“PNEUMONIA”
Disusun Oleh:
ERISKA PRATIWI
20118012
Rawat Inap B
RS WAVA HUSADA
KEPANJEN
MALANG
2018
1. Definisi Pnemounia
Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang. Kantung-
kantung kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang. Kekurangan oksigen
membuat sel-sel tubuh tidak bisa bekerja.Selain penyebaran infeksi ke seluruh tubuh,
penderita pneumonia bisa meninggal (Misnadiarly, 2008).
Pneumonia adalah keradangan parenkim paru dimana asinus terisi dengan cairan
radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam interstitium,
menyebabkan sekumpulan gejala dan tanda khas biasanya dengan gambaran infiltrat
sampai konsolidasi pada foto rontgen dada. Gejala/tanda tersebut antara lain, demam,
sesak napas, batuk dengan dahak purulen kadang disertai darah dan nyeri dada
(Syahrir, 2008).
Jadi pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan peradangan pada parenkim
paru. Terjadi penurunan kemampuan penyerapan oksigen dimana asinus terisi
dengan cairan radang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bisa bekerja.
Hal ini menyebabkan sekumpulan gejala dan tanda khas biasanya dengan gambaran
infiltrat sampai konsolidasi pada foto rontgen dada, demam, sesak napas, batuk
dengan dahak purulen kadang disertai darah dan nyeri dada. Selain penyebaran
infeksi ke seluruh tubuh, penderita pneumonia bisa meninggal.
2. Klasifikasi Pneumonia
Klasifikasi pneumonia menurut Jeremy, dkk, (2007, Hal 76-78) :
1.Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
a. Pneumonia komunitas sporadis atau endemic, muda dan orang tua
b. Pneumonia nosokomial didahului oleh perawatan di RS
c. Pneumonia rekurens mempunyai dasar penyakit paru kronik
d. Pneumonia aspirasi alkoholik, usia tua
e. Pneumonia pd gangguan imun pada pasien transplantasi, onkologi,
AIDS
2.Berdasarkan bakteri penyebab:
a. Pneumonia Bakteri/Tipikal.
Dapat terjadi pada semua usia. Pneumonia bakterial sering diistilahkan
dengan pneumonia akibat kuman. Pneumonia jenis itu bisa menyerang
siapa saja, dari bayi hingga mereka yang telah lanjut usia. Para peminum
alkohol, pasien yang terkebelakang mental, pasien pascaoperasi, orang
yang menderita penyakit pernapasan lain atau infeksi virus adalah yang
mempunyai sistem kekebalan tubuh rendah dan menjadi sangat rentan
terhadap penyakit itu.
Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia
lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang
biak dan merusak paru-paru. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari
lobus paru-paru, atau pun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima
lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi
terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke
seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri Pneumokokus adalah
kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia bakteri tersebut.
Gejalanya Biasanya pneumonia bakteri itu didahului dengan infeksi saluran
napas yang ringan satu minggu sebelumnya.
3. Etiologi
a. Bakteri
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai
usia lanjut. Agen penyebab pneumonia di bagi menjadi organisme gram-positif
atau gramnegatif seperti : Steptococcus pneumoniae (pneumokokus),
Streptococcus piogenes, Staphylococcus aureus, Klebsiela pneumoniae,
Legionella dan lain-lain. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling
umum adalah Streptococcus pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia
sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi,
bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Balita yang
terinfeksi pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah
dan denyut jantungnya meningkat cepat (Misnadiarly, 2008).
b. Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus.
Influenzae virus, Parainfluenzae virus, Respiratory, Syncytial adenovirus,
chicken-pox (cacar air), Rhinovirus, Sitomegalovirus, Virus herpes simpleks,
Virus insial pernapasan, hanta virus dan lain-lain. Virus yang tersering
menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV).Meskipun
virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas, pada
balita gangguan ini bisa memicu pneumonia.Tetapi pada umumnya sebagian
besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat.Namun
bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan
kadang menyebabkan kematian (Misnadiarly, 2008).
c. Mikoplasma
Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit
pada manusia.Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun
bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya.Pneumonia yang dihasilkan
biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala
jenis usia, tetapi paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka
kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati (Misnadiarly,
2008).
d. Protozoa
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia
pneumosistis.Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia
(PCP).Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang
prematur.Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu sampai
beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari.Diagnosis pasti
ditegakkan jika ditemukan P. Carinii pada jaringan paru atau spesimen yang
berasal dari paru (Djojodibroto, 2009).
e. Fungi
Pneumonia fungi yang terjadi sering diakibatkan oleh adanya jamur Aspergilus,
Fikomisetes, Blastomises dermatitidis, histoplasma kapsulatum dan lain-lain.
f. Bahan Lain Non Infeksi
Selain disebabkan oleh infeksi, pneumonia juga dapat diakibatkan oleh adanya
agen non infeksi seperti aspirasi lipid, zat-zat kimia, polutan, allergen dan
radiasi.Selain itu juga dapat diakibatkan oleh konsumsi obat seperti
nitofurantoin, busulfan dan metotreksat.
4. Faktor Risiko
Faktor risiko pada pneumonia sangat banyak dibagi menjadi 2 bagian: (PDPI,
2003):
1. Faktor yang berhubungan dengan daya tahan tubuh
Penyakit kronik (misalnya penyakit jantung, PPOK, diabetes, alkoholisme,
azotemia), perawatan di rumah sakit yang lama, koma, pemakaian obat tidur,
perokok, intubasi endotrakeal, malnutrisi, umur lanjut, pengobatan steroid,
pengobatan antibiotik, waktu operasi yang lama, sepsis, syok hemoragik,
infeksi berat di luar paru dan cidera paru akut (acute lung injury) serta
bronkiektasis
2. Faktor eksogen adalah :
a. Pembedahan :
Besar risiko kejadian pneumonia nosokomial tergantung pada jenis
pembedahan, yaitu torakotomi (40%), operasi abdomen atas (17%) dan
operasi abdomen bawah (5%).
b. Penggunaan antibiotik :
Antibiotik dapat memfasilitasi kejadian kolonisasi, terutama antibiotik yang
aktif terhadap Streptococcus di orofaring dan bakteri anaerob di saluran
pencernaan.Sebagai contoh, pemberian antibiotik golongan penisilin
mempengaruhi flora normal di orofaring dan saluran
pencernaan.Sebagaimana diketahui Streptococcus merupakan flora normal
di orofaring melepaskan bacterocins yang menghambat pertumbuhan
bakteri gram negatif. Pemberian penisilin dosis tinggi akan menurunkan
sejumlah bakteri gram positif dan meningkatkan kolonisasi bakteri gram
negatif di orofaring.
c. Peralatan terapi pernapasan
Kontaminasi pada peralatan ini, terutama oleh bakteri Pseudomonas
aeruginosa dan bakteri gram negatif lainnya sering terjadi.
d. Pemasangan pipa/selang nasogastrik, pemberian antasid dan alimentasi
enteral
Pada individu sehat, jarang dijumpai bakteri gram negatif di lambung
karena asam lambung dengan pH < 3 mampu dengan cepat membunuh
bakteri yang tertelan. Pemberian antasid / penyekat H yang
2
5. Patofisiologi (Terlampir)
6. Manifestasi Klinis
Temuan Subjektif Temuan Objektif
a. Dispnea a. Demam
b. Takipnea (laju pernafasan >60 b. Membebat hemotoraks yang sakit
kali/menit). c. Hipoksemia
c. Nyeri dada pleuritik d. Bunyi pekak saat perkusi
d. Demam tinggi (suhu 39-40’C) e. Krakles
e. Menggigil f. Tidak ada bunyi napas pada bidang
f. Hemoptisis paru yang dakit
g. Batuk produktif dengan sputum g. Rongent dada mungkin
berbusa atau purulen menunjukkan infiltrat, konsolidasi,
atau opasifikasi
(Asih, Niluh., 2003)
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan ciri-ciri sebagai berikut :
Inspeksi
Retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping
hidung.
Distres pernapasan : retraksi dinding dada,penggunaan otot tambahan
yang terlihat; orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Hal
ini disebabkan oleh tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama
inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi
bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan
ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal.
Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat apabila
tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat
pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih
lemah dibandingkan anak yang lebih tua.
Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan
pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang
paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant,
kontraksi otot ini terjadi akibat “head bobbing”, yang dapat diamati dengan
jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus dengan
area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain
pada “head bobbing”, adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai.
Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan
adanya distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek
secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan
hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi
jalan napas atas dan keseluruhan.Selain itu dapat juga menstabilkan jalan
napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi.
Palpasi
Taktil fremitus masih ada
Perkusi
Tidak ditemukan kelainan.
Auskultasi
Ditemukan crackles sedang nyaring. Crackles adalah bunyi non musikal, tidak
kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-
2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah, keras atau lemah, jarang atau
banyak, halus atau kasar. Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara
yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.
b. Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkandiagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai
konsolidasi dengan " air broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial
serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan
penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi,
misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh
Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan
infiltrat bilateralatau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela
pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas
kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.
Pemeriksaan radiologi dapat memberikan gambaran yang bervariasi, di
antaranya :
Bercak konsolidasi merata pada bronkopneumonia
Bercak konsolidasi satu lobus pada pneumonia lobaris
Gambaran bronkopneumonia difua atau infiltrate interstitial pada pneumonia
staphylococcus
Bercak infiltrate alveolar menunjukkan pneumonia yang disebabkan oleh
\bakteri, virus maupun mycoplasma
Bercak infiltrate sirkular menunjukkan gambaran pneumonia pneumococcal
pada tahap awal
Bercak infiltrasi difus menunjukkan adanya infeksi M. pneumonia
Bercak konsolidasi lobus, plate like atelectasis,m nodular infiltration dan
hilar adenopathy juga menunjukkan adanya infeksi M. pneumonia
Bercak reticulonodular infiltrate yang mengarah ke infiltrate alveolar
menunjukkan pneumonia P. carinii
Hilar adenopathy menunjukkan adanya kecenderungan tuberculosis.
(Jadavji, dkk.1997)
c. Pemeriksaan labolatorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,
biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada
hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan
LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak,
kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita
yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan
hikarbia,pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
a. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi
semua organisme yang ada.
b. Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis
organisme khusus.
c. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas
berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
d. Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis
e. Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi
f. Bronkoskopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing.
d. Penegakkan diagnosis
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut (Bradley et.al.,
2011):
Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding
dada
Hipertermi
Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)
Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan).
8. Penatalaksanaan Pneumonia
Menurut International Child Health (Review Collaboration) (2012), tatalaksana
pneumonia pada anak yaitu :
Terapi Antibiotik
Beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam), yang
harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberi
respons yang baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi
dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral (15 mg/
kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5 hari berikutnya.
Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat keadaan yang
berat (tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan
semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, distres pernapasan
berat) maka ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8
jam).
Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan oksigen dan
pengobatan kombinasi ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.
Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV sekali
sehari).
Bila anak tidak membaik dalam 48 jam, maka bila memungkinkan buat foto
dada.
Apabila diduga pneumonia stafilokokal (dijelaskan di bawah untuk
pneumonia stafilokokal), ganti antibiotik dengan gentamisin (7.5 mg/kgBB IM
sekali sehari) dan kloksasilin (50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam) atau
klindamisin (15 mg/kgBB/hari –3 kali pemberian). Bila keadaan anak
membaik, lanjutkan kloksasilin (atau dikloksasilin) secara oral 4 kali sehari
sampai secara keseluruhan mencapai 3 minggu, atau klindamisin secara
oral selama 2 minggu.
Terapi Oksigen
Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat
Bila tersedia pulse oximetry, gunakan sebagai panduan untuk terapi
oksigen (berikan pada anak dengan saturasi oksigen < 90%, bila tersedia
oksigen yang cukup). Lakukan periode uji coba tanpa oksigen setiap
harinya pada anak yang stabil. Hentikan pemberian oksigen bila saturasi
tetap stabil > 90%. Pemberian oksigen setelah saat ini tidak berguna
Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter nasofaringeal.
Penggunaan nasal prongs adalah metode terbaik untuk menghantarkan
oksigen pada bayi muda. Masker wajah atau masker kepala tidak
direkomendasikan. Oksigen harus tersedia secara terus-menerus setiap
waktu.
Lanjutkan pemberian oksigen sampai tanda hipoksia (seperti tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam yang berat atau napas > 70/menit)
tidak ditemukan lagi.
Perawatan Penunjang
Bila anak disertai demam (> 39º C) yang tampaknya menyebabkan
distres, beri parasetamol.
Bila ditemukan adanya wheeze, beri bronkhodilator kerja cepat
Bila terdapat sekret kental di tenggorokan yang tidak dapat dikeluarkan
oleh anak, hilangkan dengan alat pengisap secara perlahan.
Pastikan anak memperoleh kebutuhan cairan rumatan sesuai umur anak
tetapi hati-hati terhadap kelebihan cairan/overhidrasi.
Kebutuhan total cairan per hari seorang anak dihitung dengan formula
berikut:
100 ml/kgBB untuk 10 kg pertama, lalu 50 ml/kgBB untuk 10 kg
berikutnya, selanjutnya 25 ml/kgBB untuk setiap tambahan kg BB-nya.
Sebagai contoh, seorang bayi dengan berat 8 kg mendapatkan 8 x 100 ml
= 800 ml setiap harinya, dan bayi dengan berat 15 kg (10 x 100) + (5 x
50) = 1250 ml per hari.
Berikan anak sakit cairan dalam jumlah yang lebih banyak daripada jumlah
di atas jika terdapat demam (tambahkan cairan sebanyak 10% setiap 1°C
demam)
Anjurkan pemberian ASI dan cairan oral.
Jika anak tidak bisa minum, pasang pipa nasogastrik dan berikan cairan
rumatan dalam jumlah sedikit tetapi sering. Jika asupan cairan oral
mencukupi, jangan menggunakan pipa nasogastrik untuk meningkatkan
asupan, karena akan meningkatkan risiko pneumonia aspirasi. Jika
oksigen diberikan bersamaan dengan cairan nasogastrik, pasang
keduanya pada lubang hidung yang sama.
Bujuk anak untuk makan, segera setelah anak bisa menelan makanan.
Beri makanan sesuai dengan kebutuhannya dan sesuai kemampuan anak
dalam menerimanya.
Pemantauan
Anak harus diperiksa oleh perawat paling sedikit setiap 3 jam dan oleh dokter
minimal 1 kali per hari. Jika tidak ada komplikasi, dalam 2 hari akan tampak
perbaikan klinis (bernapas tidak cepat, tidak adanya tarikan dinding dada, bebas
demam dan anak dapat makan dan minum).
9. Komplikasi
Dalam Buku Saku Dasar Patologis Penyakit (Corwin, 2009), komplikasi
pneumonia terdiri atas:
Pembentukan abses (pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang)
Empiema (penyebaran infeksi ke dalam rongga pleura dan berisi nanah)
Pneumotoraks
Gagal napas
Pengorganisasian eksudat menjadi jaringan parut fibrotic
Efusi pleura (terjadi pengumpulan cairan di rongga pleura)
Hipoksemia
Pneumonia kronik
Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna/bagian paru-paru yang
diserang tidak mengandung udara dan kolaps)
Komplikasi sistemik (meningitis)
Endokarditis (peradangan pada setiap katup endocardial)
Osteomielitis
Delirium terjadi karena hipoksia
Asidosis metabolic
Dehidrasi
Bakterimia :merupakan komplikasi dari pneumonia pneumokokus yang paling
serius. Kejadian ini meningkatkan kemungkinan kematian secara bermakna.
Supurasi yang terkait dengan nekrosis likuefaktif alveolus menyebabkan
daerah paru yang rusak digantikan oleh nanah.
Pneumonia bakteri nekrotikan: kelainan ini merupakan komplikasi yang jarang
terjadi, dicirikan oleh nekrosis paru sangat berat yang berkaitan dengan
penyakit progresif cepat dan angka kematian yang tinggi.
Mengingat Pneumonia adalah penyakit beresiko tinggi yang tanda awalnya sangat
mirip dengan flu, sebaiknya para orang tua tetap waspada dengan memperhatikan
cara berikut ini (Misnadiarly, 2008) :
a. Menghindarkan bayi atau anak dari paparan asap rokok, pousi udara, dan
tempat keramaian yang berpotensi penularan.
b. Menghindarkan bayi atau anak dari kontak dengan penderita ISPA
c. Membiasakan membarikan ASI
d. Segera berobat jika mendapati anak mengalami panas, batuk, pilek. Terlebih
jika disertai suara serak, sesak nafas, dan adanya tarikan pada otot diantara
rusuk (retraksi).
e. Periksakan kembali jika dalam dua hari belum menampakkan perbaikan. dan
segera ke rumah sakit jika kondisi anak memburuk.
f. Imunisasi, untuk meningkatkan kekebalan tubuh terhadap penyakit infeksi
seperti imunisasi DPT.
11. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamnesa:
b. Pemeriksaan fisik
Breathing
Frekuensi napas cepat dan dangkal, gerakan dinding toraks dapat berkurang pada
daerah yang terkena, perkusi normal atau redup, retraksi sternum dan intercostal
space. Pada pemeriksaan auskultasi paru dapat terdengar suara nafas utama
melemah atau mengeras, suara nafas tambahan berupa ronkhi basah halus di
lapangan paru yang terkena, kadang disertai dengan sputum.
Blood
Denyut nadi perifer melemah, tekanan darah biasanya normal, batas jantung tidak
mengalami pergeseran, akral dingin, sianosis, kulit pucat, icterus, CRT memanjang (>3
det).
Brain
Klien dengan pneumonia berat biasanya mengalami penurunan kesadaran, didapatkan
sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Perlu dikaji tingkat kesadaran,
besar dan reflek pupil terhadap cahaya
Bladder
Pengukuran volume output dan intake cairan, oleh karena itu perawat perlu memonitor
adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok. Dikaji pula
kelainan pada genetalia dan pola eliminasi urine.
Bowel
Dikaji apakah ada distensi pada abdomen, bising usus, bagaimana pola eliminasi alvi,
adakah kelainan pada anus.
Bone
Didapatkan kelemahan dan kelelahan secara fisik, dikaji pula adakah kelainan pada
tulang yang kemungkinan karena trauma persalinan atau kongenital, bagaimana ATR
(activity tonus respon).
2. Asuhan Keperawatan
- ketidakmampuan/penurunan sponge
berkeringat intravena
-
5 Ketidakseimbangan nutrisi NOC : NIC :
kurang dari kebutuhan tubuh Nutritional Status : food and Nutrition
Fluid Intake Management
Definisi : Intake nutrisi tidak Kriteria Hasil : - Kaji adanya alergi
cukup untuk keperluan - Adanya peningkatan berat makanan
metabolisme tubuh. badan sesuai dengan - Kolaborasi dengan
tujuan ahli gizi untuk
Batasan karakteristik : - Berat badan ideal sesuai menentukan jumlah
- Berat badan 20 % atau lebih dengan tinggi badan kalori dan nutrisi
di bawah ideal - Mampu mengidentifikasi yang dibutuhkan
- Dilaporkan adanya intake kebutuhan nutrisi pasien.
makanan yang kurang dari - Tidak ada tanda tanda - Anjurkan pasien
RDA (Recomended Daily malnutrisi untuk
Allowance) - Tidak terjadi penurunan meningkatkan
- Membran mukosa dan berat badan yang berarti intake Fe
konjungtiva pucat - Anjurkan pasien
- Kelemahan otot yang untuk
digunakan untuk meningkatkan
menelan/mengunyah protein dan vitamin
- Luka, inflamasi pada rongga C
mulut - Berikan substansi
- Mudah merasa kenyang, gula
sesaat setelah mengunyah - Yakinkan diet yang
makanan dimakan
- Dilaporkan atau fakta adanya mengandung tinggi
kekurangan makanan serat untuk
- Dilaporkan adanya mencegah
perubahan sensasi rasa konstipasi
- Perasaan ketidakmampuan - Berikan makanan
untuk mengunyah makanan yang terpilih (sudah
- Miskonsepsi dikonsultasikan
- Kehilangan BB dengan dengan ahli gizi)
makanan cukup - Ajarkan pasien
- Keengganan untuk makan bagaimana
- Kram pada abdomen membuat catatan
- Tonus otot jelek makanan harian.
- Nyeri abdominal dengan atau - Monitor jumlah
tanpa patologi nutrisi dan
- Kurang berminat terhadap kandungan kalori
makanan - Berikan informasi
- Pembuluh darah kapiler mulai tentang kebutuhan
rapuh nutrisi
- Diare dan atau steatorrhea - Kaji kemampuan
- Kehilangan rambut yang pasien untuk
cukup banyak (rontok) mendapatkan
- Suara usus hiperaktif nutrisi yang
- Kurangnya informasi, dibutuhkan
misinformasi
Arif, Mansjoer, dkk., ( 2000 ), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Medica Aesculpalus,
FKUI, Jakarta.
Asih, Niluh Gede Yasmin. 2003. Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC.
Bradley, J.S., 2011. The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants
and Children Older Than 3 Month of Age: Clinical Practice Guideline by the
Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases
Society of America. IDSA Guideline : Pediatric Community Pneumonia
Guideline., p. 1-44.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Ditjen P2PL Depkes RI 2007.Bimbingan penatalaksanaan pneumonia balita.
Djojodibroto, D. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta : EGC
Jadavji, dkk.1997.A Practical Guide for the Diagnosis and Treatment of Pediatric
Pneumonia.http://www.canadianmedicaljournal.ca/content/156/5/703.full.pd
f. Diakses tanggal 13 April 2018.Pukul 15.00 WIB.
Jeremy, dkk. 2007. At a Glance Sistem Respirasi, Edisi 2. Erlangga : Jakarta
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Nafas Pneumonia pada Anak,Orang
Dewasa, Usia Lanjut. Jakarta: Pustaka Obor Populer
Morgan, Geri. 2009. Obstetri & Ginekologi: Panduan Praktik Edisi 2. Jakarta: EGC
Muscari, M.E. 2005. Panduan Belajar : Keperawatan Pediatrik. Eds : 3. Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif, 2009, Pengantar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler, Jakarta: Salemba.
Narayanan, M., dan Falade, A.G., 2012, Clinical Risk Factor for Death in Children with
Pneumonia, viewed 25 Desember 2014, from International Child Health
Review Collaboration, www.ichrc.org/sites/default/files/riskpneumo.pdf .
Diakses pada Tanggal 14 April 2018 pukul 09.12 WIB.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia di Indonesia. Jakarta.
Price Anderson Sylvia, Milson McCarty Covraine. 2005. Patofisiologi Jilid 2, Edisi 4.
EGC : Jakarta.
Setyoningrum, R.A. 2006. Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak XXXVI :
Pneumonia. FK Unair RSUD Dr. Soetomo. Surabaya)
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta: EGC
Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada
Pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika
Syahrir, Muhammad, dkk., 2008. Guideline Ilmu Penyakit Paru.Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.