhatikan tentang identitas para pihak, yaitu:

1) Para pihak harus disebutkan secara jelas;

2) Orang yang menandatangani harus disebutkan kapasitasnya sebagai


apa;

3) Pendefinisian pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak.

Peraturan-Peraturan Yang Berkaitan Khusus Dengan Komparisi:[8]

1) Pasal 38,39,40,47 Uujn

2) Pasal 393 Bw Jo Pasal 370 Bw

3) UU No.1/1974 Dan Pp No.9/1975 Yaitu Pasal 31 Dan Ps 36

4) UU No.13/1985 Tentang Aturan Bea Materai

5) Peraturan hukum lainnya

7
Adapun mengenai contoh bentuk komparisi adalah sebagai berikut:[9]

1) MODEL 1: bertindak untuk diri sendiri (Pasal 38 Ayat (3) UUJN)

Tuan AMIR, lahir di Pekalongan pada tanggal tujuh belas Agustus seribu
sembilan ratus tujuh puluh empat (17-08-1974), warga negara Indonesia,
wiraswasta, bertempat tinggal di Semarang,Jalan Durian Nomor 100, Rukun
Tetangga 02 Rukun Warga 02, Keluarahan Pleburan, Kecamatan Semarang
Timur, pemegang kartu tanda penduduk nomor 12.34.5678.009.

2) MODEL 2 : dalam hal karena perwakilan atau kuasa.

KUASA LISAN

Tuan Zaky, lahir di Pekalongan pada tanggal tujuh belas Agustus seribu
sembilan ratus tujuh puluh empat (17-08-1974), warga negara Indonesia,
wiraswasta, bertempat tinggal di Semarang,Jalan Durian Nomor 100, Rukun
Tetangga 02 Rukun Warga 02, Kelurahan Pleburan, Kecamatan Semarang Timur,
pemegang kartu tanda penduduk nomor 12.34.5678.009.

Menurut keterangannya dalam hal ini bertindak selaku kuasa lisan dari dan
oleh karena itu untuk dan atas nama serta seberapa perlu menguatkan dirinya guna
menanggung dan menjamin Nyonya Dika, lahir di Jakarta pada tanggal tujuh
Agustus seribu sembilan ratus tujuh puluh (07-08-1970), warga negara Indonesia,
wiraswasta, bertempat tinggal di Jakarta Pusat, Jalan SawoNomor 10, Rukun
Tetangga 10 Rukun Warga 10, Kelurahan Menteng, Kecamatan Gondangdia,
pemegang kartu tanda penduduk nomor 12.34.666.111.

SURAT KUASA BAWAH TANGAN (Pasal 47 Ayat (1))

Tuan AMIR, lahir di Pekalongan pada tanggal tujuh belas Agustus seribu
sembilan ratus tujuh puluh empat (17-08-1974), warga negara Indonesia,
wiraswasta, bertempat tinggal di Semarang,Jalan Durian Nomor 100, Rukun
Tetangga 02 Rukun Warga 02, Kelurahan Pleburan, Kecamatan Semarang Timur,
pemegang kartu tanda penduduk nomor 12.34.5678.009.

-menurut keterangannya dalam hal ini bertindak berdasarkan surat kuasa yang
dibuat dibawah tangan tertanggal sepuluh Maret dua ribu sebelas (10-03-2011),
bermaterai cukup yang aslinya dilekatkan atau dijahitkan pada minuta akta ini,
selaku kuasa dari dan oleh karena itu untuk dan atas nama Nyonya Rahma, lahir
diJakarta pada tanggal tujuh Agustus seribu sembilan ratus tujuh puluh (07-08-
1970), warga negara Indonesia, wiraswasta,bertempat tinggal di Jakarta Pusat,
Jalan Sawo Nomor 10, Rukun Tetangga 10 Rukun Warga 10, Kelurahan Menteng,
Kecamatan Gondangdia, pemegang kartu tanda penduduk nomor 12.34.666.111.

8
SURAT KUASA DI BAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI/ /
DIWAARMEKING

Tuan Yudi, lahir di Pekalongan pada tanggal tujuh belas Agustus seribu
sembilan ratus tujuh puluh empat (17-08-1974), warga negara Indonesia,
wiraswasta, bertempat tinggal di Semarang,Jalan Durian Nomor 100, Rukun
Tetangga 02 Rukun Warga 02, Keluarahan Pleburan, Kecamatan Semarang
Timur, pemegang kartu tanda penduduk nomor 12.34.5678.009.

-menurut keterangannya dalam hal ini bertindak berdasarkan surat kuasa


dibawah tangan tertanggal sepuluh februari dua ribu sebelas (10-02-2011) yang
telah di legalisasi oleh saya, Notaris, dibawah Nomor 100/2011 tanggal sepuluh
Februari dua ribu sebelas (10-02-2011), surat tersebut yang bermaterai cukup,
dijahitkan pada minuta akta ini selaku kuasa dari dan oleh karena itu untuk dan
atas nama Tuan Abang Suparjo, lahir di Semarang pada tanggal satu Mei seribu
sembilan ratus tujuh puluh (01-05-1970), warga negara Indonesia, swasta,
bertempat tinggal di Semarang, jalan Rahman Hakim Nomor 33, Rukun Tetangga
01 Rukun Warga 01, Kelurahan Pleburan, Kecamatan Semarang Barat, pemegang
Kartu Tanda Penduduk Nomor 01.051970.

2. Bagian Isi

Ada empat hal yang tercantum dalam bagian isi, yaitu sebagai berikut:[10]

a. Klausula definisi (definition)

Dalam klausula ini biasanya dicantumkan berbagai definisi untuk


keperluan kontrak. Definisi ini hanya berlaku pada kontrak tersebut dan
dapat mempunyai arti dari pengertian umum. Klausula definisi penting
dalam rangka mengefisienkan klausula-klausula selanjutnya karena tidak
perlu diadakan pengulangan.

b. Klausula transaksi (operative language)

Klausula transaksi adalah klausula-klausula yang berisi tentang


transaksi yang akan dilakukan. Misalnya dalam jual beli aset maka harus
diatur tentang objek yang akan dibeli dan pembayarannya. Demikian pula
dengan suatu kontrak usaha patungan, perlu diatur tentang kesepakata para
pihak dalam kontrak tersebut.

c. Klausula spesifik

9
Klausula spesifik mengatur hal-hal yang spesifik dalam suatu
transaksi. Artinya klausula tersebut tidak terdapat dalam kontrak dengan
sanksi yang berbeda.

d. Klausula ketentuan umum

Klausula ketentuan umum adalah klausula yang seringkali dijumpai


dalam berbagai kontrak dagang maupun kontrak lainnya. Klausula ini
antara lain mengatur tentang domisili hukum, penyelesaian sengketa,
pilihan hukum, pemberiyahuan, keseluruhan dari perjanjian, dan lain-lain.

3. Bagian Penutup

Ada dua hal yang tercantum pada bagian penutup, yaitu sebagai berikut:

a. Subbagian kata penutup (closing), kata penutup biasanya menerangkan


bahwa perjanjian tersebut dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang
memiliki kapasitas untuk itu. Atau para pihak menyatakan ulang bahwa
mereka akan terikat dengan isi kontrak.

b. Subbagian ruang penempatan tanda tangan adalah tempat pihak-pihak


menandatangani perjanjian atau kontrak dengan menyebutkan nama pihak
yang terlibat dalam kontrak, nama jelas orang yang menandatangani dan
jabatan dari orang yang menandatangani.

Di dalam Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999


tentang Jasa Konstruksi telah ditentukan uraian-uraian yang harus dimuat dalam
Kontrak Kerja Konstruksi. Uraian-uraian tersebut adalah sebagai berikut:

1. Para pihak, yang memuat secara jelas para pihak. Yang dimaksud
dengan identitas para pihak adalah nama, alamat, kewarganegaraan,
wewenang penanda tangan, dan domisili.

2. Rumusan pekerjaan, yang memuat uraian yang jelas dan rinci tentang
lingkup kerja, nilai pekerjaan, dan batasan waktu pelaksanaan. Lingkup
kerja meliputi:

a.volume pekrjaan, yakni besarnya pekerjaan yang harus


dilaksanakan, termasuk volume pekerjaan tambah atau kurang.
Dalam mengadakan perubahan volume pekerjaan, perlu ditetapkan

10
besarnya perubahan volume yang tidak memerlukan persetujuan para
pihak terlebih dahulu;

b.persyaratan administrasi, yakni prosuder yang harus dipenuhi oleh


para pihak dalam mengadakan interaksi;

c.persyaratan teknik, yakni ketentuan keteknikan yang wajib dipenuhi


oleh penyedia jasa;

d.pertanggungan atau jaminan yang merupakan bentuk perlindungan


antara lain untuk pelaksanaan pekerjaan, penerimaan uang muka,
kecelakaan bagi tenaga kerja dan masyarakat. Perlindungan tersebut
dapat berupa antara lain asuransi atau jaminan yang diterbitkan oleh
bank atau lembaga bukan bank;

e. laporan hasil pekerjaan konstruksi.

3. Nilai pekerjaan, yakni jumlah besarnya biaya yang akan diterima oleh
penyedia jasa untuk pelaksanaan lingkup pekerjaan. Batas waktu
pelaksanaan adalah jangka waktu untuk menyelesaikan keseluruhan
lingkup pekerjaan termasuk masa pemeliharaan.

4.Masa pertanggungan dan/atau pemeliharaan, yang memuat tentang


jangka waktu pertanggungan dan/atau pemeliharaan yang menjadi
tanggung jawab penyedia jasa.

5.Tenaga ahli, yang memuat tentang jumlah, klasifikasi dan kualifikasi


tenaga ahli untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi.

6.Hak dan kewajiban, yang memuat hak pengguna jasa untuk


memperoleh hasil pekerjaan konstruksi serta kewajibannya untuk
emenuhi ketentuan yang diperjanjikan serta hak penyedia jasa untuk
memperoleh informasi dan imbalan serta kewajibannya melaksanakan
pekerjaan konstruksi.

7. Cara pembayaran, yang memuat ketentuan tentang kewajiban


pengguna jasa dalam melakukan pembayaran hasil pekerjaan konstruksi.

8. Cedera janji, yang memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam


hal salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
diperjanjikan.

9. Penyelesaian perselisihan, yang memuat ketentuan tentang tata cara


penyelesaian akibat ketidaksepakatan.

11
10. Pemutusan kontrak kerja konstruksi, yang memuat ketentuan tentang
pemutusan kontrak kerja konstruksi yang timbul akibat tidak dapat
dipenuhinya kewajiban salah satu pihak.

11. Keadaan memaksa (force majeur), yang memuat ketentuan tentang


kejadian yang timbul di luar kemauan dan kemampuan para pihak, yang
menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak.

12. Perlindungan pekerja, yang memuat ketentuan tentang kewajiban


para pihak dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta
jaminan sosial.

13. Aspek lingkungan, yang memuat kewajiban para pihak dalam


pemenuhan ketenuan tentang lingkungan.

Di samping itu, di dalam kontrak kerja konstruksi dapat juga dimaksudkan


tentang:

1. kesepakatan para pihak tentang pemberian intensif,

2. sub penyedia jasa, dan

3. pemasok bahan dan atau komponen bangunan dan atau peralatan yang
harus memenuhi standar yang berlaku.

Untuk kontrak kerja konstruksi pekerjaan perencanaan harus memuat


tentang hak atas kekayaan intelektual. Hak atas kekayaan intelektual adalah hasil
inovasi perencanaan konstruksi dalam suatu pelaksanaan kontrak kerja konstruksi
baik bentuk hasil akhir perencanaan dan/atau bagian-bagiannya yang
kepemilikannya dapat diperjanjikan. Ini berarti bahwa atas kekayaan intelektual
itu dapat dimiliki oleh pemberi jasa atau penyedia jasa. Dengan demikian, salah
satu pihak, baik pemberi jasa maupun prnyrdia jasa dapat mengajukan haknya
kepada Pemerintah.

Apabila dianalaisis uraian-uraian tentang substansi kontrak kerja


konstruksi, tampaklah bahwa uraian-uraian itu telah memenuhi syarat, baik syarat
teoritis maupun pragmatis. Uraian kontrak itu telah mengatur secara lengkap
tentang hal-hal yang harus tercantum di dalam kontrak konstruksi. Ara pelaksana
proyek di lapangan, apakah iti Pimpro maupun Penyedia Konstruksi tinggal
merinci pasal demi pasal dalam kontrak tersebut, karena di dalam uraian tersebut
telah jelas hal-hal yang harus tercantum di dalamnya. Kerjasama bisnis secara
kolektual merupakan suatu bentuk kerjasama yang berlandaskan atas kontrak-
kontrak yang dibuat dan ditandatangani oleh kedua belah pihak yang
bekerjasama.[12]

12
C. Pasca Penyusunan Kontrak

Setelah kontrak dibuat, ada dua hal yang harus diperhatikan oleh para
pihak, yaitu :[13]

1. Pelaksanaan dan penafsiran

Kadang kala sebuah kontrak yang telah dibuat dan siap diterapkan tidak
jelas/tidak lengkap sehingga perlu adanya penafsiran. Menurut undang-
undang, penafsiran itu dapat dilakukan dengan memperhatikan hal-hal
berikut:

a. kata-kata yang dipergunakan dalam kontrak

b. keadaan dan tempat dibuatnya kontrak

c. maksud para pihak

d. sifat kontrak yang bersangkutan

e. kebiasaan setempat.

2. Alternatif penyelesaian sengketa

Para pihak bebas menentukan cara yang akan ditempuh jika timbul
sengketa dikemudian hari. Biasanya juga penyelesaian sengketa diatur
secara tegas dalam kontrak. Para pihak dapat memilih lewat pengadilan
atau di luar pengadilan.

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

1.Pada dasarnya kontrak yang dibuat oleh para pihak berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya. Dengan demikian, kontrak yang
dibuat oleh para pihak disamakan dengan undang-undang. Oleh karena itu,
untuk membuat kontrak diperlukan ketelitian dan kecermatan dari para
pihak, baik dari pihak kreditur maupun debitur, baik investor maupun dari
pihak negara yang bersangkutan.

2.Pada dasarnya, susunan dan anatomi kontrak, dapat digolongkan menjadi


tiga bagian, yaitu bagian pendahuluan, isi, dan penutup

3.Setelah kontrak dibuat, ada dua hal yang harus diperhatikan oleh para
pihak, yaitu Pelaksanaan dan penafsiran serta Alternatif penyelesaian
sengketa.

B. Saran

Selama proses penulisan makalah ini, penulis melakukan perenungan dalam


pembuatan makalah ini. Diharapkan makalah ini dapat mengajak seluruh pembaca
untuk lebih memahami tentang Legal & Contract Drafting khususnya dalam
pembahasan Anatomi Kontrak.

Dalam penulisan makalah ini, penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan
yang menyebabkan makalah ini jauh dari kesempurnaan yang diharapkan. Oleh
karena itu, penulis mengharap sumbang kritik dan saran yang membangun yang
nantinya bermanfaat bagi penulis sendiri maupun seluruh
pembaca.Wallauhua’lam

14
DAFTAR PUSTAKA

Rahman, Hasanuddin.2003. Contract Drafting. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Salim HS. 2006. Hukum Kontrak, Teori & Teknik Penyusunan Kontrak. Jakarta:
Sinar Grafika.

Miru, Ahmadi.2011. Hukum Kontrak: Perancangan Kontrak. Jakarta: Raja


Grafindo Persada.

Fuady, Munir. 2007. Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis).
Bandung: Citra Aditya Bakti.

Arif Indra Setyaji, Awal Akta dan Komparisi,


http://notariatundip2011.blogspot.co.id/2012/01/awal-akta-dan-komparasi.html,
diakses pada tanggal 21 Maret 2016 pukul 21.00 WIB.

15

Anda mungkin juga menyukai