Anda di halaman 1dari 18

LP ULKUS DM

A. Pengertian

Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda-tanda
hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik,
sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada
metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein (
Askandar, 2000 ). Diabetes mellitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan absolut
insulin atau insensitifitas sel terhadap insulin (Corwin, 2001: 543).

Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus adalah kematian jaringan
yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus
berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan
neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010).

Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai sebab utama morbiditas,
mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting
untukterjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan plak
atherosklerosis pada dinding pembuluh darah, (zaidah 2005).

Klasifikasi Diabetes yang utama menurut Smeltzer dan Bare (2001:

1220), adalah sebagai berikut :

1. Tipe 1 Diabetes Mellitus tergantung insulin (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)

2. Tipe II Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus)

3. Diabetes Mellitus yang berhubungan dengan sindrom lainnya.

4. Diabetes Mellitus Gestasional (Gestasional Diabetes Mellitus)

B. Etiologi

Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1224), penyebab dari diabetes mellitus adalah:

1. Diabetes Tipe I

a. Faktor genetik.

b. Faktor imunologi.

c. Faktor lingkunngan.
2. Diabetes Tipe II

a. Usia.

b. Obesitas.

c. Riwayat keluarga.

d. Kelompok genetik.

Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi menjadi factor endogen dan
ekstrogen.

1. Faktor endogen

a. Genetik, metabolik.

b. Angiopati diabetik.

c. Neuropati diabetik.

2. Faktor ekstrogen

a. Trauma.

b. Infeksi.

c. Obat.

Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus Diabetikum adalah angipati, neuropati dan
infeksi.adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensai nyeri pada kaki,
sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki
gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga merubah titik
tumpu yang menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh
darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit pada tungkainya sesudah ia berjalan pada
jarak tertentu. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi,
oksigen serta antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh (Levin, 1993) infeksi
sering merupakan komplikasi yang menyertai Ulkus Diabetikum akibat berkurangnya aliran darah atau
neuropati, sehingga faktor angipati dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan Ulkus
Diabetikum.(Askandar 2001).
C. Klasifikasi

Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu:

· Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan
bentuk kaki seperti “ claw,callus “.

· Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.

· Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.

· Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.

· Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.

· Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai

D. Patofisiologi

Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1223), patofisiologi dari diabetes mellitus adalah :

1. Diabetes tipe I

Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas
telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak
terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati
meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika
konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang
tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan
berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya
simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa
hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan
lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping
pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh
apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan
tandatanda dan gejala seperti nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton dan
bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.

2. Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin
dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan
sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan
reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif maka awitan
diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering
bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria. polidipsia, luka yang lama sembuh,
infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat tinggi).

Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh darah di seluruh
tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada
pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus
(mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih
besar disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus
berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai
vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami
beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan
terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan
akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka
abnormal manghalangi resolusi.

Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat
menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal,
bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).

E. Pathways

Lampiran I

F. Manifestasi

Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis, daerah akral itu
tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal .
Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli
memberikan gejala klinis 5 P yaitu :

1. Pain (nyeri).
2. Paleness (kepucatan).

3. Paresthesia (kesemutan).

4. Pulselessness (denyut nadi hilang)

5. Paralysis (lumpuh).

G. Komplikasi

Menurut Subekti (2002: 161), komplikasi akut dari diabetes mellitus adalah sebagai berikut :

1. Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah keadaan kronik gangguan syaraf yang disebabkan penurunan glukosa darah. Gejala
ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma dengan kejang. Penyebab tersering
hipoglikemia adalah obat-obat hiperglikemik oral golongan sulfonilurea.

2. Hiperglikemia Secara anamnesis ditemukan adanya masukan kalori yang berlebihan, penghentian
obat oral maupun insulin yang didahului oleh stress akut. Tanda khas adalah kesadaran menurun
disertai dehidrasi berat. Ulkus Diabetik jika dibiarkan akan menjadi gangren, kalus, kulit melepuh, kuku
kaki yang tumbuh kedalam, pembengkakan ibu jari, pembengkakan ibu jari kaki, plantar warts, jari kaki
bengkok, kulit kaki kering dan pecah, kaki atlet, (Dr. Nabil RA).

H. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Arora (2007: 15), pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi 4 hal yaitu:

1. Postprandial

Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas 130 mg/dl mengindikasikan diabetes.

2. Hemoglobin glikosilat: Hb1C adalah sebuah pengukuran untuk menilai kadar gula darah selama 140
hari terakhir. Angka Hb1C yang melebihi 6,1% menunjukkan diabetes.

3. Tes toleransi glukosa oral


Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan 75 gr gula, dan akan diuji selama
periode 24 jam. Angka gula darah yang normal dua jam setelah meminum cairan tersebut harus < dari
140 mg/dl.

4. Tes glukosa darah dengan finger stick, yaitu jari ditusuk dengan sebuah jarum, sample darah
diletakkan pada sebuah strip yang dimasukkan kedalam celah pada mesin glukometer, pemeriksaan ini
digunakan hanya untuk memantau kadar glukosa yang dapat dilakukan dirumah.

5. Urine

Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict (
reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++
), dan merah bata ( ++++ )

6. Kultur pus

Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.

I. Penatalaksanaan

1. Medis

Menurut Soegondo (2006: 14), penatalaksanaan Medis pada pasien dengan Diabetes Mellitus meliputi:

a. Obat hiperglikemik oral (OHO).

Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :

1) Pemicu sekresi insulin.

2) Penambah sensitivitas terhadap insulin.

3) Penghambat glukoneogenesis.

4) Penghambat glukosidase alfa.

b. Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan :

1) Penurunan berat badan yang cepat.

2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.

3) Ketoasidosis diabetik.
4) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.

c. Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara
bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah.

2. Keperawatanan

Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain dengan antibiotika atau
kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan ulkus dengan larutan klorida atau larutan
antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1 : 500 mg dan penutupan ulkus
dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secara mekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap
kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan untuk kasus DM. Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1226),
tujuan utama penatalaksanaan terapi pada Diabetes Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan
kadar glukosa darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya
komplikasi. Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetik:

a. Diet

Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua unsur makanan
esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah yang tinggi dan menurunkan
kadar lemak.

b. Latihan

Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan kadar glukosa darah
dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar insulin.

c. Pemantauan

Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan pada penderita
diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.

d. Terapi (jika diperlukan)

Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan kenaikan kadar glukosa
darah sesudah makan dan pada malam hari.

e. Pendidikan

Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari keterampilan dalam melakukan
penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan mampu menghindari komplikasi dari diabetes itu sendiri.

f. Kontrol nutrisi dan metabolic


Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka. Adanya anemia
dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12
gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita DM dengan selulitis atau
gangren diperlukan protein tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat 60%.
Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang besar. Pembedahan dan
pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya
penderita dengan hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehingga kontrol gula
darah yang baik harus diupayakan sebagai perawatan pasien secara total.

g. Stres Mekanik

Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi weight bearing meliputi
bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup dan sepatu khusus. Semua pasien yang
istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki harus dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi tiap
hari. Hal ini diperlukan karena kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga akan
terjadi trauma berulang ditempat yang sama menyebabkan bakteri masuk pada tempat luka.

h. Tindakan Bedah

Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan pengobatan atau pembedahan
dapat ditentukan sebagai berikut:

Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.

Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor.

J. Pengkajian Fokus

Menurut Doenges (2000: 726), data pengkajian pada pasien dengan Diabetes Mellitus bergantung pada
berat dan lamanya ketidakseimbangan metabolik dan pengaruh fungsi pada organ, data yang perlu
dikaji meliputi :

1. Aktivitas / istirahat

Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan, kram otot

Tanda : Penurunan kekuatan otot, latergi, disorientasi, koma

2. Sirkulasi

Gejala : Adanya riwayat hipertensi, ulkus pada kaki, IM akut


Tanda : Nadi yang menurun, disritmia, bola mata cekung

3. Eliminasi

Gejala : Perubahan pola berkemih ( poliuri ), nyeri tekan abdomen

Tanda : Urine berkabut, bau busuk ( infeksi ), adanya asites.

4. Makanan / cairan

Gejala : Hilang nafsu makan, mual / muntah, penurunan BB, haus

Tanda : Turgor kulit jelek dan bersisik, distensi abdomen

5. Neurosensori

Gejala : Pusing, sakit kepala, gangguan penglihan

Tanda : Disorientasi, mengantuk, latergi, aktivitas kejang

6. Nyeri / kenyamanan

Gejala : Nyeri tekan abdomen

Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi

7. Pernafasan

Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batu dengan / tanpa sputum

Tanda : Lapar udara, frekuensi pernafasn

8. Seksualitas

Gejala : Impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita

9. Penyuluhan / pembelajaran

Gejala : Faktor resiko keluarga DM, penyakit jantung, strok, Hipertensi

K. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan Diabetes Millitus secara teori mnurut (Carpenito, Lyna juall. 2000).

1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran darah ke daerah
gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.

2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.

3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iskemik jaringan.

4. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.

5. Ganguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang
kurang.

6. Potensial terjadinya penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan dengan tingginya kadar gula darah.

3. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya informasi.

4. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.

L. Intervensi Keperawatan

1. Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah ke daerah gangren


akibat adanya obstruksi pembuluh darah.

Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.

Kriteria Hasil :

a. Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler

b. Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosi.

c. Kulit sekitar luka teraba hangat.

d. Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.

e. Sensorik dan motorik membaik

Rencana tindakan :

1) Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi

Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.


2) Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah : Tinggikan kaki sedikit lebih
rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan
ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.

Rasional: meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi oedema.

3) Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa : Hindari diet tinggi kolestrol, teknik
relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.

Rasional: kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok dapat menyebabkan
terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk

mengurangi efek dari stres.

4) Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah
secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).

Rasional: pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga perfusi jaringan
dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara

rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah
ulkus/gangren.

2. Diagnosa no. 2

Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangrene pada ekstrimitas.

Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.

Kriteria hasil :

a. Berkurangnya oedema sekitar luka.

b. Pus dan jaringan berkurang

c. Adanya jaringan granulasi.

d. Bau busuk luka berkurang.

Rencana tindakan :

1) Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.

Rasional: Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan membantu dalam
menentukan tindakan selanjutnya.
2) Rawat luka dengan baik dan benar : Membersihkan luka secara abseptik menggunakan larutan
yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.

Rasional: Merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka dan larutan yang iritatif
akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses
granulasi.

3) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula
darah pemberian anti biotik.

Rasional: insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus untuk mengetahui jenis
kuman dan anti biotic yang tepat untuk pengobatan, pemeriksaan kadar gula darah untuk mengetahui
perkembangan penyakit.

3. Diagnosa no. 3

Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.

Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang

Kriteria hasil :

a. Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang atau hilang.

b. Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi nyeri

c. Elspresi wajah klien rileks.

d. Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.(S : 36 – 37,5 0C, N: 60 – 80 x /menit, T :
120/80mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).

Rencana tindakan :

1) Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.


Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.

2) Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.

Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan mengurangi ketegangan pasien
dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama dalam melakukan tindakan.

3) Ciptakan lingkungan yang tenang.

Rasional: Rangasang yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa nyeri.

4) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.

Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien.

5) Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.

Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot untuk relaksasi
seoptimal mungkin.

6) Lakukan massage saat rawat luka.

Rasional : Massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus.

7) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.

Rasional : Obat-obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.

4. Diagnosa no. 4

Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.

Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang

optimal.

Kriteria Hasil :

a. Pergerakan paien bertambah luas

b. Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan ( duduk, berdiri, berjalan ).

c. Rasa nyeri berkurang.


d. Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan.

Rencana tindakan :

1) Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.

Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.

2) Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar gula darah dalam
keadaan normal.

Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam tindakan keperawatan.

3) Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui kemampuan.

Rasional : Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.

4) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.

Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.

5) Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan tenaga fisioterapi.

Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi untuk melatih pasien
melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.

5. Diagnosa no. 5

Gangguan pemenuhan nutrisi ( kurang dari ) kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan
yang kurang.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi

Kriteria hasil :

a. Berat badan dan tinggi badan ideal.

b. Pasien mematuhi dietnya.

c. Kadar gula darah dalam batas normal.

d. Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.


Rencana Tindakan :

1) Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.

Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat diberikan
tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.

2) Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.

Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia.

3) Timbang berat badan setiap seminggu sekali.

Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat badan merupakan salah satu indikasi
untuk menentukan diet ).

4) Identifikasi perubahan pola makan.

Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan.

5) Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet diabetik.

Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam jaringan sehingga gula
darah menurun, pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah
komplikasi.

6. Diagnosa no. 6

Potensial terjadinya penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan dengan tinggi kadar gula darah.

Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis).

Kriteria Hasil :

a. Tanda-tanda infeksi tidak ada.

b. Tanda-tanda vital dalam batas normal ( S: 36 -37,50C )


c. Keadaan luka baik dan kadar gula darah normal.

Rencana tindakan :

1) Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka.

Rasional : Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda penyebaran infeksi dapat membantu menentukan
tindakan selanjutnya.

2) Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan diri selama perawatan.

Rasional : Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara untuk mencegah infeksi kuman.

3) Lakukan perawatan luka secara aseptik.

Rasional : Untuk mencegah kontaminasi luka dan penyebaran infeksi.

4) Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang ditetapkan.

Rasional : Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup dapat meningkatkan daya tahan tubuh, pengobatan
yang tepat, mempercepat penyembuhan sehingga memperkecil kemungkinan terjadi penyebaran
infeksi.

5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan insulin.

Rasional : Antibiotika dapat menbunuh kuman, pemberian insulin akan menurunkan kadar gula dalam
darah sehingga proses penyembuhan akan lebih cepat.

7. Dianosa no. 7

Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya informasi.

Tujuan : Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.

Kriteria Hasil:
a. Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya dan dapat
menjelaskan kembali bila ditanya.

b. Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.

Rencana Tindakan :

1) Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM dan gangren.

Rasional : Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui sejauh mana
informasi atau pengetahuan yang diketahui pasien/keluarga.

2) Kaji latar belakang pendidikan pasien.

Rasional : Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan menggunakan kata-kata dan kalimat
yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat pendidikan pasien.

3) Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada pasien dengan bahasa
dan kata-kata yang mudah dimengerti.

Rasional : Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga tidak menimbulkan
kesalahpahaman.

4) Jelasakan prosedur yang akan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan

libatkan pasien didalamnya.

Rasional : Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secara langsung

dalam tindakan yang dilakukan, pasien akan lebih kooperatif

dan cemasnya berkurang.

5) Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan ( jika ada / memungkinkan).

Rasional : gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan.

Daftar Pustaka
Price, A.S (1995). Patofisologi: konsep klinis proses-proses penyakit. (edisi 4), Jakarta: EGC

Brunner dan Suddarth. (2002). Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta: EGC

Doenges, M.E.et all. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. (edisi 3). Jakarta: EGC

Evelyn C. Pearce (2003). Anatomi Fisiologi; untuk paramedis , Jakarta: PT Gramedia

Syaifuddin (2005). Anatomi Fisiologi; untuk mahasiswa keperawatan (edisi 3), Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai