Anda di halaman 1dari 4

Nama : Ronny indra setyawan

Nim :150514607150

Tuntutan Buruh : Tentang Sistem Kerja Kontrak dan Outsourching

kontrak dan outsourching jelas merugikan

Buruh dengan status kontrak dengan perjanjian kerja waktu tertentu tidak mendapatkan lagi
hak atas uang pesangon, uang penghargaan serta uang ganti rugi jika di PHK oleh
perusahaan/di putus kontraknya. Mereka juga tidak mendapatkan jaminan sosial tenaga kerja
baik itu Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan
Hari Tua (JHT) maupun Jaminan Kematian (JK), dan hampir semua buruh kontrak jangka
pendek (PKWT) tidak mendapatkan THR kalaupun ada jauh di bawah aturan. Mereka juga
tidak mendapatkan tujangan-tunjangan ataupun bonus, bahkan buruh dengan status PKWT
dipaksa untuk bekerja lebih keras agar bisa di perpanjang kontrak kerjanya.

Sedangkan buruh dengan status Outsourcing kondisinya jauh lebih parah lagi, mereka selain
dirampas upahnya oleh pengusaha yang memberikan pekerjaan dengan status kontrak mereka
juga harus di rampas lagi upahnya oleh pihak yayasan atau perusahaan penyalur tenaga kerja
buruh. Jika dibandingkan dengan buruh tetap buruh dengan status kontrak dan outsourcing
tiap bulannya di rampas upahnya antara 30% s/d 40% dari upah yang seharusnya mereka
terima.

Apa motif dan latar belakang di terapkannya sistem kerja kontrak dan outsourcing di
Indonesia?

Penggunaan sistem ini di latar belakangi oleh keinginan dan kepentingan Imperialis agar
dapat menciptakan tenaga kerja murah dan flaksibel, sudah menjadi tren di dunia bahwa
pasar tenaga kerja yang flaksibel di terapkan di hampir seluruh negara-negara di dunia, sistem
ini mungkin saja cocok untuk di terapkan di negara maju dan di negeri Imperialis, dimana
buruh sudah memiliki posisi tawar yang tinggi di hadapan pengusaha sehingga dapat
meningkatkan upah. Akan tetapi sistem ini sangat tidak relevan di jalankan di Indonesia,
sebab Indonesia adalah negeri yang masih sangat terbelakang, dengan angka pengangguran
yang sangat besar jumlahnya, akibat dari industrinya yang sangat terbelakang dan terjadi
monopoli atas tanah dan sumber-sumber kekayaan alam oleh tuan tanah besar komperador
dan Imperialis.

Kondisi demikian mengakibatkan posisi buruh yang sangat lemah di hadapan pengusaha,
motif di terapkannya sistem ini sesungguhnya adalah merupakan bagian dari sekema politik
upah murah rezim dan merupakan bagian nyata dari bentuk perampasan upah yang
dipertahankan oleh negara. Dan untuk memenuhi kebuasan dan kerakusan Imperialis agar
mendapatkan tenaga buruh murah serta sumber bahan baku dan kekayaan alam yang
melimpah dan murah.

Berapa jumlah buruh kontrak dan outsourcing hingga saat ini?

Berdasarkan data hasil investigasi yang di lakukan oleh DPP-GSBI menunjukkan bahwa
buruh kontrak dan Outsourcing mengalami peningkatan rata-rata sebesar 5 % tiap tahun.
Pada tahun 2010 saja jumlah buruh kontak dan outsourcing di Indonesia diperkirakan
mencapai 66,425%, sektor yang paling banyak menggunakan sistem kerja kontrak dan
outsourcing adalah pertamasektor/industri Jasa (Satpam, Caining service, ritel, perbankkan
dll) jumlahnya mencapai 85 %, kedua sektor/industri Garment-Tekstil dan Sepatu jumlahnya
diperkirakan mencapai 65%, sektor industri metal dan elektronik diperkirakan sekitar 60,7%,
Sektor/Industri dasar dan pertambangan diperkirakan mencapai 55%. Data ini lebih besar bila
dibandingkan dengan data yang pernah di keluarkan oleh Bank dunia dan ILO pada akhir
tahun 2010.

Data hasil riset yang dilakukan oleh Bank Dunia dan Organisasi Buruh Internasional
(International Labor Organization/ILO) menunjukkan bahwa Jumlah pekerja atau buruh
berstatus tetap hanya tinggal 35 % dari 33 juta buruh formal di Indonesia. Padahal, lima
tahun lalu jumlahnya mencapai 70 persen, artinya sebanyak 65% adalah buruh dengan status
outsourcing dan buruh kontrak.

Berapa besar upah buruh kontrak dan outsourcing yang di rampas oleh pengusaha?

Buruh dengan status kontrak dan outsourcing karena tidak mendapatkan hak atas uang
pesangon, uang penghargaan serta uang ganti rugi jika di PHK oleh perusahaan/di putus
kontraknya. Mereka juga tidak mendapatkan JAMSOSTEK, tidak mendapatkan THR,
Mereka juga tidak mendapatkan tujangan-tunjangan ataupun bonus, selain juga harus
membayar yayasan penyalur tenaga kerja, jika di bandingkan dengan buruh dengan status
buruh tetap maka tiap bulannya upah mereka di rampas oleh pengusaha rata-rata sebesar 30
persen sampai dengan 40 persen dari upah yang seharusnya mereka terima.

Bagaimana agar supaya buruh indonesia mendapatkan kepastian kerja dan tidak ada lagi
sistem kerja kontrak dan outsourcing?

Agar buruh mendapatkan kepastian kerja maka salah satu cara yang bisa di perjuangkan
adalah dengan mencabut Undang-undang Ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003 khususnya
pasal yang mengatur tentang PKWT harus di hapus, sebab jika UUK 13/2003 tidak di cabut
maka praktek kerja kontrak dan outsourcing tidak akan pernah dapat dihapuskan, dan justru
ke depan akan lebih masif lagi. Selain juga perlu adanya sanksi yang tegas apabila pengusaha
melakukan pelanggaran.

http://politik.kompasiana.com
Ringkasan
Penggunaan buruh kontrak dan outsourcing telah menciptakan hubungan buruh-majikan yang
lebih kompleks dan memunculkan diferensiasi atau pembedaan buruh dalam satu perusahaan
berdasarkan status hubungan kerja: buruh tetap, buruh kontrak dan buruh outsourcing untuk
melakukan pekerjaan yang sama. Pembedaan tersebut juga membawa efek fragmentatif yang
menyebabkan munculnya pengelompokan buruh berdasarkan status hubungan kerja yang
lebih jauh berdampak terhadap keanggotaan dan kekuatan serikat buruh.

Buruh dengan status kontrak dengan perjanjian kerja waktu tertentu tidak mendapatkan lagi
hak atas uang pesangon, uang penghargaan serta uang ganti rugi jika di PHK oleh
perusahaan/di putus kontraknya. Sedangkan buruh dengan status Outsourcing kondisinya
jauh lebih parah lagi, mereka selain dirampas upahnya oleh pengusaha yang memberikan
pekerjaan dengan status kontrak mereka juga harus di rampas lagi upahnya oleh pihak
yayasan atau perusahaan penyalur tenaga kerja buruh. Jika dibandingkan dengan buruh tetap
buruh dengan status kontrak dan outsourcing tiap bulannya di rampas upahnya antara 30%
s/d 40% dari upah yang seharusnya mereka terima.

Kondisi demikian mengakibatkan posisi buruh yang sangat lemah di hadapan pengusaha,
motif di terapkannya sistem ini sesungguhnya adalah merupakan bagian dari sekema politik
upah murah rezim dan merupakan bagian nyata dari bentuk perampasan upah yang
dipertahankan oleh negara.
Berdasarkan data hasil investigasi yang di lakukan oleh DPP-GSBI menunjukkan bahwa
jumlah buruh kontrak dan Outsourcing mengalami peningkatan rata-rata sebesar 5 % tiap
tahun.

Data hasil riset yang dilakukan oleh Bank Dunia dan Organisasi Buruh Internasional
(International Labor Organization/ILO) menunjukkan bahwa Jumlah pekerja atau buruh
berstatus tetap hanya tinggal 35 % dari 33 juta buruh formal di Indonesia. Padahal, lima
tahun lalu jumlahnya mencapai 70 persen, artinya sebanyak 65% adalah buruh dengan status
outsourcing dan buruh kontrak.

Agar buruh mendapatkan kepastian kerja maka salah satu cara yang bisa di perjuangkan
adalah dengan mencabut Undang-undang Ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003 khususnya
pasal yang mengatur tentang PKWT harus di hapus.
Kritikan
Keseluruhan situasi tersebut telah mengakibatkan terjadinya penurunan kesejahteraan buruh
dan menghilangkan kepastian kerja, menimbulkan diskriminasi dalam kesempatan kerja dan
kondisi kerja, menghilangkan perlindungan bagi buruh dan mempersempit kesempatan kerja
di sektor formal. Situasi semacam itu perlu diperbaiki agar terjadi keseimbangan
terpenuhinya kepentingan buruh, pengusaha dan pemerintah. Pemerintah adalah aktor utama
yang harus berperan dalam menciptakan keseimbangan tersebut, dengan berbagai cara.

Menyusun peraturan-peraturan ketenagakerjaan di tingkat pusat dan daerah untuk menjamin


perlindungan dan persamaan hak buruh kontrak dan outsourcing.

Mengeluarkan pemborongan pekerjaan/penyerahan sebagian pekerjaan dari UU 13/2003 dan


fokus pada pembatasan, pengaturan dan perlindungan buruh kontrak dan outsourcing.
Menetapkan sanksi administratif dan pidana bagi pelanggar pasal-pasal mengenai
outsourcing buruh dalam UU 13/2003 dan peraturan pemerintah lainnya.

Anda mungkin juga menyukai