Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteriMikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat
kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering
menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia.
Insidensi TBC dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di
seluruh dunia. Demikian pula di Indonesia, Tuberkulosis / TBC merupakan masalah
kesehatan, baik dari sisi angka kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit
(morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya. Dengan penduduk lebih dari 200 juta
orang, Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan China dalam hal jumlah
penderita di antara 22 negara dengan masalah TBC terbesar di dunia.
Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI tahun 1992, menunjukkan
bahwa Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit kedua penyebab kematian,
sedangkan pada tahun 1986 merupakan penyebab kematian keempat. Pada tahun 1999 WHO
Global Surveillance memperkirakan di Indonesia terdapat 583.000 penderita Tuberkulosis / TBC
baru pertahun dengan 262.000 BTA positif atau insidens rate kira-kira 130 per 100.000
penduduk. Kematian akibat Tuberkulosis / TBC diperkirakan menimpa 140.000 penduduk
tiap tahun. Jumlah penderita TBC paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat.
Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua
menit muncul satu penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap empat menit
sekali satu orang meninggal akibat TBC di Indonesia. Kenyataan mengenai penyakit TBC
di Indonesia begitu mengkhawatirkan, sehingga kita harus waspada sejak dini &
mendapatkan informasi lengkap tentang penyakit TBC .

1
I.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Apa penyakit TBC itu?
2. Bagaimana Etiologi penyakit TBC?
3. Bagaimana cara Penularan TBC?
4. Apa gejala-gejala seseorang menderita TBC?
5. Bagaimana cara penanggulangan/pencegahan TBC?
6. Bagaimana cara pengobatan kepada penderita TBC?

I.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisannya adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui penyakit TBC
2. Untuk mengetahui Etiologi penyakit TBC
3. Untuk mengetahui cara Penularan TBC
4. Untuk mengetahui gejala-gejala TBC
5. Untuk mengetahui cara penanggulangan/pencegahan TBC
6. Untuk mengetahui cara pengobatan kepada pendderita TBC

2
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 DEFINISI
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteriMikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat
kuatsehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih
sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia. Insidensi TBC
dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia.
Demikian pula di Indonesia, Tuberkulosis / TBC merupakan masalah
kesehatan,baik dari sisi angka kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit
(morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya. Dengan penduduk lebih dari 200 juta
orang, Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan China dalam hal jumlah
penderita di antara 22 negara dengan masalah TBC terbesar di dunia.
Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI tahun 1992, menunjukkan
bahwa Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit kedua penyebab kematian,
sedangkan pada tahun 1986 merupakan penyebab kematian keempat. Pada tahun 1999 WHO
Global Surveillance memperkirakan di Indonesia terdapat 583.000 penderita Tuberkulosis
/ TBC baru pertahun dengan 262.000 BTA positif atau insidens rate kira-kira 130
per 100.000 penduduk. Kematian akibat Tuberkulosis / TBC diperkirakan menimpa
140.000 penduduk tiap tahun.
Jumlah penderita TBC paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat.
Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua
menit muncul satu penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap
empat menit sekali satu orangmeninggal akibat TBC di Indonesia. Kenyataan mengenai
penyakit TBC di Indonesia begitu mengkhawatirkan, sehingga kita harus waspada
sejak dini & mendapatkan informasi lengkap tentang penyakit TBC.
Definisi TBC menurut beberapa tokoh, TBC paru merupakan penyakit infeksi
yang menyerang parenkin paru-paru dan disebabkan oleh Mycobacterium

3
tuberculosis(Somantri,2009). Sementara itu, Junaidi (2010) menyebutkan
tuberkulosis (TB) sebagai suatu infeksi akibat Mycobacterium tuberculosis yang
dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru dengan gejala yang sangat
bervariasi. Irman Somantri,Asuhan Keperawatan pada klien dengan Gangguan pasa
sistem Pernapasan (Jakarta: Salemba Medika, 2009). Iskandar Junaidi, Penyakit
Paru dan Saluran Napas (Jakarta: Buana Ilmu Populer,2010).

II.1.1 PENYAKIT TBC


Tuberkulosis (TBC) adalah suatu penyakit granulomatosa kronis menular
yang disebabkan oleh MT. Penyakit ini biasanya mengenai paru, tetapi dapat
menyerang semua organ atau jaringan tubuh, misalnya pada lymph node,
pleura dan area osteoartikular.Biasanya pada bagian tengah granuloma
tuberkel mengalami nekrosis perkijuan (Depkes RI, 2002).
Tuberculosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman
TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Depkes
RI, 2007).
Tuberkulosis yang menyerang organ selain paru (kelenjar limfe, kulit,
otak, tulang, usus, ginjal) disebut tuberkulosis ekstra paru. Mycobacterium
tuberculosis berbentuk batang, berukuran panjang 1-4 mikron dan tebal 0,3-0,6
mikron, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan,
oleh karena itu disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman tuberkulosis
cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup
beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman
ini dapat dormant atau tertidur lama dalam beberapa tahun.
Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki,
perempuan,miskin, atau kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia
bertambah dengan seperempat juta kasus baru TBC dan sekitar 140.000
kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC. Bahkan, Indonesia

4
adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia. Survei prevalensi TBC
yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa
prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 – 0,65%. Sedangkan menurut
laporan Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun
2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus
(256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan
kasus baru.

II.I.2 PENYEBAB PENYAKIT TBC


Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat
tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri
ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882,
sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch.
Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum
(KP). Bakteri Mikobakterium tuberkulosa.
KUMAN TBC
Penyakit Tuberkulosis Paru (TB Paru) disebabkan oleh kuman TBC
(Mycobacterium tuberculosis) yang sebagian kuman TBC menyerang paru,
tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lain. Kuman ini berbentuk batang,
mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh
karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TBC cepat
mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam
di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat
dormant, tertidur lama selama beberapa tahun

5
Mycobacterium tuberculosis

II.I.3. TERJADINYA TBC


Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman
TBC. Percikan dahak yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat
melewati sistem pertahanan mukosilierbronkus, dan terus berjalan sehingga
sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TBC
berhasil berkembang biak dengan cara membelah diri di paru, yang
mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan membawa
kuman TBC ke kelenjar limfe disekitar hilus paru dan ini disebut sebagai
kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan
kompleks primer adalah sekitar 4-6 minggu.
Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi
tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer
tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan
tubuh (imunitasseluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat
menghentikan perkembangan kuman TBC. Meskipun demikian ada beberapa
kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-
kadang daya tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman,
akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita
TBC.

6
Tuberkulosis Pasca Primer
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau
tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun
akibat terinfeksi HIV atau status gizi buruk. Cirikhas dari tuberkulosis pasca
primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi
pleura.

II.I.4 CARA PENULARAN TBC


Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan
bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita
TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari
penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam
paru-paru akan berkembangbiak menjadi banyak (terutama pada orang dengan
daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh
darah atau kelenjar getah bening.
Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ
tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah
bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu
paru-paru. SaatMikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru,
maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang
berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksiimunologis
bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di
sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru.
Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya
menjadi jaringan parut dan bakteri TBC
akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang
sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan fotorontgen. Gejala
batuk TBC menular melalui udara dari satu orang ke orang lainnya. Bakteri

7
penyebab TBC ini menyebar ke udara saat penderita TBC batuk, bersin atau
pun berbicara. Lalu, orang yang menghirup bakteri tersebut pun dapat terinfeksi
bakteri penyebab TBC tersebut. Hal tersebutlah yang menjadi satu-satunya cara
penyebaran dan penularan dari bakteri TBC, sedangkan banyak orang mengira
berbagai hal lainnya juga dapat menjadi penyebab tertularnya penyakit TBC,
padahal berbagai hal tersebut sebenarnya tidak berpengaruh dalam hal
penularan gejala batuk TBC.
Hal apa saja yang sering dianggap sebagai cara penularan dari TBC,
namun padahal tidak? Ini dia:
1. Berjabat tangan dengan penderita TBC.
2. Berbagi makanan atau minuman dengan orang yang menderita TBC.
3. Berciuman.
4. Menyentuh bagian toilet atau wastafel.
5. Memakai sikat gigi bersama.

II.I.5 FAKTOR ORANG TERKENA TBC DAYA TAHAN TUBUH YANG


KURANG
Kemampuan untuk melawan infeksi adalah kemampuan pertahanan
tubuh untuk mengatasi organisme yang menyerang. Kemampuan tersebut
tergantung pada usia yang terinfeksi. Namun kekebalan tubuh tidak mampu
bekerja baik pada setiap usia. Sistem kekebalan tubuh lemah pada saat
kelahiran dan perlahan-lahan menjadi semakin baik menjelang usia 10 tahun.
Hingga usia pubertas seorang anak kurang mampu mencegah penyebaran
melalui darah, sekalipun lambat laun kemampuan tersebut akan meningkat
sejalan dengan usia.
Tinggal berdekatan dengan orang yang terinfeksi aktif Pekerjaan
kesehatan yang merawat Pasien TB. Pasien-pasien dengan dahak yang
positif pada hapusan langsung (TB tampak di bawah mikroskop) jauh lebih
menular, karena mereka memproduksi lebih banyak TB dibandingkan dengan

8
mereka yang hanya positif positif pada pembiakan. Makin dekat seseorang
berada dengan pasien, makin banyak dosis TB yang mungkin akan dihirupnya.

Gizi Buruk
Terdapat bukti sangat jelas bahwa kelaparan atau gizi buruk mengurangi
daya tahan terhadap penyakit ini. Faktor ini sangat penting pada masyarakat
miskin, baik pada orang dewasa maupun pada anak. Kompleks kemiskinan
seluruhnya ini lebih memudahkan TB berkembang menjadi penyakit. Namun
anak dengan status gizi yang baik tampaknya mampu mencegah penyebaran
penyakit tersebut di dalam paru itu sendiri.

Orang Berusia Lanjut atau Bayi Pengidap Infeksi HIV/AIDS


Pengaruh infeksi HIV/AIDS mengakibatkan kerusakan luas system
daya tahan tubuh, sehingga jika terjadi infeksi seperti tuberculosis maka yang
bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian.
Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita TBC akan
meningkat, dengan demikian penularan TBC di masyarakat akan meningkat
pula.

II.2 GEJALA TBC


Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang
timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas
terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
Ciri ciri penyakit tbc, gejala awal orang yang terkena infeksi penyakit TBC bisa
dikenali dari tanda-tanda kondisi pada fisik penderitanya, yaitu salah satunya penderita
akan mengalami demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung lama, deman tsb
biasanya dialami pada malam hari disertai dengan keluarnya keringat. Kadang-kadang
derita demam disertai dengan influenza yang bersifat timbul sementara kemudian

9
hilang lagi. Berikut ini adalah gejala ciri penyakit TBC paru-paru yang bisa kita kenali
sejak dini :
1. Ketika penderita batuk atau berdahak biasanya disertai keluarnya darah.
2. Penderita mengalami sesak napas dan nyeri pada bagian dada.
3. Penderita mengalami deman (meriang panas dingin) lebih dari sebulan
4. Penderita berkeringan pada waktu malam hari tanpa penyebab yang jelas.
5. Badan penderita lemah dan lesu
6. Penderita mengalami penurunan berat badan dikarenakan hilangnya nafsu makan
7. Urin penderita berubah warna menjadi kemerahan atau keruh. Ciri gejala ini
muncul pada kondisi selanjutnya

II.2.1 GEJALA SISTEMIK/UTAMA


a) Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam.
b) Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang
timbul.
c) Penurunan nafsu makan dan berat badan.
d) Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan
darah).
e) Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

II.2.2 GEJALA KHUSUS


a) Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi
sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru -paru)
akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan
menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
b) Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
disertai dengan keluhan sakit dada.

10
c) Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang
pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit diatasnya,
pada muara ini akan keluar cairan nanah.
d) Pada anak – anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagaimeningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah
demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang - kejang.

II.3 DIAGNOSIS TBC


Tindakan yang harus segera diambil untuk menangani TBC diantaranya:
1. Anamnesa yaitu melakukan pemeriksaan TBC terhadap seluruh anggota keluarga
yang terkena TBC maupun yang berisiko.
2. Melakukan cek-up fisik secara menyeluruh.
3. Segera mengambil sampel darah, sputum (dahak), serta cairan dari otak untuk
melakukan tes lab.
4. Langkah berikutnya yaitu melakukan pemeriksaan patologis dan anatomis.
5. Melakukan foto dada atau sering disebut dengan ronsen.
6. Melakukan uji tuberculin dari cairan tubuh.

II.3.1 DIAGNOSIS PADA DEWASA


Diagnosis Tuberkulosis Pada Orang Dewasa. Diagnosis TB paru pada
orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan
dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila
sedikitnya dua dari tiga SPS BTA hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang
positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau
pemeriksaan spesimen SPS diulang. Kalau hasil rontgen mendukung TB, maka
penderita diidagnosis sebagai penderita TB BTA positif. Kalau hasil rontgen
tidak mendukung TB, maka pemeriksaan lain, misalnya biakan.
Apabila fasilitas memungkinkan, maka dapat dilakukan pemeriksaan
lain, misalnya biakan. Bila tiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik

11
spektrum luas (misalnya kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1 - 2 minggu.
Bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan TB, ulangi
pemeriksaan dahak SPS : Kalau hasil Test kulit TBC dilakukan dilengan. Dalam
waktu dua atau tigahari,pada lengan anda apakah ada reaksi. Bila reaksinya
“positif”, ini berartianda mungkin sudah SPS positif, didiagnosis sebagai
penderita TB BTA positif. Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan
foto rontgen dada, untukmendukung diagnosis TB.
a. Bila hasil rontgen mendukung TB, diagnosis sebagai penderita TB BTA
negatif rontgen positif.
b. Bila hasil rontgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB.UPK
yang tidak memiliki fasilitas rontgen, penderita dapat dirujuk
untuk difotorontgen dada.

II.3.2 DIAGNOSIS MELALUI TEST KULIT


terinfeksi TBC. Kadang kala, bila seseorangsudah terinfeksi kuman
HIV dan TBC, bisa saja terjadi reaksi“negatif”dalam tes kulit TBC. Hal ini
disebabkan sistim kekebalan tubuhandatidak berfungsi benar.
Petugas Kesehatan akan menyampaikanpada seseorang tersebut tentang
risiko terinfeksi TBC ataupenyakit TBC.dan mungkin perlu tes medis atau
perawatan.

II.4 TBC PADA ANAK


Penyakit TB ini mudah sekali menyerang pada anak-anak kecil yangbelum
diimunisasi dengan vaksin BCG (Bacillus Calmette-Guerin), karena kurangnya gizi
dan karena lingkungan yang kurang sehat. Tidak cukup untuk sekedar memahami
cara bagaimana anak-anak terinfeksi tuberkulosis atau bagaimana penyakit
tersebut dapat menyebar. Kemungkinan adanya tuberkulosis pada anak yang kurusatau
bila ditemukan:

12
a. Berat badan tidak naik atau turun selama lebih dari 14 minggu (adanya grafik
kenaikan berat badan akan sangat berguna).
b. Kehilangan gairah dan mungkin juga berat badan selama 2 sampai 3 bulan.
c. Salah satu dari (1) atau (2) yang dijelaskan di atas disertai dengan menggigil atau
batuk yang sesekali dapat menyerupai batuk rejan.
d. Demam atau meriang selama lebih dari satu minggu tanpa penyebab yang jelas.
e. Salah satu diantara (1), (2), (3) serta tanda adanya cairan – pekak, pada
salah satu sisi dada.
f. Perut membuncit, terutama bila teraba benjolan dan yang tetap bertahan
setelah pemberian obat cacing.
g. Diare kronis dengan buang air besar tinja keputihan yang tidak sembuh setelah
diberi obat cacing atau obat untuk giardiasis (dengan metronidazole).
h. Jalan timpang, punggung kaku sukar membungkuk.
i. Tulang belakang membungkuk, tidak atau kaku saat berjalan.
j. Pembengkakan lutut atau pergelangan kaki, tangan, siku atau bahkan iga atau
tulang atau sendi yang manapun yang tidak disebabkan cedera.
k. Pembengkakan kelenjar getah bening yang keras atau lembut, tidak nyeri,
terkadang dengan beberapa kelenjar getah bening kecil didekatnya dan terkadang
melekat tak teratur

II.5 RIWAYAT TBC


Tiap tahun selalu terdapat peningkatan jumlah penderita TBC yang tinggi
dibandingkantahun sebelumnya. TBC membunuh lebih banyak kaum muda dan wanita
dibandingkan penyakit menular lainnya. Terdapat sekitar 2 sampai 3 juta orang
meninggal akibat TBC setiap tahun. Sesungguhnya setiap kematian akibat TBC
itu bisa dihindari. Setiap detik, ada 1 orang yang meninggal akibat tertular TBC. Setiap
4 detik, ada yang sakit akibat tertular TBC. Setiap tahun. 1 % dari seluruh populasi di
seluruh dunia terjangkit oleh penyakit TBC. Sepertiga dari jumlah penduduk di dunia
ini sudah tertular oleh kuman TBC (walaupun) belum terjangkit oleh penyakitnya.

13
Penderita TBC yang tidak berobat dapat menularkan penyakit kepada sekitar
10/15orang dalam jangka waktu 1 tahun. Seperti halnya flu, kuman TBC menyebar di udara
pada saat seseorang yang menderita TBC batuk dan bersin, meludah atau berbicara.
Kuman TBC biasanya menyerang paru-paru.

II.6 PENCEGAHAN TBC


Adapan tujuan dari pencegahan TBC, yaitu;
1. Menyembuhkan penderita.
2. Mencegah kematian.
3. Mencegah kekambuhan.
4. Menurunkan tingkat penularan.
Saat batuk seharusnya menutupi mulutnya, dan apabila batuk lebih dari 3 minggu,
merasa sakit di dada dan kesukaran bernafas segera dibawa kepuskesmas atau ke rumah
sakit.
a. Saat batuk memalingkan muka agar tidak mengenai orang lain.
b. Membuang ludah di tempat yang tertutup, dan apabila ludahnya bercampur darah
segera dibawa kepuskesmas atau ke rumah sakit.
c. Mencuci peralatan makan dan minum sampai bersih setelah digunakan oleh
penderita.
d. Bayi yang baru lahir dan anak-anak kecil harus diimunisasi dengan vaksin
BCG.Karena vaksin tersebut akan memberikan perlindungan yang amat bagus.
e. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat
dengan penderita TB paru BTA positif.
f. Mars chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-kelompok
populasi tertentu, misalnya karyawan rumah sakit atau puskemas atau balai
pengobatan, penghuni rumag tahanan dan siswi-siswi pesantren.
g. Vaksinasi BCG, reaksi positif terjadi jika setelah mendapat vaksinasi BCG
langsung terdapat reaksi lokal yang besar dalam waktu kurang dari 7 hari setelah
penyuntikan.

14
h. Kemoprokfilasis, yaitu dengan menggunakan INH 5 mg/kg BB selama 6-12 bulan
dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih
sedikit.
i. Komunikas, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis kepada
masyarakat di tingkat puskesmas maupun rumah sakit oleh petugas pemerintah
atau petugas LSM.
Tips Terbaik Mencegah Penularan TBC
Ingat bahwa di Indonesia, penyakit TBC masih merupakan penyakit
epidemiologi, sehingga jumlah penderita TBC masih sangat banyak dan berpotensi
untuk terus menularkan bakteri TBC. Agar kita dapat tehindar dari penyakit TBC,
maka kita dapat melakukan hal-hal berikut:
1. Imunisasi BCG; imunisasi BCG biasanya didapat ketika bayi. Jika Anda memiliki
bayi, maka berikanlah imunisasi dasar lengkap agar si bayi juga mendapatkan
imunisasi BCG.
2. Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera mendapatkan
pengobatan sampai tuntas agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan
menjadi sumber penularan bakteri TBC.
3. Bagi penderita tidak meludah sembarangan. Pada dasarnya penularan bakteri TBC
berasal dari dahak penderita TBC. Walaupun dahak dari penderita TBC sudah
mengering, tetap berpotensi menyebarkan bakteri TBC melalui udara.
4. Tidak melakukan kontak udara dengan penderita. Bagi Anda yang masih sehat,
sebaiknya membatasi interaksi dengan orang yang menderita TBC atau Anda
dapat menggunakan alat pelindung diri (masker) ketika Anda harus kontak dengan
mereka.
5. Minum obat pencegah dan hidup secara sehat.
6. Rumah harus memiliki ventilasi udara yang baik, sehingga sinar matahari pagi
dapat masuk ke dalam rumah.
7. Menutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak meludah/mengeluarkan
dahak di sembarangan tempat dan menyediakan tempat ludah yang diberi lisol atau

15
bahan lain yang dianjurkan dokter dan untuk mengurangi aktivitas kerja serta
menenangkan pikiran
8. Tips berikutnya adalah dengan melakukan sinar ultraviolet untuk membasmi
bakteri. Sinar ini bertujuan untuk membasmi bakteri penyebab penyakit TBC
tersebut.
9. Tips terakhir untuk mencegah penyakit TBC adalah dengan pemberian obat
isoniazid. Obat ini sangat efektif memberikan dampak terhadap pencegahan TBC.
Walaupun hasil uji lab menunjukkan hasil tes tuberkulin positif, akan tetapi hasil
photo ronsen Anda tidak akan menunjukkan adanya penyakit TBC.ah mengetahui
cara mencegah penuaran TBC, segeralah Anda mengambil tindakan yang bijak
agar tetap sehat dan terhindar dari TBC.

II.7. PEMBERANTASAN TBC


II.7.1 TUJUAN PEMBERANTASAN
Pemberantasan penyakit TBC didasarkan untuk memutusmata rantai
virulenci penularan penyakit TBC supaya tidak terjadi prevalenci penyakit
TB yang lebih besar.

II.7.2 PEMBERANTASAN PENYAKIT TBC


a. Pengobatan pada penderita hingga sembuh
b. Perlakuan pada rumah penderita untuk lebih memperhatikan factor
kesehatan lingkungan dengan menambah ventilator sebagai pengganti
udara, genteng kaca supaya sinar matahari dapat masuk, dan faktor
higiene lingkungan yang lain yang lebih baik.
c. Sterilisasi Rumah pasca Penderita.

16
II.8 PENGOBATAN TBC
II.8.1 TERAPI FARMAKOLOGI
Obat yang umum dipakai adalah Isoniazid, Etambutol, Rifampisin,
Pirazinamid, dan Streptomisin. Kelompok obat ini disebut sebagai obat
primer. Isoniazid adalah obat TB yang paling poten dalam hal membunuh
bakteri dibandingkan dengan rifampisin dan streptomisin. Rifampisin dan
pirazinamid paling poten dalam mekanisme sterilisasi

II.8.2 interaksi obat

Golonga Nama Interaksi Bukti Mekanisme Saran


n Obat Obat Obat Klinis
Co- Dua belas Pengurang Karena
trimoxazol pasien an kecil ini metabolit
e + HIV- tidak hidroksilami
rifabutin positif diharapkan n dapat
mengguna secara menjadi
kan klinis salah satu
kotrimoksa penting faktor yang
zol Namun, terkait
(sulfameth penelitian dengan
oxazole lain pada reaksi
dan pasien merugikan
trimetopri HIV- terhadap
m; positif sulfamethox
kekuatan yang diberi azole pada
tidak kotrimoksa pasien HIV-
disebutkan zol positif,
) dua kali (sulfameth rifabutin

17
sehari oxazole bersamaan
selama 7 800 mg dapat
hari juga dengan meningkatka
diberikan trimetopri n laju reaksi
rifabutin m 160 mg yang
300 mg sehari) merugikan.
setiap hari menemuka
selama 14 n bahwa
hari meskipun
berikutnya rifabutin
300 mg
setiap hari
memiliki
efek
minimal
pada
disposisi
sulfametho
xazole dan
metabolit
asetanya,
secara
signifikan
meningkat
kan AUC,
pemulihan
kemih dan
Pembentuk

18
an formasi
metabolit
hidroksila
min sekitar
50%.
Trimethop Tidak ada sebuah karena lebih Perubahan
rim + interaksi studi banyak ini cukup
rifampisin farmakokin kasus- dimetabolis untuk
etik yang kontrol me sebelum mengurang
signifikan terhadap ekskresi i
yang efikasi co- karena efek efektivitas
tampaknya trimoxazol rifampisin pengobata
terjadi e dalam yang n
ketika mencegah diinduksi kotrimoksa
subyek toksoplasm oleh enzim, zol. Oleh
sehat osis pada tetapi ini karena itu,
diberikan pasien tampaknya tampaknya
trimetopri HIV- tidak bijaksana
m 240 mg positif memiliki untuk
setiap hari menemuka kepentingan memperti
dengan n klinis. Studi mbangkan
rifampicin hubungan lain juga interaksi
900 mg antara mencatat ini ketika
setiap hari penggunaa bahwa tidak memberika
(keduanya n ada n
dalam rifampisin farmakokine rifampicin
dosis dan tik yang kepada
terbagi). kegagalan signifikan pasien

19
Setelah 4 kotrimoksa secara klinis HIV-
hingga 5 zol, yang interaksi positif
hari, lebih mendorong terjadi mengambil
sedikit penulis antara profilaksis
trimethopri untuk trimetoprim kotrimoksa
m yang melakukan dan zol.
ditemukan penelitian rifampisin
dalam urin farmakokin
etik. Ketika
rifampisin
600 mg
setiap hari
diberikan
kepada 10
pasien
HIV-
positif
dengan
kotrimoksa
zol 960 mg
per hari,
ditemukan
bahwa
AUC dari
trimetopri
m dan
sulfametok
sazol

20
berkurang
masing-
masing
sebesar
56% dan
28%.
Dapsone+ Dua belas Rifabutin
Rifamycin pasien sendiri
s HIV- meningkat
positif kan
diberi pembersiha
dapsone n dapson
100 mg sebesar
setiap hari 67%.
selama 2 Ketika
minggu dikombina
dan sikan
kemudian, dengan
dalam flukonazol,
urutan rifabutin
acak, baik meningkat
rifabutin kan
300 mg pembersiha
setiap hari, n dapson
flukonazol sebesar
200 mg 38%, yang
sehari, atau menunjukk
flukonazol an bahwa

21
dengan flukonazol
rifabutin, secara
masing- parsial
masing melemahka
selama 2 n efek
minggu rifabutin
yang
menginduk
si enzim.
Rifabutin
meningkat
kan
pembersiha
n formasi
dapson
sebesar
92%, yang
sekali lagi
dilemahka
n oleh
flukonazol.
Mefloquin Bukti Rifampisin,
e + klinis, penginduksi
Rifampici mekanisme enzim yang
n , kuat,
(Rifampin pentingnya meningkatka
) dan n
manajemen metabolisme

22
Rifampicin mefloquine
600 mg oleh
setiap hari sitokrom
diberikan P450
kepada 7 isoenzim
subyek CYP3A4 di
sehat hati dan usus
selama 7 dinding.
hari Relevansi
dengan klinis dari
dosis penurunan
tunggal kadar
500 mg mefloquine
mefloquine ini tidak
pada hari pasti,
ke-7. tetapi
Tingkat penulis
plasma menyaranka
maksimum n
mefloquine penggunaan
menurun simultan
sebesar rifampicin
19% dan dan
AUC mefloquine
menurun harus
sebesar dihindari
68% . untuk
mencegah

23
kegagalan
pengobatan
dan risiko
Ketahanan
plasmodium
falciparum
terhadap
mefloquine,
Sampai
lebih banyak
diketahui,
ini akan
menjadi
kewaspadaa
n yang
masuk akal.

Hydroxyc Seorang Seorang Alasan


hloroquine wanita wanita untuk reaksi
+ dengan dengan ini tidak
Rifampici discoid lupus diketahui
n lupus, yang diskoid, secara pasti
(Rifampin dikendalik yang tetapi para
) an oleh dikendalik penulis
hydroxychl an oleh laporan
oroquine hydroxychl menunjukka
200 mg oroquine, n bahwa
setiap hari, cepat rifampisin

24
juga kambuh (penginduks
diberikan ketika i enzim
rifampisin, rifampicin sitokrom
isoniazid dimulai. P450 yang
dan Kontrol diakui dan
pirazinami penyakit kuat)
d untuk dipertahan meningkatka
tuberkulosi kan ketika n
s. Dalam 1 dosis metabolisme
sampai 2 hydroxychl dan
minggu oroquine pembersihan
lupus dua kali hidroksiklor
diskoid lipat, okuin
meningkat sehingga
kembali tidak lagi
tetapi cepat efektif.
merespon Sudah
ketika diketahui
dosis bahwa
hydroxychl discoid
oroquine lupus flare-
dua kali up dapat
lipat. terjadi
dalam 2
minggu
setelah
berhenti
hydroxychlo

25
roquine, 2
yang
memberi
dukungan
pada
mekanisme
yang
disarankan
ini. Baik
isoniazid
maupun
pyrazinamid
e
kemungkina
n besar
bertanggung
jawab atas
apa yang
terjadi.
Ini
sepertinya
merupakan
laporan
pertama dan
satu-satunya
dari
interaksi ini,
tetapi apa

26
yang terjadi
konsisten
dengan cara
rifampisin
berinteraksi
dengan
banyak obat
lain. Jika
rifampicin
ditambahkan
ke
hydroxychlo
roquine,
hasilnya
harus
dimonitor
dengan baik.
Waspadai
kebutuhan
untuk
meningkatka
n dosis
hydroxychlo
roquine

Praziquant Pretreatme Tingkat


el + nt dengan plasma
Rifampici rifampicin praziquant

27
n 600 mg el secara
(Rifampin satu kali nyata
) sehari dikurangi
selama 5 oleh
hari sangat rifampicin
berkurang pretreatme
AUC dan nt, ke
tingkat tingkat
maksimum yang tidak
praziquant terdeteksi
el tunggal di lebih
40 mg / kg dari
dalam 10 setengah
subjek. subjek
Tujuh dari dalam satu
subyek penelitian.
memiliki Diperkirak
tingkat an
praziquant rifampicin
el tidak akan
terdeteksi mengurang
(kurang i
dari 12,5 efektivitas
nanogram / praziquant
mL), dan 3 el
lainnya
memiliki
pengurang

28
an 85%
pada AUC
dari
praziquant
el. Subyek
yang sama
kemudian
diberi tiga
dosis
praziquant
el 25 mg /
kg pada
interval 8
jam,
sendirian,
dan setelah
pretreatme
nt dengan
rifampicin.
Dalam
penelitian
multi-dosis
ini, 5 dari
10 subjek
memiliki
tingkat
praziquant
el tidak

29
terdeteksi,
dan sisanya
memiliki
pengurang
an 80%
pada
AUC.1
Disarankan
bahwa
rifampicin
menginduk
si
metabolis
me dari
praziquant
el melalui
cytochrom
e P450
isoenzim
CYP3A4.
Quinine + Sebuah
Isoniazid penelitian
dalam 9
subyek
sehat
menemuka
n bahwa
pembersiha

30
n satu
Dosis
kuinin
sulfat 600
mg tidak
dipengaruh
i secara
signifikan
oleh
pretreatme
nt dengan
isoniazid
300 mg
setiap hari
selama
seminggu
Quinine + Kadar Sebuah
Rifampici plasma penelitian
n puncak pada 9
(Rifampin kina subjek yang
) selama sehat
monoterap menemukan
i tercapai bahwa
dalam 2 pembersiha
hari n satu dosis
pengobata tunggal 600
n dan tetap mg kinin
dalam sulfat

31
rentang meningkat
terapeutik lebih dari
untuk enam kali
periode lipat dengan
perawatan pretreatmen
7 hari. t dengan
Tingkat rifampicin
dari 600 mg
metabolit setiap hari
utama selama 2
kina, 3- minggu.
hydroxyqu Waktu
inine, paruh
mengikuti eliminasi
pola yang kina
sama.Pada berkurang
pasien dari sekitar
yang 11 jam
memakai menjadi 5,5
quinine jam,
dengan Sebuah
rifampicin, laporan
quinine menggamba
lebih rkan
ekstensif seorang
dimetaboli pasien
sme dan, dengan
setelah myotonia,

32
hari kedua yang
pengobata dikendalika
n, kadar n dengan
kina quinine,
berkurang yang
tajam gejalanya
hingga di memburuk
bawah dalam
tingkat waktu 3
terapeutik. minggu
Malaria mulai
akut mengambil
menguran rifampisin
gi untuk
pembersih pengobatan
an tuberkulosis
metabolik . Kadar
kina kuinin
(dengan puncak
pengurang ditemukan
an fungsi rendah,
campuran tetapi naik
hati lagi ketika
aktivitas rifampicin
oksidase, dihentikan.
terutama Kontrol
oleh myotonia
sitokrom kembali 6

33
P450 minggu
isoenzim kemudian.
CYP3A4) Efek
menambahk
an
rifampisin
ke kina
diselidiki
pada pasien
dengan
malaria
falciparum
tanpa
komplikasi.
Mereka
mengambil
quinine
sulfate 10
mg / kg tiga
kali sehari
baik sendiri
(30 pasien)
atau dengan
rifampicin
15 mg / kg
sehari (29
pasien)

34
selama 7
hari.
Terbinafin Dalam 12
e + subjek,
Rifampici rifampicin
n 600 mg
(Rifampin setiap hari
) selama 6
hari
mengurangi
separuh
AUC
terbinafine
dan secara
kasar
mengganda
kan
clearance.1
Rifampisin
adalah
penginduksi
enzim yang
kuat, yang
meningkatk
an
metabolism
e banyak
obat.

35
Waspada,
oleh karena
itu, untuk
kebutuhan
untuk
meningkatk
an dosis
terbinafine
jika
rifampicin
diberikan

II.8.3 EFEK SAMPING OBAT


Beberapa efek samping yang mungkin muncul akibat mengkonsumsi obatTB
bervariasi mulai dari ringan hingga berat. Efek samping ringan dapat berupa berubahnya
warna urine menjadi kemerahan yang diakibatkan oleh rifampisin. Efek samping
lainnya dapat berupa nyeri sendi, tidak ada nafsu makan, mual, kesemutan dan
rasa terbakar di hati, gatal dan kemerahan dikulit gangguan keseimbangan
hingga kekuningan (ikterus). Jika pasien merasakan hal-hal tersebut, pasien
harus segera berkonsultasi dengan dokter untuk memperoleh penanganan lebih lanjut,
fase lanjutan. Dalam beberapa kasus pengobatan bisa berlangsung hingga delapan bulan.

36
BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang paru-paru.
Mycobacterium tuberculosis termasuk basil gram positif, berbentuk batang, Dinding
selnya mengandung komplek lipida-glikolipida serta lilin (wax) yang sulit ditembus
zat kimia. Umumnya Mycobacterium tuberculosis menyerang paru dan sebagian kecil
organ tubuh lain. Kuman ini mempunyai sifat khusus, yakni tahan terhadap asam pada,
hal ini dipakai untuk identifikasi dahak secara mikroskopis. Sehingga disebut sebagai
Basil Tahan Asam (BTA). Mycobacterium tuberculosiscepat mati dengan matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup pada tempat yang gelap dan lembab. Dalam
jaringan tubuh, kuman dapat dormant (tertidursampai beberapa tahun). TB timbul
berdasarkan kemampuannya untukmemperbanyak diri di dalam sel-sel fagosit.
Di Indonesia tahun 2001 diperkirakan 582 ribu penderita baru atau 271perribu
penduduk, sedangkan yang ditemukan BTA positif sebanyak 261 ribu penduduk atau
122 per 100 ribu penduduk, dengan keberhasilan pengobatan diatas 86 % dan
kematian sebanyak 140 ribu.
Gejala TB pada orang dewasa umumnya penderita mengalami batuk dan
berdahak terus-menerus selama 3 minggu atau lebih, batuk darah atau pernah batuk
darah. Adapun gejala-gejala lain dari TB pada orang dewasa adalah sesak nafas dan
nyeri dada, badan lemah, nafsu makan dan berat badan menurun, rasa kurang enak
badan (malaise), berkeringat malam, walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih
dari sebulan Obat yang umum dipakai adalah Isoniazid, Etambutol, Rifampisin,
Pirazinamid, dan Streptomisin. Kelompok obat ini disebut sebagai obat primer

37
DAFTAR PUSTAKA

Budiarto, Eko dan Dewi Anggraeni. 2002. Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis. Cetakan ke 8. Jakarta. 2002. p 1-37.
David Arnot, dkk (2009). Pustaka kesehatan Populer Pengobatan Praktis: perawatan
Alternatif dan tradisional, volume 7. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer. hlm. 180
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1994. Pengawasan Kualitas Kesehatan
Lingkungan dan Pemukiman, Dirjen P2M & PLP. Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Protokol Surveilans HIV diantara pasien
TB di Indonesia. Jakarta : Depkes RI, UGM, Asia Link, KNCV.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Edisi 2:cetakan II, Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2001. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Jakarta.
Fatimah Siti. 2008. Faktor Kesehatan Lingkungan Rumah Yang Berhubungan Dengan
Patimuan, Gandrungmangu, Bantarsari) Tahun 2008 (Tesis). Program Pascasarjana
FKM Undip Semarang.
Goesasi Rachmat, 2011. Rehabilitasi Medik Pada Penyakit Tb di Bandung. Jakarta: Rineka
Cipta.
Herlina, L. 2007. Tuberkulosis dan faktor risiko kejadian Multidrug ResistantTuberculosis
(MDR TB/Resistensi Ganda). Program Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat
Peminatan Epidemiologi Komunitas Universitas Padjadjaran.
Keman, Soedjajadi, 2005, Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Pemukiman, Journal
Kesehatan Lingkungan , Vol. 2, No. 1, Juli 2005
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Penanggulangan TB.Jakarta

38
Leavell & Clark. 1965. Preventive Medicine for The omDoctor in his Comunity: An
Epidemiologic approach Third Edit. New York: Prentice-Hall Englewood Cliffs, NJ.
Nadia ait-Khaled and Donaldo Enarson. 2003. Tuberculosis, A Manual for medical students.
by WHO.
Noor. 2008. Dasar epidemiologi. Jakarta : Rineka cipta.
Notoatmodjo, S, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-prinsip Dasar. Pedoman
Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2, cetakan pertama.
Suswati, E. 2007. Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru di Kabupaten Jember.
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Jember. Biomedis Vol.1
No.1. hal: 11-16
Sitepu, M.Y. 2009. Karakteristik Penderita TB Paru Relapse yang Berobat di Balai
Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Medan Tahun 2000-2007. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan. Soemirat, Juli, 2010, Epidemiologi
Lingkungan, Yogyakarta : Gajah Mada
TBCTA. 2006.International Standards for Tuberculosis Care : Diagnosis, Treatment, Public
Health. Tuberculosis Coalition for Technical Assistance (TBCTA).
Barbara, C.L. 1996. Perawatan Medikal Bedah (suatu pendekatan proses keperawatan)
Bandung
Doengoes, M. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Smeltzer and Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Buku

39

Anda mungkin juga menyukai