Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya kepada kelompok kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini yang berjudul “ Asal Usul Agama “
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini berkat tuntunan Tuhan yang
maha Esa , kami berterima kasih kepada Dosen pengampu kami, karna membantu kami
dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisan. Namun demikian kami telah berusaha
dengan segala kemampuan kami melakukan yang terbaik.
Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca makalah
ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
Saran ...................................................................................................................................
A. Latar Belakang
Dilihat dari perspektif agama, umur agama setua dengan umur manusia. Tidak ada
suatu masyarakat manusia yang hidup tanpa suatu bentuk agama. Agama ada pada dasarnya
merupakan aktualisasi dari kepercayaan tentang adanya kekuatan gaib dan supranatural yang
biasanya disebut sebagai Tuhan dengan segala konsekuensinya. Atau sebaliknya, agama yang
ajaran - ajarannya teratur dan tersusun rapi serta sudah baku itu merupakan usaha untuk
melembagakan sistem kepercayaan, membangun sistem nilai kepercayaan, upacara dan
segala bentuk aturan atau kode etik yang berusaha mengarahkan penganutnya mendapatkan
rasa aman dan tentram.1[1]
Karena inti pokok dari semua agama adalah kepercayaan tentang adanya Tuhan,
sedangkan persepsi manusia tentang Tuhan dengan segala konsekuensinya beranekaragam,
maka agama-agama yang dianut manusia di dunia ini pun bermacam-macam pula.
Barangkali, karena kondisi seperti inilah Mukti Ali mengatakan:
Barangkali tidak ada kata yang paling sulit diberi pengertian dan definisi selain dari kata
agama. Paling sedikit ada tiga alasan untuk hal ini. Pertama, karena pengalaman agama itu
adalah soal batini dan subyektif, juga sangat individualistik…. Alasan kedua, bahwa
barangkali tidak ada orang yang berbicara begitu bersemangat dan emosional lebih daripada
membicarakan agama… maka dalam membahas tentang arti agama selalu ada emosi yang
kuat sekali hingga sulit memberikan arti kalimat agama itu…. Alasan ketiga, bahwa konsepsi
tentang agama akan dipengaruhi oleh tujuan orang yang memberikan pengertian agama
itu.2[2]
Mengenai arti agama secara etimologi terdapat perbedaan pendapat, di antaranya ada
yang mengatakan bahwa kata agama berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari dua suku
kata yaitu : “a” berarti tidak dan “gama” berarti kacau, jadi berarti tidak kacau.3[3]
1[1] Abdul Madjid, et.al, al-Islam, Jilid I, Pusat Dokumentasi dan Publikasi Universistas
Muhammadiyah, Malang, 1989, hlm. 26
2[2] Mukti Ali, Agama, Universitas dan Pembangunan, Badan Penerbit IKIP, Bandung, 1971, hlm. 4. .
lihat juga Endang Syaefudin Anshari, Ilmu Filsafat dan Agama, PT Bina Ilmu, Surabaya, 2002, hlm. 117-118.
3[3] Taib Thahir Abdul Mu’in, Ilmu Kalam, Wijaya, Jakarta, 1992, hlm. 112. Cf Nasrudin Razak,
Dienul Islam, PT al-Ma’arif, Bandung, 1973, hlm. 76.
Kata agama dalam bahasa Indonesia sama dengan “diin” (dari bahasa Arab) dalam
bahasa Eropa disebut “religi”, religion (bahasa Inggris), la religion (bahasa Perancis), the
religie (bahasa Belanda), die religion, (bahasa Jerman). Kata “diin” dalam bahasa Semit
berarti undang-undang (hukum), sedang kata diin dalam bahasa Arab berarti menguasi,
menundukkan, patuh, hutang, balasan, kebiasaan.
Meskipun terdapat perbedaan makna secara etimologi antara diin dan agama, namun
umumnya kata diin sebagai istilah teknis diterjemahkan dalam pengertian yang sama dengan
“agama”.4[4] Kata agama selain disebut dengan kata diin dapat juga disebut syara,
syari’at/millah. Terkadang syara itu dinamakan juga addiin/millah. Karena hukum itu wajib
dipatuhi, maka disebut addin dan karena hukum itu dicatat serta dibukukan, dinamakan
millah. Kemudian karena hukum itu wajib dijalankan, maka dinamakan syara.5[5]
Dari pengertian agama dalam berbagai bentuknya itu maka terdapat bermacam-
macam definisi agama. Harun Nasution telah mengumpulkan delapan macam definisi agama
yaitu:
1. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi.
2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia.
3. Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu
sumber yang berada di luar diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan
manusia.
4. Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu.
5. Suatu sistem tingkah laku yang berasal dari suatu kekuatan gaib.
6. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu
kekuatan gaib.
7. Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan
takutterhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia.
8. Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang Rasul.6[6]
4[4] Abdul Aziz Dahlan, et.al, Ensiklopedi Hukum Islam, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1997, hlm. 63.
6[6] Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, UI Press, Jakarta, 1985, hlm.10.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Agama
Agama menurut bahasa arab adalah “Din” (ketaatan).
Agama menurut istilah adalah merupakan terjemahan dari bahasa inggris yaitu religion
yang berasal dari bahasa latin relig (are) yang artinya “mengikat”.
Jadi , Agama adalah ajaran, sistem yg mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan
peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yg berhubungan dgn pergaulan
manusia dan manusia serta lingkungannya:Islam,Kristen,Hindhu,Buddha,dll.7[7]
8[8] E.E Evans Pritchard ,Teori – Teori tentang Agama Primitif (Jakarta : PT Djaya Pirusa ,
1984) ,.halm.ix
C. Teori Asal Usul Agama
Teori Asal Mula Agama , menurut beberapa Ahli yaitu sebagai berikut ;
Teori-teori terpenting tentang asal mula dan inti religi. Masalah asal mula dan inti
dari suatu unsur universal seperti religi atau agama itu, tegasnya masalah mengapakah
manusia percaya kepada suatu kekuatan yang dianggap lebih tinggi daripadanya, dan masalah
mengapakah manusia melakukan berbagai hal dengan cara-cara yang beraneka warna untuk
mencari hubungan dengan kekuatan-kekuatan tadi, telah menjadi obyek perhatian para ahli
pikir sejak lama. Adapun mengenai soal itu ada berbagai pendirian dan teori yang berbeda-
beda. Teori-teori yang terpenting adalah :
a) Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi itu terjadi karena manusia mulai sadar
akan adanya faham jiwa.
b) Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi itu terjadi karena manusia mengakui
adanya banyak gejala yang tidak dapat diterangkan dengan akalnya.
c) Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi itu terjadi dengan maksud untuk
menghadapi krisis-krisis yang ada dalam jangka waktu hidup manusia.
d) Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi terjadi karena kejadian-kejadian yang
luar biasa dalam hidupnya, dan dalam alam sekelilingnya.
e) Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi terjadi karena suatu getaran atau
emosi yang ditimbulkan dalam jiwa manusia sebagai akibat dari pengaruh rasa kesatuan
sebagai warga masyarakatnya.
f) Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi terjadi karena manusia mendapat
suatu firman dari Tuhan.
Berikut ini adalah beberapa teori asal usul agama , yaitu :
1. Teori Jiwa
“Teori Jiwa”, pada mulanya berasal dari seorang sarjana antropologi Inggris, E.B.Tylor, dan
diajukan dalam kitabnya yang terkenal berjudul Primitive Cultures (1873). Menurut Tylor,
asal mula agama adalah kesadaran manusia akan faham jiwa. Kesadaran akan faham itu
disebabkan karena dua hal, ialah :
a) Perbedaan yang tampak kepada manusia antara hal-hal yang hidup dan hal-hal yang mati.
Suatu makhluk pada suatu saat bergerak-gerak, artinya hidup; tetapi tak lama kemudian
makhluk tadi tak bergerak lagi, artinya mati. Demikian manusia lambat laun mulai sadar
bahwa gerak dalam alam itu, atau hidup itu, disebabkan oleh suatu hal yang ada di
samping tubuh-jasmani dan kekuatan itulah yang disebut jiwa.
b) Peristiwa mimpi. Dalam mimpinya manusia melihat dirinya di tempattempat lain
daripada tempat tidurnya. Demikian manusia mulai membedakan antara tubuh
jasmaninya yang ada di tempat tidur, dan suatu bagian lain dari dirinya yang pergi ke lain
tempat. Bagian lain itulah yang disebut jiwa.
Sifat abstrak dari jiwa tadi menimbulkan keyakinan di antara manusia bahwa jiwa dapat
hidup langsung, lepas dari tubuh jasmani. Pada waktu hidup, jiwa masih tersangkut kepada
tubuh jasmani, dan hanya dapat meninggalkan tubuh waktu manusia tidur dan waktu manusia
jatuh pingsan. Karena pada suatu saat serupa itu kekuatan hidup pergi melayang, maka tubuh
berada di dalam keadaan yang lemah. Tetapi kata Tylor, walaupun melayang, hubungan jiwa
dengan jasmani pada saat-saat seperti tidur atau pingsan, tetap ada. Hanya pada waktu
seorang makhluk manusia mati, jiwa melayang terlepas, dan terputuslah hubungan dengan
tubuh jasmani untuk selama-lamanya. Hal itu tampak dannyata, kalau tubuh jasmani sudah
hancur berubah debu di dalam tanah atau hilang berganti abu di dalam api upacara
pembakaran mayat; maka jiwa yang telah merdeka terlepas dari jasmaninya itu dapat berbuat
semau-maunya. Alam semesta penuh dengan jiwa-jiwa merdeka itu, yang oleh Tylor tidak
disebut soul atau jiwa lagi, tetapi disebut spirit atau mahluk halus. Demikian pikiran manusia
telah mentransformasikan kesadarannya akan adanya jiwa menjadi kepercayaan kepada
mahluk-mahluk halus.
Pada tingkat tertua di dalam evolusi religinya manusia percaya bahwa mahluk-mahluk
halus itulah yang menempati alam sekeliling tempat tinggal manusia. Makhluk-makhluk
halus tadi, yang tinggal dekat sekeliling tempat tinggal manusia, yang bertubuh halus
sehingga tidak dapat tertangkap panca indera manusia, yang mampu berbuat hal-hal yang tak
dapat diperbuat manusia, mendapat suatu tempat yang amat penting di dalam kehidupan
manusia sehingga menjadi obyek daripada penghormatan dan penyembahannya, dengan
berbagai upacara berupa doa, sajian, atau korban. Agama serupa itulah yang disebut oleh
Tylor animism.
Pada tingkat kedua di dalam evolusi agama, manusia percaya bahwa gerak alam hidup
itu juga disebabkan oleh adanya jiwa yang ada di belakang peristiwa dan gejala alam itu.
Sungai-sungai yang mengalir dan terjun dari gunung ke laut, gunung yang meletus, gempa
bumi yang merusak, angin taufan yang menderu, jalannya matahari di angkasa, tumbuhnya
tumbuh-tumbuhan dan sebagainya, semuanya disebabkan oleh jiwa alam. Kemudian jiwa
alam tadi itu dipersonifikasikan, dianggap oleh manusia seperti makhluk-makhluk dengan
suatu pribadi, dengan kemauan dan pikiran. Makhluk-makhluk halus yang ada di belakang
gerak alam serupa itu disebut dewa-dewa alam.
Pada tingkat ketiga di dalam evolusi religi, bersama-sama dengan timbulnya susunan
kenegaraan di dalam masyarakat manusia, timbul pula kepercayaan bahwa alam dewa-dewa
itu juga hidup di dalam suatu susunan kenegaraan, serupa dengan di dalam dunia makhluk
manusia. Demikian ada pula suatu susunan pangkat dewa-dewa mulai dari raja dewa sebagai
yang tertinggi, sampai pada dewa-dewa yang terendah. Suatu susunan serupa itu lambat laun
akan menimbulkan suatu kesadaran bahwa semua dewa itu pada hakekatnya hanya
merupakan penjelmaan saja dari satu dewa yang tertinggi itu. Akibat dari kepercayaan itu
adalah berkembangnya kepercayaan kepada satu Tuhan yang Esa, dan timbulnya agama-
agama monotheisme.9[9]
9[9] Romdhon, et. al, Agama-agama di Dunia, IAIN Sunan Kalijaga , Press, Yogyakarta, 1988,
hlm. 18-19.
dengan menguasai dan mempergunakan kekuatan dan hukum-hukum gaib yang ada di dalam
alam. Sebaliknya, religion adalah segala sistem perbuatan manusia untuk mencapai suatu
maksud dengan cara menyandarkan diri kepada kemauan dan kekuasaan makhluk-makhluk
halus seperti ruh, dewa dsb., yang menempati alam. Kecuali menguraikan pendiriannya
tentang dasar-dasar religi, Frazer juga membuat dalam karangannya The Golden Bough
tersebut, suatu klarifikasi daripada segala macam perbuatan ilmu gaib kepercayaan dalam
beberapa tipe ilmu gaib.10[10]
10[10] Dadang Kahmad, Metode Penelitian Agama Perspektif Ilmu Perbandingan Agama, CV
Pustaka Setia, Bandung, 2000, hlm. 40-41.
11[11] Koenjtaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, Dian Rakyat, Jakarta 1972, hlm. 222-
223.
Menurut Marett kesadaran tersebut adalah hal yang bersifat terlampau kompleks bagi pikiran
makhluk manusia yang baru ada pada tingkat-tingkat permulaan dari kehidupannya di muka
bumi ini. Sebagai lanjutan dari kecamannya terhadap teori animisme Tylor itu, maka Marett
mengajukan sebuah anggapan baru. Katanya, pangkal dari segala kelakuan keagamaan
ditimbulkan karena suatu perasaan rendah terhadap gejalagejala dan peristiwa-peristiwa yang
dianggap sebagai biasa di dalam kehidupan manusia. Alam tempat gejala-gejala dan
peristiwa-peristiwa itu berasal, dan yang dianggap oleh manusia dahulu sebagai tempat
adanya kekuatan-kekuatan yang melebihi kekuatan-kekuatan yang telah dikenal manusia di
dalam alam sekelilingnya, disebut Supernatural. Gejala-gejala, hal-hal, dan peristiwa-
peristiwa yang luar biasa itu dianggap akibat dari suatu kekuatan supernatural, atau kekuatan
luar biasa, atau kekuatan sakti.
Adapun kepercayaan kepada suatu kekuatan sakti yang ada dalam gejala-gejala, hal-
hal dan peristiwa-peristiwa yang luar biasa tadi, dianggap oleh Marett suatu kepercayaan
yang ada pada makhluk manusia sebelum ia percaya kepada makhluk halus dan ruh; dengan
kata lain, sebelum ada kepercayaan animisme. Itulah sebabnya bentuk agama yang diuraikan
Marett itu sering disebut praeanimisme.
A. Kesimpulan
Agama adalah ajaran, sistem yg mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan
kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yg berhubungan dgn pergaulan manusia dan
Dalam buku Prof. Evans Pritchard , guru besar antropologi social pada Ujiversitas
Oxford dari pada tahun 1946 – 1970. Menurut Prof. Evans Pritchard Ada dua teori pokok
tentang asal – usul agama. yaitu sebagai berikut:
1. Agama Wahyu bahwa asal muasal agama adalah dari Tuhan
2. Agama antropologis, sosiologis, historis, maupun psikologis yang intinya sama yaitu
bahwa agama adalah merupakan fenomena sosial, kultural, dan spiritual.
Berikut ini adalah beberapa teori asal usul agama , yaitu sebagai beriku ini :
1. Teori Jiwa
2. Teori Batas Akal
3. Teori Krisis dalam Hidup Individu
4. Teori Kekuatan Luar Bisa
5. Teori Sentimen Kemasyarakatan
6. Teori Wahyu Tuhan
B. Saran
Maka dengan adanya materi “Asal Usul Agama“. Marilah kita memahami mendalam
tentang Agama terutama dalam hal ini Historical Asal Muasal Agama. Agar terciptanya
masyarakat cerdas intelektual yang membuat keamanan , tentraman , dan damaian.
Penulis menyadari bahwa makalah ini banyak kekurangan baik dari segi materi maupun
dari segi penulisan. Kami mengharap kritik dan saran dari pembaca yang membangun demi
perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan
umumnya bagi para pembaca.Amin
DAFTAR PUSTAKA
1. Abdul Madjid et.al, al-Islam, Jilid I, Pusat Dokumentasi dan Publikasi Universistas
Muhammadiyah, Malang, 1989,
2. Mukti Ali, Agama, Universitas dan Pembangunan, Badan Penerbit IKIP, Bandung,
1971.
3. Taib Thahir Abdul Mu’in, Ilmu Kalam, Wijaya, Jakarta, 1992, hlm. 112. Cf Nasrudin
Razak, Dienul Islam, PT al-Ma’arif, Bandung.
4. Abdul Aziz Dahlan, et.al, Ensiklopedi Hukum Islam, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,
Jakarta, 1997.
5. Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, UI Press, Jakarta,
1985.
6. Portable_Kamus_Besar_Bahasa_Indonesia (KBBI)
7. E.E Evans Pritchard ,Teori – Teori tentang Agama Primitif ,Jakarta : PT Djaya Pirusa
, 1984.
8. Romdhon, et. al, Agama-agama di Dunia, IAIN Sunan Kalijaga , Press, Yogyakarta,
1988.
9. Dadang Kahmad, Metode Penelitian Agama Perspektif Ilmu Perbandingan Agama,
CV Pustaka Setia, Bandung.
10. Koenjtaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, Dian Rakyat, Jakarta 1972.
11. Hilman Hadi Kusuma, Antropologi Agama Bagian I (Pendekatan Budaya Terhadap
Aliran kepercayaan, Agama Hindu, Buddha, Kong Hu Chu, di Indonesia), PT Citra
Aditya Bakti, Bandung, 1993.