Tugas 3 PKSDA - Rev4
Tugas 3 PKSDA - Rev4
DISUSUN OLEH :
Buah kelapa terdiri dari kulit luar, sabut, batok, kulit daging (tesla), daging buah, air
kelapa, dan lembaga (bakal buah). Kulit luar merupakan lapisan tipis (0,14 mm) yang
memiliki permukaan licin dengan warna bervariasi dari hijau hingga coklat, tergantung
dari tingkat kematangan buah. Sabut kelapa merupakan bagian yang cukup besar dari buah
kelapa, yaitu 30% dari berat keseluruhan. Sabut kelapa terdiri dari serat dan gabus yang
menghubungkan satu serat dengan serat lainnya. Batok kelapa merupakan lapisan keras
yang terdiri dari lignin, selulosa, metoksil, dan berbagai mineral. Berat batok kelapa
sekitar 15-19% dari berat keseluruhan buah kelapa. Kulit daging buah merupakan lapisan
tipis coklat pada bagian terluar daging buah. Daging buah merupakan lapisan tebal (8-15
mm) yang berwarna putih. Daging buah tua merupakan sumber minyak nabati yang
memiliki kandungan minyak berkisar 33-35%. Air kelapa mengandung sedikit
karbohidrat, protein, lemak, dan beberapa mineral.
Kelapa segar mengandung 30-50% minyak. Jika kelapa dikeringkan menjadi kopra, maka
kadar lemaknya meningkat antara 63% hingga 65%. Kadar minyak dipengaruhi oleh umur
buah kelapa. Jika semakin tua buah kelapa, maka semakin tinggi kadar minyaknya. Buah
kelapa yang sudah tua atau matang dipanen pada umur 11-12 bulan yang ditandai oleh
tempurung yang berwarna coklat kehitaman, tiga lubang tempat tumbuh bakal tanaman
berwarna hitam dan pada kulit ari berwarna kehitaman. Maka buah kelapa yang sesuai untuk
diolah menjadi virgin coconut oil harus berumur 12 bulan.
Tanaman kelapa merupakan tanaman serbaguna atau tanaman yang mempunyai nilai
ekonomi tinggi. Seluruh bagian pohon kelapa dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
manusia, sehingga pohon ini sering disebut pohon kehidupan (tree of life) karena hampir
seluruh bagian dari pohon, akar, batang, daun dan buahnya dapat dipergunakan untuk
kebutuhan manusia sehari- hari. Berikut gambar pohon industri dari kelapa :
Nilai ekspor minyak kelapa Indonesia masih di bawah Filipina yaitu ekspor Indonesia
32,2% serta Filipina 45,6% dari total ekspor dunia. Ekspor Indonesia masih berupa
minyak kelapa biasa atau Ordinary Coconut Oil (OCO), sedangkan Filipina telah
mengekspor berupa Virgin Coconut Oil (VCO) yang memiliki harga tiga kali dari OCO.
Daftar II. Negara Pengekspor Kelapa dan Produk Terbesar Turunannya di Dunia
Oleh karena itu, ketersediaan buah kelapa yang berlimpah di Indonesia dapat
dimanfaatkan untuk memproduksi VCO yang banyak dibutuhkan oleh pasar lokal maupun
dunia. VCO banyak dibutuhkan oleh pasar karena memiliki beberapa manfaat, salah
satunya di bidang kecantikan, yaitu melembutkan dan mengencangkan kulit, mencegah
keriput, memberikan penampilan rambut yang sehat dan tidak kering, mencegah kerusakan
yang ditimbulkan radiasi sinar ultra violet pada kulit, dan lain-lain.
Minyak kelapa murni atau disebut juga dengan virgin coconut oil adalah minyak yang
berasal dari sari pati kelapa, diproses secara higienis tanpa pemanasan secara langsung dan
bahan kimia tambahan. Dilihat dari warnanya, VCO jauh lebih bening seperti air mineral.
VCO beraroma khas kelapa karena masih mengandung zat-zat fitonutrien alami dari kelapa
(Alamsyah, 2005), dengan asam lemak bebas yang rendah (kurang dari 0,07% sebagai asam
larut), mengandung vitamin E 30 kali lebih tinggi daripada RBD coconut oil dan bebas dari
kontaminasi aflatoksin. Contoh produk VCO diberikan pada Gambar 3.
VCO merupakan minyak stabil, minyak ini tidak mudah rusak dengan adanya panas
serta tahan terhadap cahaya dan udara, jika dipanaskan akan menimbulkan asap pada suhu
198oC serta mengandung vitamin E (tokoferol) yang berperan menjaga kestabilan minyak
dan melindungi ketengikan. VCO dapat disimpan pada suhu kamar selama bertahun-tahun
tanpa perubahan sifat. Minyak ini tidak mudah tengik karena kandungan asam lemak
jenuhnya tinggi sehingga proses oksidasi tidak mudah terjadi. Namun bila kualitas VCO
rendah, proses ketengikan akan berjalan lebih awal, hal ini disebabkan oleh pengaruh
oksigen, keberadaan air, dan mikroba yang mengurangi kandungan asam lemak yang berada
dalam VCO menjadi komponen lain. Sifat-sifat kimia dan fisika dari VCO yaitu:
tidak berwarna
beraroma khas kelapa
tidak larut dalam air
berat jenis 0,883 pada suhu 20oC
memiliki pH di bawah 7
tidak menguap pada suhu 21oC (0%)
titik cair 20-25oC
titik didih 225oC
kerapatan uap 6,91
tekanan uap 1 mmHg pada suhu 121oC
VCO memiliki perbedaan dengan minyak kelapa, hal itulah yang menyebabkan VCO
memiliki harga yang lebih mahal dan lebih banyak digunakan dibanding dengan minyak
kelapa. Perbedaannya disajikan pada Daftar I.
VCO memiliki banyak manfaat dalam dunia industri dan kesehatan. Dalam dunia
perindustrian, VCO dapat digunakan sebagai bahan baku kosmetik. Susunan molekuler
VCO memberikan tekstur lembut dan halus pada kulit dan rambut, sehingga saat ini
banyak industri sabun, shampoo, dan produk perawatan tubuh lain yang menggunakan
bahan baku VCO. Keunggulan VCO adalah merupakan bahan baku yang murah dan
mudah didapat. Dalam dunia kesehatan, VCO memiliki banyak manfaat berikut ini.
1) Merupakan antibakteri, antivirus, antijamur dan antiprotozoa alamiah;
2) Membantu meredakan gejala-gejala dan mengurangi resiko kesehatan yang
berhubungan dengan diabetes;
VCO merupakan minyak kelapa murni yang terbuat dari daging kelapa segar yang
diolah dalam suhu rendah atau tanpa melalui pemanasan. Kandungan penting dalam
minyak tetap bisa dipertahankan, hasil produk minyak memiliki warna yang jernih dan
bisa tahan selama dua tahun tanpa menjadi tengik. Minyak kelapa murni tidak mudah
tengik karena kandungan asam lemak jenuhnya tinggi sehingga proses oksidasi tidak
mudah terjadi. Namun apabila kualitas VCO rendah, proses ketengikan akan mudah
terjadi. Hal ini disebabkan oleh pengaruh oksigen, keberadaan air, dan mikroba yang akan
mengurangi kandungan asam lemak yang berada dalam VCO menjadi komponen lain.
Proses pembuatan VCO sama sekali tidak menggunakan zat kimia organis dan pelarut
minyak. Hasil dari proses ini adalah minyak yang dihasilkan lembut dengan bau khas
kelapa yang unik. Jika minyak didinginkan hingga menjadi beku, warna minyak kelapa
ini putih murni. Sedangkan dalam keadaan cair, minyak ini tidak berwarna (bening).
Proses pembuatan VCO secara sederhana sudah dilakukan oleh nenek moyang kita
sejak turun-temurun. Tetapi cara tersebut perlu dibenahi supaya kualitas VCO yang
dihasilkan menjadi lebih baik. Berikut adalah beberapa contoh proses pengolahan kelapa
menjadi VCO :
A. Metode Sentrifugasi
Metode ini merupakan salah satu pembuatan VCO dengan cara mekanik. Langkah
pembuatannya dikelompokan menjadi tiga yaitu pembuatan santan, pembuatan VCO dan
penyaringan.
Krim dimasukan dalam tabung yang berada didalam sentrifuse. Pemutusan ikatan
lemak protein pada santan dilakukan dengan pemutaran dengan gaya sentrifugal untuk
memisahkan minyak dan air akibat perbedaan berat jenis. Berat jenis minyak lebih ringan
dibanding air sehingga minyak akan terkumpul pada lapisan atas.
Faktor yang dilihat dari metode ini salah satunya adalah kecepatan pemutaran,
biasanya digunakan sekitar 20.000 rpm. Disamping itu faktor waktu juga ternyata
menjadi pembatas dalam pemutaran tersebut. Waktu yang dibutuhkan untuk memutus
ikatan lemak-protein dari santan dengan kecepatan 20.00 rpm yaitu sekitar 15 menit.
• Kelebihan
• Kekurangan
B. Metode Enzimatis
C. Metode Pengasaman
Merupakan salah satu upaya pembuatan VCO dengan cara membuat suasana
emulsi (santan) dalam keadaan asam. Asam memiliki kemampuan untuk memutus
ikatan lemak-protein dengan cara mengikat senyawa yang berikatan dengan lemak.
Namun asam yang dicampurkan kedalam santan hanya bisa bekerja dengan
maksimal bila kondisi pH (derajat keasamannya) sesuai. Pada proses pembuatan
VCO, pH yang paling optimal yaitu 4,3. Pengukuran pH tersebut dilakukan dengan
pH meter atau kertas lakmus.
Kelebihan :
a. Warna lebih bening dibandingkan dengan VCO yang dibuat secara tradisional.
e. Tidak membutuhkan biaya terlalu mahal karena harga asam cuka sebagai
bahan tambahan cukup murah.
Kekurangan :
a. Tidak bisa diformulasikan secara pasti karena untuk mendapatkan pH 4,3
banyak faktor yang berpengaruh sehingga harus dilakukan pencampuran
(santan dan asam) berulang.
b. pH campuran santan dan asam harus pas, yaitu 4,3. Apabila pH-nya kurang
atau lebih kemungkinan kegagalan dalam pembuatan VCO sangat tinggi.
c. Waktu yang dibutuhkan untuk proses pembuatan VCO cukup lama, sekitar
10 jam.
D. Metode Fermentasi
Pembuatan minyak secara fermentasi pada prinsipnya adalah perusakan
protein yang menyelubungi globula lemak. Pada pembuatan minyak kelapa dengan
fermentasi, krim yang didapatkan dicampurkan dengan ragi. Mikroba ini dapat
memecah karbohidrat sehingga menghasilkan asam. Asam yang terbentuk dapat
mengkoagulasi protein santan.
Ragi juga mengandung enzim proteolitik. Enzim proteolitik dapat
menghidrolisis protein yang menyelubungi globula lemak pada emulsi santan,
sehingga minyak dari santan terpisah. Selain itu ragi mempunyai kemampuan
menghasilkan enzim protease dan lipase yang dapat menghidrolisis minyak dengan
didukung oleh kadar air yang tinggi.
Kelebihan :
Produksi kelapa di dunia diperkirakan mencapai 55 juta ton dalam setahun. Indonesia
dan Filipina merupakan negara utama penghasil kelapa di seluruh dunia. Coconut Oil
yang diekstrak dari kelapa memiliki kegunaan yang penting dalam perlengkapan alat
mandi, makanan, dan sektor industri lainnya. Di samping itu, terdapat Virgin Coconut Oil
(VCO) yang kaya akan asam lemak, vitamin, mineral, dan antioksidan. VCO punya
permintaan pasar yang tinggi di seluruh dunia sebagai minyak makan, karena baik untuk
pencernaan, dan memiliki manfaat yang tinggi di dunia kosmetik.
Asia Pasifik menyumbang pangsa pendapatan terbesar di pasar VCO global dan
diperkirakan merupakan wilayah dominan di pasar VCO selama 2016-2023. Hasil
penelitian menunjukkan pembagian pasar VCO terbagi atas :
a. Berdasarkan tipenya
Anorganik
Organik
Obat-obatan
Lainnya
Toko Online
Eropa
Asia Pasifik
Negara lainnya
Indonesia sebagai penghasil kelapa terbesar di dunia, juga memiliki potensi untuk
menjadi eksportir VCO secara global. dalam pertemuan World Economic Forum, akhir
Januari lalu, telah banyak permintaan untuk komoditas tersebut dari sejumlah perusahaan
multinasional di sektor makanan dan minuman. Ketertarikan terhadap komoditas Kelapa
Indonesia tersebut langsung diutarakan oleh para CEO dalam forum tersebut.
Sebelumnya sudah disebutkan pasar VCO dibedakan berdasarkan aplikasinya, ada yang
digunakan sebagai bahan makanan dan minuman, ada yang digunakan sebagai bahan
kosmetik, dan ada yang digunakan sebagai obat-obatan. Manfaat VCO yang cukup banyak ini
membuat VCO dapat digunakan secara langsung ataupun diproses kembali untuk menjadi
produk lain, atau digunakan sebagai campuran untuk suatu produk tertentu. Untuk dalam
negeri sendiri, perusahaan penghasil VCO bisa langsung didistribusikan di toko-toko offline
untuk dikonsumsi secara langsung.
Produksi VCO bisa dilakukan dalam skala kecil (seperti UKM) atau dalam industri besar.
VCO hasil industri bisa diekspor keluar negeri atau dijual ke perusahaan lain yang
membutuhkannya, misalnya industri farmasi sebagai bahan antibiotik, antioksidan, serta
dapat membantu produksi insulin dalam tubuh. VCO juga bisa dijual ke industri produk
perawatan seperti Unilever, P&G, dan lainnya.
Minyak kelapa produksi Indonesia selama ini telah di ekspor, namun hasil ekspor
tersebut Indonesia masih belum bisa memperoleh keuntungan yang besar. Nilai ekspor
minyak kelapa Indonesia hanya 32,2 persen dari total ekspor dunia, masih dibawah
Filipina yang sebesar 45,6 persen (Setiawan,2002), padahal daya serap pasar dunia
tergolong tinggi. Masyarakat di Eropa Barat memerlukan 570.000 ton minyak kelapa
(20,3 persen dari pasar dunia), Amerika Serikat 467.000 ton (16,6 persen), dan India
451.000 ton (16,1 persen). Selain volume ekspor yang rendah, Indonesia juga belum
mengembangkan produk minyak yang bernilai jual tinggi, karena ekspor Indonesia
masih dalam bentuk minyak kelapa biasa, sedangkan Filipina telah memproduksi
minyak kelapa dara murni (Virgin Coconut Oil/VCO) yang harganya bisa mencapai tiga
sampai empat kali minyak kelapa biasa. VCO mempunyai nilai tambah yang besar
karena dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai produk seperti kosmetik, sabun,
makanan dan obat-obatan.
Permintaan VCO tidak hanya datang dari dalam negeri tetapi juga dari luar negeri.
Kebutuhan Amerika terhadap VCO sekitar 1000 ton per tahun, 600 ton terpenuhi dari
hasil impor dari Filipina. Denmark memerlukan 500 ton per tahun dan Inggris
memerlukan 250 ton per tahun (Trubus, 2005). Dari data tersebut, menunjukkan bahwa
VCO memiliki prospek yang baik, apalagi ditunjang dengan harga yang cukup tinggi. Di
pasaran VCO dijual dengan harga bervariasi antara Rp. 35.000 sampai dengan Rp.
50.000 per 350 ml tergantung kandungan asam lauratnya. Standar mutu ekspor yang
harus dipenuhi VCO adalah memiliki kadar asam laurat 43-53 persen, asam kaproat 0,4-
0,6 persen, asam kaprat 4,5-8 persen, peroksida 3 mg per kg, arsenik 0,1 mg per kg dan
tembaga 0,4 mg per kg. Kabupaten Cilacap merupakan daerah yang potensial untuk
pengembangan VCO karena sebagian besar wilayahnya merupakan daerah pantai yang
ditumbuhi tanaman kelapa. Kondisi ini sangat mendukung pengembangan VCO karena
kebutuhan bahan baku buah kelapa dapat dipenuhi dengan mudah. Kondisi wilayah
yang banyak terdapat pohon kelapa merupakan alasan paling utama pengembangan
usaha VCO, selain itu diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah dan juga pendapatan
yang diperoleh petani kelapa pada umumnya mengingat prospek pasar VCO cukup
bagus, baik pasar dalam negeri maupun luar negeri ditambah harga yang cukup mahal,
tentunya akan meningkatkan pendapatan petani kelapa. Adanya usaha ini diharapkan
mampu menyerap tenaga kerja lokal sehingga dapat mengurangi pengangguran dan
dapat meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Anny Hartati dan Atri Mulyani pada
tahun 2009, untuk mengetahui besarnya nilai tambah usaha agroindustri VCO dilakukan
dengan pendekatan analisis nilai tambah menurut metode Hayami (1987). Analisis nilai
tambah merupakan analisis subsistem pengolahan (produksi sekunder yang merubah
bentuk produk primer) dan menggunakan dasar produksi selama satu tahun. Dari
perhitungan balas jasa yang diperoleh dari penggunaan input terdapat marjin sebesar
Rp.1.376,00 per unit, yang terdistribusi pada 3 komponen yaitu pendapatan tenaga kerja
12,86 persen, sumbangan input lain 49,52 persen dan keuntungan 37,62 persen. Dengan
perkataan lain, usaha agroindustri VCO di Kabupaten Cilacap menghasilkan keuntungan
sebesar Rp.517,00 per unit. Hasil analisis menunjukkan bahwa dengan menggunakan
bahan baku berupa kelapa sebanyak 8.760,00 unit per tahun dapat dihasilkan VCO
sebanyak 700,80 liter per tahun. Usaha ini mampu menyerap tenaga kerja sebesar
129,20 HOK per tahunnya. Dengan demikian curahan tenaga kerja yang dibutuhkan
untuk mengolah 1 unit kelapa menjadi VCO sebanyak 0,01 HOK. Apabila harga produk
sebesar Rp.25.000,00 per liter dan faktor konversi sebesar 0,08 maka nilai output
sebesar Rp.2.000,00. Nilai output ini dialokasikan untuk bahan baku berupa kelapa
sebesar Rp.624,00 dan input-input agroindustri lain sebesar Rp.681,39. Dengan
demikian nilai tambah yang terdapat pada 135 136 setiap butir kelapa adalah Rp.694,61
atau 34,73% dari nilai output. Pendapatan tenaga kerja dari setiap butir kelapa yang
diolahnya adalah Rp.176,99 sedangkan pangsa tenaga kerja sebesar 25,48%.
Keuntungan agroindustri VCO sebesar Rp.517,62 dengan tingkat keuntungan 25,88%.
Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keuntungan usaha VCO di Kabupaten Cilacap sama
dengan pangsa tenaga kerjanya. Usaha VCO yang ada di Kabupaten Cilacap merupakan
usaha industri rumah tangga. Tenaga kerja untuk usaha ini kebanyakan merupakan
tenaga kerja keluarga.
Daftar Pustaka
http://repository.wima.ac.id/4770/6/BAB%201.pdf
https://www.researchnester.com/reports/virgin-coconut-oil-market-global-demand-analysis-
opportunity-outlook-2023/253
www.coconese.net