LP Cholangitis
LP Cholangitis
“CHOLANGITIS”
DI RUANG HCU RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
Oleh:
Amar Husni Yunji
NIM. 170070301111047
Oleh :
Amar Husni Yunji
NIM. 170070301111047
( ) ( )
NIP. NIP.
A. ANATOMI FISIOLOGI
B. Definisi
Kolangitis adalah infeksi bakteri dari saluran empedu yang terseumbat
baik secara parsiil atau total, sumbatan biasanya disebabkan dari dalam lumen
saluran empedu misalnya batu koledokus atau dari luar lumen misalnya
karsinoma caput pankreas yang menekan duktus koledokus, atau dari dinding
saluran empedu misalnya kolangio-karsinoma atau struktur saluran empedu
(Nurman, 1999)
C. Klasifikasi
Klasifikasi kolangitis menurut Tokyo Guidelines (Wada et al, 2007):
Kriteria Mild (Grade I) Moderate (Grade Severe (Grade
II) III)
Disfungsi Organ Tidak Tidak Ya
Respon
Ya Tidak Tidak
terhadap terapi
Mild (Grade I) didefinisikan sebagai kolangitis yang dapat berespon terhadap
terapi
Moderate (Grade II) didefinisikan sebagai kolangitis yang tidak dapat
berespon dengan pengobatan dan tidak menimbulkan disfungsi organ
Severe (Grade III) didefinisikan kolangitis yang tidak dapat berespon dengan
pengobatan dan menimbulkan disfungsi organ seperti:
Kardiovaskuler: hipotensi
Saraf: penurunan kesadaran
Pernapasan: PaO2 < 300
Renal: Serum kreatinin > 2.0 mg/dl
Liver: PT-INR > 1.5
Hematology: Platelet count < 1000.000/ul
D. Etiologi
Penyebab tersering obstruksi biliaris adalah koledokolitiasis, obstruksi
struktur saluran empedu, dan obstruksi anastomose biliaris. Bakteri memiliki
akses ke saluran bilier melalui duodenum atau melalui darah dari vena porta.
Infeksi akan naik menuju duktus hepatikus menimbulkan infeksi. Peningkatan
tekanan bilier akan mendorong infeksi menuju kanalikuli bilier vena hepatica dan
saluran limfatik perihepatik yang akan menimbulkan bakteremia (Brunicardi et al,
2007).
Penyebab kedua kolangitisadalahobstruksi maligna dari saluran empedu
oleh karsinoma pankreas, metastasis dari tumor peri pankreas, metastasis porta
hepatis. Selainitupemakaianjangkapanjang stent biliarisseringkalidisertaiobstruksi
stent olehcairanbiliaris yang kentaldan debris biliaris yang
menyebabkankolangitis (Cameron, 1997).
E. Patofisiologi
Adanya hambatan dari aliran cairan empedu akan menimbulkan stasis
cairan empedu dan apabila berlangsung lama maka akan terjadi kolonisasi
bakteri dan pertumbuhan kuman yang berlebihan. Bakteri ini berasal dari flora
duodenum yang masuk melalui sfingter Oddi, dapat juga dari penyebaran
limfogen dari kandung empedu yang meradang akut (Nurman,
1999).Mikroorganisme yang menyebabkan infeksi pada kolangitis akut yang
sering dijumpai adalah bakteri gram (-) enterik E. Coli, Klebsiella, Streptococcus
faecalis dan bakteri anaerob. Bakteri seperti Proteus,Pseudomonas dan
Enterobacter enterococci juga tidak jarang ditemukan (Malet, 1996).Kolangitis
terjadi akibat kombinasi dari adanya hambatan dari aliran cairan empedu yang
berlangsung lama dan terjadi kolonisasi dan proliferasi bakteri.
Adanya tekanan yang tinggi dari saluran empedu yang tersumbat, bakteri
akan kembali (refluks) ke dalam saluran limfe dan aliran darah dan dapat
mengakibatkan sepsis (Nurman, 1999). Selain itu, beberapa dari efek serius
kolangitis dapatdisebabkan oleh endotoksemia yangdihasilkan oleh produk
pemecahan bakterigram negatif. Endotoksin diserap di ususlebih mudah bila
terdapat obstruksi bilier, karena ketiadaan garam empedu yangbiasanya
mengeluarkan endotoksin sehinggamencegah penyerapannya.
Selanjutnyakegagalan garam empedu mencapaiintestin dapat menyebabkan
perubahan flora usus. Selain itu fungsi sel-sel Kupferyang jelek dapat
menghambat kemampuanhati untuk mengekstraksi endotoksin daridarah
portal.Bilamana kolangitis tidak diobati, dapattimbul bakteremia sistemik yang
dapat menimbulkan abses hati (Malet, 1996).
F. Manifestasi Klinis
Adanya manifestasi klinis pada 54% kasus berupa Trias Charcot yaitu
demam, ikterus dan nyeri abdomen kuadran kanan atas. Nyeri ini bersifat kolik,
menjalar ke belakang atau ke skapula kanan, kadang-kadang nyeri bersifat
konstan (Nurman, 1999).
Selain itu, juga terdapat tanda dan gejala lain seperti mual dan muntah
yang dapat mengakibatkan penurunan nafsu makan sehingga asupan nutrisi
berkurang yang dapat mengakibatkan kelelahan serta menurunnya berat badan
pada penderita kolangitis. Pasien dengan kolangitis supuratif selain menunjukkan
manifestasi klinis berupa trias charcot tapi juga menunjukkan adanya penurunan
kesadaran dan hipotensi (Cameron, 1997).
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Anamnesa
Pada saat anamnesa biasanya klien mengeluh nyeri abdomen kanan atas,
perut terasa mual dan kadang pasien juga muntah. Selain itu, pada saat
anamnesa ditemukan riwayat penyakit terdahulu seperti batu kandung
empedu dan saluran empedu, pasca cholecystectomy, riwayat cholangitis
sebelumnya (Brunicardi et al, 2007)
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan triad charcot yaitu berupa demam, ikterus,
dan nyeri abdomen kanan atas. Gejala lain yaitu kekakuan, pruritus, tija yang
acholis atau hypocholis, dan malaise, hepatomegali ringan, hipotensi, sepsis.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Sebagian besar penderita mengalami hiperbilirubinemia sedang. Peningkatan
bilirubin yang tertinggi terjadi pada obstruksi maligna. Tes fungsi hati termasuk
alkali fosfatase (GGT) dan transaminase serum (SGOT/SGPT) juga sedikit
meningkat yang menggambarkan proses kolestatik (Cameron, 1997). Pada
beberapa pasien bahkan dapat meningkat secara menyolok menyerupai
hepatitis virus akut.
4. Foto Polos Abdomen
Pada pemeriksaan ini diharapkan dapat melihat batu opak dikandung empedu
atau di duktus koledokus. Kadang-kadang pemeriksaan ini dipakai untuk
skrening, melihat keadaan secara keseluruhan dalam rongga abdomen
(Soetikno, 2007).
5. Ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG sangat mudah melihat pelebaran duktus biliaris
intra/ekstra hepatal sehingga dengan mudah dapat mendiagnosis apakah ada
ikterus onstruksi atau ikterus non obstruksi. Apabila terjadi sumbatan daerah
duktus biliaris yang paling sering adalah bagian distal maka akan terlihat
duktus biliaris komunis melebar dengan cepat yang kemudian diikuti
pelebaran bagian proximal.Untuk membedakan obstruksi letak tinggi atau
letak rendah dengan mudah dapatdibedakan karena pada obstruksi letak
tinggi atau intrahepatal tidak tampak pelebarandari duktus biliaris komunis.
Apabila terlihat pelebaran duktus biliaris intra dan ekstrahepatal maka ini
dapat dikategorikan obstruksi letak rendah (distal) (Soetikno, 2007).
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan berdasarkan derajat kolangitis (Erina et al, 2011):
a. Kolangitis grade I
Pemberian terapi medikamentosa direspon dengan baik oleh pasien. Setelah
itu, dapat dipertimbangkan untuk melakukan drainase bilier dengan
menggunakan endoskopi, perkuatneus, ataupun drainase terbuka.
b. Kolangitis grade II
Pada pasien ini tidak berespon baik dengan medikamentosa. Selain itu,
muncul tanda-tanda gagal organ. Pada pasien ini, dilakukan drainase bilier
awal dengan menggunakan endoskopi atau perkutaneus drainase. Terapi
definitif dengan menghilangkan sumber sumbatan dilakukan setelah kondisi
klien stabil.
c. Kolangitis grade III
Pada pasien ini memerlukan terapi suportif seperti ventilator, obat-obatan
inotropik,, terapi medikamentosa. Drainase bilier dilakukan secepatnya segera
setelah kondisi pasien stabil.
Penalaksnaan Konservatif
Penatalaksanaan awal kolangitis adalah terapi konservatif dimana
keseimbangan cairan dan elektrolit harus harus dikoreksi dan penggunaan
antibiotik. Antibiotik yang dipakai pada kasus ringan sampai berat adalah
cephalosporin (misalnya cefazolin, cefixitin). Pada kasus berat digunakan
aminoglikosida ditambah dengan clindamycin atau metronidazole. Saluran
empedu yang mengalami obstruksi harus didrainase sesegera munkin pada
pasien dengan kondisi stabil.
Dekompresi Biliaris
Sebagian besar pasien (sekitar 70%) dengan kolangitis akut akan berespon
terhadap terapi antibiotik saja. Pada kasus tersebut demam menghilang dan tes
fungsi hati kembali ke normal dalam 24 sampai 48 jam. Jika pasien tidak
menunjukkan perbaikan dalam 12 sampai 24 jam pertama, dekompresi biliaris
darurat harus dipertimbangkan. Pada sebagian besar kasus, dekompresi biliaris
dilakukan segera secara non operatif baik dengan jalur endoskopik maupun
perkutan. Yaitu: (Sabiston, 1968 dan Cameron, 1997).
a. Penanggulangan sfingterotomi endoskopik
Apabila setelah tindakan di atas keadaan umum tidak membaik atau malah
semakin buruk, dapat dilakukan sfingterotomi endoskopik, untuk pengaliran
empedu dan nanah serta membersihkan duktus koledokus dari batu. Kadang
dipasang pipa nasobilier. Apabila batu duktus koledokus besar, yaitu
berdiameter lebih dari 2 cm, sfingterotomi endoskopik mungkin tidak dapat
mengeluarkan batu ini. Pada penderita ini mungkin dianjurkan litotripsi terlebih
dahulu (De Jong, 1997 dan Burkitt, 1996).
b. Lisis batu
Disolusi batu dengan sediaan garam empedu kolelitolitik mungkin berhasil
pada batu kolesterol. Terapi berhasil pada separuh penderita dengan
pengobatan selama satu sampai dua tahun. Lisis kontak melalui kateter
perkutan kedalam kandung empedu dengan metil eter berhasil setelah
beberapa jam. Terapi ini merupakan terapi invasif walaupun kerap disertai
dengan penyulit (De Jong, 1997).
ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) adalahpenghancuran batu
saluran empedu dengan menggunakan berbagai jenis lithotripter yang
dilengkapi dengan pencitraan flouroskopi sebelum prosedur, diperlukan
sfingterotomi endoskopik dan pemasangan kateter nasobiliaris untuk
memasukkan material kontras. Terapi dilanjutkan sampai terjadi
penghancuran yang adekuat atau telah diberikan pelepasan jumlah
gelombang kejut yang maksimum (Cameron, 1997; De Jong, 1997; Josh,
2006).
c. PTBD ( Percutaneous Transhepatik Biliar Drainage)
Pengaliran bilier transhepatik biasanya bersifat darurat dan sementara
sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi sepsis pada kolangitis berat,
atau mengurangi ikterus berat pada obstruksi saluran empedu distal karena
keganasan. Pada pasien dengan pipa T pada saluran empedu dapat juga
dimasukkan koledokoskop dari luar untuk membantu mengambil batu
intrahepatik (De Jong, 1997; Brunicardi, 2000).
Penatalaksanaan Definitif
a. Kolesistektomi Terbuka
Merupakan operasi yang membutuhkan anestesi umum kemudian dilakukan
irisan pada bagian anterior dinding abdomen dengan panjang 12-20cm
Teknik operasi kolesistektomi terbuka
Dilakukan dengan insisi subtotal kanan (Kocher) sebagai salah satu insisi
yang serbs guna dalam diseksi lambung empedu dan saluran empedu.
b. Kolangiografi operatif
Dilakukan secara rutin untuk mendapatkan peta anatomik di daerah yang
sering mengalami anomalidan untuk menyingkirkan batu empedu yang tidak
dicurigai. Kolangiografi dilakukan mengan menggunakan kanlua kangiografi
seperti Berci Lehman dn Colangiocath. Insisi dibuat di saluran sistikus Insisi
harus cukup besar untuk memasukkan kanula Kanula dipertahankan
ditempatnya dengan hemoclip. Kemudian material kontras dimasukkan yaitu
hypaque 25%. Sistem operasi kolangiografi adalah fluorokolangiopatidengan
penguatan citra serta monitor televisi. Ini memungkinkan pengisian saluran
empedu secara lambat dan pemaparan multiple saluran sistem saat diisi.
c. Laparoskopi Kolesistektomi
Merupakan cara invasif untuk mengangkat batu empedu dengan
menggunakan teknik laparoskopi. Kontraindikasinya adalah sepsis abdomen,
gangguan pendarahan kehamilan.
d. Eksplorasi koledokus: eksplorasi laparoskopi duktus empedu
Umumnya sebelum tindakan operatif batu duktus empedu dideteksi dengan
kolangiografi intraoperatif mengalirkan saline melalui kateter kolangiografi
setelah sfingter oddi direlaksasikan dengan glukagoN. Jika irigasi tidak
berhasil, dapat dilakuakan pemasangan kateter balon melalui duktus sisikus
dan turun ke duktus empedu.
I. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi dari penyakit kolangitis terutama yang derajat tinggi
(kolangitis supuratif) adalah sebagai berikut:
1. Abses hati piogenik
Abses hati piogenik merupakan 75% dari semua abses hati. Abses ini pada
anak dan dewasa muda terjadi akibat komplikasi apendisitis, dan pada
orang tua sebagai komplikasi penyakit saluran empedu seperti kolangitis.
Infeksi pada saluran empedu intrahepatik menyebabkan kolangitis yang
menimbulkan kolangiolitis dengan akibat abses multiple (De Jong, 1997).
2. Bakteremia, sepsis bakteri gram negatif
Bakteremia adalah terdapatnya bakteri di dalam aliran darah (25-40%).
Komplikasi bakteremia pada kolangitis dapat terjadi oleh karena etiologi
utama penyebab terjadinya kolangitis adalah infeksi bakteri. Demam
merupakan keluhan utama sekitar 10-15%
3. Peritonitis sistem bilier
Kebocoran empedu dalam ruang peritoneal menyebabkan iritasi dan
peritonitis. Jika empedu terkena infeksi, maka akan menyebabkan
peritonitis dan sepsis yang mempunyai resiko tinggi yang sangat fatal.
4. Kerusakan duktus empedu
Duktus empedu dapat dengan mudah rusak pada tindakan kolesistektomi
atau pada eksplorasi duktus empedu yang tidak sesuai dengan
anatominya. Kesalahan yang sangat fatal adalah tidak mengetahui cara
melakukan transeksi atau ligasi pada duktus.
5. Perdarahan
Arteri hepatik dan arteri sistikus serta vaskularisasi hepar lainnya dapat
mengalami trauma dan perdarahan pada saat melakukan operasi.
Perdarahan yang terjadi kadang susah untuk dikontrol.
6. Kolangitis asendens dan infeksi lain
Kolangitis asendens adalah komplikasi yang terjadinya lambat pada
pembedahan sistem bilier yang merupakan anastomosis yang dibentuk
antara duktus empedu dan usus besar bagian asendens. Refluks pada
bagian intestinal dapat berlanjut menjadi infeksi aktif sehingga terjadi
stagnan empedu pada sistem duktus yang menyebabkan drainase tidak
adekuat.
Komplikasi lain yang harus diperhatikan pada pembedahan sistem bilier
adalah abses subp\frenikus. Hal ini harus dijaga pada pasien yang mengalami
demam beberapa hari setelah operasi. Komplikasi yang berhubungan dengan
pemakaian kateter pada pasien yang diterapi dengan perkutaneus atau
drainase endoskopik adalah perdarahan (intra-abdomen atau perkutaneus)
dan sepsis.
A. Pengkajian
a. Identitas
Cholangitis cukup jarang terjadi, biasanya terjadi bersamaan dengan
penyakit lain yang menimbulkan obstruksi billier dan bactibilia misal setelah
prosedur ERCP, 1-3% pasien mengalami cholangitis.
b. Keluhan utama pada penderita kolangitis, klien mengeluh demam, ikterus
dan nyeri abdomen kuadran kanan atas. Nyeri ini bersifat kolik, menjalar ke
belakang atau ke skapula kanan, kadang-kadang nyeri bersifat konstan.
c. Riwayat penyakit
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat medis pasien mungkin dapat membantu, contohnya
riwayat dari keadaan berikut dapat meningkatkan resiko cholangitis
Batu kandung empedu atau batu saluran empedu
Pasca cholecystectomy
Manipula endoskopik atau ERCP cholangiogram
Riwayat cholangitis sebelumnya
Riwayat HIV/AIDS: choalngitis yang berhubungan dengan aids
memliki ciri edema bilier ekstrahepatik ulserasi dan obstruksi bilier
Riwayat penyakit sekarang
Banyak pasien yang datang dengan ascending cholangitis tidak
memiliki gejala klasik tersebut. Sebagian besar pasien mengeluh nyeri
abdomen kuadran lateral atas. Gejala lain yang dapat terjadi meliputi:
jaundice, demam, menggigil dan kekakuan.
Riwayat penyakit keluarga
Perlu dikaji apabila klien mempunyai penyakit keturunan seperti
diabetes mellitus, hipertensi, anemia.
d. Pemeriksaan fisik
Sistem pernafasan
Inspeksi : pergerakan dinging dada simetris, pernafasan dangkal, klien
tampak gelisah
Palpasi : vocal vremitus teraba merata
Perkusi : sonor
Auskultasi : tidak terdapat suara tambahan (ronchi, wheezing)
Sistem kardiovaskuler
Terdapat takikardi dan diaphoresis
Sistem neurologi
Tidak terdapat gangguan pada system neurologi
Sistem pencernaan
Inspeksi : tampak ada distensi abdomen diperut kanan atas klien mengeluh
mual muntah
Auskultasi : peristaltic usus 5-12x / menit flatulensi
Perkusi : adanya pembengkakan di abdomen atas/ kuadran kanan atas,
nyeri tekan epigastrium
Sistem eliminasi
Warna urine lebih pekat dan warna feses seperti tanah liat
Sistem integument
Terdapat ikterik/jaundice dengan kulit berkeringat dan gatal
Sistem musculoskeletal
Terdapat kelemahan otot karena gangguan produksi ATP
B. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko infeksi berhubungan dengan supresi respon inflamasi dan statis
cairan empedu
2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
3. Nyeri berhubungan dengan distensi kandung empedu
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual muntah, nyeri abdomen dan kurang minat pada makanan
5. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah dan
kehilangan cairan aktif
6. Keletihan berhubungan dengan kurang energi
7. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan pigmentasi
(ikterus)
C. Intervensi Keperawatan
1. Risiko infeksi berhubungan dengan supresi respon inflamasi dan statis
cairan empedu
Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam nyeri
berkurang
Kriteria hasil:
Tanda dan gejala infeksi berkurang/tidak ada
Memperlihatkan personal hygiene yang adekuat
Intervensi:
Pantau tanda dan gejala infeksi
Kaji factor yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi
Pantau hasil laboratorium
Amati penampilan praktek hygiene personal untuk perlindungan
terhadap infeksi
Jelaskan pada pasien dan keluarga mengapa sakit atau terapi
meningkatkan resiko terhadap infeksi
Instruksikan untuk menjaga personal hygiene
Ajarkan pasien dan keluarga tehnik mencuci tangan yang benar
Ajarkan kepada pengunjung untuk mencuci tangan sewaktu masuk
dan meninggalkan ruang pasien
Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi factor dilingkungan
mereka, gaya hidup atau praktik kesehatan yang meningkatkan risiko
infeksi
Ajarkan keluarga bagaimana membuang balutan luka yang kotor dan
sampah biologis lainnya
Erina, Outry Siregar Nurhayat Usman, Kiki Lukman. 2011. Pola Kuman di Duktus
Biliaris dan Test Resistensi/Sensitifitas terhadap Antimikroba pada Pasien
Ikterus Obstruktif di Duvisi Bedah Digestif , Departemen Ilmu Bedah
RSHS. Bandung: Universitas Padjajaran