Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit sel sabit adalah hemoglobinopati herediter dimana sel-sel darah


merah (SDM) mengandung hemoglobin abnormal. Anemia sel sabit (atau
penyakit Hemoglobin S) adalah salah satu hemoglobinopati yang paling umum
terlihat dan berat. Gambaran menonjol dari hemoglobinopati adalah timbulnya
sabit pada SDM. Semua hemoglobinopati menghasilkan manifestasi yang sama;
namun, anemia sel sabit di mana tegangan oksigen dari darah menurun, Hb
berpolimer, Hb rusak, dan SDM menjadi berbentuk sabit. Saat jaringan menjadi
lebih hipoksik, makin terjadi bentuk sabit dan terjadi sabit. Sel-sel sabit dirusak
oleh limpa dan lebih rapuh daripada SDM normal. Lama hidup SDM juga
menurun dari normalnya 120 hari menjadi 17 hari (Martinelli, 1991).
Perkembangan ini menyebabkan anemia. Sel sabit menghalangi aliran darah yang
menyebabkan hipoksia lanjut, yang sebaliknya menyebabkan pembentukan sabit
lanjut.
Prevalensi gen sel sabit yang tinggi terdapat di bagian tropik yang dapat
mencapai hingga 40% di daerah tertentu. Prevalensi Hb S lebih rendah didapat
juga di daerah Mediteranian, Saudi Arabia dan beberapa bagian di India. Insiden
diantara orang Amerika berkulit hitam adalah sekitar 8% sedangkan status
homozigot yang diturunkan secara resesif berkisar antara 0,3-1,5%.
Penyakit sel sabit/ anemia sel sabit merupakan gangguan genetik resesif
autosomal, yaitu individu memperoleh hemoglobin sabit (hemoglobin S) dari
kedua orangtua. Oleh karena itu, pasien homozigot (Gelehertr, 1999). Individu
heterozigot (gen abnormal diwariskan hanya dari salah satu oarangtua) dikatakan
memiliki sifat sel sabit. Individu-individu ini umumnya asimtomatik dan memiliki
usia harapan hidup yang normal. Sifat sel sabit tidak memperpendek harapan

1
hidup seseorang atau menyebabkan anemia. Ini tidak berubah jadi anemia sel
sabit. Namun, selama pemajanan pada lingkungan dengan oksigen sangat rendah,
seperti pada saat anestasi, di tempat ketinggian, penerbangan tanpa tekanan dan
pada penyakit paru obstruktif kronis (COPD), SDM dari individu dengan sel sabit
dapat membentuk sabit yang menyebabkan hipoksia jaringan sementara SDM
kembali ke bentuk normal setelah individu kembali ke lingkungan dengan oksigen
normal.
Kebanyakan individu dengan penyakit sel sabit menikmati tingkat fungsi
yang sesuai bila mereka tidak mengalami komplikasi. Rata-rata lama hidup untuk
individu dengan anemia sel sabit adalah 42 tahun (Martinelli, 1991). Stroke, gagal
ginjal, dan kerusakan jantung adalah penyebab dari kematian.

1.2 Rumusan Masalah


Penderita selalu mengalami berbagai tingkat anemia, tetapi mereka hanya
memiliki sedikit gejala lainnya. Berbagai hal yang menyebabkan berkurangnya
jumlah oksigen dalam darah, bisa menyebabkan terjadinya krisis sel sabit.

1.3 Tujuan Permasalahan

a. Tujuan umum

Untuk mendapatkan gambaran secara umum tentang asuhan keperawatan pada


pasien anemia sel sabit.

b. Tujuan khusus

1. Mampu memahami teori tentang anemia sel sabit

2. Mampu melakukan pengkajian pada penderita yang menderita anemia sel


sabit.

3. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan untuk pasien yang menderita


anemia sel sabit

2
4. Mampu menyusun rencana keperawatan untuk pasien yang menderita anemia
sel sabit

5. Mampu mengaplikasikan tindakan keperawatan yang telah dipelajari pada


pasien anemia sel sabit

BAB II
PEMBAHASAN

3
A. KONSEP DASAR PENYAKIT

2.1 Pengertian Anemia Sel Sabit

Anemia sel sabit adalah sejenis anemia kongenital dimana sel darah merah
berbentuk menyerupai sabit, karena adanya hemoglobin abnormal S (HbS). (Buku
Ajar Penyakit Dalam:534)
Anemia sel sabit adalah anemia hemolitika berat akibat adanya defek pada
molekul hemoglobin dan disertai dengan serangan nyeri.(Suzanne C. Smeltzer,
2002) Anemia Sel Sabit (Sickle cell anemia).Disebut juga anemia drepanositik,
meniskositosis, penyakit hemoglobin S.
Penyakit Sel Sabit (sickle cell disease) adalah suatu penyakit keturunan
yang ditandai dengan sel darah merah yang berbentuk sabit dan anemia hemolitik
kronik.
Pada penyakit sel sabit, sel darah merah memiliki hemoglobin (protein
pengangkut oksigen) yang bentuknya abnormal, sehingga mengurangi jumlah
oksigen di dalam sel dan menyebabkan bentuk sel menjadi seperti sabit. Sel yang
berbentuk sabit menyumbat dan merusak pembuluh darah terkecil dalam limpa,
ginjal, otak, tulang dan organ lainnya; dan menyebabkan berkurangnya pasokan
oksigen ke organ tersebut. Sel sabit ini rapuh dan akan pecah pada saat melewati
pembuluh darah, menyebabkan anemia berat, penyumbatan aliran darah,
kerusakan organ dan mungkin kematian.

2.2 Anatomi Fisiologi


Sel darah merah atau eritrosit adalah merupakan cairan bikonkaf yang
tidak berinti yang kira-kira berdiameter 8 m, tebal bagian tepi 2 m pada bagian
tengah tebalnya 1 m atau kurang. Karena sel itu lunak dan lentur maka dalam
perjalanannya melalui mikrosirkulasi konfigurasinya berubah. Stroma bagian luar
yang mengandung protein terdiri dari antigen kelompok A dan B serta faktor Rh
yang menentukan golongan darah seseorang. Komponen utama sel darah merah

4
adalah protein hemoglobin (Hb) yang mengangkut O2 dan CO2 dan
mempertahankan pH normal melalui serangkaian dapar intraselluler. Molekul-
molekul Hb terdiri dari 2 pasang rantai polipeptida (globin) dan 4 gugus heme,
masing-masing mengandung sebuah atom besi. Konfigurasi ini memungkinkan
pertukaran gas yang sangat sempurna.

2.3 Penyebab/ etiologi

Penyakit sel sabit adalah hemoglobinopati yang disebabkan oleh kelainan


struktur hemoglobin. Kelainan struktur terjadi pada fraksi globin di dalam
molekul hemoglobin. Globin tersusun dari dua pasang rantai polipeptida.
Misalnya, Hb S berbeda dari Hb A normal karena valin menggantikan asam
glutamat pada salah satu pasang rantainya. Pada Hb C, lisin terdapat pada posisi
itu.
Substitusi asam amino pada penyakit sel sabit mengakibatkan penyusunan
kembali sebagian besar molekul hemoglobin jika terjadi deoksigenasi (penurunan
tekanan O2). Sel-sel darah merah kemudian mengalami elongasi dan menjadi kaku
serta berbentuk sabit.

2.4 Patofisiologi
Defeknya adalah satu substitusi asam amino pada rantai beta hemoglobin
karena hemoglobin A normal mengandung dua rantai α dan dua rantai β, maka
terdapat dua gen untuk sintesa tiap rantai. Trait sel sabit hanya mendapat satu gen
normal, sehingga SDM masih mampu mensintesa kedua rantai β dan βs, jadi
mereka mempunyai hemoglobin A dan S sehingga mereka tidak menderita anemia
dan tampak sehat. Apabila dua orang dengan trait sel sabit sama menikah,
beberapa anaknya akan membawa dua gen abnormal dan hanya mempuntai rantai
βs dan hanya hemoglobin S, maka anak akan menderita anemia sel sabit.
(Smeltzer C Suzanne, 2002)

PATHWAY

Perdarahan masif Kurang bahan Penghancuran Terhentinya pembuatan


baku pembuat sel eritrosit yang sel darah oleh sum-sum
darah berlebihan tulang
5
Anemia

Anoreksia Kadar HB ↓
Resti Gg
nutrisi kurang
dari kebutuhan
Pengangkutan oksigen
Lemas oleh darah ke sel
terhambat

Cepat lelah
Gg perfusi jaringan

Intoleransi
aktifitas

2.5 Gejala

Penderita selalu mengalami berbagai tingkat anemia dan sakit kuning


(jaundice) yang ringan, tetapi mereka hanya memiliki sedikit gejala lainnya.
Berbagai hal yang menyebabkan berkurangnya jumlah oksigen dalam darah,

6
(misalnya olah raga berat, mendaki gunung, terbang di ketinggian tanpa oksigen
yang cukup atau penyakit) bisa menyebabkan terjadinya krisis sel sabit, yang
ditandai dengan:

- Semakin memburuknya anemia secara tiba-tiba nyeri (seringkali dirasakan di


perut atau tulang-tulang panjang)
- Demam, kadang sesak nafas.

Nyeri perut bisa sangat hebat dan penderita bisa mengalami muntah;
gejala ini mirip dengan apendisitis atau suatu kista indung telur.
Pada anak-anak, bentuk yang umum dari krisis sel sabit adalah sindroma
dada, yang ditandai dengan nyeri dada hebat dan kesulitan bernafas.
Penyebab yang pasti dari sindroma dada ini tidak diketahui tetapi diduga
akibat suatu infeksi atau tersumbatnya pembuluh darah karena adanya bekuan
darah atau embolus (pecahan dari bekuan darah yang menyumbat pembuluh
darah).Sebagian besar penderita mengalami pembesaran limpa selama masa
kanak-kanak. Pada umur 9 tahun, limpa terluka berat sehingga mengecil dan
tidak berfungsi lagi. Limpa berfungsi membantu melawan infeksi, karena itu
penderita cenderung mengalami pneumonia pneumokokus atau infeksi
lainnya. Infeksi virus bisa menyebabkan berkurangnya pembentukan sel
darah, sehingga anemia menjadi lebih berat lagi. Lama-lama hati menjadi
lebih besar dan seringkali terbentuk batu empedu dari pecahan sel darah
merah yang hancur.
Jantung biasanya membesar dan sering ditemukan bunyi murmur.
Anak-anak yang menderita penyakit ini seringkali memiliki tubuh yang relatif
pendek, tetapi lengan, tungkai, jari tangan dan jari kakinya panjang.
Perubahan pada tulang dan sumsum tulang bisa menyebabkan nyeri tulang,
terutama pada tangan dan kaki. Bisa terjadi episode nyeri tulang dan demam,
dan sendi panggul mengalami kerusakan hebat sehingga pada akhirnya harus
diganti dengan sendi buatan.
Sirkulasi ke kulit yang jelek dapat menyebabkan luka terbuka di tungkai,
terutama pada pergelangan kaki. Kerusakan pada sistem saraf bisa

7
menyebabkan stroke. Pada penderita lanjut usia, paru-paru dan ginjal
mengalami penurunan fungsi. Pria dewasa bisa menderita priapisme (nyeri
ketika mengalami ereksi).

2.6 Manifestasi Klinik

No. Sistem Komplikasi Tanda dan Gejala


1. Jantung Gagal jantung kongestif Kardiomegali, takikardi, napas
pendek, dispnea sewaktu kerja
fisik, gelisah
2. Pernapasan Infark paru, pneumonia Nyeri dada, batuk, sesak napas,
demam, gelisah
3. Saraf Pusat Trombosis serebral Afasia, pusing, kejang, sakit
kepala, disfungsi usus dan
kandung kemih
4. Genitourinaria Disfungsi ginjal Nyeri pinggang, hematuria
5. Gastrointestinal Kolesistitis, fibrosis hati,Nyeri perut, hepatomegali,
abses hati demam
6. Okular Ablasio retina, penyakitNyeri, perubahan penglihatan,
pembuluh darah perifer,buta
perdarahan
7. Skeletal Nekrosis aseptik kaputNyeri, mobilitas berkurang, nyeri
femoris dan kaput humeri dan bengkak pada lengan dan
kaki
8. Kulit Ulkus tungkai kronis Nyeri, ulkus terbuka dan
mengering

2.7 Prognosis/ penatalaksanaan


Sekitar 60% pasien anemia sel sabit mendapat serangan nyeri yang berat
hampir terus-menerus dan terjadinya anemia sel sabit selain dapat disebabkan
karena infeksi dapat juga disebabkan oleh beberapa faktor misalnya perubahan
suhu yang ekstrim, stress fisis atau emosional lebih sering serangan ini terjadi
secara mendadak. Orang dewasa dengan anemia sel sabit sebaiknya diimunisasi
terhadap pneumonia yang disebabkan pneumokokus. Tiap infeksi harus diobati
dengan antibiotik yang sesuai. Transfusi SDM hanya diberikan bila terjadi anemia
berat atau krisis aplastik. Pada kehamilan usuhakan agar Hb 10-12 g/dl pada

8
trimester ketiga. Kadar Hb perlu dinaikkan hingga 12-14 g/dl sebelum operasi.
Penyuluhan sebelum memilih pasangan hidup adalah untuk mencegah keturunan
yang homozigot dan mengurangi kemungkinan heterozigot.(Noer Sjaifullah,
1999)

2.8 Pengobatan
Sampai saat ini belum diketahui ada pengobatan yang dapat memperbaiki
pembentukan sabit, karena itu pengobatan secara primer ditujukan untuk
pencegahan dan penunjang. Karena infeksi tampaknya mencetuskan krisis sel
sabit, pengobatan ditekankan pada pencegahan infeksi, deteksi dini dan
pengobatan segera setiap ada infeksi pengobatan akan mencakup pemberian
antibiotik dan hidrasi dengan cepat dan dengan dosis yang besar. Pemberian
oksigen hanya dilakukan bila penderita mengalami hipoksia. Nyeri hebat yang
terjadi secara sendiri maupun sekunder terhadap adanya infeksi dapat mengenai
setiap bagian tubuh. Transfusi hanya diperlukan selama terjadi krisis aplastik atau
hemolitis. Transfusi juga diperlukan selama kehamilan. Penderita seringkali cacat
karena adanya nyeri berulang yang kronik karena adanya kejadian-kejadian oklusi
pada pembuluh darah.

B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Data-data yang perlu dikaji dalam memberikan asuhan keperawatan pada


pasien yang menderita anemia sel sabit yaitu :

a. Pengumpulan data

9
1) Identifikasi Pasien : nama pasien, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
2) Identitas penanggung

3) Keluhan utama dan riwayat kesehatan masa lalu

Keluhan utama: pada keluhan utama akan nampak semua apa yang dirasakan
pasien pada saat itu seperti kelemahan, nafsu makan menurun dan pucat.
Riwayat kesehatan masa lalu: riwayat kesehatan masa lalu akan
memberikan informasi kesehatan atau penyakit masa lalu yang pernah
diderita.

4) Riwayat kesehatan keluarga : Penyakit anemia sel sabit dapat disebabkan


oleh kelainan/kegagalan genetik yang berasal dari orang tua yang sama-
sama trait sel sabit
5) Riwayat kesehatan sekarang

- Klien terlihat keletihan dan lemah


- Muka klien pucat dan klien mengalami palpitasi
- Mengeluh nyeri mulut dan lidah

6) Pemeriksaan fisik

 Aktivitas/ istirahat

Gejala: Keletihan/ kelemahan terus-menerus sepanjang hari, kehilangan


produktivitas, kebutuhan tidur lebih besar dan istirahat
Tanda: Tidak bergairah, gangguan gaya berjalan (nyeri)

 Sirkulasi

Gejala: Palpitasi atau nyeri dada anginal


Tanda: Takikardi, disritmia (hipoksia), tekanan darah menurun, nadi lemah,
pernapasan lambat, warna kulit pucat atau sianosis, konjungtiva pucat.

10
 Eliminasi

Gejala: Sering berkemih, nokturia ( berkemih malam hari)


Tanda: Nyeri tekan pada abdomen, hepatomegali, asites, urine encer, kuning
pucat, hematuria, berat jenis urine menurun

 Integritas ego

Gejala: Mudah marah, kuatir, takut


Tanda: Ansietas, gelisah

 Makanan/ cairan

Gejala: Haus, anoreksia, mual/ muntah


Tanda: Penurunan berat badan, turgor kulit buruk dengan bekas cubitan, tampak
kulit dan membran mukosa kering.

 Hygiene

Gejala: Keletihan/ kelemahan, kesulitan mempertahankan nyeri


Tanda: Ceroboh, penampilan tidak rapi

 Neurosensori

Gejala: Sakit kepala/ pusing, gangguan penglihatan, kesemutan pada ekstremitas


Tanda: Kelemahan otot, penurunan kekuatan otot, ataksia, kejang

 Nyeri/ kenyamanan

Gejala: Nyeri punggung, sakit kepala


Tanda: Penurunana rentang gerak, gelisah

 Pernapasan

Gejala: Dispnea saat bekerja/ istirahat


Tanda: Distres pernapasan akut, bunyi bronkial, bunyi napas menurun, mengi

 Keamanan

Gejala: Riwayat transfusi


Tanda: Demam ringan, gangguan penglihatan, gangguan ketajaman penglihatan

11
 Seksualitas

Gejala: Kehilangan libido, amenorea, priapisme


Tanda: Maturitas seksual terlambat, serviks dan dinding vagina (anemia)

7) Pemeriksaan Penunjang

a. Jumlah Darah Lengkap ( JDL): Leukosit dan trombosit menurun


b. Retikulosit: jumlah dapat bervariasi dari 30% – 50%
c. Pewarnaan SDM: menunjukkan sebagian sabit atau lengkap
d. LED: meningkat
e. Eritrosit: menurun
f. GDA: dapat menunjukkan penurunan PO2
g. Billirubin serum: meningkat
h. LDH: meningkat
i. TIBC: normal sampai menurun
j. IVP: mungkin dilakukan untuk mengevaluasi kerusakan ginjal
k. Radiografik tulang: mungkin menunjukkan perubahan tulang
l. Rontgen: mungkin menunjukkan penipisan tulang, osteoporosis

2. Diagnosa

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon


manusia yang berupa status kesehatan atau risiko perubahan pola dari individu
dimana perawat secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan
membatasi dan mencegah morbiditas dan mortilitas (Carpenito, 2000)
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada klien dengan
anemia, menurut Marilynn E. Dongoes dalam Rencana Asuhan Keperawatan
(1999) antara lain :
a. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrien ke sel.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen dan kebutuhan.

12
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna, ketidakmampuan mencerna makanan/ absorpsi
nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal.
d. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
perubahan sirkulasi dan neurologis, gangguan mobilitas, defisit nutrisi.
e. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan denagn penurunan hemoglobin,
prosedur invasif, penyakit kronis

3. INTERVENSI

NO Tujuan Kriteria Hasil Tindakan Rasional


DX Keperawatan
1 Setelah 1). Tanda vital MANDIRI 1). Memberikan

stabil 1). Ukur tanda vital, kaji informasi


diberikan
pengisian kapiler, warna tentang derajat/
tindakan kep 2). Membran
kulit/membran keadekuatan perfusi
selama ....x24 mukosa
mukosa, dasar kuku. jaringan dan membantu
jam diharapkan warna merah
menentukan kebutuhan
suplai oksigen muda intervensi.
2). Tinggikan kepala
3). Pengisian
keseluruh tempat tidur sesuai
kapiler baik toleransi. 2). Meningkatkan ekspansi
tubuh lancar
paru dan memaksimalkan

3). Awasi upaya oksigenasi untuk

pernapasan, auskultasi kebutuhan seluler.

bunyi napas, perhatikan


bunyi 3). Dispnea, gemericik
adventisius. menunjukkan gagal
jauntung kanan kerena

4). Selidiki keluhan regangan jantung lama /

nyeri dada, palpitasi peningkatan kompensasi

13
curah hujan.

5). Catat keluhan rasa


dingin, pertahankan suhu 4). Iskemia seluler
lingkungan dan tubuh mempengaruhi jaringan
hangat sesuai indikasi. miokardial/potensial risiko
infark.
5). Vasokontriksi (ke organ
vital) menurunkan sirkulasi
perifer.

2. Setelah 1). Kaji 1).Mempengaruhi


1). Tanda-
diberikan kemampuan klien pilihan intervensi atau
tanda vital
tindakan kep untuk melakukan bantuan
dalam batas
selama ....x24 tugas normal, catat
jam diharapkan normal laporan kelelahan,
klien dapat 2). Tak ada keletihan dan
beraktivitas keluhan dalam kesulitan
normal beraktivitas menyelesaikan 2). 2). Manifestasi
tugas. kordipulmonal dari
upaya jantung dan
2). Awasi tekanan paru-paru untuk
darah, nadi, membawa jumlah
pernapasan selama oksigen adekuat
dan sesudah
aktivitas, catat
respon terhadap
aktivitas (misal:
peningkatan denyut
jantung, tekanan
darah, disritmia,

14
pusing dan 3). Meningkatkan
sebagainya). istirahat
untuk
3). Berikan menurunkan
lingkungan tenang. kebutuhan oksigen
Pertahankan tirah tubuh.
baring. Pantau dan
batasi pengunjung. 4). Hipotensi postural
atau hipoksia serebral
4). Ubah posisi dapat menyebabkan
klien dengan pusing, berdenyut dan
perlahan dan peningkatan risiko
pantau terhadap cedera.
pusing.
3. Setelah 1). Berat 1) Kaji riwayat 1). Mengidentifikasi
diberikan badan stabil nutrisi, termasuk definisi, menduga
tindakan kep 2). Membran makanan yang kemungkinan
selama ....x24 mukosa disukai. intervensi.
jam diharapkan lembab
klien dapat 3). 2) Observasi dan 2). Mengawasi
nutrisi klien Peningkatan catat masukan masukan kalori atau
toleransi
terpenuhi makanan klien. kualitas
aktivitas
kekurangan konsumsi
makanan.

3). Timbang berat 3). Mengawasi


badan setiap hari. penurunan berat badan
atau efektifitas
intervensi nutrisi
4). Masukan sedikit
4) Berikan dapat menurunkan

15
makanan sedikit kelemahan dan
dan frekuensi meningkatkan
sering. pemasukan juga
mencegah distensi
gaster.

4. Setelah 1). Membran 1). Kaji integritas 1). Kondisi kulit


diberikan mukosa kulit, catat dipengaruhi oleh
tindakan kep lembab perubahan turgor, sirkulasi, nutrisi dan
selama ....x24 2). Elastisitas gangguan warna, mobilisasi. Jaringan
jam diharapkan kulit kembali hangat lokal, dapat menjadi rapuh
tidak terjadi dalam satu eritema, ekskoriasi. dan cenderung untuk
detik.
kerusakan infeksi dan rusak.
3). Pengisian
integritas kulit
kapiler baik.
2). Ubah posisi
secara periodik dan
pijat permukaan
tulang bila klien 2). Meningkatkan
tidak bergerak atau sirkulasi ke semua area
di tempat tidur. kulit,
membatasi
3). Ajarkan agar iskemia
permukaan kulit jaringan/mempengaruhi
tetap bersih dan hipoksia selular.
kering

3). Area lembab


terkontaminasi
memberikan media
yang sangat baik untuk

16
pertumbuhan
organisme patogenik
5. Setelah 1). Luka bebas 1). Tingkatkan cuci 1). Mencegah
tangan yang baik
diberikan drainase, kontaminasi silang.
oleh pemberi
tindakan kep purulen atau perawatan dan
Klien
selama ....x24 eritema dan
2). Pertahankan
jam diharapkan demam 2). Menurunkan risiko
teknik aseptik ketat infeksi bakteri.
tidak terjadi 2). Tanda-tanda
pada
infeksi vital normal
prosedur/perawatan
3). Hemoglobin
luka.
normal (14 – 16
3). Dorong
g%) 3). Meningkatkan
perubahan posisi
atau ambulasi yang ventilasi semua segmen
sering, latihan
batuk paru dan membatu
dan napas dalam.
memobilisasi sekresi
untuk mencegah
pneumonia.

4. IMPLEMENTASI

Tindakan keperawatan disesuaikan dengan intervensi yang dilakukan.

5. EVALUASI

17
Evaluasi adalah tindakan intelektual uintuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawaatan, rencana tindakan dan pelaksanaan
sudah berhasil dicapai (Ignatanicius & Bayne, 1994).
Evaluasi harus dilakukan untuk mengetahui keefektifan dari rencana dan tindakan
keperawatan. Setiap diagnosa mempunyai kriteria yang harus dipenuhi :
a. Diagnosa perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrien ke sel. Rencana
tindakan dikatakan berhasil bila mencapai kriteria hasil yang telah ditetapkan yaitu tanda
vital stabil, membran mukosa warna merah muda, pengisian kapiler baik.
b. Diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak-seimbangan antara suplai
oksigen dan kebutuhan. Rencana tindakan dikatakan berhasil bila mencapai kriteria hasil
yang telah ditetapkan yaitu tanda- tanda vital dalam batas normal, tak ada keluhan dalam
beraktivitas dan peningkatan aktivitas secara bertahap.
c. Diagnosa perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna, ketidakmampuan mencerna makanan/ absorpsi nutrien yang
diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal. Rencana tindakan dikatakan
berhasil bila mencapai kriteria hasil yang telah ditetapkan yaitu berat badan stabil,
membran mukosa lembab dan peningkatan toleransi aktivitas.
d. Diagnosa risiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan
sirkulasi dan neurologis, gangguan mobilitas defisit nutrisi. Rencana tindakan dikatakan
berhasil bila mencapai kriteria hasil yang telah ditetapkan yaitu membran mukosa
lembab, elastisitas kulit kembali dalam satu detik dan pengisian kapiler baik.
e. Diagnosa risiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan hemoglobin, prosedur
invasif, penyakit kronis. Rencana tindakan dikatakan berhasil bila mencapai kriteria hasil
yang telah ditetapkan yaitu hemoglobin normal (14 – 16 g%), luka bebas drainase,
purulen atau eritema dan demam serta tanda-tanda vital normal.

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Anemia sel sabit adalah sejenis anemia kongenital dimana sel darah merah
berbentuk menyerupai sabit, karena adanya hemoglobin abnormal.Penyakit Sel
Sabit (sickle cell disease) adalah suatu penyakit keturunan yang ditandai dengan
sel darah merah yang berbentuk sabit dan anemia hemolitik kronik.
Pada penyakit sel sabit, sel darah merah memiliki hemoglobin (protein

19
pengangkut oksigen) yang bentuknya abnormal, sehingga mengurangi jumlah
oksigen di dalam sel dan menyebabkan bentuk sel menjadi seperti sabit.
Sel yang berbentuk sabit menyumbat dan merusak pembuluh darah terkecil dalam
limpa, ginjal, otak, tulang dan organ lainnya; dan menyebabkan berkurangnya
pasokan oksigen ke organ tersebut.

3.2 Saran
Karena penyakit dapat menimbulkan krisis yang berbahaya, mereka yang
mengidap anemia sel sabit perlu bekerja keras untuk mempertahankan kesehatan
yang baik. Mereka dapat melakukan hal ini dengan menjaga kebersiahn pribadi,
dengan menghindari aktivitas yang berat yang berkepanjangan, dan dengan
mengkonsumsi makanan yang seimbang dan baik.Para penderita anemia sel sabit
hendaknya juga melakukan pemeriksaan medis yang teratur. Jika penderita
anemia sel sabit sering melakukan pemeriksaan medis dengan teratur, maka ini
memungkinkan banyak penderita anemia sel sabit untuk hidup secara
normal.Dengan mengetahui konsep dasar dan asuhan keperawatan pada pasien
anemia sel sabit, diharapkan dalam memberikan pelayanan kesehatan harus secara
profesional dan komprehensif sehingga meminimalkan kemungkinan terjadi
komplikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal-Bedah Buku Saku. EGC: Jakarta

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk

Perencanaan Dan Pendokumentasiaan Perawatan Pasien. EGC: Jakarta

Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 2. EGC:
Jakarta

Price, Sylvia A. 2006. Patofisisologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1.


EGC: Jakarta

20
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Volume 2. EGC:
Jakarta

http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/27/askep.anemia-sel-sabit/
http://www.womenshealth.gov/faq/anemia-sel-sabit.cfm
http://www.indokado.com/

21

Anda mungkin juga menyukai