Anda di halaman 1dari 9

2.

Aspek Intelektual (kognitif)

Dalam pandangan Piaget, perkembangan kognitif pada hakekatnya adalah


perkembangan kemampuan penalaranlogis. Baginya, berpikir dalam proses kognitif
tersebut lebih penting dari pada sekedar mengerti. Pada masa remaja, peserta didik
mulai mengembangkan cara berpikirnya.
Masa remaja sudah mencapai tahap perkembangan berpikir operional formal.
Tahap ini ditandai dengan kemampuan berfikir abstrak (seperti memecahkan
persamaan aljabar), idealistik (seperti berpikir tentang ciri-ciri ideal dirinya, orang
lain dan masyarakat) dan logis (seperti menyusun rencana untuk memecahkan
masalah).
Pada masa ini terjadi reorganisasi lingkaran syaraf Lobe Frontal yang
berfungsi sebagai kegiatan kognitif tingkat tinggi yaitu kemampuan merumuskan
perencanaan dan pengambilan keputusan.

Faktor –faktor yang mempengaruhi intelektual seseorang adalah :

 Bertambahnya informasi yang disimpan dalam otak seseorang


sehingga ia mampu berpikir reflektif.
 Banyak pengalaman dan latihan-latihanmemecahkan masalah
sehingga seseorang dapat berfikir proporsional.
 Adanya kebebasan berfikir, menimbulkan keberanian seseorang
dalam penyusunan hipotesis yang radikal, kebebasan menjajaki
masalah secara keseluruhan dan menunjang keberanian anak
memecahkan masalah dan menarik kesimpulan yang baru dan benar.

Perkembangan Dalam Sikap Kognitif

Kemampuan kognitif terus berkembang selama masa SMA. Akan tetapi,


bagaimanapun tidak semua perubahan kognitif pada masa SMA tersebut mengarah
pada peningkatan potensi. Kadang-kadang beberapa kemampuan kognitif mengalami
kemerosotan seiring dengan pertambahan usia. Meskipun demikian sejumlah ahli
percaya bahwa kemunduran keterampilan kognitif yang terjadi terutama pada masa
SMA akhir dapat ditingkatkan kembali melalui serangkaian pelatihan.
Perkembangan kognitif pada fase usia dewasa awal, dikemukakan oleh Schaie
(1997) bahwa tahap-tahap kognitif Piaget menggambarkan peningkatan efisiensi
dalam perolehan informasi yang baru. Sebagai contoh, pada masa dewasa awal
terdapat perubahan dari mencari pengetahuan menuju menerapkan pengetahuan,
menerapkan apa yang sudah diketahui, khususnya dalam hal penentuan karier dan
mempersiapkan diri untuk menghadapi pernikahan dan hidup berkeluarga.

3. Aspek Bahasa

Bahasa remaja adalah bahasa yang telah berkembang ia telah banyak belajar
dari lingkungan, dan dengan demikian bahasa remaja terbentuk dari kondisi
lingkungan. Lingkungan remaja mencakup lingkungan keluarga, masyarakat dan
khususnya pergaulan teman sebaya, dan lingkungan sekolah. Pola bahasa yang
dimiliki adalah bahasa yang berkembang di dalam keluarga atau bahasa itu.
Perkembangan bahasa remaja dilengkapi dan diperkaya oleh lingkungan
masyarakat di mana mereka tinggal. Hal ini berarti pembentukan kepribadian yang
dihasilkan dari pergaulan masyarakat sekitar akan memberi ciri khusus dalam
perilaku bahasa. Bersamaan dengan kehidupannya di dalam masyarakat luas, anak
(remaja) mengkutip proses belajar disekolah. Sebagaimana diketahui, dilembaga
pendidikan diberikan rangsangan yang terarah sesuai dengan kaidah-kaidah yang
benar. Proses pendidikan bukan memperluas dan memperdalam cakrawala ilmu
pengetahuan semata, tetapi juga secara berencana merekayasa perkembangan sistem
budaya, termasuk perilaku berbahasa. Pengaruh pergaulan di dalam masyarakat
(teman sebaya) terkadang cukup menonjol, sehingga bahasa anak (remaja) menjadi
lebih diwarnai pola bahasa pergaulan yang berkembang di dalam kelompok sebaya.
Dari kelompok itu berkembang bahasa sandi, bahasa kelompok yang bentuknya amat
khusus, seperti istilah baceman dikalangan pelajar yang dimaksudkan adalah bocoran
soal ulangan atau tes. Bahasa prokem terutama secara khusus untuk kepentingan
khusus pula.
Ragam bahasa remaja memiliki ciri khusus, singkat, lincah dan kreatif. Kata-
kata yang digunakan cenderung pendek, sementara kata yang agak panjang akan
diperpendek melalui proses morfologi atau menggantinya dengan kata yang lebih
pendek seperti ‘permainan diganti dengan mainan, pekerjaan diganti dengan kerjaan.
Kalimat-kalimat yang digunakan kebanyakan berstruktur kalimat tunggal.
Bentuk-bentuk elip juga banyak digunakan untuk membuat susunan kalimat menjadi
lebih pendek sehingga seringkali dijumpai kalimat-kalimat yang tidak lengkap.
Dengan menggunakan struktur yang pendek, pengungkapan makna menjadi lebih
cepat yang sering membuat pendengar yang bukan penutur asli bahasa Indonesia
mengalami kesulitan untuk memahaminya. Kita bisa mendengar bagaimana bahasa
remaja ini dibuat begitu singkat tetapi sangat komunikatif.
Dalam perkembangan masyarakat modern sekarang ini, di kota-kota besar
bahkan berkembang pesat bahasa khas remaja yang sering dikenal dengan bahasa
gaul. Bahkan karena pesatnya perkembangan bahasa gaul ini dan untuk membantu
kalangan diluar remaja memahami bahasa mereka, Debby Sahertian (2000) telah
menyusun dan menertibkan sebuah kamus khas remaja yang disebut dengan “Kamus
Bahasa Gaul”. Dalam kamus itu tertera sekian ribu bahasa gaul yang menjadi bahasa
khas remaja yang jika kita pelajari sangat berbeda dengan bahasa pada umumnya.
Kalangan remaja justru sangat akrab dan sangat memahami bahasa gaul serta merasa
lebih aman jika berkomunikasi dengan sesama remaja menggunakan bahasa gaul.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa


a) Umur anak
Manusia bertambah umur akan semakin matang pertumbuhan fisiknya,
bertambahnya pengalaman, dan meningkatkan kebutuhan. Bahasa seseorang
akan berkembang sejalan dengan pertambahan pengalaman dan
kebutuhannya. Faktor fisik ikut mempengaruhi sehubungan semakin
sempurnanya pertumbuhan organ bicara, kerja otot-otot untuk melakukan
gerakan-gerakan dan isyarat. Pada masa remaja perkembangan biologis yang
menunjang kemampuan berbahasa telah mencapai tingkat kesempurnaan,
dengan dibarengi oleh perkembangan tingkat intelektual, anak akan mampu
menunjukkan cara berkomunikasi dengan baik.
b) Kondisi lingkungan
Lingkungan tempat anak tumbuh dan berkembang memberi andil untuk cukup
besar dalam berbahasa. Perkembangan bahasa dilingkungan perkotaan akan
berbeda dengan dilingkungan pedesaan. Begitu pula perkembangan bahasa di
daerah pantai, pegunungan dan daerah-daerah terpencil menunjukkan
perbedaan.
Pada dasarnya bahasa dipelajari dari lingkungan. Lingkungan yang dimaksud
termasuk lingkungan pergaulan dalam kelompok, seperti kelompok bermain,
kelompok kerja, dan kelompok sosial lainnya.
c) Kecerdasan anak
Untuk meniru bunyi atau suara, gerakan dan mengenal tanda-tanda,
memerlukan kemampuan motorik yang baik. Kemampuan intelektual atau
tingkat berpikir. Ketepatan meniru, memproduksi perbendaharaan kata-kata
yang diingat, kemampuan menyusun kalimat dengan baik dan memahami atau
menangkap maksud suatu pernyataan fisik lain, amat dipengaruhi oleh kerja
pikir atau kecerdasan seseorang anak.
d) Status sosial ekonomi keluarga
Keluarga yang berstatus sosial ekonomi baik, akan mampu menyediakan
situasi yang baik bagi perkembangan bahasa anak-anak dengan anggota
keluarganya. Rangsangan untuk dapat ditiru oleh anak-anak dari anggota
keluarga yang berstatus sosial tinggi berbeda dengan keluarga yang berstatus
sosial rendah. Hal ini akan tampak perbedaan perkembangan bahasa bagi anak
yang hidup di dalam keluarga terdidik dan tidak terdidik. Dengan kata lain
pendidikan keluarga berpengaruh terhadap perkembangan bahasa.
e) Kondisi fisik
Kondisi fisik di sini kesehatan anak. Seseorang yang cacat yang terganggu
kemampuannya untuk berkomunikasi, seperti bisu, tuli, gagap, dan organ
suara tidak sempurna akan mengganggu perkembangan alam berbahasa.

Pengaruh Kemampuan Berbahasa terhadap Kemampuan Berpikir

Tingkat kemampuan berpikir sangat berpengaruh terhadap kemampuan


berbahasa. Demikian pula sebaliknya. Orang yang kemampuan berpikirnya rendah
akan mengalami kesulitan dalam menyusun kata-kata atau kalimat yang baik, logis,
dan sistematis. Hal ini tentu saja akan menyulitkan mereka dalam berkomunikasi.
Orang menyampaikan ide atau gagasannya menggunakan bahasa. Demikian
pula menangkap ide atau gagasan orang lain dilakukan melalui bahasa.
Menyampaikan dan menangkap makna ide dan gagasan merupakan proses berpikir
yang abstrak. Ketidaktepatan menangkap arti bahasa akan berakibat kekaburan
persepsi yang diperolehnya. Akibat lebih lanjut adalah hasil proses berpikir menjadi
tidak tepat. Ketidaktepatan ini diakibatkan oleh kekurangan dalam berbahasa.

Implikasi Pengembangan Kemampuan Bahasa Remaja terhadap


Penyelenggaraan Pendidikan

Kelompok belajar terdiri dari siswa-siswa yang memiliki variasi bahasa yang
berbeda-beda, baik kemampuan maupun polanya. Sehubungan dengan itu, dalam
mengembangkan strategi belajar mengajar di bidang bahasa, guru perlu memfokuskan
pada kemampuan dan keragaman bahasa anak. Anak diminta untuk melakukan
pengulangan (menceritakan kembali) pelajaran yang telah diberikan dengan kata-kata
yang disusun sendiri.
Dengan cara ini, guru dapat melakukan identifikasi tentang pola dan tingkat
kemampuan bahasa mereka. Kalimat atau cerita anak tentang isi pelajaran perlu
diperkaya dan diperluas oleh guru agar mereka mampu menyusun cerita yang lebih
komprehensif tentang isi bacaan yang telah dipelajarinya dengan menggunakan pola
bahasa mereka sendiri.
Perkembangan bahasa yang menggunakan model pengekspresian secara
mandiri, baik lisan maupun tertulis, dengan mendasarkan pada bahan bacaan akan
lebih mengembangkan kemampuan dan membentuk pola bahasa anak. Dalam
penggunaan model ini, guru harus banyak memberikan rangsangan dan koreksi dalam
bentuk diskusi atau komunikasi bebas. Oleh karena itu, sarana pengembangan
berbahasa, seperti buku bacaan, surat kabar, majalah, dan lain-lain hendaknya
disediakan di sekolah.

3. Aspek Emosional

Masa remaja merupakan puncak emosionalitas. Pertumnbuhan organ-organ


seksual mempengaruhi emosi atau perasaan-persaan baru yang belum dialami
sebelumnya. Dalam budaya Amerika, periode ini dipandang sebagai masa Strom &
Stress, frustasi dan penderitaan, konflik dan krisis penyesuaian, mimpi dan melamun
tentang cinta, dan perasaan terealisasi dan kehidupan sosial budaya orang dewasa.
(Pinukas, 1976).
Pola emosi masa remaja adalah sama dengan pola emosi masa-masa kuliah,
bedanya terletak pada macam dan derajat rangsangan yang membangkitkan emosi
dan pola pengendalian yang dilakukan individu terhadap emosinya. Beberapa kondisi
emosional yang akan dirasakan oleh remaja adalah seperti cinta / kasih sayang,
gembira, kemarahan, permusuhan, ketakutan dan kecemasan.
Adapun ciri-ciri emosional remaja yang berusia 12-15 tahun menurut Biehler (1927)
adalah sebagai berikut :
 Cenderung bersikap pemurung, hal ini disebabkan oleh faktor
biologis dan hubungan kematangan seksual dan sebagaian lagi
karena kebingungannya dalam menghadapi orang dewasa.
 Berperilaku kasar untuk menutupi kekurangannya dalam hal percaya
diri.
 Sering terjadi ledakan emosi.
 Tidak toleran terhadap orang lain.
 Ada perasaan marah dengan gaya orang dewasa / guru yang bersikap
serba tahu.
Sedangkan ciri emosional remaja usia 15-18 tahun adalah sebagai berikut :
 Sering memberontak sebagai ekspresi dari perubahan masa kanak-
kanak ke dewasa.
 Dengan berubahnya kebebasan. Banyak remaja yang mengalami
konflik dengan orang tuanya. Mereka mengharapkan perhatian,
simpati, dan nasihat dari orangtua.
 Sering melamun untuk memikirkan masa depannya.
Mendekati berakhirnya masa remaja, berarti telah melewati banyak badai emosional.
Ia juga telah belajar dalam seni menyembunyikan perasaan, berarti jika ingin
memahami remaja, kita tidak hanya mengamati emosi-emosi yang secara spontan dan
terbuka, tetapi perlu berusaha mengerti emosi yang disembunyikan. Seiring
bertambahnya umur, pengetahuan dan pengalaman berpengaruh signifikan terhadap
perubahan irama emosional remaja

Karakteristik Perkembangan Anak Usia Sekolahmenegah Atas (SMA)


Psikolog memandang anak usia SMA sebagai individu yang berada pada tahap
yang tidak jelas dalam rangkaian proses perkembangan individu. Ketidakjelasan ini
karena mereka berada pada periode transisi, yaitu dari periode kanak-kanak menuju
periode orang dewasa. Pada masa tersebut mereka melalui masa yang disebut masa
remaja atau pubertas. Umumnya mereka tidak mau dikatakan sebagai anak-anak tapi
jika mereka disebut sebagai orang dewasa, mereka secara rill belum siap menyandang
predikat sebagai orang dewasa.
Perubahan-perubahan tersebut akhirnya berdampak pada perkembangan fisik,
kognitif, afektif, dan juga psikomotorik mereka.
Perkembangan dalam Sikap Emosional
Pada masa ini, tingkat karateristik emosional akan menjadi drastis tingkat
kecepatannya. Gejala-gejala emosional para remaja seperti perasaan sayang, marah,
takut, bangga dan rasa malu, cinta dan benci, harapan-harapan dan putus asa, perlu
dicermati dan dipahami dengan baik. Sebagai calon pendidik dan pendidik kita harus
mengetahui setiap aspek yang berhubungan dengan perubahan pola tingkah laku
dalam perkembangan remaja, serta memahami aspek atau gejala tersebut sehingga
kita bisa melakukan komunikasi yang baik dengan remaja. Perkembangan pada masa
SMA (remaja) merupakan suatu titik yang mengarah pada proses dalam mencapai
kedewasaan. Meskipun sifat kanak-kanak akan sulit dilepaskan pada diri remaja
karena pengaruh didikan orang tua.
Perkembangan Peserta Didik Periode Sekolah Menengah Atas (SMA) Psikolog
memandang anak usia SMA sebagai individu yang berada pada tahap yang tidak jelas
dalam rangkaian proses perkembangan individu. Ketidakjelasan ini karena mereka
berada pada periode transisi, yaitu dari periode kanak-kanak menuju periode orang
dewasa. Pada masa tersebut mereka melalui masa yang disebut masa remaja atau
pubertas. Umumnya mereka tidak mau dikatakan sebagai anak-anak tapi jika mereka
disebut sebagai orang dewasa, mereka secara riil belum siap menyandang predikat
sebagai orang dewasa.

4. Aspek Kepribadian
Masa remaja merupakan saat berkembangnya self-identity (kesadaran akan
identitas atau jati dirinya). Remaja dihadapkan kepada berbagai pertanyaan: ”who am
i, man ana, siapa saya?” (keberadaan diriya), akan menjadi apa saya? Apa peran saya
dan mengapa saya harus beragama?

Apabila remaja berhasil memahami dirinya, peran-perannya dalam kehidupan


social, dan memahami makna hidup beragama, maka dia akan menemukan jati
dirinya, dalam arti dia akan memiliki kepribadian yang sehat. Sebaliknya apabila
gagal, maka dia akan mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion) sehingga
cenderung memiliki kepribadian yang tidak sehat.

PERBEDAAN INDIVIDUAL PADA ANAK USIA SEKOLAH MENENGAH


Perbedaan dalam Kepribadian
Perbedaan individual yang kedua dari siswa yang perlu dipahami guru adalah
perbedaan dalam kepribadian. Kepribadian berasal dari bahasa Inggris personality.
Personality berasal dari personae bahasa Yunani yang artinya topeng. Kepribadian
merupakan keterpaduan seluruh ciri-ciri individu, kemampuan, motivasi sebagaimana
ditampilkan dalam temperamen, sikap, pendapat, keyakinan, respons emosional, gaya
kognitif, karakter, dan moral.
Sekiranya remaja gagal menentukan identitas dirinya, maka remaja menjadi
kebingungan (confusion) dalam menemukan identitas dirinya. Ciri utama pada masa
ini menurut Erikson adalah Identity versus Confusion. Kegagalan dalam mengatasi
krisis identitas ini akan menyebabkan kegagalan remaja menjadi orang dewasa yang
memiliki kepribadian terpadu.
Tetapi sebaliknya jika menemukan identitas diri, remaja akan menjelma menjadi
manusia dewasa yang memiliki kepribadian terpadu. Di sinilah peran penting guru di
sekolah untuk membantu memudahkan penemuan identitas diri remaja.

Anda mungkin juga menyukai