Anda di halaman 1dari 11

Laporan Praktikum

Biologi Oral II

SAMPEL RONGGA MULUT UNTUK PEMERIKSAAN ELISA

Oleh :

Miftah Izha A.R 021611133043 Lela Rizky A 021611133052

Daniel Sukandar 021611133044 Aisyah Ekasari R 021611133053

Salsalia Siska A 021611133045 Rhamoza Kumala 021611133084

Intan Savina N.A 021611133046 T.G Emir A. 0216111330131

Anisa Nur Afifah 021611133047 Fajarinayah S. 0216111330153

Tata Prasantat M. 021611133048

Viola Stevy 021611133049

Ni Wayan Eka D 021611133050

Departemen Biologi Oral

Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Airlangga

Semester Genap – 2018


1. Tujuan

Mampu memahami prosedur pemeriksaan sampel rongga mulut dengan


metode ELISA.

2. Alat dan Bahan

Alat:

1. Kit ELISA

2. Polystyrene 96 well microtiter plate (microplate)

3. Micropipet (100-200 µL)

4. Microplate shacker

5. Microtube (1-1.5 mL )

6. Microplate washer

7. Baker glass

8. ELISA reader (elektrofotometer)

Bahan :

1. Sampel serum saliva

2. Micro assay plate (96 sumur yang dindingnya sudah dilapisi antigen)

3. Kontrol negatif : 1vial serum saliva dalam phospat buffer dengan protein
stabilizer.

4. Kontrol positif : 1 vial antibody SIgA dalam phospat buffer dengan


protein stabilizer.

5. Cairan pencuci (PBS-tween 20+ peservatif proclin 300 0,005%)

6. Larutan konjugat : phospat buffer saline, BSA dan stabilizer.

7. Substrat : tetramethyl-benzidine dengan citrate-phosphate buffer


mengandung H2O2.

8. Coating buffer
9. PBS-T casein 1%.

10. Stopping solution

11. Aquades

3. Metode dan Cara Kerja

A. Persiapan Segmen dan Reagen 


1. Larutkan antigen kedalam coating buffer dengan perbandingan 1/1000 8


2. Masukkan larutan tadi ke tiap lubang plate sebanyak 100:l 


3. Cuci plate dengan larutan pencucui (PBS-T) 


4. Blocking dengan memasukkan blocking buffer (PBS-T casein 1%) ke



tiap lubang plate sebanyak 150 l. 


B. Pengujian

1. Kontrol negative 2 well (A1-A2), control positif 2 well (A3-A4) dan


sisanya untuk masing-masing sampel yang diuji. 


2. Masukan 100 l sampel serum control negative di plate 1-2 (A1-A2),


control positif di plate 3-4 (A3-A4) dan plate lainnya untuk masing-
masing sampel yang diuji. 


3. Plate ditutup dengan plastic adhesive dan diinkubasikan pada suhu 37


derajat Celsius selama 1 jam. 


4. Plate dicuci sebanyak 4 kali dan masukkan pelarut kojugat 100 l ke setiap
lubang plate. 


5. Plate dicucui kembali sebanyak 4 kali dan masukkan substrat 100 l ke


setiap lubang plate. 


6. Plate ditutup dengan plastic adhesive, kocok dengan microplate shaker


dan diinkubasikan pada suhu kamar selama 45-60 menit. 

7. Baca hasil menggunakan ELISA reader dengan panjang gelombang 405
nm. 


8. Hasil Optical Density (OD) dikonversi menggunakan rumus PI (Present


Inhibition). 


4. Hasil Praktikum

Gambar 1. Hasil praktikum ELISA)

Pada foto di atas, nampak hasil saliva milik kelompok A1, A2, A3, dan A4
yang telah diberi perlakuan pada praktikum ELISA. Pada hasil praktikum
ELISA didapatkan perubahan warna menjadi warna biru pudar pada semua
well plate. Namun, warna biru paling pekat didapatkan pada well plate milik
kelompok A1 (keempat dari kanan). Hal tersebut menunjukkan adanya reaksi
antara antigen dan antibody pada keempat well plate tersebut tetapi dengan
tingkat reaksi yang berbeda. Yaitu milik kelompok A1 memiliki tingkat
reaksi yang paling tinggi dibanding ketiga well plate lainnya.

5. Tinjauan Pustaka

5.1 Definisi ELISA

ELISA (Enzym Linked Immunosorbent Assay) merupakan uji


immunologi dengan mengukur interaksi antigen antibodi yang
menggunakan enzim sebagai label secara kuantitatif. Reaksi enzimatik
antara enzim dan reaktan digunakan untuk menandakan adanya reaksi
yang kemudian dapat diukur secara kuantitatif berdasarkan perubahan
warna. ELISA dapat diaplikasikan pada deteksi infeksi, deteksi hormon,
deteksi bahan-bahan toksik, bidang bioteknologi, dan deteksi marker
keradangan(cytokine) (Sidarningih, 2018).

5.2 Klasifikasi ELISA

Menurut Indrawati, 2018 ELISA dibagi menjadi tiga kelompok


berdasarkan sistem kerja dalam reaksinya yaitu Direct ELISA, Indirect
ELISA, dan Sandwich ELISA. Pengelompokan ini didasarkan pada
kompetisi atau inhibisi dari ELISA.

a. Direct ELISA

Direct ELISA merupakan jenis ELISA yang paling sederhana


dalam reaksinya. Direct ELISA hanya membutuhkan antigen,
antibodi, enzim, dan substrat.

b. Indirect ELISA

Prinsip metode indirect ELISA adalah antigen dilapisi ke


permukaan mikrotiter plate. Antigen dikenali antibodi yang ada
didalam sampel (antibodi primer) dan terjadi ikatan. Selanjutnya
antibodi primer dikenali oleh antibodi sekunder yang telah terhubung
dengan enzim. Substrat reaksi dengan enzim menghasilkan produk
yang berwarna.

c. Sandwich ELISA

Sandwich ELISA atau Capture ELISA merupakan satu tes yang


sensitif untuk mengukur pikogram atau mikrogram jumlah zat,
seperti hormon, sel marker kimia, infeksi, antigen, dan sitokin.
Desain sandwich ELISA lebih dibutuhkan dibanding dengan direct
atau indirect ELISA. Karena pada metode direct atau indirect,
substansi yang dianalisis terlalu encer untuk mengikat lempeng
mikro pada polisteryn, seperti protein dalam supernatan kultur sel
atau tidak berikatan baik dengan plastik (molekul organik)
5.3 Prinsip dasar kerja ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay)

Antigen yang hendak diuji ditempelkan pada suatu permukaan yang


berupa microtiter plate. Penempelan tersebut dapat dilakukan melalui
dua cara yaitu cara pertama penempelan secara non spesifik melalui
penyerapan antigen pada permukaan microtiter kemudian ditambahkan
antibodi penangkap. Cara kedua penempelan secara spesifik dengan
menggunakan antibodi penangkap yang bersifat spesifik kemudian
ditambahkan dengan antigen yang diuji, cara ini digunakan pada teknik
ELISA sandwich.

Gambar 3.1 Prinsip Dasar Kerja ELISA dengan penempelan non spesifik

Gambar 3.2 Prinsip Dasar Kerja ELISA dengan penempelan spesifik

Setelah antigen ditempelkan (couted) dan ditambahkan dengan


antibodi penangkap, akan terjadi pembentukan kompleks diantara antigen
dan antibodi.Tahap selanjutnya antibodi pendeteksi spesifik yang telah
berikatan dengan suatu enzim signal melalui biokonjugasi (Antibodi
sekunder) dicampurkan ke atas permukaan tersebut, sehingga antibodi
pendeteksi spesifik berlabel enzim dapat mengenali dan berikatan dengan
antigen yang telah membentuk kompleks dengan antibodi penangkap.
Enzim signal bertindak sebagai amplifier, sehingga enzim akan tetap
memproduksi berbagai molekul sinyal meskipun hanya sedikit antibodi
sekunder yang terikat dengan antigen.

Kemudian ke atas permukaan tersebut dicampurkan suatu substrat


berupa buffer yang dapat bereaksi dengan enzim signal. Pada saat
substrat buffer tersebut dicampurkan ke permukaan, enzim yang bertaut
dengan antibodi atau antigen spesifik yang berinteraksi dengan antibodi
atau antigen sampel akan bereaksi dengan substrat dan menimbulkan
suatu signal visibel berupa produk yang berwarna untuk menunjukkan
kuantitas antigen dalam sampel. Pada setiap tahapan kerja ELISA harus
dilakukan pencucian microtiter plate dengan larutan deterjen lembut
untuk membuang kelebihan protein atau antibodi yang tidak terikat (Yadi
et al, 2009; Adji et al, 2015).

5.4 Kelebihan dan Kekurangan Teknik ELISA

Teknik ELISA ini memiliki beberapa kelebihan, antara lain


(Anggraini dan Hidayat, 2014) :

a. Teknik pengerjaan relatif sederhana dan mudah dilakukan

b. Tidak memerlukan alat yang canggih

c. Relatif ekonomis karena jenis antibodi yang digunakan hanya satu


saja, sehingga menghemat biaya untuk membeli banyak jenis
antibodi

d. Hasil memiliki tingkat sensitivitas yang cukup tinggi

e. Dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan antigen walaupun


kadar antigen tersebut sangat rendah, hal ini disebabkan sifat
interaksi antara antibodi dan antigen yang bersifat sangat spesifik

f. Dapat digunakan dalam banyak macam pengujian.

Kekurangan dari teknik ELISA antara lain:

a. Jenis antibodi yang dapat digunakan pada uji dengan teknik ELISA
ini hanya jenis antibodi monoklonal (antibodi yang hanya mengenali
satu antigen) (Yadi et al, 2009)
b. Harga antibodi monoklonal relatif lebih mahal daripada antibodi
poliklonal, sehingga pengujian teknik ELISA ini membutuhkan
biaya yang relatif cukup mahal

c. Pada beberapa macam teknik ELISA, dapat terjadi kesalahan


pengujian akibat kontrol negatif yang menunjukkan respons positif
yang disebabkan inefektivitas dari larutan blocking sehingga
antibodi sekunder atau antigen asing dapat berinteraksi dengan
antibodi bertaut enzim signal dan menimbulkan signal

d. Reaksi antara enzim signal dan substrat berlangsung relatif cepat,


sehingga pembacaan harus dilakukan dengan cepat. Pada
perkembangannya hal ini dapat diatasi dengan memberikan larutan
buffer untuk menghentikan reaksi.

6. Pembahasan

Indirect ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) ini pada


dasarnya juga merupakan teknik ELISA yang paling sederhana, hanya saja
dalam teknik ELISA indirect yang dideteksi dan diukur konsentrasinya
merupakan antibody. ELISA indirect menggunakan suatu antigen spesifik
(monoklonal) serta antibody sekunder spesifik tertaut enzim signal untuk
mendeteksi keberadaan antibody yang diinginkan pada sampel yang diuji
(Putriani, 2015).

Tahap umum yang digunakan dalam indirect ELISA untuk


mendeterminasi konsentrasi antibodi dalam serum adalah (Putriani, 2015):

a. Suatu antigen yang sudah dikenal dan diketahui konsentrasinya


ditempelkan pada permukaan lubang plate mikrotiter. Antigen tersebut
akan menempel pada permukaan plastik dengan cara adsorpsi. Sampel
dari konsentrasi antigen yang diketahui ini akan menetapkan kurva
standar yang digunakan untuk mengkalkulasi konsentrasi antigen dari
suatu sampel yang akan diuji.
b. Suatu larutan pekat dari protein non-interacting, seperti bovine serum
albumin (BSA) atau kasein, ditambahkan dalam semua lubang plate
mikrotiter. Tahap ini dikenal sebagai blocking, karena protein serum
memblok adsorpsi non-spesifik dari protein lain ke plate.

c. Lubang plate mikrotiter atau permukaan lain kemudian dilapisi dengan


sampel serum dari antigen yang tidak diketahui, dilarutkan dalam buffer
yang sama dengan yang digunakan untuk antigen standar. Karena
imobilisasi antigen dalam tahap ini terjadi karena adsorpsi non-spesifik,
maka konsentrasi protein total harus sama dengan antigen standar.

d. Plate dicuci, dan antibodi pendeteksi yang spesifik untuk antigen yang
diuji dimasukkan dalam lubang. Antibodi ini hanya akan mengikat
antigen terimobilisasi pada permukaan lubang, bukan pada protein serum
yang lain atau protein yang terbloking.

e. Antibodi sekunder, yang akan mengikat sembarang antibodi pendeteksi,


ditambahkan dalam lubang. Antibodi sekunder ini akan berkonjugasi
menjadi enzim dengan substrat spesifik. Tahap ini bisa dilewati jika
antibodi pendeteksi berkonjugasi dengan enzim.

f. Plate dicuci untuk membuang kelebihan konjugat enzim-antibodi yang


tidak terikat.

g. Dimasukkan substrat yang akan diubah oleh enzim untuk mendapatkan


sinyal kromogenik/ fluorogenik/ elektrokimia.

h. Hasil dikuantifikasi dengan spektrofotometer, spektrofluorometer atau


alat optik/ elektrokimia lainnya.

Metode yang dilakukan pada praktikum kali ini adalah indirect ELISA.
Saliva digunakan sebagai antigen dimasukkan dalam wheel atau sumuran
kemudian ditambahkan antibody sebanyak 1 mL, antibody tersebut akan
membentuk ikatan dengan antigen dalam saliva (ikatan Ag-Ab). Kemudian
dilakukan inkubasi selama 10 menit. Tahap selanjutnya yaitu mencuci
menggunakan larutan buffer. Kemudian dilakukan pencucian sebanyak 1 kali.
Selanjutnya ditambahkan antibody 2 berlabel enzim yang berfungsi
memperkuat ikatan antara antigen dengan antibody karena adanya proses
fisiologi yang berbeda antara dalam tubuh dengan diluar tubuh. Selajutnya
ditambahkan substrat untuk memunculkan warna. Kemudian dilakukan
pencucian untuk menghilangkan sisa yang tidak berikatan. Kemudian di atas
permukaan tersebut dicampurkan suatau substrat yang dapat bereaksi dengan
enzim signal. Pada saat substrat tersebut dicampurkan ke permukaan, enzim
yang bertaut dengan antibodi atau antigen spesifik yang berinteraksi dengan
antibodi atau antigen sampel akan bereaksi dengan substrat dan menimbulkan
suatu signal yang dapat dideteksi.

Pada praktikum uji Elisa yang telah dilakukan didapatkan hasil tidak
timbulnya warna pada salah satu sumuran, dan sumuran yang lain terdapat
timbulnya warna. Tidak timbulnya warna pada sumuran disebabkan karena
tidak adanya ikatan spesific anatar antibodi dan antigen. Sedangkan
timbulnya warna pada sumuran yang lain disebabkan karena adanya reaksi
spesifik antara antibodi dan antigen yang menggunakan enzim sebagai
penanda (marker), kemudian enzim akan bereaksi dengan adanya
penambahan substrat dan akan menghasilkan warna. Warna yang timbul
dapat ditentukan secara kualitatif dengan pandangan mata atau kuantitatif
dengan pembacaan nilai absorbansi (OD) pada ELISA plate reader. Namun
pada praktikum yang dilakukan tidak dilakukan pembacaan nilai OD
sehingga untuk mengamati hasil uji Elisa menggunakan metode kualitatif
yaitu dengan pandangan mata.

Setelah diamati, warna yang dihasilkan pada uji Elisa yang dilakukan
adalah biru dan intensitas warnanya samar-samar tidak terlalu jelas. Intensitas
warna yang dihasilkan merupakan indikasi jumlah ikatan antibodi atau
antigen. Hal tersebut menggambarkan bahwa jumlah ikatan spesifik antara
antibodi dan antigen jumlahnya sedikit. Hasil tersebut dapat disebabkan oleh
berbagai hal, salah satunya yaitu kemungkinan karena metode yang dilakukan
tidak sesuai dengan standar yang ada. Yaitu pada proses dilakukan inkubasi
antigen dan antibodi selama 10 menit, sedangkan pada standar yang ada
seharusnya dilakukan inkubasi selama 60 menit. Hal ini menyebabkan hanya
sebagian antigen yang berikatan dengan antibody sehingga intensitas warna
yang dihasilkan rendah.

7. Daftar Pustaka

Adji, R.S., Wawan, I.W.T., Lukman, D.W., Setiyaningsih, S. 2015.


Pengembangan Enzyme-Linked Immunosorbent Assay Paratuberkulosis
dengan Antigen Protoplasmik Mycobacterium avium Subspecies
Paratuberculosis Isolat Lapang. Jurnal Veteriner, 16(2) : p. 159-166.

Anggraini, S., Hidayat, S.H. 2014. Sensitivitas Metode Serologi dan


Polymerase Chain Reaction untuk Mendeteksi Bean Common Mosaic
Potyvirus pada Kacang Panjang. Jurnal Fitopatologi Indonesia, 10(1): p.
17-22.

Indrawati, Retno. 2018. Sampel rongga mulut untuk pemeriksaan ELISA.


Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga.

Putriani, T. 2015. ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay). Jakarta.

Sidarningsih. 2018. Pengelolaan sampel rongga mulut untuk pemeriksaan


ELISA(Enzym Linked Immunosorbent Assay). Powerpoint presentation.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga.

Yadi, S., Ifa, M., Machmud, M. 2009. Potensi Pemanfaatan Perangkat


Diagnostik ELISA serta Variannya untuk Deteksi Patogen Tanaman.
Jurnal Agro Biogen, 5(1): p. 39-48.

Anda mungkin juga menyukai